Pairing

ChanBaek

Genre

Fluff, Romance

Rating

M

Length

Two Shot

Disclaimer

All cast in this story belong to themselves. Story and plot, all belong to author. Do not copy this story, plagiarism is strictly prohibited.

Warning

Tidak ada hyung, hanya ada kakak, kakak Chanyeol. Rated M untuk ucapan kotor dan adegan kenakalan remaja berupa: merokok.

ooOoo

Orang-orang mulai masuk dan memenuhi ruangan untuk kemudian bergegas mengambil duduk di kursi yang mereka anggap paling strategis—tidak terkecuali Byun Baekhyun. Remaja tujuh belas tahun itu sudah sejak tadi mengambil duduk di barisan kursi paling depan, paling strategis, dan paling dekat dengan layar yang berpendar menampilkan cahaya putih.

Saat ini Baekhyun tengah berada di dalam sebuah bioskop; berencana menonton film terbaru bersama orang paling disukainya yang saat ini tengah menuntaskan sesuatu terlebih dahulu di toilet. Sialnya, ini sudah lima belas menit berlalu sejak orang itu pergi, dan sampai sekarang dia belum juga kembali.

Ini membuat Baekhyun kesal.

Dia bahkan hampir mengunyah kursi empuk di bawah pantat seksinya.

"Sebenarnya dia itu pergi ke toilet atau ke antartika, sih? Kenapa lama sekali!" gerutu Baekhyun. Beberapa kali kepalanya menoleh ke belakang untuk memastikan, tapi tidak menemukan apa pun selain wajah orang-orang yang mulai memenuhi kursi, juga sepasang lansia binal yang sibuk bercumbu, membuat lubang hidungnya mekar seketika karena—demi boxer unicorn bodoh milik Yixing—mereka itu sudah lansia.

Bagaimana mungkin mereka bisa melakukan hal seperti itu di depan cucu-cucu mereka ini?

"Ya Tuhan, film-nya bahkan belum dimulai, dan mereka sudah sepanas itu?" bisik Baekhyun. Kalau saja Luhan—sahabatnya yang jomblo akut itu—melihat hal ini, bambi jejadian itu pasti sudah menangis darah. Sambil menghela nafas, Baekhyun kembali menyandarkan kepalanya pada sandaran kursi, lalu mengecek ponsel miliknya yang begitu sepi notifikasi. "Bahkan teleponku juga tidak diangkat. Jangan-jangan dia sedang buang air besar, dan terkena sembelit akut!"

Yang benar saja.

"Aku akan tunggu sampai lima menit. Jika dalam waktu lima menit dia tidak kembali juga, maka terpaksa aku harus menyusulnya," putus Baekhyun.

Lima menit kemudian.

Lima menit berlalu dengan sangat cepat; membuat semuanya menjadi semakin menyebalkan. Mata puppy miliknya bergulir ke atas, hampir juling saat rasa bosan semakin menggerogotinya, membuatnya sesak. Baekhyun menghela nafas lagi—kali ini dengan amat sangat kasar—dan menatap ke depan saat tiba-tiba penonton di dalam ruangan bertambah banyak, dan Baekhyun mulai bisa merasakan bahwa tidak lama lagi filmnya akan segera dimulai.

Lalu di mana pasangannya?!

Seharusnya saat ini pria itu duduk di sini, agar saat filmnya dimulai nanti mereka bisa bergenggaman tangan erat. Kemudian, tepat di akhir film nanti—karena terlalu terbawa suasana—mereka akan berakhir dengan berciuman di sudut bioskop.

Tapi khayalan tinggal kenangan.

Giginya berbenturan, saling bergemulutuk, dan ada geraman mirip singa betina murka yang keluar dari dasar tenggorokannya saat bocah itu meloncat; beranjak dari atas kursi.

"Sudah cukup!" sentak Baekhyun. Kakinya yang terbalut kaus kaki berstiker bebek dilapisi sneakers berwarna telur asin pastel itu langsung berjalan menghentak keluar ruangan, hendak menyusul dia yang membuatnya murka.

Sebelum benar-benar pergi, Baekhyun menyempatkan diri untuk berhenti di samping kursi sepasang lansia binal tadi yang saat ini tengah saling menggoda lewat gombalan murahan jaman dulu. Keduanya tengah tertawa malu-malu saat Baekhyun melipat lengannya di depan dada—kurang ajar—dan berdehem keras; membuat mereka mendongak memandangnya bingung. "Ciuman kalian tadi itu sama sekali tidak menggairahkan, benar-benar payah!" kata Baekhyun antagonis. Tanpa menunggu respon, Baekhyun sudah melenggang pergi; meninggalkan dua lansia yang saling beradu pandang.

"Sudah aku bilang, ciumanmu itu payah," kata si nenek pada si kakek.

ooOoo

Bocah bersurai cokelat gelap itu berjalan menyusuri koridor lantai dua bioskop untuk mencapai toilet yang kebetulan berada di lantai dasar. Tungkai kakinya melangkah lincah menuruni anak tangga, sesekali menoleh menatap orang-orang yang berlalu-lalang di sampingnya untuk mencari tahu apakah salah satu di antara mereka adalah orang yang dicarinya; tapi mereka bukan, dan itu semakin menambah kekesalannya.

Segera setelah tiba di lantai dasar, Baekhyun bergegas mengikuti papan biru besar yang sengaja dipasang di dinding lobi dengan tulisan 'TOILET' berikut panah penunjuknya.

Koridor itu terang-benderang dengan lantai kayu cokelat yang licin, dan dinding biru tua bermotif sulur yang licin pula. Memang, untuk ukuran bioskop, tempat ini lumayan keren. Bioskop ini juga sedang dijadikan tempat favorit remaja Seoul untuk menonton, dan menghabiskan waktu mereka bersama pacar atau pun teman. Sebab tidak hanya bersih dan terawat, bioskop ini juga menawarkan koleksi film serta stand makanan yang lumayan lengkap.

Sehabis menonton film, Baekhyun biasanya akan singgah terlebih dahulu di salah satu stand; entah untuk sekedar membeli es krim, atau membeli cemilan. Bahkan dia dan teman-temannya sering berlama-lama di salah satu stand hanya untuk bergosip, dan membicarakan film yang baru saja selesai mereka tonton.

Itu benar, jomblo memang selalu berusaha menghabiskan waktu mereka bersama teman-temannya—yang biasanya juga jomblo.

Hingga lupa waktu.

Dan lupa bahwa mereka adalah jomblo.

Itulah yang disebut; kenikmatan sesaat.

"Tapi sebentar lagi aku akan pensiun menjadi jomblo," gumam Baekhyun terlalu percaya diri sambil berjalan menuju lorong toilet.

"Dasar gila, terkutuklah kau dan seluruh keturunanmu!" Lalu, "Remaja jaman sekarang memang sudah sangat keterlaluan. Memangnya kalian tidak memiliki rumah? Kalau memang seperti itu setidaknya sewalah hotel!"

Seseorang mengumpat keras, membuat Baekhyun mendongak mendapati pria gendut, berkaca mata jadul, dan berwajah kotak dengan pakaian sangat tua miliknya baru saja keluar dari dalam toilet.

"Permisi... Apa kau melihat pria berambut cokelat, dan jaket adidas di dalam?" tanya Baekhyun saat orang itu tidak sengaja berhenti di depannya.

Pria gendut itu menatap Baekhyun dari ujung rambut hingga ujung kaki dengan tatapan menilai sebelum akhirnya menyahut, "Maksudmu pria yang sedang berbuat cabul itu, Nona?"

Nona.

Nona.

Hening sesaat.

Sampai akhirnya Baekhyun tersadar dan melotot marah; bukan karena penjelasan pria itu yang mengatakan bahwa Daehyun-nya tengah berbuat cabul, tapi karena panggilan tidak masuk akalnya yang sudah berhasil mencubit kecil hatinya. "Maaf, tapi aku ini pria," jelas Baekhyun. Nada suaranya dibuat setenang mungkin—meskipun—ubun-ubunnya sudah mengepulkan asap imajiner.

Kening pria kelebihan lemak di depannya mengkerut dalam. Dengan cepat pria itu kembali menatapnya dari ujung rambut hingga ujung kaki. Sangat amat teliti. Bahkan sekarang pria itu berlama-lama mengamati bagian dada dan selangkangannya dengan begitu kurang ajar, membuat Baekhyun hampir saja menjerit marah.

Pria tidak menjerit, ngomong-ngomong.

Oops.

Satu menit berlalu dengan sangat sia-sia saat pria itu mengusap-usap dagunya dan memutuskan. "Aku masih yakin kalau kau ini wanita."

Lalu suasana berubah menjadi panas.

"Kau ini sudah gila, ya!" teriak Baekhyun ganas.

Pria itu melotot. "Kau yang gila. Sudah ditakdirkan menjadi wanita ingin menjadi pria! Yah... aku akui kau memang tidak berdada montok—" kata pria berwajah kotak itu jujur. "—tapi kau juga tidak berjakun, dan aku yakin meski aku tidak melihatnya, kau juga tidak berbulu ketiak—"

Baekhyun langsung memerah malu lalu melindungi ketiaknya.

Dari mana dia tahu kalau Baekhyun tida memiliki bulu ketiak?

Sambil menghentakkan kakinya kesal Baekhyun berteriak, bola matanya menatap pria itu tajam—meskipun gagal. "Tidak semua pria itu berjakun dan berbulu ketiak—"

"Pria itu sudah pasti harus berjakun, dan berbulu ketiak, itu salah satu lambang kejantanan pria!" potong pria berwajah kotak itu menggebu-gebu.

Pembicaraan ini benar-benar menjijikkan, benar, kan?

Baekhyun menatap pria itu seolah-olah dia adalah alien yang terkena gizi buruk. Bagus sekali. Sudah alien, terkena gizi buruk pula. "Obrolan ini benar-benar tidak penting. Pokoknya aku ini pria!"

"Jangan berbohong padaku!" tuduh pria itu. Lalu matanya memicing tajam. "Jangan-jangan kau ini salah satu wanita yang suka menyamar menjadi pria agar bisa mengintip pria-pria seperti kami. Aku benar, kan?!"

Keparat.

"Aku, menyamar?!" Mulut Baekhyun menganga lebar. "Kau pikir aku sudah gila?! Lagipula apa maksudmu pria seperti kami, aku juga pria."

"Yah... seperti kami." Pria itu berkacang pinggang, menatapnya dengan segala kesombongan yang ada. "Tampan, keren, dan jantan, dan populer, dan—"

"Howheerrkk!" Baekhyun berpura-pura muntah, membuat pria berwajah kotak itu menatapnya heran. "Mimpi itu harus ada bangunnya. Lihat, kau jadi berhalusinasi begitu," cibir Baekhyun sadis. Sambil mengepalkan kedua tangannya jengkel Baekhyun melengos lalu menyenggol tubuh gemuk pria itu dan bergegas masuk ke dalam toilet—sebelum—seseorang menahan lengannya, membuatnya menoleh cepat.

Apa lagi sekarang?

"Paman siapa?" tanya Baekhyun bingung saat melihat pria setengah baya berpakaian seragam biru bersih, dan bernama Kim Yosuk yang dijahit di dada kanannya menatapnya penuh peringatan. "Dia Ayahmu?" tanya Baekhyun, menatap pria berwajah kotak tadi yang langsung melotot heboh.

"Yang benar saja!" balas pria kotak itu, tapi Baekhyun mengabaikannya dan kembali memfokuskan diri pada pria bernama Yosuk tadi.

"Paman tersesat?" tanya Baekhyun lagi.

"Dia tidak bisa bicara, Nona," kata pria berwajah kotak itu acuh.

Benar saja, bukannya menyahut pria itu justru menunjuk sesuatu yang berada di belakang kepala Baekhyun, membuatnya menoleh ke belakang dan menemukan penanda antara toilet pria dan toilet wanita yang sengaja dipasang di pintu. Bingung, Baekhyun kembali menatap pria bernama Yosuk tadi, dan mendapati dia tengah menunjuk tanda di toilet wanita. Namun yang membuatnya lagi-lagi harus melotot adalah karena pria itu menarik lengannya agar dia masuk ke dalam toilet wanita. Sontak saja—sambil menjerit seperti seorang wanita sejati—dia menghempaskan lengannya dari cekalan tangan Yosuk dan menatap pria itu tersinggung.

"Aku ini pria, apa Paman tidak bisa melihatnya?!" kata Baekhyun marah. Wajahnya memerah sampai telinga; malu setengah mati. "Ma-mafkan aku karena sudah membentakmu, tapi aku ini memang pria, bukan wanita Paman," jelas Baekhyun merajuk.

"Hahahaha—lihat, bukan aku saja yang menganggapmu wanita," ejek pria berwajah kotak itu. Dia kemudian menatap Yosuk penuh provokasi, seperti pemeran antagonis dalam drama. "Sudah lebih baik usir saja dia Paman, sepertinya dia ini wanita yang suka menyamar menjadi pria. Dia pasti wanita yang selama ini sering mengintip kami!"

Baekhyun menggeram imut. "Jangan sembarangan bicara, ya—"

"Tapi lebih baik kita laporkan saja dia pada Sekuriti, agar Nona ini dibawa ke kantor polisi. Sepertinya itu jauh lebih baik asdfghjkl—" Pria berwajah kotak itu tidak mau berhenti bicara.

Baekhyun benci dikatai wanita.

Baekhyun benci seseorang mengatakannya seperti wanita.

Baekhyun bukan wanita.

Yang wanita itu Luhan.

Luhan.

Luhan.

"Haaattcchhiihh!" Luhan mengucek hidungnya yang gatal dan kemudian, "Haaarrrgghh! Aku lupa kalau sedang keramas. Aduh perih, perih, perih, hidungku perih! Bersin keparaaaat!"

"Diaaaam!" teriak Baekhyun. Tanpa aba-aba bocah itu mengeluarkan jurus hapkido andalannya. Segalanya berjalan dengan sangat lambat—layaknya air yang mengalir tenang—saat dia mengeluarkan seluruh kekuatan di dalam tubuhnya untuk kemudian melakukan teknik kuncian pergelangan tangan sebelum akhirnya menarik dan melempar pria itu dalam satu sentakkan keras.

BRUGGH

"Hyaaaaaah!" seru Baekhyun.

Pria berwajah kotak itu tergeletak di lantai, lemah tak berdaya; hampir kehilangan kesadaran akibat terlalu terkejut dan rasa sakit di sekujur tubuhnya.

"Kau mau lagi?" tanya Baekhyun sombong sambil melompat-lompat kecil seperti little jetlee.

Satu detik.

Dua detik.

Satu menit.

"A-aku masih... y-yakin ka-kalau kau ituhh... wanitahh..." ucap pria itu tersendat sebelum akhirnya benar-benar kehilangan kesadaran.

Tidak ingin terbunuh, Yosuk segera menenteng ember dan memeluk tongkat pelnya diketiak, lalu bergegas pergi meninggalkan Baekhyun yang masih memasang kuda-kuda.

"Keparat, apa kau ingin mati—"

"Daehyun—ahh—Dae, kita harus cepat!"

Mata puppy-nya mengerjap bingung saat mendengar suara hina tersebut. Bukan hanya karena nada suara lelaki entah siapa itu yang terdengar seperti sebuah desahan, namun juga karena nama yang dia didesahkan. Sebuah nama yang begitu dikenalnya. Tentu saja, pikirnya. Nama itu adalah nama orang yang dua bulan terakhir ini tengah menjalin kedekatan dengan dirinya.

Sambil menggigit bibir ceri-nya cemas Baekhyun berjalan memasuki toilet. Semua bilik toilet tertutup rapat, tidak ada satu pun orang yang terlihat menggunakan ruangan, namun suara desahan lirih masih dapat tertangkap oleh inderanya. Baekhyun melangkah perlahan; tanpa menimbulkan banyak suara dia membuka bilik satu dan dua tanpa mengetuknya terlebih dahulu; karena bilik yang dipakai seharusnya terkunci. Bilik ketiga, keempat juga dibukanya namun tidak menampilkan pemandangan apa pun selain water closet, tapi bahkan dia yang penakut tidak ingin menyerah karena—

persetan—Daehyun seharusnya berada di sini.

"Dae—Dae—sedikit lagihh..."

"Kkkhh—aku tidak tahu kalau kau sudah kembali dari Jepang, kenapa kau tidak menghubungiku lebih dulu? Kau tidak tahu ka-kalau aku sangat merindukanmu..."

"Karena aku ingin—ahh—membuat kejutan."

"Lalu kenapa kau—akh—ada di sini?"

"Ibumu yang—ohh—ohh—memberitahu aku!"

BRAKKK

Sepasang tangan putih mendobrak bilik pintu terakhir dan menemukan seorang jalang tengah dipangku oleh orang yang begitu dikenalnya. Orang itu adalah Jung Daehyun; teman kencan sekaligus orang yang dia pikir akan menariknya dari masa jomblo tidak berujung. Keduanya; Daehyun dan jalang manis itu tengah bercinta dengan begitu panas. Mereka begitu bergairah, penuh kenikmatan.

Menghancurkan segalanya dalam diri Baekhyun.

Bahkan saat Baekhyun berdiri dengan begitu gemetar di ambang pintu dan siap menangis, mereka tidak sempat peduli karena mata keduanya sudah lebih dulu terpejam erat; menjemput kenikmatan.

"Ba-Baekhyun..." bisik Daehyun kalap saat dia tidak sengaja menoleh dan menemukan wajah penuh air mata milik Baekhyun—calon, tidak, lebih tepatnya mantan calon kekasihnya.

Keparat, sebutan macam apa itu?

"Siapa itu Baekhyun?" tanya jalang dalam pangkuan Daehyun bingung.

Tanpa mengatakan apa pun Baekhyun langsung berbalik pergi.

Tapi kemudian dia kembali.

Dengan sebuah ember pink.

"Mati saja kau Jung Daehyuuun!"

BYUUUURRR

"Hhhaaaaarrgghh!" Daehyun dan jalang dalam pangkuannya menjerit setengah sinting saat air dalam ember yang amat sangat kotor dan bau mengguyur kepala mereka berdua tanpa ampun hingga sekujur tubuh mereka basah kuyup; seolah mereka baru saja tersapu banjir bandang. Tidak cukup sampai di situ, Baekhyun juga berjalan mantap ke arah mereka berdua lalu melakukan sesuatu yang begitu mengejutkan.

SUBBB

Baekhyun memasangkan ember pink tadi ke kepala Daehyun, membuat pria itu berteriak marah sementara jalang di depannya menjerit histeris.

Tapi siapa peduli?

"Kalian berdua!" Baekhyun menunjuk jalang itu dan Daehyun, dengan satu tangan menekan pantat ember agar kepala Daehyun tidak bisa keluar dari dalam sana. "Jangan pernah berani menampakkan wajah jelek kalian lagi di depanku atau aku akan membunuh kalian berdua. Apa kalian mengerti?!"

Jalang itu mengangguk-anggukkan kepalanya takut, sementara Daehyun terus berteriak meminta dilepaskan.

BRUKK

Baekhyun memukul pantat ember itu keras-keras sebelum akhirnya berbalik pergi.

ooOoo

Baekhyun menangis pilu.

Baekhyun menangis karena hatinya hancur dan remuk redam. Hatinya terluka, dan dia tidak yakin apakah luka itu bisa disembuhkan. Ini sangat gila. Bagaimana bisa mereka bercinta di dalam toilet bioskop? Dan lebih gila lagi karena—keparat—dia melihat hal itu dengan mata kepalanya sendiri.

Baekhyun menangis dan orang-orang terus melemparkan tatapan beragam ke arahnya.

Sebagian dari mereka merasa simpati, namun sebagian lagi justru malah merasa begitu gemas karena puppy manis itu terlihat sangat mungil dan menggemaskan. Bahkan seorang ibu hampir saja menggendongnya karena dia pikir Baekhyun adalah anak hilang.

Yang benar saja.

Baekhyun ini bukan anak hilang.

Baekhyun hanya sedang kehilangan arah.

"Hiks—Ibuuu..." isak Baekhyun. "Luhan, Yixing, kak Minseok..." Dia berjalan menyusuri koridor menuju lobi sambil sesenggukan. Sesekali bocah itu menghapus air matanya menggunakan punggung tangan tapi air matanya tidak mau berhenti mengalir. Air matanya terus mengalir seperti air di musim penghujan.

Kalau di sini ada ketiga sahabatnya—apalagi Luhan—Daehyun dan selingkuhannya itu pasti sudah habis dikuliti oleh mereka. Mungkin hal itu tidak akan terjadi sekarang, tapi besok? Baekhyun tidak bisa menjamin.

"Baekhyun...?"

Baekhyun mendongak saat mendengar suara cukup berat—tapi mirip orang pilek—masuk ke dalam indera pendengarannya. Matanya yang berembun akibat tangis tidak bisa melihat jelas wajah orang itu tapi dia tahu bahwa itu adalah Kim Jongin; kakak sepupunya.

"Baekhyun, sedang apa kau di sini?" tanya pria bernama Jongin itu cemas. Bagaimana tidak cemas? Kau sedang menghabiskan waktu bersama teman-temanmu dan tiba-tiba menemukan adik sepupumu tengah menangis di tempat umum.

Tragis.

"Kak Jongin—hiks—kakaaak!" Baekhyun menghapus air matanya kasar saat Jongin berdiri di depannya, menatapnya khawatir. "Da-Daehyun sialan itu—hiks—dia bercinta dengan seseorang di toilet, dia tidak benar-benar menyukaiku—hiks—sepertinya dia menyukai pria itu—hiks—padahal seharusnya malam ini kami menonton film... seharusnya malam ini kami berkencan," adunya.

Bocah itu begitu sedih, matanya yang bening dan berair membuat siapa pun tidak bisa menolak untuk melirik ke arahnya dan menatapnya simpati.

"Keparat itu, di mana dia sekarang?!"

Baekhyun terkesiap karena itu bukan suara Jongin, melainkan suara Suho; ketua OSIS di sekolahnya sekaligus pria yang diam-diam memiliki rasa tak biasa pada Yixing. Jika ada Suho dan Jongin, itu artinya ada—

"Kenapa kau diam, katakan, apa kau baik-baik saja Babaek?"

—Oh Sehun; Kapten sekaligus penyerang sepak bola—kebanggaan—sekolah. Sehun itu calon atlit sejati, dan Luhan adalah penggemar berat pria albino ini—tapi bukan itu intinya, karena yang Baekhyun maksud adalah pria tampan yang berdiri kokoh di belakang punggung Sehun.

Pria yang sudah seminggu terakhir ini dia rindukan.

Pria yang sudah seminggu terakhir ini sering dia mimpikan di malam-malamnya yang dingin.

Yeah, jadi Baekhyun mencintai pria itu, tapi karena pria itu sangat-sangat sulit untuk digapai dan dia tidak pernah memiliki kesempatan—bahkan jika itu kesempatan kecil—maka Baekhyun memutuskan untuk membuka hati pada Daehyun yang ternyata adalah seorang bajingan.

Benar.

Itu memang cinta gila.

Dia tergila-gila pada pria itu.

Dan nama pria itu adalah; Park Chanyeol.

Kakak kelas super tampan, paling populer di sekolah, calon musisi, dan yang paling gila adalah; Chanyeol itu cucuk dari presiden pertama Korea Selatan. Pria itu tidak perlu menjadi atlit sepak bola seperti Oh Sehun untuk meraih popularitas. Chanyeol juga tidak perlu menjadi ketua OSIS andalan sekolah seperti Kim Suho untuk dapat dihormati. Bahkan, Chanyeol tidak perlu menjadi penari handal seperti Kim Jongin hanya untuk memiliki penggemar karena—demi rumah nanas Spongebob—Chanyeol sudah memiliki segudang fansnya sendiri.

Dan kenapa Baekhyun harus menjelaskan semua itu?

Ingat, dia ini sedang patah hati.

Hanya karena dia itu penggemar berat pangeran es Chanyeol, bukan berarti dia bisa dengan mudah melupakan rasa sakit hatinya.

Meski memang, wajah dingin dan super tampan itu sangat sulit untuk dilewatkan. Coba bayangkan jika pria itu memiliki hati yang baik seperti Jongin, Suho, dan Sehun. Mereka berempat memang bersahabat, tapi tidak seperti tiga pria tadi, Chanyeol benar-benar tidak pernah banyak bicara saat ada dirinya; Chanyeol menganggap dia tidak ada. Bahkan saat Jongin memberitahukan dia bahwa Baekhyun adalah penggemar beratnya, Chanyeol tidak pernah menanggapi. Pria itu bahkan selalu berpura-pura tidak mengenal Baekhyun saat mereka tidak sengaja bertemu di suatu tempat.

Baekhyun akui, bukan dirinya saja yang diacuhkan oleh pria itu. Hampir semua orang yang Chanyeol anggap tidak penting akan pria itu acuhkan. Jadi di sini sudah jelas bukan? Byun Baekhyun itu tidak penting bagi Park Chanyeol. Daehyun keparat saja tidak menginginkannya, apalagi Chanyeol yang faktanya selalu bergonta-ganti pacar—pacar yang cantik dan sama populernya dengan dia jika boleh diperjelas.

Apa?

Tidak, Baekhyun tidak cemburu. Baekhyun hanya sedikit merasa iri dengan mereka yang berkesempatan untuk memilik pria seperti Chanyeol. Suara Chanyeol itu berat dan serak, sementara bibir bawah pria itu tebal dan belah; sangat seksi. Banyak gosip yang beredar mengatakan bahwa ciuman seorang Park Chanyeol benar-benar dahsyat. Ciumannya selalu menjadi salah satu alasan mengapa mantan-mantan pacarnya tidak pernah bisa melupakan Chanyeol.

Ciumannya dahsyat.

Dahsyat.

Jika yang dicium itu adalah dirinya, jika Chanyeol yang mencuri ciuman pertamanya—bodoh! Baru sedetik dan dia sudah lupa bahwa seorang pria baru saja memperlakukannya seperti sampah.

Dia ini baru saja dikhianati dan dibuang.

Dia hanya sampah.

Berhentilah bermimpi Byun Baekhyun.

"Baekhyun, kau mendengar kakak, kan?" tanya Jongin cemas. Pria berkulit tan itu mengguncang bahu Baekhyun dan anak itu terisak. "Katakan padaku, apa kau baik-baik saja?" tanya Jongin lagi.

"Tidak apa-apa. Aku baik-baik saja," jawab Baekhyun sendu. Baekhyun menunduk, menghapus air matanya dan hatinya semakin terasa sakit. Rasanya lebih sakit daripada sakit gigi. Kenapa disaat sakit seperti ini dia justru malah menambahkan sendiri kesakitannya.

Dasar idiot.

"Yang benar? Jangan berbohong pada kami," kata Sehun tidak kalah cemas.

"Benaaar kak Sehun!" rengek Baekhyun. Dia menghela nafas dan menghapus air matanya kasar. Lagi.

"Di mana dia sekarang, katakan! Kakak bunuh dia!" ucap Suho berang.

Cepat-cepat Baekhyun menggeleng sambil menjawab, "Jangaaaan, biarkan saja kak Suho, aku sudah memberi keparat itu pelajaran."

Oh, bagus, sekarang dia sok tegar.

Suho menggertakkan giginya ganas. "Kuberi keparat itu kesempatan untuk mendekatimu, tapi dia malah melunjak, dasar bajingan sialan!"

Tolong jangan heran, ini bukan tipuan kamera. Suho malaikat memang bisa berubah menjadi pemuda penganut brutaliti jika sedang dalam keadaan marah dan murka. Contohnya seperti sekarang ini.

"Kau tenang saja, besok kakak dan Sehun akan membuat perhitungan dengan bajingan itu. Sekarang, kau menonton saja bersama kami," bujuk Jongin sambil mengusak puncak kepala Baekhyun di mana perbuatannya itu langsung diikuti Suho dan Sehun.

"Nanti kakak akan mencari cara agar anak sialan itu bertemu Kepala Sekolah Kang, kau mengerti, kan, apa maksudku?" Suho menaik-turunkan kedua alisnya. Tidak ada lagi wajah malaikat di sana; wajah itu berubah menjadi wajah iblis penuh tipudaya.

"Jangan, jangan, tadi, kan, aku sudah bilang jangaaaaan..." ujarnya kesal. Baekhyun mulai menghentakkan kakinya, bahkan wajahnya sudah memerah matang.

Ketiga pria itu buru-buru merangkul dan menenangkan pria mungil yang begitu kasihan tersebut.

Betapa baiknya mereka. Tiga pria hebat yang Baekhyun miliki dalam hidupnya, terlebih Jongin sepupunya. Baekhyun ingat awal pertemuan mereka dulu. Saat itu SMP, dan Jongin yang ditumbuhi banyak jerawat di wajahnya mengenalkan dia dengan Sehun; pemuda albino pemalu yang suka memakai kawat gigi dan kacamata minus menjijikkan. Sehun pria yang baik dan manis, sampai Suho datang dan Baekhyun mengenal pria yang jauh lebih baik dari Sehun.

Seperti malaikat.

Suho adalah pria kutu buku murni yang suka menyendiri dan bertapa di dalam perpustakaan. Saat bertemu dengan Suho, hal yang pertama kali ingin dia ketahui adalah; suaranya. Suho hampir tidak pernah bicara, tapi dia orang yang sangat hangat. Ketiga pria itu adalah pria sama-sekali-tidak-populer, dan sama-sekali-tidak-menarik.

Mereka adalah; perkumpulan pria payah.

Dan Baekhyun muak. Tidak, lebih tepatnya; dia amat sangat muak. Baekhyun tumbuh menjadi anak yang lincah dan penuh enerji. Keceriaan dan semangat remaja yang berkobar dalam darahnya membuat dia benar-benar hampir gila setiap kali melihat Jongin, Sehun, dan Suho. Lalu hari itu terjadi, saat dia yang keranjingan internet melihat pria bersurai cokelat gelap pendek yang memiliki segudang bakat sering mengunggah bakatnya itu di Youtube. Baekhyun tahu bahwa dia jatuh cinta pada pria dingin itu, dan dia ingin ketiga jagoannya juga melakukan hal yang sama.

Melakukan apa yang mereka inginkan seperti apa yang Park Chanyeol lakukan.

Mula-mula Sehun mencopot kawat gigi sialannya. Kemudian dia dan Suho melakukan operasi pada mata sehingga semuanya menjadi lebih baik saat mereka tidak menggunakan kaca mata keparat itu lagi, dan hal itu menjadi amat sangat mudah untuk dilakukan karena ketiganya adalah pria yang lahir dari keluarga berada. Sementara itu, sepupunya Jongin melakukan perawatan khusus untuk menghilangkan wajah berjerawatnya selama satu tahun lebih; sehingga Baekhyun tidak bisa menyalahkan Jongin jika pria itu selalu terserang panik berlebihan setiap kali terkena jerawat, bahkan jika itu kecil, karena Baekhyun sangat tahu bagaimana pria itu melewati semuanya.

Namun, hal paling menyenangkan dari itu semua adalah; ketiganya hidup dengan lebih normal dan lebih percaya diri.

Ketiganya tidak malu untuk bicara, tersenyum, bersosialisasi dengan sesama manusia lainnya layaknya manusia sesungguhnya.

—Tunggu, kenapa ceritanya semakin melebar?

Oke.

Jadi pada intinya ketiga pria itu bertemu dengan idola Baekhyun yang ternyata adalah Park Chanyeol di tahun pertama mereka masuk SMA. Enam tahun tinggal dan menetap di California membuat bahasa Korea Chanyeol menjadi begitu buruk. Pria itu terlalu sering menggabungkan bahasa Korea dengan bahasa Inggris, sehingga Jongin dan Sehun yang pada saat itu amat-sangat-kebetulan satu kelas dengan Chanyeol yang dingin dan sulit bergaul, memutuskan untuk membantunya. Dari sanalah mereka menjadi teman, dan karena Chanyeol berteman dengan Sehun dan Jongin, secara otomatis Chanyeol juga akan berteman dengan Suho.

Mereka dekat satu sama lain, namun begitulah, Baekhyun tidak pernah menjadi bagian dari mereka karena—persetan dengan semua koleksi video Barbie milik Minseok—Baekhyun tidak memiliki gen jantan di tubuhnya. Dia terlalu lembut dan submissive sejati. Dia tidak sejantan mereka yang bisa membentuk otot-otot kekar di tubuh hanya dalam waktu enam bulan. Keempat pria itu begitu jantan dan maskulin sehingga alih-alih menyatu, Baekhyun justru terlempar jauh dan berakhir dengan terdampar bersama tiga orang makhluk—wanita tapi bukan wanita—yang tidak dapat dipungkiri memiliki kepribadian sama seperti dirinya.

"Sudahlah, kau membuat kami khawatir," ucap Suho. Bibirnya membentuk garis tipis dan wajahnya ikut sendu.

Baekhyun mengerutkan keningnya lalu terisak. Apa Chanyeol juga mengkhawatirkan dirinya? Sambil menggigit bibir dia mendongak menatap Chanyeol dan mendapati pria tampan itu tengah menggosok hidungnya menggunakan ibu jari, sementara di dua jarinya terselip batang rokok yang masih mengepul. Ini sebuah cerita lama; ironi dari seorang cucu presiden yang ternyata adalah seorang perokok aktif. Namun, yang membuatnya patah hati adalah karena pria itu tidak terlihat simpati atau terpengaruh oleh apa yang sedang terjadi pada dirinya.

"Nona, kau masih di sini? Aku pikir kau sudah pulang sambil menang—hahahaha—ternyata kau memang menangis!"

Tiba-tiba suara menyebalkan milik pria berwajah kotak sialan tadi menarik kembali kesadarannya. Dia menoleh menatap pria itu yang terlihat memegangi pinggangnya—encok, mungkin—sambil tertawa keras-keras.

"Sudah aku bilang aku ini priaaaa!" Baekhyun menjejak lantai kesal. "Dasar pria kotak sialan, harusnya tadi aku bun—"

"Jongdae, dia ini adik sepupuku, dan dia ini memang laki-laki, tapi yah... begitulah," kata Jongin memotong umpatan Baekhyun saat dilihatnya orang-orang mulai menoleh menatap mereka dengan pandangan terkejut.

"Kalian bertemu di mana?" tanya Suho.

"Di toilet," jawab Baekhyun ketus.

"Oh, jadi dia ini adik sepupumu Kai." Jongdae berjalan mendekat dan menggaruk tengkuknya tidak gatal. Keempat matanya memandang Baekhyun meminta maaf saat anak itu justru cemberut dan membuang pandangan darinya. Merajuk parah. "Maafkan aku, oke? Aku tidak tahu kalau kau adik sepupu Kai, dan aku tidak bermaksud tadi. Aku berani bersumpah. Ngomong-ngomong yang tadi itu keren, aku merasa seperti hampir mati saja," sambungnya geli.

Sehun mendengus. "Dia membantingmu," tudingnya jitu.

Jongdae mencebikkan bibirnya. "Yah, dia membantingku hanya karena aku mengatakan kalau dia ini wanita—"

"Kan, sudah aku bilang aku bukan wanita!" Baekhyun mencak-mencak dan semakin merajuk. "Aku mencoba menjelaskannya padamu, tapi kau tidak mendengarkan dan terus menuduhku. Kau bahkan hampir mengusir dan melaporkanku pada sekuriti!"

"Aku tahu, aku tahu, aku minta maaf. Habis wajahmu itu benar-benar cantik—"

"Mau mati di tanganku, ya?!" teriak Baekhyun marah. Dia hendak menghadiahi Jongdae pukulan mautnya tapi Suho, Sehun, dan Jongin sudah lebih dulu menariknya menjauh dari pria itu. Nafas Baekhyun memburu seperti ibu badak yang tengah marah, membuat Jongdae langsung mengangkat tangan di udara; tanda menyerah.

Keheningan terjadi beberapa saat sampai akhirnya Jongdae berdehem keras. Mulutnya gatal kalau tidak bicara. "Ngomong-ngomong, kulihat pacarmu dan selingkuhannya masih betah di dalam toilet. Mereka..."

"Mereka masih melakukannya...?" potong Baekhyun. Suaranya hampa, mirip orang linglung.

"Kupikir... begitu," balas Jongdae sambil mengangkat bahu canggung.

"Keparat itu!" Suho menggertakkan giginya.

"Kau ingin aku mengusirnya?" tawar Jongdae. Dia menggaruk dagunya saat melihat wajah murka dari ketiga temannya.

Jongin menunduk menatap Baekhyun saat anak itu terlihat kembali menangis. Baekhyun menarik nafas cepat, seperti orang terkena asma, lalu cepat-cepat menghapusnya kasar. Anak itu mendongak menatap Sehun dan tersenyum. "Kak Sehun benar, aku memang jelek, itu sebabnya aku tidak pernah memiliki kesempatan untuk—"

"Kakak tidak bermaksud mengatakannya, yang aku katakan padamu hanyalah bohong," potong Sehun cepat. Rasanya begitu sedih saat melihat orang yang sudah dia anggap adik menangis di depannya.

"Hiks—jahat!" isak Baekhyun. Ini bukan tentang seberapa besar dia menyukai Daehyun, bukan karena itu dia begitu sedih dan terpukul, tapi karena perlakuan pria itu. Seharusnya dia merasa bersalah, mencoba mendapatkan maaf darinya tapi pria itu sama sekali tidak melakukannya. Itulah yang membuatnya begitu sedih; perasaan tidak diinginkan, menjadi mimpi buruk yang tidak pernah usai. "Aku mau pulang saja!" Baekhyun menunduk dan berbalik pergi. Dia terisak-isak, enggan menanggapi panggilan empat orang pria di belakangnya. Langkah kakinya begitu cepat dan menghentak saat tiba-tiba saja—

—Dada yang begitu bidang dan keras membentur hidungnya yang tengah menarik nafas cepat hingga membuat pernafasannya tersumbat oleh wangi parfum yang begitu pekat dan jantan. Waktu seolah berhenti saat Baekhyun menghirup wangi itu dalam—hingga matanya terpejam damai—lalu pelan-pelan, saat jantungnya berdebar gila oleh wangi yang begitu dikenalnya tersebut, dia menjauhkan wajahnya dan mendongak hanya untuk dihadiahi kepulan asap rokok pekat yang menghantam wajahnya, dan membuat matanya kembali terpejam.

Dua detik diisi keheningan saat akhirnya Baekhyun membuka mata sangat cepat sambil terbatuk-batuk keras. Baekhyun menggosok-gosok wajahnya, lalu kembali mendongak, dan menemukan wajah yang begitu tampan sekaligus dingin tengah menunduk menatapnya tanpa emosi.

Park Chanyeol keparat.

Tidak seperti biasanya saat mereka bertemu maka Chanyeol akan secara otomatis mengabaikannya seolah-olah dia adalah kuman tak terlihat, kali ini pria itu menatapnya, menatap tepat di matanya. Sayang, Baekhyun tidak dalam suasana hati yang baik, terlebih perlakuan pria itu padanya barusan; seolah-olah mengepulkan asap rokok adalah bagian dari cara pria itu mengejek Baekhyun yang menyedihkan. Apalagi wajah tanpa emosi itu yang menggambarkan bagaimana dia menganggapnya kecil, kau tahu, tidak berarti. Mata cokelat karamel Chanyeol yang kehitaman menunjukkan padanya tentang seberapa tidak berharganya dia.

Baekhyun menggigit bibir dengan wajah basah dan membalas tatapan itu tajam. Lalu, tanpa mengatakan apa pun dia mengambil langkah untuk segera pergi, namun tangan Chanyeol yang begitu hangat—sebenarnya itu panas—mencekal lengan atas Baekhyun, membuatnya mendongak; setengah kaget, setengah tidak mengerti.

"Apa, kenapa? Kau masih belum puas mengepulkan asap rokok sialanmu itu di wajahku?!" tanya Baekhyun kasar. Meskipun, tidak dapat dipungkiri bahwa jantungnya tengah berdebar gila akibat perbuatan pria itu.

"Sudahlah Chanyeol, jangan ganggu dia," kata Jongin. "Aku tidak bisa ikut bersama kalian, aku akan mengantar Baekhyun pulang," lanjut Jongin.

Chanyeol menatap Jongin. "Aku yang akan mengantarnya."

"Apa?!"

Itu bukan suara Baekhyun, itu suara Jongin, Sehun, dan Suho. Baekhyun masih ada di sini, hanya nyawanya yang sudah melayang entah ke mana. Dia menelan liurnya dan menggeleng untuk menyadarkan pikirannya, lalu menyentak tangan Chanyeol yang masih mencekal lengannya.

"Tidak lucu, ya, kak Chanyeol," ucap Baekhyun salah tingkah. Kenapa dia mau repot-repot mengantarkannya pulang? Kenapa dia harus melakukan hal itu? Jika itu Suho atau Sehun mungkin dia tidak akan merasa aneh, tapi ini Chanyeol.

Dan ini sama sekali tidak lucu.

Apa pria itu sedang mengasihaninya?

"Chanyeol ini bukan waktunya untuk bermain-main," ucap Jongin serius.

Baekhyun menoleh menatap Jongin. "Kak Jongin tidak perlu mengantarku pulang, aku bisa pulang sendiri," lalu dia tersenyum lebar, dusta, dan melambaikan tangan seolah malam itu hatinya begitu bersinar. "Selamat malam jumat semuanyaaa!"

"Aku akan menyusulnya," ucap Jongin khawatir. Sehun, Suho, dan Jongdae mengangguk mengerti, namun—

"Aku sudah bilang, aku yang akan mengantarnya," kata Chanyeol sambil menyentuh bahu kiri Jongin saat pria itu hendak berjalan melewatinya.

ooOoo

"Hiks—hiks—Daehyun sialan, Daehyun keparat. Aku membencimu. Kudoakan kau dan selingkuhan sialanmu itu mati terpeleset di toilet!"

Baekhyun terus mengomel sambil menangis hingga sesenggukan. Tidak ada Sehun, Jongin, Suho, atau pria bernama Jongdae, atau pun si keparat Park Chanyeol. Dia bisa dengan leluasa menangisi dirinya yang begitu menyedihkan. Baekhyun menarik pintu keluar bioskop dan berjalan terburu-buru. Tangannya saling mengepal di sisi tubuhnya dan orang-orang menoleh, menatapnya beragam tapi dia tidak peduli. Baekhyun menuruni tangga raksasa bioskop dan saat kepalanya sudah tidak dinaungi atap bioskop, dia bisa merasakan titik-titik gerimis turun membasahi kepala dan bahunya.

Pandangannya turun dan titik-titik gerimis yang begitu kecil menyetak di tangga beton tersebut. Kakinya menghentak-hentak kesal. Ini pasti yang sering orang sebut; sudah jatuh tertimpa tangga pula.

"Yang benar saja! Bagaimana bisa ada hujan di musim panas? Pancaroba sialan!"

Baekhyun menggigit bibir dan memeluk tubuhnya sendiri saat angin yang berhembus menghantam tubuhnya membuatnya menggigil seketika. Sambil masih memeluk tubuhnya Baekhyun kembali berjalan menuruni tangga. Mata beningnya basah dan dia merindukan ketiga sahabatnya di rumah. Baekhyun ingin cepat pulang tapi mungkin butuh waktu berjam-jam untuk mewujudkan keinginannya itu; taksi dikala hujan sulit ditemukan.

Oh, ini bahkan belum hujan, tapi percayalah, tidak lama lagi hal itu akan terjadi.

PUK

Tubuh Baekhyun mematung, dan matanya bergulir ke atas saat sesuatu yang begitu hangat membungkus kepala dan punggungnya. Itu adalah sebuah jaket kulit hitam, dengan beberapa risleting yang dijahit di mana-mana, dan faktanya adalah; Baekhyun sangat mengenal jaket ini. Bahkan wanginya pun amat sangat dikenalnya. Matanya berkedip lamat-lamat saat pelan-pelan dia berbalik ke belakang. Di sana, berdiri pria dengan jeans hitam robek-robek, beserta atasan berupa kemeja navy blue yang membalut tubuh berototnya.

Kenapa dia tidak memasang papan bertuliskan; aku berbahaya di dadanya yang sialan bidang itu?

"Pakai itu," kata Chanyeol datar. Pria itu lalu menghisap rokoknya sekali lagi.

Baekhyun hanya menatap pemandangan di depannya dengan takjub; mulut setengah menganga dan mata puppy melongo imut. Chanyeol terlihat membuang batang rokoknya, lalu menginjak benda itu bersamaan dengan asap rokok yang mengepul dari bibir basah seksinya. Bahkan saat angin berhembus, dan mengakibatkan asap rokok itu mengepul mengenai wajahnya, atau bagaimana helaian rambut cokelat gelapnya melambai tertiup angin, pria itu tetap saja terlihat menakjubkan.

Tapi untuk apa dia mengikuti—setidaknya terlihat seperti itu—Baekhyun?

"Untuk apa kakak mengikutiku?" tanya Baekhyun sinis. Dia hendak melepas jaket di kepalanya, tapi tatapan tajam Chanyeol yang begitu menusuk membuat nyalinya ciut.

"Kuantar pulang," kata Chanyeol saat kakinya berjalan menuruni tangga hingga tepat berdiri di samping Baekhyun.

"Apa kau bilang?" Baekhyun mengerutkan keningnya lalu mendengus. "Jangan mengada-ngada, ya. Sudah sana, aku tidak butuh bantuan kakak."

Baekhyun pikir Chanyeol ingin mengambil jaketnya dan pergi, tapi Chanyeol justru malah mengambil tangannya untuk kemudian dia masukan ke dalam lengan jaketnya. Satu-persatu, hingga tubuh mungil Baekhyun tenggelam di sana. Wajah lugu sekaligus merona Baekhyun mendongak menatap Chanyeol, dan mendapati pria itu tengah menjilat bibirnya yang sepertinya terasa asam.

Tapi yang menjadi pertanyaan.

Kenapa pria dingin itu berubah menjadi pria romantis?

"Untuk apa kakak melakukan ini?" tanya Baekhyun. Suaranya dipenuhi kebingungan bercampur dengan perasaan gugup yang meletup-letup.

"Jalan saja," balas Chanyeol acuh sambil berbalik pergi; memberikan dia pemandangan berupa tato sepasang sayap di tengkuknya yang terlihat begitu indah.

Tapi sebuah kenyataan menamparnya.

Tiba-tiba, Baekhyun tertawa keras membuat air matanya yang masih menggenang jatuh, dan dia dengan buru-buru menghapusnya. "Kakak.." panggil Baekhyun sendu. Chanyeol memasukkan satu tangannya ke dalam saku jeans dan menoleh. Matanya memandang Baekhyun, dingin seperti biasa, saat Baekhyun menelan liur dan berkata, "Aku tidak mau dikasihani. Kalau alasan kakak berubah.. katakan saja baik padaku karena aku terlihat menyedihkan, sebaiknya kakak pergi saja. Aku... baik-baik saja—" Dia mulai terisak, lalu terisak lagi. "Aku baik-baik—hiks—saja, aku, benar-benar baik-baik saja."

Chanyeol menjilat bibirnya lagi dan berjalan menuju si mungil yang terus terisak-isak. Sejujurnya, dia juga tidak mengerti mengapa dia peduli pada bocah itu. Mungkin benar, dia kasihan pada Baekhyun, tapi setelah dipikir-pikir, Baekhyun sering mengalami hal buruk selama ini, tapi tidak pernah sekalipun dia peduli, atau setidaknya mencoba untuk peduli. Chanyeol selalu menganggap anak itu biang onar, terlalu berisik, mirip hama pengganggu. Bahkan dulu Chanyeol heran kenapa Jongin, Sehun, dan Suho sangat menyayangi anak itu.

Hampir setiap hari dia bertemu dengan Baekhyun; si cerewet, tukang mengomel, tukang makan, tukang tidur, cengeng, kekanakkan, jomblo akut, cantik, manis, jujur, lucu, dan—aneh. Iya, aneh saat dia tidak melihat atau merasakan kehadiran anak itu di sekitarnya. Sudah sekitar satu minggu terakhir ini mereka tidak bertemu.

Chanyeol sibuk dengan mainan barunya menjadi seorang DJ, dan Baekhyun sibuk dengan persiapan Pentas Seni sekolah. Maklum, anak itu baru menginjak kelas satu SMA, satu tahun di bawah Chanyeol. Setiap kali Chanyeol bermain ke rumah Jongin, biasanya ada Baekhyun yang sering numpang ini dan itu di sana, tapi sudah lima kali main, anak itu tidak muncul-muncul.

Melihat anak itu muncul di bioskop sambil menangis parah membuat Chanyeol marah.

Baekhyun itu bodoh. Dia bilang dia tidak bisa main ke rumah Jongin karena alasan sibuk persiapan Pensi, tapi pergi ke bioskop dan dibuat menangis oleh pria bajingan justru dia bisa. Padahal jika dia main ke rumah Jongin, dia bisa bertemu Chanyeol.

Bukankah itu jauh lebih baik?

"Jangan menangis," kata Chanyeol saat dia sudah berdiri di depan anak itu. Ibu jarinya menghapus air mata Baekhyun yang tidak mau berhenti mengalir. Dia bisa melihat orang-orang—terutama wanita—menoleh menatap dirinya ganas, seolah-olah dia berperan sebagai pria brengsek penghancur hati sang pacar. Bahkan mulut mereka terlihat berkomat-kamit, dan jika Chanyeol tidak salah tangkap, mereka sepertinya tengah menyumpahi Chanyeol.

"Jahat!" Tiba-tiba isakkan Baekhyun semakin kencang. "Kakak benar-benar jahat!" Sekarang anak itu mulai memukul-mukul dada Chanyeol, dan dia bahkan tidak peduli dengan rintik gerimis yang semakin parah, atau pun tatapan sadis orang-orang terhadap Chanyeol.

Chanyeol menjilat bibir lagi, dan menghela nafas. Tanpa peringatan pria tampan itu menarik kerah jaketnya, dan merunduk hingga membuat wajahnya dan wajah Baekhyun berpandangan dalam jarak yang sangat dekat. Sangat dekat sekali jika boleh diperjelas. Tangan Chanyeol masih mencengkram kerah itu sehingga orang-orang tidak dapat melihat wajah penuh tangis milik Baekhyun atau pun wajah Chanyeol yang terlihat hampir emosi. "Baekhyun dengar—"

Tiba-tiba anak itu berhenti menangis.

"Kau menyebut namaku? Katakan sekali lagi, aku mohon!" Bola mata hitam Baekhyun berbinar terang, berbanding terbalik dengan bawah matanya yang berwarna merah muda karena bekas tangis.

Chanyeol hampir menggertakkan giginya, namun tidak dia lakukan. "Baekhyun, dengar, aku akan mengantarmu pulang, dan kau akan berhenti menangis. Ini bukan karena aku mengasihanimu, tapi... anggap saja aku biasa melakukannya—"

"Kak Chanyeol tidak pernah mengantarku pulang, kakak juga tidak pernah bicara padaku," potong Baekhyun masih sambil terisak. Bola matanya menatap bibir dan mata Chanyeol bergantian, tidak berbeda jauh dengan apa yang Chanyeol lakukan. "Kau bahkan tidak pernah melihatku, padahal aku tepat di depanmu..."

Chanyeol menekan perasaan bersalahnya dan mengalihkan topik. "Kalau begitu anggap saja kita baru mengenal—"

"Orang yang baru kukenal tidak mungkin aku ijinkan untuk mengantarkanku pulang. Ibu bilang jangan percaya orang asing." Dia menatap Chanyeol lewat tatapan mata kekanakkannya yang imut.

"Apa kau bodoh?" tanya Chanyeol retoris.

Baekhyun melotot, lalu berteriak, "Kenapa kakak bilang—"

CUP

Chanyeol mengecup bibir anak itu karena—persetan—dia hampir gila. Matanya menatap Baekhyun dan anak itu terlihat melotot padanya. Itu adalah jenis pelototan kaget yang dibarengi perasaan gugup setengah mati.

Lebih tepatnya, Baekhyun mati kutu.

Kening Baekhyn mengkerut dalam, matanya menatap Chanyeol lewat bulu matanya yang panjang. "Ke-kenapa kakak melakukannya?"

"Karena kau membuatku gila," jawab Chanyeol, ikut mengerutkan keningnya.

Perbuatanmu barusan juga membuatku gila! sanubari Baekhyun menjerit setengah gila.

"Ci-ciuman pertamaku..." bisik Baekhyun. Telunjuknya menyentuh bibirnya yang terasa kesemutan.

"Itu bukan ciuman, itu kecupan sayang," bisik Chanyeol serak. Suaranya yang seksi dan jantan membuat Baekhyun berkedip-kedip salah tingkah. Bahkan wajah anak itu terlihat memerah sampai telinga; antara malu, dan malu sekali.

"Ci-ciuman itu... Seperti apa?" tanya Baekhyun. Dia menatap mata Chanyeol dan pria itu membalasnya tajam. Sangat amat tajam. Menusuk.

Bukankah ini sudah keluar batas?

"Kau akan tahu," balas Chanyeol kaku sambil menegakkan tubuhnya kembali. Perbuatannya itu sontak saja membuat rintik hujan jatuh tepat mengenai wajah Baekhyun. Dia pikir Chanyeol mungkin terganggu atas ucapannya, namun ternyata dia salah; pria itu mencengram dagunya lembut lalu menunduk untuk meraih mulutnya ke dalam sebuah ciuman.

Ciuman maut.

Ciuman dahsyat?

Entahlah, sepertinya dia bisa merasakan keduanya.

Di detik ke tujuh, Baekhyun masih berlarut dengan keterkejutannya, tapi saat bibir Chanyeol menghisap bibir bawahnya dengan begitu berani, Baekhyun tidak punya cara lain selain memejamkan matanya dan membalas ciuman itu. Dia mungkin belum pernah berciuman, tapi dia sering menonton dan membaca, dan apakah itu cukup? Ternyata tidak, karena ciuman Chanyeol benar-benar ganas dan menuntut. Baekhyun merona parah, dan jantungnya hampir meledak saat tanpa tahu malu dia merengsek masuk ke dalam pelukan Chanyeol.

Tangannya memeluk leher pria itu erat seperti apa yang selama ini sering dia lihat di televisi sementara bibirnya ikut menghisap; biar bagaimanapun Baekhyun tidak ingin melewatkan kesempatan untuk menghisap bibir seorang Park Chanyeol.

Ngomong-ngomong ciuman Chanyeol memang dahsyat.

Di tengah ciuman mereka yang dahsyat itu Baekhyun berpikir; jadi seperti ini rasanya berciuman dengan orang yang kau cinta? Rasanya sedikit geli, mendebarkan, dan membuat hati berbunga-bunga. Bahkan Baekhyun bisa merasakan ada jutaan kupu-kupu berterbangan di dalam perutnya yang empuk.

Bibir Chanyeol menghisap bibir atas dan bawah Baekhyun bergantian. Melumat dan menjulurkan lidah untuk mengetuk belah bibir si mungil yang begitu penurut. Mereka bahkan melupakan fakta tentang rintik gerimis di atas sana, atau pun posisi mereka yang masih berada di beranda bioskop. Baekhyun mungkin sudah gila, mungkin karena sudah lama sejak dia pubertas, sudah lama sejak dia selalu menuntaskan sesuatu di antara pahanya menggunakan kedua tangannya sendiri, sehingga dia semakin merapatkan tubuhnya yang haus sentuhan pada tubuh Chanyeol.

Tubuhnya menggesek tubuh Chanyeol yang begitu keras dan jantan.

Kemudian meloncat melingkari pinggang Chanyeol, melilitnya seperti ular.

Dan bibir mungilnya yang beracun itu tanpa penolakan, meski masih sedikit malu-malu, terbuka menerima lidah Chanyeol sepenuhnya. Jari-jarinya dengan gemetar mengusap rambut Chanyeol, merasakan pria itu dalam pelukannya; nyata bukan mimpi.

Bulu di sekujur tubuh Baekhyun meremang penuh hasrat merasakan kehangatan lidah Chanyeol di dalam mulutnya. Apalagi lidah gesit itu terus menjilat dan menggelitiki apa pun yang ada di dalam sana. Tanpa ampun dan belas kasihan. Beruntung karena Baekhyun sudah sikat gigi sebelum pergi ke bioskop, jadi dia tidak takut sesuatu akan terjadi lalu membuatnya malu setengah mati. Lagipula meskipun perokok, nafas Chanyeol itu wangi.

Chanyeol mengusap paha mulus Baekhyun yang hanya terbalut celana jeans longgar setengah paha. Kakinya yang pendek tapi mulus dan ramping itu sering sekali membuatnya tidak fokus. Apalagi setiap kali dia main ke rumah Jongin. Kadang-kadang Baekhyun hanya mengenakan polo shirt dan boxer ketat setengah paha. Pantat seksinya sering menungging di depan kulkas Jongin yang terbuka. Lama sekali hingga kadang-kadang ibu Jongin memukul pantat itu gemas untuk menyadarkan si nakal Byun, dan sejujurnya Chanyeol sering kali membayangkan pantat bulat itu ada dalam cengkramannya. Chanyeol juga punya hasrat besar untuk memukul pantat itu.

Berkali-kali, sampai dia puas dan Baekhyun merengek meminta ampun.

"Ahh!" desah Baekhyun. Wajahnya menunduk membuat ciuman mereka terputus saat dia merasakan kedua tangan Chanyeol yang besar dan hangat meremas pantat berisinya gemas. "Kak Chanyeol..." bisiknya. Wajah malu-malunya mendongak, dan menatap Chanyeol yang tengah merunduk untuk kembali meraih bibirnya.

"Kita pulang," bisik Chanyeol dalam ciumannya. "Sebelum aku jadi gila," sambung Chanyeol sambil kembali memagut bibir itu ganas. Baekhyun mengangguk-anggukkan kepalanya patuh saat tangannya mengusap tengkuk Chanyeol sementara pria itu tengah menggigit bibir bawahnya dengan mulutnya. Mereka masih saling memagut dan menggigit bibir masing-masing, seolah ucapan pulang hanya bagian dari basa-basi.

"Aku ingin kencing..." rengek Baekhyun.

Chanyeol terkekeh serak, menatapnya sambil menyeringai setan. "Terangsang?" goda Chanyeol.

"Aku ingin kencing bukan terangsang!" elak Baekhyun marah. Dia memukul-mukul pundak Chanyeol dengan wajah memerah salah tingkah.

ooOoo

Pukul.

Remas.

Remas.

"Jalan."

Pukul.

Pukul.

"Jalan terus."

Remas.

Remas.

"Jalan."

"Kak Chanyeoool!" teriak Baekhyun malu. Dia berhenti berjalan dan kakinya menghentak tanah dongkol. Wajahnya memerah sampai telinga dan tangannya gemetaran; masih bisa merasakan ciuman Chanyeol yang panas membakar di mulutnya.

"Apa?" tanya Chanyeol datar. "Mau kencing lagi?" Pria tampan itu meraba saku jeans depan dan belakangnya dari luar namun tidak menemukan apa yang dia cari.

Ngomong-ngomong Baekhyun kencing di toilet yang sama, tapi dia tidak menemukan Daehyun dan selingkuhan sok manisnya itu. Mungkin mereka sedang sibuk menonton sekarang.

Aneh, Baekhyun tidak peduli sama sekali?

"Pantatku jangan dipukul terus." karena aku malu, nanti saja. Lanjut Baekhyun di dalam hati. Dia menatap Chanyeol dengan tangan terlipat dan mata memicing tajam tapi Chanyeol tidak peduli, karena dia sedang sibuk mencari rokok dan pematiknya.

"Mencari apa?" tanya Baekhyun ketus.

"Biasa," balas Chanyeol acuh tak acuh.

Baekhyun berjalan mendekat dan meraba saku jeans depan Chanyeol. "Biasanya kakak simpan di sini, kan?" tanya Baekhyun. Dia meremas bagian itu tapi tidak ada sesuatu seperti bungkus rokok atau pun pematik. Hanya ada dompet yang kembung, dan bahkan tidak ada ponsel. "Kak Chanyeol tidak membawa ponsel?" Baekhyun mendongak menatap wajah Chanyeol bingung.

"Ada di jaket," jawab pria tampan itu acuh. Lain lagi dengan Baekhyun yang entah kenapa malah merona. Mungkin pikir Baekhyun mereka jadi terlihat seperti pasangan kekasih.

Melihat wajah Baekhyun yang merona, membuat Chanyeol dengan iseng mengambil tangan kanan Baekhyun lalu menempelkan telapak tangan anak itu di penisnya.

"Aaarrgghhh!" jerit Baekhyun. Dia memukul perut Chanyeol dan pria itu hanya terkekeh serak. Beruntung mereka sedang berada di area dalam parkir sehingga hanya segelintir orang yang mendengar jeritan super feminim miliknya.

"Menyebalkan!" sungut Baekhyun. Bibirnya mencebik marah dan mata puppy-nya hampir menangis.

"Cengeng," ejek Chanyeol sambil menekan bibir bebek anak itu menggunakan punggung telunjuknya.

Baekhyun berkedip, lalu membuang wajah meronanya dari tatapan tajam Chanyeol. "Ketemu tidak?" tanyanya mengalihkan pembicaraan.

"Sepertinya ada pada Sehun," kata Chanyeol. Pada akhirnya pria itu menyerah mencari.

"Sudah tahu tidak bisa lepas dari rokok, kenapa yang tadi dibuang?" kata Baekhyun. Sudut bibirnya terangkat menatap Chanyeol penuh tudingan.

"Iya," balas Chanyeol kalem. Chanyeol memang selalu seperti itu. Bahkan Baekhyun dan teman-teman Chanyeol sendiri heran bagaiamana cara Chanyeol menyembunyikan emosinya. Menurut kabar burung, Chanyeol ini sudah dari kecil dilatih seperti itu.

"Lalu bagaimana?" tanya Baekhyun lagi. "Kita beli rokok di Supermarket saja sambil pulang?"

Chanyeol menjilat bibir dan menatap bibir Baekhyun. Lama sekali membuat yang ditatap salah tingkah. "Pinjam bibirmu," katanya kurang ajar.

Baekhyun menutup mulutnya dengan telapak tangan, wajahnya memerah malu. "Mau apa?"

"Kucium," balas Chanyeol datar.

Baekhyun menggeleng-geleng imut. Masih sambil menutup mulutnya dia menjawab gugup setengah mati. "Tadi, kan, sudaaah."

"Pinjam sebentar," decak Chanyeol.

"Tidak mau, ya!" teriak Baekhyun. Dia memeletkan lidahnya dan langsung berlari pergi menuju mobil Chanyeol yang sudah sangat dia hafal. "Ayo pulaaang, sudah hujan, tuh!" rengek Baekhyun. Tiba-tiba bocah itu berubah menjadi anak manja, seolah sedang berhubungan dengan teman dekatnya. Baekhyun bahkan tidak malu menggembungkan pipinya di depan Chanyeol yang berjalan ke arahnya.

"Awas," kata Chanyeol sambil menarik Baekhyun hingga berada dalam dekapan lengannya saat sebuah mobil hampir menyerempet anak itu.

"Ya ampun! Yang tadi itu hampir saja," ucap Baekhyun takut. Wajahnya mendongak dan mendapati Chanyeol tengah menunduk menatapnya datar.

"Bodoh," ejek Chanyeol. Pria itu membuka pintu mobilnya dan menekan kepala Baekhyun agar masuk, dan anak itu lagi-lagi merona karena Chanyeol seolah menjaga kepalanya agar tidak terantuk pintu.

Baekhyun mendongak menatap interior mobil Chanyeol dan perasaan takjub lagi-lagi menyerangnya. Dia tidak dapat menyebutkan perabotan keren itu satu-persatu tapi yang jelas, mereka semua pasti sangatlah mahal. "Kak Chanyeol mobilnya keren," puji Baekhyun. "Lebih keren dari mobil kak Sehun. Padahal tadinya aku pikir mobil kak Sehun itu paling keren—"

"Jangan sok dekat denganku," kata Chanyeol dingin sambil memasukkan kunci mobilnya.

"Tap—maaf," ucap Baekhyun sambil mengatupkan bibir dan membuang pandangan ke jendela. Telunjuknya mengetuk-ngetuk jendela tanpa suara saat sesuatu yang tak kasat mata mencubit hatinya.

"Pakai sabuk pengamanmu."

Tiba-tiba seseorang berbicara dari balik kepalanya membuat Baekhyun cepat-cepat menoleh ke belakang dan mendapati wajah Chanyeol yang begitu dekat dengan wajahnya. Dia mendorong tubuh itu menjauh saat Chanyeol mulai memasangkannya sabuk pengaman. "Awas, aku bisa sendiri," kata Baekhyun galak.

Chanyeol tidak mau mendengar dan tetap memasangkan anak itu sabuk pengaman. Saat selesai, matanya bergulir menatap wajah Baekhyun dan menemukan anak itu tengah menatapnya merajuk. "Begitu saja marah," goda Chanyeol.

"Tidak kok, aku biasa diacuhkan kak Chanyeol. Aneh saja kalau tiba-tiba kakak jadi baik sepenuhnya padaku, kan?" sindir anak itu.

Chanyeol tersenyum separo, membuat Baekhyun salah tingkah dan membuang wajahnya, tapi wajah Chanyeol justru semakin mendekat lalu mengecup pipinya; tiba-tiba. "Tidak suka, ya, kakak acuhkan?" tanya Chanyeol, mengusap surai cokelat gelapnya yang lembut.

"Kakak aneh," cicit Baekhyun gugup. Jari-jarinya gemetaran saat Chanyeol dengan intim mengendus pipinya menggunakan hidung mancungnya.

"Hm... Aneh?" tanya Chanyeol. Nadanya datar, sementara hidungnya masih enggan menjauh. Baekhyun hanya mengangguk dan menunduk membuat wajah Chanyeol sedikit menyamping. Dari kaca luar Chanyeol mungkin orang akan menganggap mereka tengah berciuman panas.

"Kakak..." panggil Baekhyun malu. Dia bisa merasakan jantungnya yang berdentum keras seperti genderang mau perang. Telapak tangannya menyentuh pipi Chanyeol, membawa wajah itu menjauh. Dia menatap wajah Chanyeol dengan pandangan aneh. "Kita bertemu setahun yang lalu, dan setelah itu setiap hari kita selalu bertemu. Tahun baru juga kita bertemu. Meski kakak tidak pernah berbicara atau pun menyapaku tapi... Seminggu tidak bertemu membuatku merindukan kak Chanyeol," terang Baekhyun pada akhirnya.

Hening.

Baekhyun menaruh kedua tangannya di atas paha, dan wajah imutnya terlihat mengkerut. "Aku sangat... sangat, merindukan kakak."

"Kakak juga," balas Chanyeol jujur.

"Apa?" tanya Baekhyun sambil mendongak menatap wajah Chanyeol. Pikiran bocah delapan belas tahun itu seolah mengawang mendapat jawaban dari Chanyeol yang tidak diduga-duganya tersebut.

Pria itu bilang apa barusan?

"Kakak juga rindu," ulang Chanyeol sabar.

Suaranya yang tenang dan diselimuti kehangatan membuat Baekhyun bertambah malu. Dia menunduk menatap jalinan jemarinya. "Sudah seminggu ini kakak tidak kelihatan... Kak Chanyeol juga tidak lewat di depan kelasku, padahal biasanya kakak lewat untuk pergi ke kantin."

"Kakak ada di ruang musik, kenapa tidak ke sana?" balas Chanyeol.

"Kan, aku sedang sibuk untuk persiapan Pensi," jawabnya sambil memainkan jari-jari Chanyeol yang besar.

"Kenapa tidak main ke rumah Jongin, padahal kakak menunggu di sana."

Menunggu?

Baekhyun mendongak menatap wajah tampan Chanyeol malu-malu. "Aku pulang malam kak, jadi tidak sempat main," cicitnya.

"Hm."

Kening Baekhyun mengkerut, dan dia mulai merengek, "Kakak datang, ya, di Pentas Seni sekolah nanti, tapi datang saat penampilan kelasku saja, penampilan kelas lain jangan."

Chanyeol meraih jari-jari mungil itu dalam tangkupan tangannya. "Kenapa?"

"Kenapa kakak harus menonton?" tanya Baekhyun.

Chanyeol menggeleng. "Bukan. Kenapa kakak tida boleh menonton penampilan yang lain?"

"Kalau kak Chanyeol menonton pasti banyak yang menonton nanti," jelas Baekhyun. "Kalau kakak menonton kelas lain nanti..." Baekhyun tidak melanjutkan kata-katanya.

"Curang namanya," goda Chanyeol.

Baekhyun merengek lagi, dan menggenggam jari telunjuk Chanyeol. "Habis Guru Kim bilang banyaknya penonton juga menjadi poin penting untuk penilaian kesuksekan penampilan. Datang, ya, kakaaak!"

"Hm," balas Chanyeol.

Apa Chanyeol baru saja mengabulkan permintaannya? Apa rasanya seperti itu saat pacarmu mengabulkan keinginanmu? Karena bagi Baekhyun rasanya seperti mimpi, tidak bisa digambarkan. Mungkin benar kata orang; berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ketepian. Meskipun dia harus tersakiti dulu oleh Daehyun, pada akhirnya dia mendapatkan perhatian Chanyeol, dan rasanya itu sepadan.

"Baekhyun?"

"Huh?" Baekhyun menoleh cepat sehingga hidungnya langsung bertabrakan dengan hidung mancung Chanyeol. Iris matanya menatap mata Chanyeol yang indah, dan jantungnya lagi-lag berdebar tidak karuan. Rasa-rasanya dia mau muntah karena terlalu gugup. "Kakak, mundur," cicitnya.

Tapi Chanyeol yang bengal malah berlagak tuli. Karena terlalu malu dengan tatapan Chanyeol yang begitu tajam, Baekhyun memutuskan untuk membuang wajahnya. Namun, wajah Chanyeol mengikuti wajahnya dan memagut mulutnya ke dalam ciuman. Baekhyun merengek malu-malu dan mencengkram bisep Chanyeol saat pria itu langsung menelusupkan lidahnya, lalu membelit lidah Baekhyun dengan cara seorang bajingan arogan.

Tubuh Baekhyun terasa kesemutan, dan matanya yang bening basah oleh gairah. Matanya terpejam menikmati ciuman Chanyeol yang lembut dan tidak terburu-buru. Saat Chanyeol semakin memperdalam ciumannya, tiba-tiba saja kepala belakang Baekhyun terantuk jendela mobil.

"Aduh!" Baekhyun mengusap kepalanya saat tanpa peringatan Chanyeol menyelipkan kedua tangannya di bawah ketiak Baekhyun, lalu mengangkat anak itu ke dalam pangkuannya.

Puja kerang ajaib.

Jika Luhan melihat hal ini dia pasti sudah membawa kamera sialannya dan memotret kejadian luar biasa ini.

Untung kemudian dia pajang.

"Kakak aku malu, nanti ada orang yang melihat..." Baekhyun memeluk leher Chanyeol erat saat pantatnya telah mendarat di paha Chanyeol yang sedikit terbuka.

"Kaca mobilku gelap kalau kau lupa," ucap Chanyeol.

Keduanya saling melumat bibir satu sama lain dengan gairah yang sama, dan jika Chanyeol tidak memasang pendingin di dalam mobilnya, maka, sudah dapat dipastikan mereka akan hangus terbakar. Lidah Chanyeol membelit lidah Baekhyun yang kaku dan amatir hingga liur menetes di dagunya. Nafas Baekhyun tersendat dan kedua tangannya mencengkram kemeja Chanyeol kencang. Bibirnya dimainkan dan dicumbu sepuasnya oleh Chanyeol, dan tidak ada yang bisa menghentikan pria itu.

"Kau membuatku gila," desis Chanyeol di sela-sela ciuman mereka.

Baekhyun merapatkan pahanya saat sesuatu di antara pahanya berkedut antusias mendengar kata-kata tersebut. "Kak Chanyeol gila—aahn!" Jari-jari lentiknya menjabak rambut Chanyeol, dan bibirnya merintih nyaring saat pria itu tiba-tiba saja mencubit puting susunya. "Kakaaak!"

"Bercanda," kekeh Chanyeol. Dia menjauhkan wajahnya dan melihat wajah Baekhyun yang merona parah.

"Aku maluuu!" Baekhyun memukul pundak Chanyeol lalu memeluk leher pria itu erat-erat. Matanya terpejam, dengan wajah yang dia sembunyikan di leher Chanyeol yang hangat.

"Kenapa harus malu?" Chanyeol mencondongkan tubuhnya untuk mengambil sesuatu, membuat hidung Baekhyun menekan jakun Chanyeol yang bergerak naik turun. Mata anak itu masih terpejam saat menggumam, "Kakak wangi, aku suka wangi kak Chanyeol."

CTEK

"Benarkah? Padahal kakak belum mandi," goda Chanyeol.

"Iya, benar," jawab Baekhyun jujur. "Kak Chanyeol jorok." Namun ia sama sekali tidak menjauhkan wajahnya.

Chanyeol mencium rambut Baekhyun yang beraroma strawberi dan bergumam, "Baekhyun juga wangi."

"Terima kasih," bisiknya malu. Lalu Baekhyun membuka sedikit matanya dengan pupil bergulir ke samping kiri hingga pemandangan berupa deretan bungkus rokok yang masih utuh dan disegel tertangkap oleh matanya. Bahkan, Chanyeol terlihat baru saja mengambil salah satu bungkus rokok tersebut. Bola mata anak itu melotot mengetahui Chanyeol sudah membohonginya.

"Kak Chanyeol!" Baekhyun memukul lengan Chanyeol dan mendongak menatap pria setengah California itu yang tengah menyulut rokoknya menggunakan korek api cadangan—mungkin. "Kakak bohong."

Chanyeol menggoyangkan batang korek api di tangannya hingga padam sambil menghisap rokok di mulutnya dengan menggunakan tangan lain. "Hm, bohong apa?" tanya Chanyeol. Asap rokok mengepul dari mulutnya, dan dia buru-buru membuka kaca jendela mobilnya.

"Tidak tahu." Baekhyun cemberut dan kembali menyandarkan sisi kepalanya di dada Chanyeol, namun wajahnya menghadap jendela, yang artinya dia tidak mau menatap Chanyeol.

"Baekhyun senang merajuk, ya," goda Chanyeol. Dia menepuk pantat anak itu dan mengusap surainya yang lembut di tangannya yang kasar.

"Habis aku senang bisa dekat-dekat kakak," gumam Baekhyun. Lebih terdengar seperti dia berbicara pada dirinya sendiri. Wajahnya bahkan terlihat murung entah karena apa.

"Kakak juga senang bisa dekat-dekat Baekhyun."

Ternyata Chanyeol mendengar.

Mungkin Baekhyun harus segera menenggelamkan dirinya di sungai Han.

"Kak Chanyeol..." panggil Baekhyun. Kedua tangannya memeluk pinggang Chanyeol, sementara tubuhnya terus merapat pada kehangatan pria itu.

"Hei, tidak sopan, kalau berbicara lihat orangnya," nasehat Chanyeol.

Baekhyun mendongak, dan sekitaran matanya terlihat berwarna merah muda, berbanding terbalik dengan bola matanya yang terlihat bening dan berkilauan. "Kakak," rengeknya.

Tanpa peringatan Chanyeol mengepulkan asap rokonya hingga mengenai wajah Baekhyun. Pada awalnya hanya terlihat kepulan asap tebal yang membuat Baekhyun memejamkan matanya erat, sampai saat bocah itu membuka mata, ia dapat melihat wajah Chanyeol yang mendekat padanya. "Kak Chanyeol," cicitnya malu. Namun sebelum ia sempat melanjutkan kalimatnya, Chanyeol sudah lebih dulu memagut mulutnya dalam sebuah ciuman.

to be continued

a/n: bukan jiplakan, bukan terjemahan, milik chanbaeksky jadi jangan sembarang jiplak, sembarang copy, ini two shot. Mau lanjut cepat? Review sayank :33333

Review tembus 100 kami lanjut, luv!

ⓒchanbaeksky