[Hari ke-34]

"Aku..." Sakura menggantungkan kalimatnya sejenak. Lalu ia ambil napas dalam-dalam sebelum akhirnya melanjutkan kalimatnya. "...Aku ingin membatalkan perjodohanku dan Naruto"

"37 Days"

#

#

Rate : T

Genre : Romance, Drama, School

Disclaimer Masashi Kishimoto

Warning! Absurd story, Story from me, Typo, Gaje, Mainstrem, etc

NO BASH!

NO SILENT READERS!

NO PLAGIAT!

REVIEW PLEASE (^v^)

#

#

#

Summary :

37 hari. Hanya 37 hari yang dimiliki oleh pemuda bermanik sapphire—Namikaze Naruto—dan gadis bermanik emerald—Haruno Sakura—untuk membatalkan pertunangan yang akan terjadi setelah perjodohan yang mereka terima karena suatu alasan bodoh. Dengan perjanjian yang mereka buat bersama, mereka mulai menjalankan berbagai rencana untuk membatalkan pertunangan itu tanpa harus adanya pernyataan secara langsung yang hanya akan merugikan masing-masing pihak. Akankah rencana-rencana mereka berhasil?

#

#

#

CHAPTER 11

#

#

Sakura, gadis berambut merah muda panjang itu tetap berdiri diam di tempatnya—menunggu respon kedua orang tuanya. Berbagai perasaan memenuhi dirinya. Ada sebuah kegelisahan yang terlihat dari kedua manik emeraldnya. Namun juga terlihat tekad yang kuat.

Sedangkan kedua orang tua Sakura—Kizashi dan Mebuki—masih menatap terkejut putrinya tersebut. Tak dapat merespon apapun. Begitu pula dengan adik Sakura—Konohamaru—yang saking terkejutnya hingga menjatuhkan komik yang sedang ia baca. Suasana pun menjadi hening cukup lama. Hingga akhirnya terdengar suara tawa kaku dari Kizashi.

"K-kau pasti sedang bercanda, kan, Sakura? Sungguh lelucon yang bagus!"

Sakura dengan tegas menatap ayahnya. Kegelisahan tak lagi terlihat di sana. Hanya ada sebuah tekad kuat yang tak terbantahkan. "Aku serius, Otousan. Kumohon batalkanlah perjodohanku dengan Naruto"

"..."

Tak terdengar balasan dari Kizashi, ayahnya.

"Sakura, apa kau sudah memikirkannya dengan baik?" tanya Mebuki setelah berhasil menguasai dirinya kembali.

"Aku sudah memikirkannya sejak lama, Kaasan. Dan aku sudah yakin dengan ini" jawab Sakura tanpa keraguan sedikitpun.

"T-tapi kenapa, Neechan? Bukankah kalian cukup dekat?" kini giliran Konohamaru yang mengajukan pertanyaan.

"Dekat bukan berarti aku dan dia bisa menjalani perjodohan itu, Konohamaru"

"Tapi, Neechan—"

Belum selesai Konohamaru mengajukan sanggahannya, Sakura telah menyelanya terlebih dahulu sembari menatap kedua orang tuanya. "Kami sama-sama tak menyetujui perjodohan itu sejak awal. Hanya saja saat itu kami mengalami kesalahpahaman sehingga kami tak menolak perjodohan itu. Lagipula keluarga besar belum ada yang tahu mengenai perjodohan itu. Jadi, akan lebih baik membatalkannya sekarang daripada nanti di saat semua orang telah mengetahuinya"

"Baiklah, terserah Neechan" ujar Konohamaru dengan perasaan yang sedikit kesal. Guna meredam kekesalannya, ia pun mengambil komiknya yang sempat terjatuh dan kembali melanjutkan kegiatan membacanya. Sedangkan kedua orang tua Sakura tetap terdiam. Mereka masih memikirkan dan mempertimbangkannya.

"Aku tahu, pasti kalian sangat kecewa. Tapi, kumohon, kumohon batalkan perjodohan itu, Kaasan, Tousan"

"..."

"Selama ini aku tak pernah meminta apapun pada kalian dan aku selalu menuruti keinginan kalian. Jadi, kumohon. Hanya kali ini aku ingin kalian mengabulkan permintaanku dan menuruti keinginanku"

Sebutir air mata jatuh perlahan menyusuri pipi Sakura. Seketika itu juga, Kizashi secara lembut memeluk Sakura dan menenggelamkan kepala Sakura ke dalam dada bidangnya. Salah satu tangannya yang besar dan kekar mengusap perlahan rambut halus Sakura.

"Baiklah. Tousan akan batalkan perjodohan itu untukmu, Sakura" ujar Kizashi yang tentunya membuat Sakura, Mebuki, bahkan Konohamaru terkejut.

"Kizashi! Apa yang akan kita katakan nanti pada Kushina dan Minato jika kita tiba-tiba membatalkannya seperti ini?" protes Mebuki.

"Aku yakin mereka akan mengerti setelah kita menjelaskannya nanti. Lagipula..." Kizashi melepaskan pelukkannya pada Sakura dan menatap putrinya dengan senyum hangat. Sedangkan tangannya kini beralih menghapus air mata Sakura. "...Tujuan kita menjodohkan Sakura adalah agar ia bahagia. Tapi, jika ternyata ia tidak bahagia, untuk apa lagi kita melanjutkannya? Terlebih aku tak bisa membiarkan putri kita yang cantik ini menderita"

"Arigatou, Tousan" ucap Sakura dengan senyum lebar. Sedangkan Mebuki tampak menyerah. Suaminya itu keras kepala. Percuma saja jika ia ingin menentang keputusannya.

"Tapi Sakura, kau tetap harus menghadiri pesta tahun baru nanti untuk menghormati keluarga Namikaze" pesan Kizashi yang dibalas anggukan penuh semangat oleh Sakura.

"Aku pasti datang!"

Akhirnya salah satu masalah terbesarnya telah teratasi. Tapi, jika saja ia tahu bahwa ini tidak seburuk yang ia pikirkan, pasti ia akan meminta pembatalan perjodohan ini sejak jauh-jauh hari. Dengan begitu, ia tak perlu terlibat dalam salah satu masalah terbesarnya yang lain, yaitu konflik perasaannya.

..o..

..o0..

..o0o..

..o0o..o0o..[37 Days]..o0o..o0o..

[Hari ke-35]

Sakura berdiri di depan pintu pagar rumah Ino dengan gelisah. Berkali-kali jari lentiknya terulur untuk menekan bel, namun kemudian ia tarik kembali. Setelah ia membatalkan perjodohannya kemarin, ia memang telah berniat untuk segera memberitahu sahabat pirangnya, Ino. Oleh sebab itu, ia berada di sini sekarang. Tapi, ia bingung bagaimana harus menyampaikannya.

Hingga tiba-tiba pintu rumah Ino dibuka oleh sesosok wanita cantik yang berusia sekitar 40 tahunan. Wanita itu tampak begitu mirip dengan Ino. Tentu saja, itu adalah ibu Ino!

"Lho, Sakura? Sedang apa di sana? Ayo, masuk saja" tutur wanita itu ramah.

"Tidak perlu, Obasan. Aku di sini tidak lama. Hanya ingin bertemu Ino sebentar" tolak Sakura secara halus.

"Kalau begitu, tunggu sebentar, ya. Akan Basan panggilkan Ino" ucap ibu Ino sebelum masuk ke dalam rumahnya dan memanggil Ino dengan suara yang bahkan mampu Sakura dengar dari luar. Sebab, pintu rumah yang tak tertutup. "Ino! Berhentilah menonton film! Sakura datang ingin menemuimu!"

Setelah memanggil Ino dengan volume yang tidak dapat dikatakan pelan, ibu Ino melangkahkan kakinya keluar rumah dan berjalan menyusuri halaman sempit rumahnya hingga sampai di depan pintu gerbang. "Ino sebentar lagi akan menemuimu. Sekarang Basan mau pergi dulu"

"Baik, Basan. Hati-hati di jalan"

Sebuah senyum lembut dan lambaian ringan membalas perkataan Sakura. Kemudian terdengar langkah seseorang yang tergesa-gesa mendekati pintu rumah. Itu Ino. Rambutnya tergerai—tidak seperti biasanya, diikat ponytail. Ia mengenakan kaos berlengan panjang dengan motif garis-garis merah dan putih. Sedangkan kakinya dibalut celana sebatas lutut berwarna hitam. Tak lupa sepasang selop berwarna abu-abu menjadi alas kakinya.

Manik aquamarinenya menatap bingung sosok Sakura yang kedatangannya begitu tiba-tiba. Namun, sebagai sopan santun, ia memilih untuk mengajak Sakura masuk ke dalam rumahnya terlebih dahulu sebelum menanyakan alasan kedatangannya. "Ayo, masuklah!"

Sakura menggelengkan kepalanya pelan dan tersenyum simpul. "Tidak perlu. Aku hanya akan berada di sini sebentar."

"Tidak seperti biasanya saja. Ada apa?"

Ino berjalan menghampiri Sakura yang berdiri di depan pintu gerbang rumahnya. Sedangkan Sakura terlihat mencoba meyakinkan dirinya sendiri sebelum mengatakan apa yang ingin ia katakan.

"Ino, aku sudah membatalkan perjodohanku dengan Naruto" ucap Sakura dalam satu tarikan napas. Menghentikan tangan Ino yang telah terulur untuk membuka pintu gerbang rumahnya.

"Eh? A-apa yang kau katakan?"

Ino terlihat tak mempercayainya. Sedangkan Sakura hanya tersenyum kecut sebelum mencoba menjelaskan. "Perjodohanku dan Naruto batal. Aku yang membatalkannya. Jadi, sekarang tak ada lagi hubungan apapun di antara kami."

Kemudian Sakura menarik napas dan menghelanya cepat. Senyum lebar terpasang di wajah cantiknya. Meskipun begitu, suaranya terdengar sedikit bergetar. Ia sedang menahan tangisnya. "Dengan kata lain, kau tak perlu khawatir"

"Sa—"

"Sepertinya cukup sampai di sini saja. Aku harus segera pergi ke apartement Naruto untuk memberitahunya." tutur Sakura menyela perkataan Ino secara sengaja. Dia tak ingin pertahanannya sampai runtuh.

"Ah, pasti Naruto akan sangat senang mendengarnya, ya" oceh Sakura dan Ino hanya mendengarkannya dalam diam. Seulas senyum lembut Sakura tunjukkan. Kurang lebih ia tahu apa yang Ino pikirkan sekarang. "Tenang saja. Aku membatalkannya tidak hanya untukmu, tapi juga untuk diriku sendiri. Kau tahu, kan, sejak dulu aku tak cocok dengannya"

Kini Sakura merasa kesal dengan dirinya sendiri. Ia munafik.

"Ta—"

Lagi-lagi, tanpa menunggu Ino menyelesaikan perkataannya, Sakura telah menyelanya terlebih dahulu. "Baiklah. Jaa! Mata ashita!"

Sakura pun meninggalkan Ino setelah mengucapkan salam perpisahan dan melambaikan tangannya. Salah satu tangannya dengan cepat menghapus air mata yang dengan perlahan berjatuhan dari dua pelupuk matanya. Dadanya terasa sangat sesak. Rasanya seperti dapat meledak kapan saja.

..o..

..o0..

..o0o..

..o0o..o0o..[37 Days]..o0o..o0o..

Naruto sedang asyik bermain PS ketika dengan tiba-tiba terdengar suara bel apartementnya—pertanda kedatangan seseorang yang berniat menemuinya. Naruto segera menghentikan permainan yang sedang ia mainkan dan melangkahkan kakinya menuju pintu apartementnya dengan perasaan sedikit kesal. Sosok gadis berambut merah muda yang berdiri membelakanginya terlihat dalam layar kecil yang terpasang di dinding samping pintunya. Dan entah mengapa rasa kesalnya menguap entah kemana ketika ia melihat sosok yang sangat ia kenali itu.

"Tunggu sebentar, akan kubukakan pintunya" ucap Naruto yang dibalas sebuah penolakan keras dari sosok yang berdiri di luar—Sakura.

"Jangan! Jangan dibuka pintunya!"

Segera Naruto menghentikan tangannya yang ingin membuka pintunya yang berkunci ganda itu. Sedangkan perasaan bingung mulai memenuhi dirinya. "Kenapa?"

"Berdiri saja di belakang pintu dan dengarkan aku" pinta—perintah—Sakura dan Naruto hanya memiliki pilihan untuk menurutinya jika ia ingin rasa bingungnya terjawab. Namun, keheningan mengisi waktu di antara mereka selama beberapa saat sebelum Sakura mulai membuka mulutnya.

"Naruto, seperti yang kita berdua sama-sama tahu, perjodohan kita terjadi karena kesalahpahaman konyol di antara kita. Kemudian kita mulai membuat peraturan aneh dan menjalankan berbagai rencana konyol untuk membatalkan perjodohan kita"

"..." Naruto tak dapat mengikuti arah pembicaraan Sakura. Meskipun begitu, ia tetap terdiam dan mendengarkan semua yang akan Sakura katakan.

"Namun, dari hari-hari yang kita habiskan untuk memikirkan rencana itu maupun melaksanakannya, kita menjadi saling memahami satu sama lain" Sakura menyenderkan punggungnya pada pintu apartement Naruto dan menatap ujung sepatunya dengan sebuah senyum kecil.

"..."

"Pemikiranku mengenai dirimu pun mulai berubah. Selama ini aku mengatakan jika kau baka, kan? Itu hanya sebuah candaan meskipun ada benarnya" tutur Sakura sebelum tertawa renyah. "Sejujurnya, aku berpikir bahwa kau adalah orang yang sangat memperhatikan orang di sekelilingmu dan menolong mereka jika mereka sedang dalam kesulitan. Namun, tentu dengan caramu sendiri. Aku juga menyadari jika kau selalu memiliki alasan untuk setiap hal yang kau lakukan. Dan yang paling penting, kau sebenarnya tidak benar-benar tidak menyukai orang tuamu"

"..."

"Itu hanya pendapatku saja. Gomen, jika itu salah. Namun, sungguh. Aku cukup senang bisa mengenalmu dan," Sakura membuat jeda sejenak sebelum melanjutkan. "Arigatou. Entah kau sadari atau tidak, kau banyak membantuku"

Sebuah tawa sinis Sakura keluarkan. Bukan, itu bukan untuk Naruto. Melainkan untuk dirinya sendiri. Dirinya yang berusaha mengulur waktu karena merasa belum siap untuk mengatakan apa yang seharusnya ia katakan. "Sepertinya aku telah melenceng terlalu jauh dari tujuan awalku datang kemari"

Sakura pun menegakkan tubuhnya dan berbalik menghadap pintu apartement Naruto. Membayangkan Naruto yang mungkin sedang bersender di belakang pintu dan mendengarkannya dengan baik.

"Sebenarnya aku ingin memberitahumu jika kita tak perlu lagi menjalankan rencana-rencana konyol itu," —sebuah perasaan bahagia entah mengapa menyerobot masuk begitu saja ke dalam diri Naruto. Bahkan ia sampai tak mampu untuk menahan senyumannya. Namun, itu tak bertahan lama— "Karena aku telah membatalkan perjodohan kita"

"Eh?"

"Jaa, Naruto. Hanya itu yang ingin kukatakan. Lupakan saja apa yang kukatakan sebelum-sebelumnya. Sayounara"

Setelah mengatakan itu, Sakura pun segera pergi melangkahkan kakinya pergi meninggalkan apartement Naruto tanpa sempat menginjakkan kakinya di dalam atau bahkan menemui secara langsung penghuninya. Dan ketika Naruto hendak mengejar Sakura, ia malah kesulitan dalam membuka pintunya yang berkunci ganda. Mungkin karena ia terlalu terburu-buru atau mungkin karena pikirannya yang kacau.

Begitu akhirnya ia berhasil membuka pintu apartementnya, ia segera berlari mengejar Sakura yang baru saja masuk ke dalam lift. Namun, ia terlambat. Pintu lift telah tertutup sebelum Naruto sempat masuk ke dalamnya. Hanya seulas senyum Sakura yang dapat ia lihat sebelum pintu lift itu tertutup sepenuhnya.

Tak kehabisan akal, Naruto segera belari ke tangga darurat. Melangkah menuruni setiap anak tangganya dengan cepat, namun pasti.

TAP!

TAP!

TAP!

Perasaannya campur aduk. Sedangkan pikirannya dipenuhi oleh berbagai pertanyaan.

Setelah mencapai lantai dasar, ia edarkan pandangannya mencari sosok Sakura. Beruntung, Sakura tak terlalu jauh dari tempatnya berada. Gadis itu baru saja keluar dari pintu gedung apartementnya. Ia pun segera kembali berlari mengejar Sakura. Permainan yang menunggunya di dalam kamar apartementnya terlupakan begitu saja. Bahkan ia sama sekali tak memikirkan penampilannya yang berantakan dengan keringat yang mengalir melewati pelipisnya. Hanya Sakura yang ia pikirkan sekarang.

Namun, betapa sialnya ia ketika ternyata sebuah taxi telah menunggu Sakura. Dan bahkan taxi itu telah meluncur meninggalkan gedung apartementnya tanpa sempat menunggu dirinya. Perasaan kesal, kecewa, dan putus asa meluap-luap dalam dirinya. Hanya sebuah teriakan memilukan yang dapat keluar dari mulutnya sebagai pelampiasan.

"KUSSOOOOOO!—SIALLLL!"

Sedangkan di dalam taxi yang baru saja meninggalkan gedung apartement Naruto, suara isak tangis Sakura terdengar begitu menyakitkan.

..o..

..o0..

..o0o..

..o0o..o0o..[37 Days]..o0o..o0o..

Naruto bukan tipe pemuda yang mudah menyerah begitu saja. Itulah penyebab mengapa kini ia sedang berdiri di depan pagar rumah Sakura. Membunyikan bel dan berharap saat ini Sakura berada di rumahnya. Namun, yang keluar dan membukakan pintu pagar rumah Sakura, bukanlah Sakura sendiri. Melainkan adiknya, Konohamaru. Meskipun begitu, bagi Naruto ini sudah cukup.

"Konohamaru, apa Sakura ada?" tanya Naruto to the point.

"Neechan menyuruhku untuk berkata bahwa Neechan sedang tidak ada di rumah" jawab Konohamaru sembari menatap sosok kakaknya yang berada di jendela kamarnya di lantai atas—melalui ujung matanya. Naruto pun mengikuti arah pandang Konohamaru. Dan meskipun hanya sekilas, ia sangat yakin bahwa tadi ia melihat sosok Sakura di jendela itu sebelum tirainya tertutup.

Sedangkan Sakura yang dapat mendengar perkataan Konohamaru, merasa ingin menghampiri adiknya sekarang juga lalu menjitak kepalanya. Namun sayangnya, ia tak bisa menghampiri adiknya selama ada sosok Naruto di sana. Ia hanya dapat mengirimi sebuah pesan pada handphone adiknya.

Merasakan getar pada handphone yang berada di saku celananya, Konohamaru pun segera memgambilnya. Sebuah notifikasi pesan dapat ia lihat dengan jelas. Inginnya sih, tak perlu membukanya. Namun, tatapan tajam kakaknya menusuk dirinya. Jadi, ia pun tak memiliki pilihan lain selain membuka dan membaca pesan tersebut.

Baka! Cepat suruh dia pergi!

Konohamaru menghela napas lelah sebelum mengalihkan pandangannya pada Naruto. "Naruto-niichan, Neechan memintamu untuk pergi"

"Katakan padanya jika aku tak mau" jawab Naruto sambil menatap ke arah jendela tempat Sakura bersembunyi.

"Neechan mendengarnya, kan?" tanya Konohamaru sedikit berteriak agar Sakura dapat mendengarnya dengan jelas. Kemudian tak lama setelah itu, handphonenya kembali bergetar.

Katakan padanya jika tak ada alasan baginya untuk terus berada di sana.

Bukannya mengatakannya, Konohamaru malah menunjukkan pesan tersebut pada Naruto.

"Katakan padanya jika ada banyak alasan aku berada di sini. Salah satunya karena dirinya yang tak memberiku alasan atas keputusan sepihaknya itu" jawab Naruto yang lagi-lagi dibalas Sakura melalui pesan pada handphone Konohamaru.

Katakan pada pemuda baka itu bahwa semua sudah jelas. Aku hanya melakukan pembatalan yang seharusnya sudah kulakukan sejak orang tuaku memberitahukan perjodohan itu padaku.

Konohamaru kembali menujukkan pesan tersebut pada Naruto. Naruto pun hendak menjawab, namun sebelum ia sempat menjawab, tangan Konohamaru telah memberi isyarat untuk menghentikannya.

"Niichan, jujur sebenarnya aku sendiri tidak tahu mengapa Sakura-neechan tiba-tiba mengambil keputusan seperti itu. Tapi, aku yakin, jika dia sudah siap, pasti ia akan memberi penjelasan pada Naruto-niichan. Jadi, kupikir tidak ada gunanya Naruto-niichan memaksanya memberi penjelasan sekarang"

Naruto tampak berpikir sejenak sebelum seulas senyum kecut terbentuk di wajahnya. "Kau mungkin benar"

Konohamaru benar. Mungkin ia memang sebaiknya tidak bicara dengan Sakura sekarang. Karena itu hanyalah percuma. Sakura tak akan mau menjawab pertanyaannya dan akan terus mengelak. Jadi, lebih baik ia menunggu hingga Sakura sedikit lebih tenang dan mau terbuka padanya.

..o..

..o0..

..o0o..

..o0o..o0o..[37 Days]..o0o..o0o..

[Hari ke-36]

Sepasang manik sapphire menatap lekat-lekat layar handphone android di depannya. Berharap ada sebuah notifikasi telfon atau paling tidak notifikasi pesan yang masuk. Sedangkan dagu sang pemilik manik sapphire itu bersandar dengan lesu di atas meja. Rambut pirangnya terlihat lebih berantakan dibandingkan biasanya. Begitu pula dengan penampilannya.

Ini semua karena gadis merah muda itu enggan bertemu dengannya. Mungkin ia memang telah menyetujui saran Konohamaru untuk menunggu hingga Sakura sedikit lebih tenang dan mau terbuka padanya. Namun, ternyata ia tidak bisa bertahan. Hatinya terus saja gelisah dan pikirannya terasa kacau. Hingga ia pun terus mencoba untuk menghubungi Sakura.

Meskipun sudah dari kemarin ia berusaha untuk menghubungi gadis itu, namun sampai sekarang gadis itu tetap tak mempedulikannya. Tak pernah membalas pesan-pesan yang ia kirimkan maupun mengangkat telfonnya. Ia benar-benar tak mengerti mengapa gadis itu dengan tiba-tiba memutuskan hubungan di antara mereka. Apa ia melakukan kesalahan? Ia tak tahu dan akan lebih baik bila gadis itu segera memberitahunya. Karena ia sungguh tak sanggup lagi seperti ini.

Lelah memandangi layar handphonenya yang terasa sia-sia, Naruto pun merogoh saku celananya dan mengambil sebuah kotak beludru berwarna merah. Ia menatap kotak itu dengan hampa. Kemudian ia buka kotak tersebut hingga memperlihatkan sebuah cincin sederhana yang tampak indah. Batu emerald yang tertanam pada cincin itu seketika membuatnya teringat pada manik emerald yang selalu terlihat penuh semangat, namun juga menyimpan banyak hal misterius di dalamnya.

Dengan cepat, kembali ia tutup kotak beludru merah itu dan meletakkannya di atas meja. Kemudian ia senderkan punggungnya pada sofa di belakangnya. Manik sapphirenya menerawang jauh pada langit-langit ruang apartementnya. Kenangan ketika ia dan Sakura bersama-sama menjalani berbagai rencana konyol terputar ulang di otaknya bagaikan rangkaian film. Ia pun segera mengacak rambutnya kasar—mencoba menghentikan rangkaian film yang membuatnya semakin frustasi.

Hingga tiba-tiba ia terlonjak akibat getar sebuah handphone di atas meja. Ia pun segera mengambil handphone tersebut. Betapa senangnya ia sampai-sampai ia tak dapat menahan senyumnya ketika sebuah notifikasi pesan muncul di layar handphonenya. Terlebih, itu adalah pesan dari Sakura. Tanpa berpikir panjang, ia buka pesan dari Sakura itu dan membacanya cepat.

Berhentilah menghubungiku, baka-Naruto. Kau memenuhi kotak pesan dan panggilanku. Akan lebih baik bila kau kembali menikmati hidupmu yang sempat terusik olehku.

Seperti yang sudah ia duga. Pesan gadis itu tak akan pernah berisi hal-hal yang manis. Namun, entah mengapa pesan gadis itu mampu membuat hatinya merasa sedikit senang. Hingga ia segera berusaha untuk menghubungi gadis itu.

"Maaf, nomor yang Anda tuju sedang tidak dalam jangkauan—"

Namun sialnya, hanya suara operatorlah yang ia dengar. Bukan suara jernih Sakura. Meskipun begitu, ia kembali mencoba menghubungi Sakura. Dan lagi-lagi hanya suara operator yang ia dengar.

"Argh!"

Naruto mengerang kesal dan melemparkan handphonenya ke atas sofa. Kemudian ia beranjak dari posisi duduknya di atas karpet dan mengambil sebuah jaket oranye hitam favoritenya yang tersampir pada sandaran sofa. Tak butuh waktu lama, ia pun telah meninggalkan apartementnya tanpa membawa handphonenya maupun kotak beludru berwarna merah yang tergeletak begitu saja di atas meja.

..o..

..o0..

..o0o..

..o0o..o0o..[37 Days]..o0o..o0o..

[Hari ke-37]

Seorang gadis cantik berambut pirang tengah berdiri di depan pintu apartement Naruto. Ia terlihat gelisah antara ingin menekan belnya atau tidak. Sejak kejadian itu, ia jadi merasa canggung jika harus berhadapan dengan Naruto. Namun, kini ia malah harus bertemu pemuda itu.

Mau bagaimana lagi, ini adalah permintaan Kushina—bibinya—yang tak mungkin ia tolak. Bibinya tersebut memintanya untuk menemui Naruto yang tak bisa dihubungi dan membawanya ke pesta tahun baru keluarga Namikaze-Haruno. Bahkan bibinya tersebut sampai membawakannya kunci cadangan apartement Naruto agar jika Naruto tidak mau membukakannya pintu, ia bisa tetap masuk dan menyeret pemuda itu ke pesta.

Demi menenangkan dirinya, gadis berambut pirang itu—Ino—menghirup napas panjang dan mengeluarkannya perlahan. Kemudian barulah ia memiliki sedikit keberanian untuk menekan bel apartement Naruto. Ia tunggu beberapa menit, namun tak ada respon apapun. Ia pun kembali menekan belnya dan tetap tak ada respon. Mendadak perasaan khawatir menyelimuti dirinya. Dengan segera, ia manfaatkan kunci cadangan yang bibinya berikan padanya.

CKLEK!

Pintu apartement Naruto pun terbuka dengan mudah. Kemudian secara perlahan ia mencoba membuka lebar pintu tersebut. Kegelapan yang remang-remang pun menyambutnya begitu ia melangkahkan kakinya untuk masuk lebih dalam. Lampu ruangan tak ada yang dinyalakan dan gorden jendelapun semua tertutup. Hanya cahaya senja yang menembus sela-sela gordenlah satu-satunya pencahayaan dalam ruangan ini.

Beruntung Ino telah cukup hafal dengan tata letak ruang apartement Naruto sehingga ia dapat dengan mudah menemukan tombol lampu.

Setelah cahaya lampu menyebar menerangi seluruh ruang tengah apartement Naruto, Ino hanya mendapati kehampaan. Tak ada sosok Naruto di sini. Ketika ia menyusuri dapur, ruang kamar, bahkan kamar mandi, ia tetap tak mendapati sosok Naruto. Yang ia dapati hanyalah kekacauan dimana-mana, seperti sampah yang berserakan, pakaian yang bertebaran, dan juga tumpukan piring kotor. Pemandangan yang cukup biasa ia lihat bila memasuki apartement Naruto. Hanya saja, kali ini tak ada sosok yang menyambut kedatangannya sambil bermalas-malasan di sofa maupun bermain game dengan asyik.

Hingga akhirnya kedua manik aquamarine Ino menangkap sebuah kotak beludru merah yang tergeletak di atas meja. Ia ambil kotak tersebut dan ia buka tutupnya dengan perlahan. Sejenak ia merasa terpesona dengan cincin yang ada di dalamnya. Batu sapphire dan emerald yang tertanam dalam cincin tersebut tampak berkilauan ketika ditimpa cahaya. Membuat Ino tergoda untuk memakainya. Bahkan kini ia sedang membayangkan bagaimana jika ialah yang memakai cincin tersebut. Namun, belum sempat tangannya terulur untuk mengambil cincin tersebut, ia sendiri telah menutup kembali kotak itu sembari menggelengkan kepalanya—menepik segala pemikirannya. Melihat adanya batu emerald yang tertanam di sana saja sudah menjelaskan dengan baik siapa sebenarnya pemilik cincin indah tersebut kepada Ino. Dan ia tak sanggup bila harus memakainya meskipun tak ada yang melihat tindakannya.

Ketika manik aquamarinenya beralih pada sofa di dekatnya, sebuah handphone tertangkap olehnya. Itu milik Naruto. Dengan cepat, ia mengambilnya. Dan ketika ia buka, ia dapat melihat betapa banyaknya notifikasi pesan dan panggilan yang masuk. Bahkan hampir sebagian besar itu berasal dari Kushina serta Minato—orang tua Naruto. Sedangkan untuk pesan dan panggilan yang keluar, hanya satu nama yang memenuhinya.

Sakura.

Hanya karena hal kecil itu, Ino dapat membayangkan apa yang terjadi belum lama ini. Sakura memberitahu bahwa ia telah membatalkan perjodohannya kepada Naruto. Namun, Sakura mungkin tak memberi penjelasan apapun pada Naruto. Kemudian Naruto berusaha menghubungi Sakura untuk meminta penjelasan. Dan mungkin, karena frustasi Sakura tak kunjung menanggapinya, Naruto pun memilih pergi meninggalkan apartementnya tanpa membawa handphonenya.

Bila dilihat dari waktu terakhir Naruto mencoba menghubungi Sakura, Ino dapat menyimpulkan bahwa Naruto pergi sekitar kemarin sore dan belum pulang hingga hari ini. Perasaan khawatir pun tak dapat ia sembunyikan lagi. Segera setelah memasukkan handphone Naruto dan kotak cincin itu ke dalam tas, Ino pergi keluar dari apartement Naruto. Ia harus menemukan Naruto sebelum pemuda itu bertindak sesuatu yang dapat membahayakan dirinya. Dan tempat yang pertama kali terlintas di pikirannya adalah markas geng Naruto.

..o..

..o0..

..o0o..

..o0o..o0o..[37 Days]..o0o..o0o..

Seorang pemuda berambut pirang—Naruto—tampak sedang bermain arcade game di sebuah game center. Terkadang salah satu tangannya mengambil sekaleng soft drink yang ia letakkan di atas mesin koin. Penampilannya sangatlah berantakan. Rambut pirangnya benar-benar tidak karuan. Dan matanya terlihat sudah lelah. Sedangkan ekspresinya sangatlah datar bahkan seakan tak berminat ketika memainkan arcade game tersebut. Meskipun begitu, ia selalu memenangkannya dengan skor terbaik.

Merasa bosan dengan game yang ia mainkan, ia pun melangkahkan kakinya beralih ke game lain. Namun, belum sampai lima langkah, seseorang menyenggolnya hingga membuat kaleng soft drinknya terguncang keras dan air di dalamnya pun terciprat kemana-mana—termasuk ke pakaian Naruto. Meskipun begitu, Naruto tampak tak tertarik untuk menuntut balas. Bahkan ia tetap melanjutkan langkahnya. Sayangnya, langkahnya harus kembali terhenti ketika tiba-tiba seseorang bermasker hitam dan berhoodie abu-abu memegang salah satu pundaknya.

"Oi, kau tak bisa pergi begitu saja setelah mengotori pakaianku" tegur orang itu dengan nada kesal.

Naruto pun segera menepik tangan yang memegang salah satu pundaknya. Kemudian ia berbalik sembari mengajukan protesnya. "Haah!? Itu salahmu sendiri karena menyenggolku"

Manik sapphire Naruto menatap malas namun waspada kepada empat pemuda di hadapannya secara bergantian. Sedangkan empat pemuda di hadapannya tersebut terlihat terkejut ketika mengetahui siapa pemuda pirang yang mereka senggol sebelumnya. Ekspresi kesal mereka pun berubah menjadi seringai licik.

"Kau, Namikaze Naruto, anggota Geng Kyuubi, bukan?" tanya pemuda yang sempat menegur Naruto.

"Tak hanya anggota, melainkan pemimpinnya. Mau apa kalian?"

Tatapan Naruto kini menjadi sangat tajam dan penuh kewaspadaan. Sedangkan sikapnya masih tampak acuh tak acuh dengan kedua tangan yang ia masukkan ke dalam saku celananya.

"Kau tak ingat kami?" tanya pemuda berambut hitam dan bermuka pucat. Wajah pemuda itu terlihat menakutkan dengan tato bergambar insang hiu di setiap pipinya.

Naruto pun mencoba menilik kembali ke dalam memori otaknya. Hingga akhirnya sebuah ingatan muncul dalam pikirannya. "Ah, aku ingat. Kalian adalah anggota Geng Akatsuki yang saat itu bersama dengan Akasuna Sasori ketika aku bertemu dengannya di pusat perbelanjaan"

"Aku merasa senang kau mengingatnya, un" tutur pemuda pirang dengan poni yang menutupi salah satu matanya. Sebuah senyum misterius terlukis di wajahnya.

"Tak perlu berbasa-basi lagi. Katakan saja apa yang kalian inginkan?"

"Sebelum itu, lebih baik kita mencari tempat yang lebih leluasa untuk berbicara dulu. Kalau tak salah di dekat sini ada sebuah jembatan dan di bawah jembatan itu ada tempat luas yang cocok untuk mengobrol sembari menikmati keindahan sungai" tutur seorang pemuda berambut perak yang tersisir ke belakang dengan rapi. Bisa dibilang ialah yang penampilannya sedikit lebih 'normal' bila dibandingkan dengan ketiga temannya.

"Kebetulan aku sedang sangat senggang malam ini. Jadi, tak ada salahnya bagiku untuk mengobrol sebentar dengan kalian" jawab Naruto yang jelas bohong. Karena ia sendiri tahu bahwa tak lama lagi pesta tahun baru antara keluarga besar Namikaze-Haruno akan segera dimulai. Dan seharusnya ia menghadiri acara tersebut.

"Baiklah, tanpa perlu membuang banyak waktumu yang berharga, ayo, kita pergi sekarang"

..o..

..o0..

..o0o..

..o0o..o0o..[37 Days]..o0o..o0o..

Ino melangkahkan kakinya memasuki sebuah ruangan yang diakui sebagai markas besar geng Kyuubi. Entah siapa yang meresmikannya. Namun yang jelas, jika tidak dalam keadaan terpaksa, Ino tidak akan pernah mau menginjakkan kakinya kemari. Semua itu karena ia tak tahan dengan betapa berantakannya ruangan tersebut. Terlebih, jenis laki-laki yang menghuninya tak jarang ada yang aneh.

"Shika" panggil Ino pada Shikamaru yang tampak sedang tertidur di sofa dengan sebuah majalah menutupi wajahnya.

Merasa familiar dengan suara yang memanggilnya, Shikamaru pun menanggalkan majalah yang menutupi wajahnya. Ekspresinya tetap malas seperti biasa. Namun, kebingungan tetap terlihat jelas dari sorot matanya.

"Ino? Untuk apa kau di sini?"

"Aku mencari Naruto. Apa dia kemari?"

Shikamaru menaikkan kedua bahunya acuh tak acuh. "Entahlah, aku tak melihatnya sejak kemarin. Kenapa kau tidak mencarinya di apartementnya?"

"Aku baru saja dari sana atas permintaan Kushina-basan dan bahkan aku sempat masuk ke dalam apartementnya menggunakan kunci cadangan yang Basan berikan padaku. Tapi, aku tak menemukan Naruto dimana-mana. Bahkan handphonenya ia tinggal di atas sofa"

"Aneh. Kau melihatnya, Sasuke?" Shikamaru menatap Sasuke yang sedang bermain game di handphonenya.

Sasuke yang ditanya menggelengkan kepalanya pelan. "Aku tidak melihatnya"

"Hm? Siapa? Naruto? Aku melihatnya kemarin malam" celetuk Lee.

"Dimana?" tanya Ino dengan semangat. Paling tidak, ia mendapat sebuah petunjuk.

"Di sini. Kebetulan kemarin aku pulang paling terakhir sehingga bertugas untuk mengunci pintu. Lalu aku melihatnya datang kemari dan dia meminta kunci markas padaku. Ia berkata akan meletakkan kuncinya ke tempat biasa" jawab Lee.

"Lalu siapa yang membuka pintu markas tadi pagi?" tanya Shikamaru pada kawan-kawannya.

"Aku" jawab Shino. "Tapi, tadi pagi aku tak melihat Naruto. Aku mengambil kuncinya di tempat biasa"

Suasana pun mendadak menjadi hening. Tak ada satu pun dari mereka yang membuka mulut. Pikiran mereka masing-masing melayang entah kemana. Menebak-nebak dan membuat berbagai spekulasi mengenai keberadaan Naruto. Hingga tiba-tiba suara pintu yang dibuka kasar memecah keheningan di antara mereka.

BRAK!

"Gawat!" seru Kiba yang tiba-tiba saja masuk ke dalam markas dengan panik.

"Ada apa, Kiba?" tanya Shikamaru.

"Tadi saat aku baru saja keluar dari minimarket, aku melihat Naruto!" ujar Kiba dengan menggebu-gebu. "Dia pergi bersama dengan anggota Geng Akatsuki!"

"Geng Akatsuki?!" seru teman-temannya—terkejut.

"Kau yakin?" tanya Shikamaru dengan ekspresi wajah yang menegang, namun tetap berusaha untuk terlihat tenang.

"Sangat yakin. Aku melihat mereka pergi ke sebuah tanah lapang di bawah jembatan"

Mendengar penuturan Kiba membuat Ino semakin khawatir. "Shika! Naruto dalam bahaya!"

"Tenanglah, Ino. Kau tahu siapa itu Naruto. Ia pasti baik-baik saja"

"Tapi aku yakin, ini pasti pembalasan dendam Geng Akatsuki"

"Pembalasan dendam? Untuk apa?"

"Kau mungkin tidak tahu, sebenarnya Naruto pernah berkelahi dengan Akasuna Sasori sampai mereka dibawa oleh security. Jadi, kemungkinan besar Geng Akatsuki ingin menuntut balas"

"Ck. Dasar si Baka itu" keluh Shikamaru. "Lebih baik kita segera menyusulnya sebelum terjadi hal yang tak diinginkan"

"Yosh!" balas seluruh kawannya sembari menganggukkan kepala mereka.

"Shika, aku ikut" pinta Ino.

"Tidak, Ino. Terlalu berbahaya"

"Aku tak mau tahu. Aku mau ikut dan kau tak bisa melarangku"

Ino menatap tajam Shikamaru. Terlihat sebuah kesungguhan dan tekad yang kuat dalam sorot matanya. Tentu hal ini membuat Shikamaru tak dapat berkutik. "Ck. Baiklah. Tapi, kau harus jaga jarak dengan kami. Carilah tempat yang aman. Mengerti?"

Dengan senyum lebar, Ino menganggukkan kepalanya. "Um! Arigatou, Shika!"

"Hn. Ayo"

Shikamaru pun segera pergi menyusul kawan-kawannya yang telah pergi lebih dulu. Sedangkan Ino tampak mengetikkan sesuatu di handphonenya sebelum ikut pergi bersama Shikamaru.

..o..

..o0..

..o0o..

..o0o..o0o..[37 Days]..o0o..o0o..

Sebuah getar handphone mengejutkan Sakura yang tengah duduk manis di sebuah kursi yang tertata rapi melingkari meja berbentuk lingkaran di dalam gedung tempat diselenggarakannya pesta tahun baru keluarga Namikaze-Haruno. Ia pun segera mengambil handphone yang ia letakkan di dalam tas di pangkuannya. Terlihat nama Ino sebagai Sang Pengirim Pesan. Ia merasa bingung, tapi ia tetap membukanya.

Naruto dalam bahaya. Sepertinya Geng Akatsuki akan melakukan balas dendam. Cepatlah pergi ke alamat yang kukirimkan.

Tanpa berpikir lama, Sakura segera beranjak dari posisi duduknya dan berjalan menghampiri Konohamaru yang tengah berbincang dengan beberapa saudara sepupunya yang telah datang. Ia menepuk pundak pemuda itu untuk meminta perhatiannya. Lalu dengan ekspresi panik yang tak dapat disembunyikan, Sakura membisikkan sesuatu di telinga Konohamaru.

"Konohamaru, kumohon antar aku ke suatu tempat dan jangan bertanya apapun sampai kita keluar dari sini"

..o..

..o0..

..o0o..

..o0o..o0o..[37 Days]..o0o..o0o..

"Kita sudah terlalu banyak membuang waktu. Sekarang cepat katakan apa yang kalian inginkan?"

Naruto menatap tajam dan penuh kewaspadaan pada keempat pemuda yang berdiri di depannya. Kedua tangannya ia masukkan ke dalam saku celananya. Sedangkan keempat pemuda di depannya tampak menatap Naruto penuh kelicikan.

"Singkatnya, kami ingin menuntut balas atas apa yang kau lakukan pada Sasori" jawab pemuda yang memakai hoodie abu-abu dan masker hitam.

"Ah, tentang itu"

"Kau ingat?"

"Bagaimana mungkin aku bisa lupa?"

"Baguslah. Balas dendam kepada orang yang telah lupa dengan kesalahannya itu sangat menyebalkan" tutur pemuda berambut hitam dan bermuka menyeramkan sembari menjentikkan jarinya di udara.

Bersamaan dengan itu, segerombolan pemuda berpenampilan menakutkan dengan wajah yang juga menakutkan, datang secara bersamaan. Mereka membuat barisan tak beraturan di belakang keempat pemuda yang berdiri di depan Naruto. Senyum licik yang penuh kebengisan terlukis di setiap wajah pemuda itu. Bahkan tak sedikit dari mereka yang membawa senjata.

Bukannya merasa takut, Naruto malah bersiul kemudian menyeringai jijik. "Segerombolan pemuda tangguh—bahkan dari mereka bersenjata—melawan seorang pemuda yang tak memiliki persiapan apa-apa" Naruto maju selangkah dan menatap segerombolan pemuda di depannya dengan tatapan menantang. "Kira-kira siapa yang akan menang?"

Pemuda berambut pirang yang sebagian poninya menutupi salah satu matanya, menaikkan bahunya dan ikut melangkah maju. "Entahlah. Coba kita lihat saja nanti"

Seketika itu juga segerombolan pemuda itu maju dan mulai menyerang Naruto. Beruntung Naruto telah belajar beladiri sejak ia bersekolah dasar hingga SMP. Jadi, paling tidak ia memiliki cukup bekal di situasi darurat seperti ini.

BUGH!

BUGH!

Dengan lihai Naruto menghindari serangan lawan di depannya dan memukulnya. Lalu ia menangkis serangan di belakangnya dan menendangnya. Dan ketika lawannya menyerang dari segala sisi, ia pun masih dapat mengatasinya. Namun, ketika tiba-tiba ada serangan tambahan dari samping, ia tak dapat mengelak.

"Ck! Berhentilah bertindak gegabah, Pemimpin Baka"

BUGH!

Tanpa Naruto duga, Shikamaru telah berada di sampingnya—membantu menghadapi lawan-lawan yang ingin menyerang dirinya. Bahkan karena Shikamaru lah, ia tak jadi terkena serangan tambahan yang diluncurkan salah satu lawannya itu.

"Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Naruto tanpa menghilangkan konsentrasinya terhadap seluruh lawannya.

Shikamaru yang ditanya malah menyeringai dan balik bertanya. "Apa lagi?"

"Tentu saja kami harus menyelamatkan pemimpin kami!" seru Kiba yang berada tak jauh dari Naruto. Ia terlihat sedang disibukkan oleh beberapa lawan yang menggunakan senjata. Namun, senyum lebar tak lepas dari wajahnya.

"Kalau ini tak menyangkut harga diri geng, aku tak akan sudi menolong pemimpin baka sepertimu" cibir Sasuke sambil terus menghabisi lawan-lawan di sekitarnya.

"Aku setuju" celetuk Shino yang sedang membantu Kiba.

Sedangkan Naruto tampak meringis kecil ketika mendengarnya. Hingga tiba-tiba sebuah seruan penuh semangat terdengar oleh telinganya.

"Kita tunjukkan kekuatan geng kita dengan semangat masa muda! Yeah!"

Rupanya itu Lee dengan gaya eksentriknya yang khas.

"Oo!" seru kawan-kawannya yang ikut terbakar api semangat.

Melihat hal tersebut membuat Naruto menyunggingkan senyum hangat. Sebuah kata tak terduga pun terangkai melalui bibirnya. "Arigatou..."

Shikamaru yang berada di dekat Naruto tentu mendengarnya. Sungguh, ia tak menyangka akan mendengar kata-kata sejujur itu dari Naruto. Memang, ternyata benar perkiraannya selama ini. Naruto sudah mulai kembali menjadi Naruto yang dulu. Naruto yang dapat mengungkapkan seluruh perasaannya tanpa malu-malu dan tanpa beban.

..o..

..o0..

..o0o..

..o0o..o0o..[37 Days]..o0o..o0o..

Dengan mobil ayahnya, Konohamaru mengantar Sakura ke tempat Naruto. Namun sayang, karena ini malam tahun baru, jalananpun menjadi padat merayap. Sakura yang duduk di samping Konohamaru pun hanya dapat meremas-remas tangannya. Sorot matanya terlihat penuh kegelisahan.

"Apa ini akan lama?" tanya Sakura pada adiknya yang menyetir.

"Entahlah. Bisa lama, bisa juga tidak. Tapi aku heran, jalur yang berlawanan dengan kita malah tampak cukup lenggang" jawab Konohamaru sembari menyenderkan kepalanya pada stir mobil.

"Uuh, apa kita masih jauh?"

"Coba kulihat" Konohamaru mengamati GPS yang terpasang di mobilnya. "Sepertinya sudah tidak terlalu jauh"

"Kalau begitu, lebih baik aku lari saja" ujar Sakura sembari membuka pintu mobil.

"Eh? Neechan serius?"

"Tak ada pilihan lain. Kita tak tahu sampai kapan jalanan ini akan macet. Aku sepertinya akan memerlukan ini"

Sakura mengambil sebuah benda yang berada di dalam dashbor mobil dan memasukkannya ke dalam tasnya. Kemudian ia pun keluar dari mobil ayahnya. Namun, ketika ia akan menutup pintu mobilnya kembali, sebuah jas hitam dilempar ke arahnya. Secara refleks, ia pun menangkap jas hitam tersebut.

"Pakailah. Tidak mungkinkan, Neechan berlari ke sana hanya dengan gaun itu di musim seperti ini. Bisa-bisa nanti Neechan terserang demam" ujar Konohamaru dengan kepala yang masih tersandar di stir mobil dan pandangan yang tertuju pada deretan kendaraan bermotor di depannya. Rona merah tipis terpoles di pipinya.

Sebuah senyum kecil terlukis di wajah cantik Sakura. "Arigatou. Akan kukembalikan nanti. Jaa!"

Setelah menutup pintu mobil ayahnya rapat-rapat dan mengenakan jas hitam milik Konohamaru, Sakura pun mulai berlari di sepanjang trotoar. Melewati orang-orang yang berlalu-lalang di sekitarnya. Melewati berbagai jenis kendaraan bermotor yang hanya dapat melaju sedikit demi sedikit.

Tak ia pedulikan rambutnya yang telah tertata rapi membentuk bun—cepol satu—menjadi berantakan. Atau make up tipis yang mulai luntur tersapu keringat yang mengalir deras dari dahinya. Bahkan gaun one piece berwarna pink pastel yang panjangnya sebatas lutut itu tampak tak rapi lagi di tubuhnya. Dan sepasang flat shoes berwarna senada dengan gaunnya itu melukai tumitnya ketika berlari.

Perih, lelah, dan dingin ia rasakan. Namun, tak menyurutkan semangat dan kegigihannya untuk mencapai tempat Naruto. Dalam pikirannya, hanya keadaan Narutolah yang ia pikirkan. Bahkan tatapan aneh dari orang-orang yang ia lalui pun tak ia pedulikan.

Hingga akhirnya kedua kakinya berhenti berlari setelah mencapai sebuah jembatan. Manik emeraldnya menjelajah kemana-mana—mencari sesuatu yang dapat membantunya untuk turun ke pematang dan pergi ke bawah jembatan. Beruntung, ia menemukan sebuah tangga batu yang dapat ia lalui dengan aman. Tanpa berpikir lama, ia pun melangkahkan kakinya satu persatu menuruni anak tangga dengan cepat. Kemudian setelah sampai di pematang, ia berlari menyusuri pematang dan berhenti ketika manik emeraldnya menangkap sosok Naruto yang sudah dua hari ini tak ia lihat.

Sosok Naruto begitu berantakan—lebih berantakan dari biasanya. Dengan luka dimana-mana dan bekas salju menempel di pakaiannya, Naruto tak terlihat seperti Naruto yang sehari-harinya suka membuatnya repot. Namun, ia tetap mengenal sosok itu sebagai Naruto. Sebab, sepasang manik sapphire itu masih sama indahnya.

Tersadar dari pemikirannya, Sakura segera mengeluarkan suatu benda dari dalam tasnya. Ia sudah menduga akan terjadi hal seperti ini, oleh karena itu ia telah membuat suatu rencana. Sebenarnya akan lebih praktis bila ia meminta tolong Sasori untuk menyelesaikan ini, tapi ia tak ingin berhubungan dengan pemuda itu lagi. Jadi, ia mencoba memanfaatkan benda yang pernah ia beli atas permintaan ayahnya. Benda yang oleh ayahnya dimanfaatkan untuk mengusir gerombolan pemabuk di dekat rumahnya. Ya, itu adalah alarm dengan bunyi seperti sirine mobil polisi. Jika saja alarm itu mampu berkali-kali mengusir para pemabuk itu, maka kemungkinan besar alarm itu juga mampu membuat perkelahian tak seimbang ini berakhir.

Oleh karena itu, setelah mengatur alarm itu agar berbunyi satu menit lagi—agar ia memiliki waktu untuk melarikan diri—ia pun segera meletakkannya di atas tumpukan salju tak jauh dari tempat perkelahian berlangsung. Kemudian ia berlari kembali menaiki tangga menuju atas jembatan. Bersamaan dengan itu, mobil yang dikendarai Konohamaru tiba. Tanpa menunggu lama, ia masuk ke dalam mobil itu dengan napas yang masih tak beraturan.

"Apa yang baru saja Neechan lakukan? Bukan tindakan jahat, kan?" tanya Konohamaru layaknya polisi yang sedang mengintrogasi pelaku kejahatan.

"Tidak. Aku hanya menyetel alarm Tousan yang aneh itu lalu meninggalkannya di sana. Semoga saja bunyi alarm itu mampu menghentikan perkelahian di bawah sana" jawab Sakura sembari melepaskan jas yang menempel di tubuhnya lalu memberikannya pada Konohamaru.

Konohamaru pun menerima jas yang sempat dipakai kakaknya itu lalu mengenakannya. "Kupikir pasti berhasil. Alarm itu berbunyi seperti sirine mobil polisi. Volumenya dari rendah lalu semakin tinggi. Benar-benar mirip seperti mobil polisi yang mendekat. Waktu pertama kali mendengarnya saja aku tertipu"

"Ya, semoga. Sekarang kita harus cepat kembali ke gedung. Acaranya akan dimulai beberapa menit lagi"

"Neechan tidak ingin menunggu di sini dan menemui Naruto-niichan?"

"Tidak perlu" jawab Sakura dengan senyum manis.

Meskipun Konohamaru tahu kalau itu hanyalah senyum palsu, namun Konohamaru memilih untuk tidak mengatakannya. Karena ia tahu, pasti semua tindakan kakaknya itu memiliki alasan yang kuat. Sehingga sesuai keinginan kakaknya, tak lama kemudian mobil berwarna silver yang Konohamaru kendarai telah melesat membelah jalanan kota kembali menuju sebuah gedung tempat sebuah pesta akan berlangsung.

..o..

..o0..

..o0o..

..o0o..o0o..[37 Days]..o0o..o0o..

"Oi, kau dengar suara itu?" tanya pemuda berambut hitam dan berwajah seram pada temannya yang kemudian dibalas dengan anggukan.

"Yabai—gawat. Itu suara mobil polisi, un" celetuk pemuda berambut pirang dengan poni yang menutupi salah satu matanya.

Sedangkan pemuda bermasker hitam dan memakai hoodie abu-abu tampak menggiring teman-temannya untuk segera meninggalkan tempat tersebut. "Cepat! Cepat! Kita harus segera kabur dari tempat ini!"

"Ck. Kenapa harus di saat seru seperti ini, sih?" keluh pemuda berambut perak yang tersisir rapi ke belakang sebelum ikut berlari bersama teman-temannya meninggalkan Naruto dan kawanannya.

"Naruto, kita juga harus pergi sebelum polisi itu datang" ujar Shikamaru sembari menarik tangan Naruto. Namun, yang ditarik tangannya malah tetap berdiri diam dengan ekspresi menegang.

Merasa kesal melihat Naruto yang tetap tak bergerak, Sasuke pun segera menghampiri Naruto dan berniat ikut menyeretnya bersama Shikamaru. "Oi, baka! Kau ingin ditangkap polisi?"

"Sssshhh! Diamlah kalian!" perintah Naruto sembari melepaskan kedua tangannya yang dipegangi oleh Shikamaru dan Sasuke. Kemudian ia menyingkirkan rambut yang menutupi kedua telinganya dan terlihat begitu fokus mendengarkan suara sirine mobil polisi itu. Setelah itu, dengan tiba-tiba ia berlari menuju ke arah pematang.

"Naruto-baka! Motor kita di sana! Bukan di situ!" seru Sasuke dari kejauhan.

Namun, Naruto tak mempedulikannya dan tetap berlari. Lalu ketika ia rasa telah dekat dengan sumber suara, ia menghentikan langkahnya dan mengedarkan pandangannya ke segala arah. Sebuah benda yang berukuran tak terlalu besar namun juga tak terlalu kecil tertangkap oleh sepasang manik sapphirenya. Ia pun mengambil benda itu dan mematikannya. Seketika, suara sirine mobil polisi yang mereka dengar sebelumnya menghilang seakan tertelan oleh udara.

Shikamaru, Sasuke, dan teman-teman Naruto yang lain pun segera menghampiri Naruto begitu suara itu menghilang. Ino yang sejak tadi hanya menatap dari kejauhan pun ikut menghampiri Naruto. Mereka penasaran dengan benda yang ada di tangan Naruto.

"Benda apa itu?" tanya Ino yang mengejutkan Naruto.

"Ino? Sejak kapan kau di sini?"

"Aku ikut bersama Shikamaru. Lebih penting dari itu, benda apa yang kau pegang?"

"Ini alarm. Tapi bunyinya seperti sirine mobil polisi" jelas Naruto.

"Jadi suara yang kita dengar tadi itu—"

"Itu suara dari alarm ini" Naruto menyela perkataan Lee.

"Hah~" Kiba menghela napas lelah. "Paling tidak kita jadi bisa menikmati malam tahun baru sekarang. Tadi aku sempat berpikir untuk membatalkan kencanku dengan kekasihku"

"Tapi, siapa yang meletakkan benda ini di sini?" tanya Shino tanpa mempedulikan ocehan Kiba.

"Ya, tak mungkin ini diletakkan secara iseng" tambah Sasuke.

"..." Dan Naruto hanya terdiam sembari menatap benda itu dalam dan memegangnya kuat-kuat.

"Dari reaksimu ketika mendengar suara alarm ini, aku yakin kau tahu pelakunya"

Kedua manik onyx Shikamaru menatap serius sosok Naruto yang masih belum mengalihkan tatapannya dari benda aneh tersebut. Namun, Naruto hanya terdiam dengan sorot mata yang redup.

"Sakura, kan?" tebak Ino yang membuat sorot mata Naruto semakin redup. "Jadi benar, ya"

"..."

"Baiklah. Cepatlah pergi ke tempat Sakura, Naruto"

"Eh?"

Naruto hanya dapat tertegun ketika mendengar perkataan Ino. Begitu pula dengan Shikamaru. Sedangkan Ino sendiri kini tampak sedang mencari-cari sesuatu di dalam tasnya. Kemudian setelah menemukannya, ia pun mengeluarkannya. Itu kotak beludru merah dan handphone Naruto.

"Aku mengambilnya dari dalam apartementmu. Kupikir kau akan membutuhkannya"

Ino menyodorkan dua benda tersebut kepada Naruto. Namun, Naruto hanya mengambil handphonenya. Dan ketika tangannya akan terulur untuk mengambil kotak beludru merah yang tertinggal, ia menghentikannya. Kepalanya tertunduk dan kedua manik sapphirenya menatap penuh emosi salju di bawahnya. Kedua tangannya ia biarkan terkepal kuat dan membuat telapak tangannya memerah. Hingga tiba-tiba—

BUGH!

—sebuah pukulan yang sangat kuat mendarat dengan mulus pada salah satu pipinya. Membuat dirinya terhuyung dan hampir terjatuh. Rasa nyeri pun segera merambat dengan cepat.

"Oi!"

"Shikamaru!"

Kiba dan Sasuke yang menyaksikan kejadian tersebut segera menarik Shikamaru menjauh dari Naruto—mencegah jika nantinya Shikamaru akan berkelahi dengan Naruto. Namun, yang dikhawatirkan tidaklah terjadi. Karena setelah itu, Naruto yang dipukul maupun Shikamaru yang memukul hanya saling memandang dalam diam. Dalam sorot mata mereka, tak ada kebencian sama sekali.

Sedangkan Ino, meskipun ia sempat terkejut tadi, namun kemudian ia bisa kembali menguasai dirinya. Ia tak marah pada Shikamaru maupun mengkhawatirkan mereka berdua. Karena ia mengerti maksud dari tindakan Shikamaru dan ia pun yakin bahwa Naruto juga mengerti.

"Aku sudah membalas rasa bersalahmu" ujar Shikamaru sebelum menepuk pundak Naruto pelan dengan sebuah senyum hangat terlukis di wajahnya yang biasanya terlihat datar dan penuh rasa malas. "Sekarang kau temuilah Gadis Merah Muda itu, Naruto. Dia pasti menunggumu"

"Ambillah, Naruto. Berikan pada pemiliknya. Berikan pada Sakura"

Ino kembali menyodorkan kotak beludru merah itu pada Naruto. Sebuah senyum penuh keikhlasan tersungging di wajah cantiknya. Tanpa keraguan lagi, Naruto pun segera mengambil kotak tersebut dan menyimpannya ke dalam saku jaketnya. Kemudian ia mengalihkan pandangannya kepada Sasuke.

"Sasuke, pinjamkan aku motormu"

"Hn. Jangan sampai rusak"

Sasuke pun melemparkan kunci motornya pada Naruto yang dengan mudah dapat ditangkap oleh pemuda itu. Kemudian Naruto pun segera berlari pergi meninggalkan Ino dan seluruh sahabatnya yang lain tanpa berbalik sedikitpun. Sorot matanya terlihat penuh tekad. Tidak seperti sebelumnya yang tampak menyedihkan.

"Apakah hanya aku di sini yang tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Kiba dengan ekspresi penuh tanda tanya.

Sasuke yang melihatnya hanya menyeringai kecil sembari berjalan melewatinya dan menepuk kepalanya pelan. "Baka"

"Kau benar-benar tak peka" ujar Shino sembari menyusul Sasuke.

"Tidak apa-apa, Kiba. Karena aku juga tidak mengerti!" seru Lee sembari memukul punggung Kiba dengan penuh semangat. Tak lupa ia mengacungkan jempolnya dan tersenyum lebar hingga seluruh gigi putihnya yang rapi terlihat. Kemudian ia pun pergi menyusul kedua sahabatnya yang telah pergi lebih dulu.

"Oi, paling tidak jelaskan dulu padaku!" rengek Kiba sambil berlari mengejar sahabat-sahabatnya. Ino dan Shikamaru yang melihatnya hanya dapat menggelengkan kepala mereka dan menghela napas lelah.

"Oh ya! Ada satu tugas lagi yang perlu kulakukan" celetuk Ino tiba-tiba. Kemudian ia pun mengambil handphonenya dan mengetikkan sebuah pesan di sana.

"Kau benar tidak apa-apa dengan ini, Ino?" tanya Shikamaru setelah melihat nama Sang Penerima Pesan.

"Ya, karena aku telah belajar bahwa mencintai bukan hanya berarti harus memiliki." Ino memasukkan handphonenya kembali ke dalam tas. Kemudian ia menatap langit yang telah gelap dengan senyum lembutnya. "Mencintai juga berarti bahwa kita harus dapat mengikhlaskannya agar ia memperoleh kebahagiaan"

"Tak kusangka kau dewasa secepat ini"

"Tentu saja!"

Senyum bangga terlukis dengan jelas di wajah Ino. Kemudian senyum itu melembut selembut nada suaranya. "Lagipula..." Ino menggantungkan kalimatnya dan menatap Shikamaru melalui ujung matanya. "...Selama ada yang mempedulikanku, aku rasa aku tidak apa-apa"

Shikamaru menyeringai kecil dan memejamkan matanya—menikmati hembusan angin yang menerpa wajahnya. "Dasar gadis merepotkan"

Mendengar hal itu membuat tawa renyah meluncur dari bibir mungil Ino. Kemudian ia pun berlari kecil ke depan Shikamaru dan berbalik sehingga mereka menjadi saling berhadapan. "Kau akan kurepotkan lagi nanti. Karena aku butuh seseorang untuk menemaniku menghadiri sebuah pesta pertunangan"

"Ck. Kau memang gadis yang sangat merepotkan"

..o..

..o0..

..o0o..

..o0o..o0o..[37 Days]..o0o..o0o..

Sakura baru saja sampai di gedung ketika sebuah getar ia rasakan dari dalam tasnya. Itu pasti handphonenya. Dengan segera, Sakura pun mengambilnya. Melihat nama Ino tercantum di sana sebagai nana pengirim, membuat Sakura semakin ingin membukanya. Karena pastilah isi pesan itu mengenai perkembangan terkini masalah Naruto. Namun, ternyata dugaannya salah.

Sakura, mungkin sedikit terlambat bagiku untuk memberitahumu sesuatu. Tapi, lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali, kan? Jadi sebenarnya, aku pernah menyatakan cintaku pada Naruto. Tepatnya beberapa hari yang lalu. Dan ia menolakku. Mungkin itu menyakitkan bagiku. Tapi, juga melegakkan. Sekarang adalah giliranmu. Nyatakan perasaanmu yang sesungguhnya padanya.

p.s: Arigatou, karena telah mengembalikan Narutoku yang dulu

Setelah membaca pesan tersebut, perasaan Sakura kembali bimbang. Perasaan yang ia pikir tak lagi jadi masalah, kini kembali ke permukaan. Bahkan perasaan itu seakan bisa meledak kapan saja karena telalu meluap-luap. Meskipun begitu, ia tetap berusaha sekuat tenaga untuk menahannya. Mencegah agar jangan sampai perasaannya mengendalikan dirinya. Namun—

BRAK!

"Sakura!"

—pemuda itu datang dan mengacaukan segala jerih payahnya.

"Naruto..."

Sosok Naruto yang ia kenal, dengan tampang berantakan sama seperti yang ia lihat beberapa menit yang lalu, kini berdiri di depan pintu gedung yang terbuka lebar. Kedua manik sapphirenya menatap lurus pada sosok Sakura. Dan sorot matanya penuh dengan keseriusan. Dengan satu tarikan napas panjang, pemuda pirang itu berteriak lantang hingga memenuhi seluruh gedung. "Menikahlah denganku!"

Mendengar teriakan itu, membuat pertahanan Sakura runtuh sepenuhnya. Ia tak bisa lagi menahan segala macam perasaan yang memenuhi dirinya. Bahkan ia tak sanggup menahan butiran air mata yang meluncur mulus melewati kedua pipinya.

Sedangkan Naruto, pemuda itu mulai melangkahkan kakinya menuju sosok gadis berambut merah muda yang hanya berdiri diam sembari menatapnya dengan kedua manik emerald yang tergenangi air mata.

"Aku tahu jika kau tadi datang" ujarnya tanpa menghentikan langkah kakinya. "Kau pasti mengkhawatirkanku, kan?"

Sakura menggelengkan kepalanya pelan—menjawab pertanyaan Naruto. Namun, ekspresi Naruto tak berubah. Bahkan ia tetap melangkahkan kakinya sembari kembali membuka mulutnya. "Tidak, Sakura. Jangan berbohong lagi. Kau sudah kalah"

Ya, Sakura sudah kalah dengan perasaannya sendiri.

"Aku tahu. Aku tahu jika kau mencintaiku. Bahkan air matamu menjadi buktinya" lanjut Naruto.

Sakura pun segera menghapus air matanya. "Kau percaya diri sekali"

"Tentu. Karena aku lebih mencintaimu" balas Naruto bersamaan dengan kedua kakinya yang berhenti melangkah. Kini jarak antara dirinya dan Sakura kurang dari satu meter. Sehingga mereka dapat saling menatap satu sama lain. Hingga tiba-tiba, Naruto berlutut di hadapan Sakura dengan salah satu lututnya menyentuh lantai. Sedangkan tangannya mengambil sebuah kotak beludru merah dari dalam saku jaketnya dan membukanya tepat di hadapan Sakura. "Jadi, maukah kau menikah denganku, Sakura?"

Sakura sungguh terkejut ketika melihat cincin sederhana yang sangat indah itu diperuntukkan untuknya. Namun, kini ia menjadi tahu alasan mengapa Naruto menanyakan pertanyaan mengenai desain yang ia sukai. Rupanya itu untuk cincin ini. Ia benar-benar tak menyangka hingga air matanya kembali berjatuhan begitu saja. Namun, segera ia hapus. Kemudian ia mengambil sesuatu dari dalam tasnya. Itu sebuah sapu tangan.

"Dasar baka! Bagaimana bisa kau melamarku dengan tampang kacau seperti ini?" keluh Sakura sembari menghapus keringat di wajah Naruto yang telah bercampur dengan debu dan darah.

Naruto sendiri terlihat menggerutu dan mencoba beralasan. "Habisnya mau bagaimana lagi? Aku tadi langsung kemari tanpa sempat mengganti pakaianku atau—"

CUP!

Sebuah kecupan singkat Sakura berikan pada salah satu pipi Naruto. Membuat pemuda itu membatu seketika hingga tak sempat melanjutkan perkataannya. Mukanya memerah bagaikan tomat segar. Begitu pula dengan Sakura. Namun, segera Sakura berusaha melelehkan suasana yang juga ikut membeku itu. "Naruto"

"Ah, y-ya?"

"Pasangkanlah cincin itu di jariku" ujar Sakura sembari mengulurkan jemari tangan kirinya.

"Eh? Itu berarti kau menerima lamaranku?"

Sakura menghela napas lelah ketika mendengar pertanyaan bodoh Naruto. "Tak kusangka kau memang sangat baka. Padahal kau sendiri yang mengatakan sebelumnya dengan yakin bahwa aku mencintaimu. Dan kau tahu jika aku tak mungkin mencium pipi laki-laki yang tidak kucintai. Jadi, cepat pasangkan cincin itu di jariku sebelum aku berubah pikiran"

Dengan senyum lebar, Naruto menganggukkan kepalanya penuh semangat. Kemudian ia mengambil cincin bertahtakan batu sapphire berukuran sedang yang diapit oleh batu emerald berukuran lebih kecil itu dari kotaknya dan memasangkannya pada jari manis Sakura. Sesuai bayangannya, cincin itu terlihat sangat indah ketika dipasangkan dengan jari lentik Sakura.

Setelah itu, ia melompat rendah dengan tangan yang seakan memukul udara. Ekspresi kegembiraan yang meluap-luap terlihat jelas dari tawa lebarnya. Bahkan karena terlalu gembira, Naruto berseru riang pada kedua orang tuanya. "Touchan! Kaachan! Sakura menerima lamaranku! Jadi, ayo, kita adakan pesta pernikahan sekarang!"

"Heeee?!"

Sakura yang mendengarnya tentu sangat terkejut. Menikah sekarang juga di usianya yang bahkan belum 17 tahun? Apa Naruto sudah gila?!

BLETAK!

Sebuah jitakan mendarat dengan mulus di atas kepala Naruto. Membuat pemuda itu meringis sakit. "Ittai"

"Kalian tak boleh menikah di usia semuda ini" ujar Kizashi—pelaku penjitakkan—dengan tegas.

"Kenapa? Padahal Tousanlah yang menjodohkan kami di usia semuda ini" protes Naruto.

Mendengar protes Naruto, Kizashi memijit pelipisnya pelan. "Menjodohkan bukan berarti kalian akan langsung dinikahkan. Paling tidak kalian berdua harus lulus terlebih dahulu. Lalu kau, Naruto" Kizashi menunjuk Naruto. "Jika kau ingin menikahi putriku, kau harus memperoleh pekerjaan yang mampu menghidupinya"

"Ck" Naruto berdecak kesal karena rencananya untuk segera menikahi Sakura gagal dan ia harus menunggu lagi hingga ia memperoleh restu dari kedua orang tua Sakura.

"Tak kusangka, rencanamu benar-benar berhasil, Kizashi" tutur Kushina sembari ikut bergabung.

"Tentu saja!" jawab Kizashi bangga.

Sedangkan Sakura yang mendengarnya terlihat bingung dan tak mengerti. "Rencana?"

"Tidak ada yang perlu kita sembunyikan lagi, Kizashi" ujar Mebuki yang berdiri di samping Kizashi.

Minato ikut menimpali. "Ya, lagipula pasti suatu hari nanti mereka akan tahu"

"Hm? Ada apa?" Naruto sama bertanya-tanya dengan Sakura.

Merasa tak mampu lagi mengelak, Kizashi pun memutuskan untuk mengatakan yang sesungguhnya. "Jadi begini, sebenarnya, kami telah mengetahui bahwa kalian menerima perjodohan ini karena salah paham dan kami juga tahu mengenai rencana-rencana kalian untuk membatalkan perjodohan"

"Eh? Tapi, bagaimana bisa?" tanya Sakura.

Kushina tersenyum lembut dan menjawab pertanyaan Sakura. "Saat pertemuan pertama kalian, sebenarnya kami mengamati kalian dari jauh karena penasaran. Namun, kami malah mengetahui banyak hal di luar perkiraan kami"

"Lalu Tousan mengusulkan untuk membiarkan kalian menjalankan rencana-rencana kalian dan kami akan berpura-pura tidak mengetahui apapun tentang itu" lanjut Kizashi.

Kemudian Minato ikut menambahi. "Kami pikir ide Kizashi itu sangatlah bagus. Lagipula, kami yakin, cinta pasti akan tumbuh di antara kalian"

"Itulah alasan mengapa semua rencana kalian gagal" ujar Mebuki.

"Ah, tapi!" seru Kizashi tiba-tiba. Kemudian ia menatap putrinya. "Tousan terkejut saat kau tiba-tiba membatalkan perjodohan, Sakura. Meskipun begitu, Tousan tetap yakin bahwa kalian pasti akan kembali bersatu. Dan semua terbukti di sini"

Sakura yang mendengar seluruh pengakuan itu, terdiam tak bisa berkata-kata. Ia terkejut, kesal, tapi juga tidak. Ia merasa seperti dipermainkan. Semua rencana yang ia buat dengan susah payah bersama teman-temannya, terasa sia-sia. Ia benar-benar tak tahu lagi harus berbuat seperti apa sekarang. Namun kemudian, manik emeraldnya menatap tajam Konohamaru. "Kau juga ikut dalam ini?"

Konohamaru mengangkat kedua tangannya seakan menyerah. Lalu menjawab, "Tidak. Sungguh. Aku tidak tahu apa-apa tentang ini"

"Hanya kami yang merencanakan ini, Sakura" ujar Mebuki.

"Mou" Sakura mengeluh. "Bagaimana bisa kalian melakukan ini pada kami?"

Sedangkan Naruto, tiba-tiba saja ia tertawa keras sembari memegang perutnya. Bahkan ia sampai jatuh terduduk di lantai. Sakura tentunya merasa bingung dengan tindakan Naruto yang baginya sangat aneh tersebut. "Kenapa kau tertawa? Apa kau sudah menjadi gila karena semua ini?"

Naruto menggelengkan kepalanya sembari berusaha menghentikan tawanya. Kemudian, ia mengalihkan kedua manik sapphirenya dan menatap kedua manik emerald Sakura dengan senyum lebar. "Aku hanya merasa bodoh karena tak menyadari sejak awal bahwa kita memang tidak ditakdirkan untuk berpisah"

Muka Sakura pun merona merah karena perkataan Naruto. Namun, ia berusaha menyembunyikannya dengan bersikap seakan tak peduli. Dan dengan suara lirih, ia pun berujar singkat.

"Baka"

...o0o...o0o...[OWARI]...o0o...o0o...

Oi oi, minna! O genki desu ka?

Akhirnya ff ini selesai juga... #menangis terharu

Arigatou, bagi kalian semua yang telah mengikuti cerita Shizu dari awal hingga akhir. Bahkan terus bersabar menunggu Shizu yang suka telat update ini... hiks...

Bagaimana endingnya? Bagus, tidak? Bagus, ya.. Bagus, ya! #puppyeyes #maksa

Ehehehe... Langsung aja, nih, kita ke sesi balas-balas review, Yeay!

NarSakFans Arigatou...Hehehe.. gomen, updatenya lama. gak suka gak usah baca ini udah lanjut... uyab4869 Kan salting gitu... hehehe.. Guest iya, nih.. Guest Ini udah bahagia, kan? Udah unyu belum? Ok. Wajib baca cerita selanjutnya.. MANASYE Arigatou... Domino932 Huwaa arigatou... Shizu jadi terharu, nih.. Citra Hikaru Happy End, kan... Guest ini udah lanjut, kok... gomen, kelamaan... Hikari Chiyo Arigatou... NaruSaku memang is the best! Aiko Hazuki Hahaha... padahal yang baca juga sama jonesnya sampai ketawa-ketawa sendiri... Mendeng airliangga arigatou... sher-san Arigatou... ini udah lanjut, kok. matarinegan Shizu juga mau dateng, ah nanti. Kalo Shizu buat sampe nikah terus punya anak, nanti udah kaya kisah perjalanan hidup, dong... hehehe.. Kin95 gomen... T.T Ok! Shizu akan berjuang! Arigatou... tunggu cerita Shizu selanjutnya, ya... romanalarcon gomen... yang penting sekarang udah update, ya, kan.. #ditimpuksendal Remikaze10 Udah lanjutttt... Navers Ok! Shizu udah semangat, nih! Arigatou... Dewa gangga udah nih.. Deksa Arigatou... chitay narusaku Arigatou... Sekarang udah saling ada rasa, nih... Aprilia NS ini udah next..

Huft. Ternyata sampai sekrang masih banyak yang setia mereview cerita Shizu. Shizu sangat-sangat senang. Arigatou minna! Jangan lupa buat review chapter ini juga, ya!

Oh ya. Sedikit info, setelah ini mungkin Shizu nggak akan terlalu sering buat upload cerita. Tapi tenang saja. Shizu pastikan bahwa Shizu tetap akan berkarya. Walau mungkin Shizu cuma bisa upload cerita oneshoot. Yang pasti tetap seru. Jadi ditunggu terus, ya!

Jangan lupa buat REVIEWEnd Chapter ini...!

WAJIB REVIEW!

Tulis pesan dan kesan kalian pada Shizu selama menulis cerita 37 Days ini. Mungkin kalian punya unek-unek yang ingin disampaikan atau curhatan-curhatan hati, Shizu siap mendengarkannya dengan senang hati.

Ok, sekian dulu. Jaa! Sampai bertemu di cerita Shizu yang lain. Sayounara!

..o0o..o0o..o0o..[ARIGATOU]..o0o..o0o..o0o..