Disclaimer : demi apapun, naruto bukan punya saya, punya masashi sensei, aku hanya pinjam saja.

.

.

Princess?

.

(Hati hati typo, tulisan mendadak hilang, OOC, AU dan lain-lain. Udh usahain sebagus mungkin)

.

.

.

Princess? by author03

Uzumaki Naruto x Hyuuga Hinata.

Romance\Fantasy

.

.

.

Please.. Dont like dont read.. Thanks.

.

.

Chapter 15

.

.

.

Matahari yang semakin meninggi, cahaya-cahaya nya yang mulai masuk melalui cela-cela jendela. Seorang gadis cantik bersurai indigo yang masih terbaring di ranjang super king size nya dengan gaun merah darah yang masih terbalut di tubuhnya.

.

Matanya yang tertutup mulai bergerak-gerak. Matanya yang masih terasa panas dan berat. Perlahan mata itu pun terbuka. Matanya yang terlihat bengkak dan memerah.

.

Matanya yang kembali terpejam lagi selama satu menit yang kemudian kembali terbuka. Tatapannya yang 100persen ter fokus pada langit-langit kamarnya. Apakah para maid nya yang mengendongnya ke ranjang? Ini memang sering terjadi tapi mengapa rasanya ada yang berbeda? Langkt-langit berwarna putih? Bukankah dinding kamar Hinata berwarna lavender? Entahlah mungkin matanya masih bermasalah karena menangis semalam.

Mata itu yang kembali tertutup, semoga saja mata bengkaknya akan segera baikan.

.

.

.

.

.

Beberapa jam kemudian, kedua mata bulan itu yang kembali terbuka, sepertinya matanya sudah terasa tidak begitu bengkak dan berat lagi.

"Kau sudah sadar?" tanya seorang lelaki bersurai kuning yang terduduk pinggir ranjang, di dekat Hinata.

Hinata yang menatap sejenak orang itu dengan tatapan kosong dan kembali menutup matanya. Ia pasti berhalusinasi lagi. Ini juga sudah ke sekian kalinya.

Tiba-tiba saja air mata Hinata yang kembali lolos dari kedua sisi matanya. Mengapa ia menangis lagi? Apakah masih tidak cukup ia menangis semalam?

Sebuah telapak tangan yang tiba-tiba menempel di pipi kanan Hinata dengan jari-jarinya yang menghapus pelan air mata yang terus saja lolos dari sisi matanya yang membuat mata Hinata kembali terbuka dan menatapnya. Mengapa orang ini masih tidak menghilang? Mengapa orang ini terlihat begitu nyata?

"Kau menangis." ucap lelaki itu datar dan pelan.

Tangan kanan Hinata yang perlahan terangkat dan akhirnya menempel di pipi kiri lelaki itu. "Hiks.. Aku bahkan bisa menyentuhmu." ucap Hinata pelan dengan air matanya yang terus menerus menetes.

"Hinata, Mengapa kau bisa berada disini?" tanya lelaki itu yang cukup membuat Hinata memutar otaknya.

Apakah ini sungguh nyata?

"Pangeran..?" panggil Hinata menahan air matanya agar tidak mengalir lagi.

"Ini aku." jawab lelaki bersurai kuning itu yang membuat tangis Hinata kembali pecah. Hinata yang langsung mendudukan dirinya dan memeluk erat lelaki yang dipanggil pangeran itu. "Hikss. Huaaa.. Hiks.. Aku hiks.. Aku merindukanmu.. Hiks... Hiks.." tapi sungguh kah ini nyata? Jika ia bagaimana? Bagaimana caranya ia kembali lagi kesini?

"Hinata? Mengapa kau menangis?" tanya sang pangeran lembut tapi Hinata sama sekali tidak menjawab. Hinata yang hanya mengeratkan pelukannya dan terus membiarkan air matanya yang membasahi baju di dekat pundak sang pangeran. "Hikss... Aku.. Aku.. Hiks.. Aku me..rindukanmu.. Hiks...hikss.."

Apakah mungkin ini mimpi?

"Hinata." panggil sang pangeran.

"Hiks.. Bisakah .. Hiks.. Bisakah kau mengatakan bahwa kau sungguh nyata?. Hiks.. Bisakah kau hiks.. Mengatakan aku tidak bermimpi? Hiks.. Hiks.." pinta Hinata dengan tangisnya yang semakin pecah.

"Hinata, ini aku. Aku benar-benar disini." jawab sang pangeran yang kembali membuat otak Hinata berputar.

Apakah orang ini sungguh nyata? Bagaimana mungkin? Bagaimana Mungkin?

Hinata yang melepaskan pelukannya dan menghapus air matanya dengan jari-jari tangannya. Ia yang menatap sejenak lelaki di depan nya ini. Memastikan jika orang ini benar-benar nyata.

"Bagaimana?" tanya Hinata sambil menahan tangisnya yang hendak pecah lagi.

"Hinata, itulah pertanyaan yang aku tanyakan. Bagaimana caranya kau kembali lagi kesini?" sang pangeran yang kembali bertanya yang membuat tangis Hinata kembali pecah.

Hinata yang kembali memeluk erat sang pangeran. "Hiks.. Hiks.. Aku.. Tidak tahu.. Hiks.. Aku aku tidak tahu.. Hiks.. Hiks.. Tiba-tiba saja aku disini. Hiks.. Aku.. Aku.. Ingin terus disini.. Hiks.. Hiks. Aku sungguh me-mrrindukanmu..."

"Jangan menangis lagi." ucap sang pangeran berusaha menenangkan Hinata.

Bagaimana mungkin? Bagaimana bisa? Bagaimana caranya? Mengapa Hinata bisa kembali lagi kesini?

.

.

.

Beberapa jam pun berlalu Hinata yang sudah berhenti menangis dan sudah terlihat lebih tenang.

"Mengapa kau menangis, Hinata?" tanya sang pangeran yang masih ter duduk di pinggir ranjang itu dengan Hinata di dekat nya.

Hinata yang tidak menjawab, kedua tangannya yang perlahan mendekat ke satu tangan pangeran dan mengengamnya erat.

Memori di benak Hinata yang tiba-tiba tersalin ke benak sang pangeran.

"Kau selalu menangis." ucap sang pangeran yang membuat Hinata terus menahan isakannya agar tidak terdengar sedikitpun.

"Maafkan aku." sambung sang pangeran.

"Kau benar-benar seorang pengeran yang buruk. Hiks..." ucap Hinata yang kembali memeluk pangeran tampan nya itu. Ia yang sudah lebih tenang tapi berbagai pertanyaan yang terus berputar diotaknya. Bagaimana caranya? Mengapa bisa? Bagaimana mungkin? Apakah ini mimpi? Apakah ini tidak nyata? Apakah ini sungguh nyata? Apakah ia telah benar-benar kembali lagi kesini?

.

Pintu kamar Hinata yang tiba-tiba di buka dari luar yang membuat Hinata melepaskan pelukannya dan menatap siapa yang memasuki ruangan itu.

"Kau sudah sadar?" ucap seorang wanita bersurai merah yang memasuki ruangan tersebut.

Langkah kakinya yang berhenti ketika ia berdiri di dekat sang pangeran.

"Lihatlah mawar hitam itu." ucap wanita itu sambil menatap setangkai mawar yang terletak di atas ranjang di dekat Hinata yang membuat Hinata menatapnya. "Mawar nya layu?" ucap Hinata aneh, perasaan semalam mawar ini tidak lagi sedikitpun tapi mengapa sekarang mawar ini layu?

"Aku menemukan ini dua tahun lalu." Sang ratu yang menyodorkan sebuah kertas tebal yang terlipat kepada Hinata. Hinata yang langsung membuka lipatan kertas itu, ini surat? Catatan? Entahlah tapi yang jelas. Hinata tidak mengerti apa tulisan ini.

"Aku tidak bisa membacanya." ucap Hinata pelan.

"Aku berhasil menciptakan setangkai mawar hitam yang bisa memenuhi apapun keinginanku, aku telah mencobanya sekali dan mawar hitam ini tidaklah layu, ini artinya mawar ini masih bisa bekerja tapi aku tidak tahu berapa kali lagi mawar hitam ini akan bekerja, dua kali? Tiga kali? Empat kali? Dan karena aku telah menggunakannya sekali maka mawar ini akan bekerja tiga tahun lagi, begitulah seharusnya. Dan setelah kematian ku, ku harap mawar hitam ini tidak jatuh ke tangan orang yang salah." ucap sang ratu menerjemahkan. Sekarang Hinata mengerti mengapa setelah tiga tahun ia baru bisa kembali lagi kesini.

"Apa yang ia pinta pada mawar hitam ini?" tanya Hinata penasaran.

"Aku tidak tahu." jawab sang ratu singkat.

"Ada suatu hal yang juga membuatku penasaran. Bukankah kau mengatakan ia adalah seorang peramal? Apakah ia selalu meramalkan segala sesuatu?"

"Aku tidak tahu, yang aku tahu, ia hanya mengatakan beberapa hal soal ramalannya. Mungkin ia tidak ingin mengatakan semuanya karena tidak ingin mereka akan takut pada masa depan mereka." jawab sang ratu, Hinata yang hanya terdiam. "Apakah ia telah menduga hal ini akan terjadi?" Hinata membatin.

"Aku akan menyuruh Sakura menyiapkan segala keperluan mu dan mengantarkan makanan untukmu." ucap sang pangeran yang langsung melangkah keluar dari kamar Hinata.

Sang ratu yang langsung mendudukan dirinya dipinggir ranjang, di dekat Hinata yang masih ter duduk dan menatap punggung sang pangeran yang telah menghilang di balik pintu.

"Semenjak kau pergi, dia menjadi lebih pendiam. bahkan lebih pendiam dari sebelum ia mengenalmu." ucap sang ratu yang membuat Hinata menatap nya.

"Ia begitu mirip dengan ayahandanya. Ia tidak pandai menunjukkan perasaannya. Sangat dingin, sangat pendiam tapi sebenarnya ia adalah orang yang sangat baik hati. Selama ini ia hanya kesepian. Tidak ada teman yang bisa mengajaknya berbicara ataupun bermain. Jadi kerena kau telah kembali, aku minta tolong padamu. Tolong buatlah anakku selalu bahagia. Aku telah mengetahui semuanya tentang dirimu dan dirinya jadi kurasa hal itu akan mudah untukmu." sambung sang ratu dengan senyumnya. Melihat anaknya yang sangat pendiam selalu mengingatkannya pada suaminya yang telah meninggal.

"Aku mengerti." jawab Hinata membalas tersenyum.

Semuanya masih belum terasa nyata untuk Hinata tapi di satu sisi lagi Hinata merasa ini benar-benar nyata. Semuanya tidak masuk akal. Banyak hal yang membuat Hinata tak mengerti. Setelah tiga tahun menunggu, ia tiba-tiba kembali kesini. Untuk apa orang itu menciptakan sesuatu seperti ini? Apa yang telah ia pinta? Apa yang telah ia ramalkan? Apa yang akan terjadi? Apakah dari awal ia telah mengetahui jika hal ini akan terjadi?

Semuanya masih sangat tidak jelas.

Tapi..

Jika ini nyata, maka Hinata sungguh berterima kasih. Ia sungguh-sungguh berterima kasih. Ia sangat-sangat berterima kasih. Sungguh. Terima kasih.

.

.

.

.

3 hari berlalu, di semua tempat kini yang sudah di penuhi salju, yup tepat sekali. Salju telah turun. Sekarang adalah musim dingin.

Terlihat Hinata yang memakai gaun panjang dan tebal dengan lengan panjang berwarna cream. Ia yang terlihat kesusahan melewati salju-salju di tanah itu. Bagaimana tidak, tumpukan salju ditanah itu selalu menurun sedalam 30cm ketika Hinata menginjaknya.

"Pengaran tunggu aku." teriak Hinata pada pangeran yang sudah jauh didepan.

"Aakhh.." satu kaki Hinata yang tersangkut yang membuat dirinya terjatuh, dengan posisi menindih salju-salju itu. Terlihat sangat jelas, salju-salju yang ditindih Hinata langsung menurun, mencetak tubuh Hinata yang menindihnya.

Hinata yang mengangkat kepalanya, dan ternyata kini pangeran yang telah berlutut di hadapannya dengan satu tangannya yang di sodorkan kearah Hinata.

Hinata yang mengapai tangan itu dan pangeran langsung membantu nya berdiri. Bukannya berdiri Hinata malah menarik tangan itu yang membuat pangeran turut terjatuh dan terbaring disebelahnya. "Hahaha.." tawa Hinata singkat sambil terus menatap langit-langit yang masih terus menjatuhkan salju-salju.

Ini nyata! Masih sulit untuk Hinata percayai. Ia bahagia tapi ia masih terlalu takut jika ini tidak nyata.

Satu tangan Hinata yang mengengam erat satu tangan sang pangeran, kedua nya yang masih memandangi langit-langit. Membiarkan salju yang berjatuhan mengenai diri mereka.

"Aku masih tak bisa mempercayainya." ucap Hinata yang masih ragu.

Hinata yang mendudukan dirinya begitu juga dengan pangeran.

Tiba-tiba saja. Sebuah benda lembut dan dingin tiba-tiba menempel di bibirnya yang membuat matanya terbelak kaget.

Kedua telapak tangan sang pangeran yang kini menempel di kedua pipi Hinata.

Pangeran meciumnya? Tidak itu bukan hanya sekedar menempelkan bibirnya.

Pangeran yang perlahan melumat lembut bibir mungil itu.

Yah? Mmh? Aahh? Anoo? Apa yang harus Hinata lakukan sekarang?

.

Pangeran yang akhirnya mejauhkan bibirnya dari Bibir Hinata, Hinata yang dengan cepat menggerakan bola matanya, kesana dan kemari, menghindari tatapan mata biru itu.

"Mengapa kau menolak lelaki yang mirip dengan ku itu?" tanya sang pangeran datar.

"Ka-ka-karena dia bukan dirimu." jawab Hinata yang awalnya gugup menjadi cepat sambil terus menghindari tatapan mata itu.

"Mengapa kau selalu menangis?" tanya sang pangeran lagi. Ia yang hanya berbasa-basi padahal sebenarnya ia telah mengetahui semuanya. Entahlah, ia hanya ingin mendengar jawaban itu langsung dari mulut Hinata.

Wajah Hinata yang kembali memerah, dengan cepat ia pun menundukkan kepalanya. Jantungnya terus berdebar cepat.

"Aku merindukanmu." jawabnya sambil terus menahan wajahnya yang terasa semakin memanas.

"Se-semua ini salahmu! Mengapa ..me-mengapa ka-kau tidak menyuruh ku un-untuk tetap tinggal?!" tanya Hinata menaikan suaranya. Ia sungguh malu! Apakah orang ini begitu tidak peka? Apakah ia bodoh? Apakah masih tidak cukup kode yang diberikan Hinata?

"Bukankah kau ingin pulang ke rumahmu? bukankah kau ingin menunjukan pada semua orang dirimu yang baru? Bukank~."

"Aku menginginkanmu!" sela Hinata yang semakin merona. Mengapa kata-kata itu tiba-tiba memberontak keluar dari mulutnya? Apakah ia masih tidak mengerti?

"Hinata, aku ingin mengatakan sesuatu padamu." ucap sang pangeran yang membuat Hinata menatapnya.

.

.

Mungkinkah?

.

.

.

.

"Aku membaca pikiranmu saat ini." ucap nya yang membuat jantung Hinata semakin menggila. Apakah itu artinya ia tahu jika Hinata sedang memikirkan kode? Kode?

"Kyaahhhh! Kau kejam!" marah Hinata sambil menutup wajahnya dengan telapak tangannya. Bisakah ia mati saja? Ini memalukan! Kode kode! Kyahahhh...!

Sebuah senyuman yang tiba-tiba menghiasi wajah tampan sang pangeran. Ia memang bisa membaca pikiran siapapun tapi ia tidak pernah melakukannya. Bisa dikatakan ini adalah yang pertama kalinya.

"Aku-

.

-Juga merindukanmu." ucap sang pangeran yang membuat otak Hinata seketika berhenti berputar. Ia yang menjauh kan tangannya dari wajahnya dan menatap wajah tampan itu. Kedua telapak tangan sang pangeran yang perlahan mendekat dan kembali menempel di kedua pipi Hinata dengan dahi mereka yang juga ikut tertempel.

"tak seharusnya aku tidak menyuruh mu untuk tetap tinggal. Tak seharusnya aku melepaskanmu." ucap nya yang membuat sebuah senyuman tipis di bibir Hinata.

"Kata-kata yang kukatakan untuk terakhir kalinya. Aku mencintaimu."

.

"Aku mencintaimu Hyuuga Hinata." ucap nya memperjelas yang membuat Hinata semakin tersenyum.

"Aku mencintaimu."balas Hinata senang. Semejak tiga hari ini, senyuman selalu saja menghiasi bibirnya, tidak ada lagi tangisan dan kesedihan. Yang ada hanyalah senyuman dan bahagia.

Kedua wajah itu yang perlahan mendekat, hingga akhirnya bibir itu pun kembali bertemu.

"Tiga tahun kau tidak memgunjungiku dan kau malah berciuman disini?" ucap seorang yang entah dari mana yang membuat kedua manusia itu mejauh.

Seorang lelaki berumur sekitar entahlah,yang kini telah bertumbuh tinggi. Tidak lagi imut-imut seperti tiga tahun lalu.

Lelaki itu yang berjalan menghampiri kedua manusia yang juga melangkah mendekatinya.

"Konohamaru?" panggil Hinata yang hanya dibalas tatapan tak senang.

"Kau telah bertambah tinggi, dimana pipi gembul mu itu? Apakah kau baik-baik saja selama aku tak ada?" tanya Hinata dengan senyum bahagia nya. Berusaha membuat Konohamaru melupakan kejadian tadi.

"Dimana kau selama ini? Kau menghilang seolah di telan bumi." tanya Konohamaru jutek. Terlihat jelas jika ia khawatir.

"Adik kecilku yang imut... Aku baik-baik saja. Tidak usah khawatir." jawab Hinata dengan cengirannya.

"Padahal aku sudah berharap kau menghilang saja tapi kau malah tiba-tiba muncul disini. Betapa teganya kau!" ucap Konohamaru dengan makna yang sangat berbeda di hatinya.

"Aku meridukanmu juga, adikku sayang." jawab Hinata yang bisa menebak apa yang sesungguhnya ucapan Konohamaru itu. Sebuah hadiah pelukan super erat untuk Konohamaru yang membuatnya memberontak hampir kehabisan oksigen.

"Kaaakauu.. Mem-membu..bunuhku..!" ucap Konohamaru susah payah.

"Hahahaha.." Tawa yang menghiasi bibir Hinata sedangkan sebuah senyuman yang menghiasi wajah tampan sang pangeran.

.

.

.

.

.

1 tahun kemudian.

"Dengan ini Hyuuga Hinata, Uzumaki Naruto. ku nyatakan kalian berdua sah menjadi pasangan suami istri." ucap seorang pendeta pada kedua pasangan di hadapannya yang membuat banyaknya penduduk yang hadir bersorak bahagia.

Sebuah senyum super lebar di bibir sang pangantin perempuan sedangkan sang pengantin lelaki hanya tersenyum lembut dan tipis.

.

Apakah kini masa depan telah berubah dengan pernikahan ini? Apakah satu tahun lalu disana tengah terjadi kehebohan dengan kehilangan nya Hinata? Entahlah.. Sekarang itu tak lagi penting..

"Aku mecintaimu. Pangeran ku."

.

.

.

.

17 tahun berlalu. Terlihat sebuah keluarga kecil yang tengah bermain di halaman istana, tidak lupa dengan senyum bahagia di bibir mereka. Hinata dan Naruto, tidak lupa dengan seorang putra mereka yang kini mewarisi nama pangeran nya. Ia begitu mirip dengan ayahnya. Rambut kuning, mata biru dan garis-garis tipis di wajahnya dan kini umurnya baru mencapai 9tahun.

Naruto yang telah diangkat menjadi raja 4 tahun lalu.

"Dimana cucu kecilku?" ucap seorang wanita bersurai merah yang masih berjalan menghampiri keluarga bahagia yang masih bermain dengan bunga-bunga.

Kushina yang ikut mendudukan dirinya didekat cucu nya itu dan megecupnya sekilas.

"Nenek nenek, lihatlah bunga xx ini. Ia begitu harum dan indah." ucap pangeran kecil itu dengan suara imutnya sambil menunjukkan setangkai bunga berwarna orange.

"Iy~!?"

Piammm. Cczzttt... Bamm.. Langit yang tiba-tiba menjadi gelap dengan petirnya yang terus menyambar hebat yang membuat keluarga ini menatapnya bingung kecuali Hinata dan suaminya itu.

"Ibunda, bawalah anakku masuk kedalam kamarnya." pinta Hinata lembut yang langsung di iyakan oleh Kushina.

.

Satu tangan Hinata yang langsung mengengam tangan suaminya itu ketika ia merasa anaknya telah menjauh.

"Naruto?" panggil Hinata menyesal.

"Aku tahu, kau tidak perlu menjelaskannya." sela Naruto yang masih memandangi langit-langit.

"Sudah kukatakan aku bisa membaca pikiranmu. Aku tahu kau tidak ingin mereka terganggu pada hal ini." sambung nya yang membuat air mata Hinata langsung mengalir keluar.

"Apa yang harus kita lakukan sekarang? Hiks.. Hiks.." tanya Hinata frustasi, ia yang langsung memeluk suami itu.

.

.

Flashback..

Hinata yang ter duduk dikamarnya, dipinggir ranjang nya dengan mawar hitam yang telah layu ditangannya. Helaian mawar ini yang terus dan telah berjatuhan seiring berjalannya waktu.

.

Beberapa saat kemudian, helaian mawar hitam terakhir itu pun terjatuh, mengenai lantai.

Sebuah cahaya putih yang menyilaukan mata yang membuat Hinata memejamkan matanya.

Hinata yang kembali membuka matanya ketika ia merasa cahaya itu telah hilang tapi seorang gadis cantik bersurai indigo malah muncul dihadapannya. Gadis itu begitu mirip dengannya.

"Kau?" panggil Hinata terkejut sambil beranjak dari pinggir ranjangnya, tangkai mawar hitam tadi yang juga menghilang dari tangannya.

"Akan ada bencana yang datang, aku tak tahu kapan pastinya tapi yang jelas bencana itu tak bisa dihindari. Semuanya akan musnah. Jangan katakan pada siapapun tentang hal ini, aku tidak ingin mereka semua hidup dalam ketakutan. Maafkan aku karena mengatakan ini padamu. Tapi kalian semua masih memiliki banyak waktu untuk hidup dan berbahagia." ucap nya datar.

"Apa maksudmu?" tanya Hinata memastikan, meskipun ia sangat tahu arah pembicaraan ini.

"Aku selalu mencoba melakukan apapun untuk menghindari bencana ini tapi sayangnya aku selalu gagal, aku bahkan menciptakan mawar hitam itu untuk menghentikannya dan ternyata aku gagal. Aku bahkan mengunakan nyawaku untuk hal ini tapi aku masih gagal."

"Satu hal yang pasti, tidak ada seorangpun didunia ini yang bisa mengubah takdir yang telah di tentukan oleh Kami-sama." sambungnya dan sedetik kemudian cahaya putih kembali menyala. Ketika Hinata membuka matanya orang itu telah hilang.

"Apa?" apakah itu benar? Apakah ia tidak salah dengar? Apakah? Apa? Apa yang harus ia lakukan jika ini benar? Apakah ia harus tetap diam? Tapi jika ia mengatakannya pada semua orang maka semua orang akan hidup dalam ketakutan.

Apa yang harus ia lakukan?

.

.

Flashback end...

.

.

.

"Hiks.. Hiks.. Naruto? Apa yang harus kita lakukan? Anak kita masih terlalu kecil. Hiks.. Hiks.. Aku tidak menyangka hal ini akan datang sangat cepat. Hiks.." tangis Hinata, ia yang masih memeluk erat suaminya itu. Saat ini semua penduduk pastilah panik. Apa yang harus mereka lakukan. Orang itu telah mengatakan jika semuanya akan musnah. Apa yang bisa dan harus mereka lakukan?

Angin yang tiba-tiba berhembus sangat kencang, yang berhasil membuat semua pohon, bunga yang seolah ingin tercopot dari tempatnya dan benda ringan lainnya yang terbang entah kemana.

Angin yang masih berniat menerbangkan dua manusia yang masih berpelukan.

"Hiks..hiks.. Naruto. Hiks.. Bagaimana ini?" tanya Hinata yang semakin frustasi.

"Tenanglah Hinata." hanya inilah yang bisa di ucapkan oleh Naruto.

Batu-batu api ukuran sedang dan besar dengan kecepatan tinggi terus menghantam bumi. Batu itu yang berhasil menjebol atap istana dan tempat lainnya.

"Naruto, hiks.. Hiks.. Aku memiliki satu permintaan untukmu.. Hiks.. Hiks.. Maukah kau berjanji padaku bahwa kau akan selalu mencin hiks..mencintaiku? Hiks hiks.." Hinata yang semakin panik dan semakin memeluk erat suaminya itu, Ia yang sangat merasakan panasnya batu-batu api yang terus berjatuhan di sekelilingnya.

"Aku akan selalu mencintaimu Hinata, sekarang, besok, dan seterusnya bahkan bila kita telah di lahir kan kembali. Aku akan selalu menjagamu dan mecintaimu. Puteriku." jawab Naruto yang akhirnya membalas memeluk erat istrinya itu.

Mereka bahkan bisa merasakan tanah yang terus bergetar.

"Hiks.. Hikss.. Naruto.. Hiks.. Hikss..terima kasih banyak.. Hiks.. Terima.. Hiks.. Kasih..pangeranku."

Jika memang begini takdir mereka. Maka tidak ada yang bisa mereka lakukan.

Bamm.. Bamm.. Bamm.. Meteor-meteor api yang masih berjatuhan. Menghancurkan, membakar apapun yang tersentuh.

Bammm...!

.

.

.

.

.

.

Berjuta-juta tahun kemudian..

Di sebuah sekolah elit, di ambang pintu kelas.

"Hei Hyuuga! Jangan mengira dengan dirimu yang kaya kau bisa melakukan apapun maumu! Berhenti lah bersikap baik dan mencari perhatian semua lelaki!" marah seorang gadis cantik yang hanya karena iri pada seorang gadis cantik bermata lavender dan bersurai indigo yang terus dikatakan baik hati oleh murid lainnya. Gadis bersurai indigo ini yang hanya terdiam, bukan tidak berani melawan tapi tidak ingin membuat masalah semakin panjang.

Satu telapak tangan gadis cantik itu yang hendak menampar pipi gadis bersurai indigo ini tapi tiba-tiba saja sebuah tangan kekar dari seorang lelaki bersurai kuning, bermata biru laut dan garis-garis tipis dikedua pipinya, menahannya. Mencengkram semakin kuat tangan yang telah berani ingin menampar gadis bersurai indigo ini.

"Berani sekali kau ingin menyakitinya." ucap lelaki bersurai kuning itu datar tapi terlihat jelas jika ia marah.

"Naruto.." panggil gadis bersurai indigo lembut sambil mengengam pelan telapak tangan lelaki yang dipanggil Naruto ini, tidak lupa dengan senyum lembut nya yang membuat Naruto melepaskan cengkramannya di tangan gadis pencari masalah itu. Para gadis itu yang langsung berlari pergi, jika orang ini berada disini, sebaiknya mereka tidak macam-macam pada pacarnya.

"Aku baik-baik saja." ucap nya dengan senyum bahagianya hingga matanya menyipit.

.

"Terima kasih..-

.

.

.

.

-karena selalu menjaga ku.. Pangeranku-

.

.

.

-terima kasih kerena selalu datang tepat waktu untuk menolongku." ucap gadis bersurai indigo sambil terus menatap kedua mata biru itu.

.

.

.

"Karena aku sangat mencintaimu dan mulai saat ini kau bukan lagi puteriku. mulai detik ini juga-

.

.

.

.

-kau telah menjadi ratu ku."

.

.

.

.

.

.

The end..

.

.

.

.

.

.

.

Yoooo.. Udh tamat.. Haha.. Maaf jika ga bagus atau pun ada yang salah.. Moga kalian suka..

.

Hmm.. Next chapter biar aku bikin behind the scene ya.. Haha..

Karena ini udh tamat.. Silahkan tinggal kan review.. Besok biar aku kasih pendapat aku soal fic ini..

.

Bye-bye