"Menunggu lama?"
Ia menoleh cepat, rambutnya pirang dan saku di mantelnya tidak bisa mengusir dingin, yang kemudian mengembuskan dengus sebal sampai uap tipis keluar dari bibirnya sebelum ia tertawa dan membalas pelukan seorang gadis yang beberapa detik lalu muncul secara tiba-tiba. Dia tidak seorang diri, ada dua orang pria dan satu wanita lagi berada di belakangnya dan berhenti tidak jauh dari mereka.
"Siap menuju Frankfurt, eh, pasangan yang sebentar lagi mau menikah?" Sindir pria satunya, sarkas namun terselip jenaka.
Si gadis awal tertawa kecil. "Ini akan menjadi perjalanan yang panjang. Benar kan, sayang?"
"Nah, itu akan sangat menyenangkan."
oooOOOooo~
.
.
.
"Verum : Winter for My Milady
Disclaimer : tokoh bukan punya saya :"D
Warning : semacam spin-off (lagi), masa di mana pembantaian keluarga Kim belum terjadi 8")) dan kookv, of course.
Proudly Present by Cakue-chan
.
.
[1/3] Prologue
(You notice a noise and you look up to see. You hear the voice that you want to be; Talarah Shepherd)
.
.
.
~oooOOOooo~
"Kenapa harus Frankfurt, astaga. Dan kenapa harus musim dingin, demi Tuhan, ini dingin sekaliiiii!"
Kim Taehyung, berdiri di sepanjang peron bersama para penanti, kembali mendumel untuk kelima kalinya selama jam keberangkatan belum saja tiba. Kali pertama ia mendumel soal lapuknya dinding peron-peron itu, membosankan karena hiasannya hanya tumpukan batu bata yang tidak berseni, marun lagi marun lagi—katanya. Kedua saat seorang bocah asing muncul untuk menawari dagangan jeruk, mengomel kenapa pagi saat salju harus dimulai dengan rasa asam, meskipun akhirnya ia tak sampai hati mengabaikan dan merelakan koin lima penny untuk sebuah jeruk. Ketiga dan keempat tak jauh dari suhu menurun, atau tumpukan salju yang membenamkan kakinya, atau juga mantel besar kremnya yang tidak berguna sama sekali. Ia mengeluh apalah gunanya bahan tebal dan lembut kalau tubuhnya masih kedinginan.
King's Cross selalu ramai di pertengahan bulan Januari, meninggalkan nuansa kepulangan tersendiri bagi pendatang, bagi perantau, bahkan orang-orang yang memang sengaja datang hanya untuk menikmati suara gesekan rel dan kepulan asap yang menguap. Seperti seorang gadis bergaun yang baru saja turun dari salah satu gerbong kereta, Taehyung melihat rindu di sepasang mata bulatnya. Terlebih ketika seorang laki-laki bertopi fedora mendekat dan memberinya pelukan hangat. Sweet, tak ubahnya opera-opera sabun yang sering ditontonnya kalau ia tidak ada kerjaan. Meski teater William Shakespeare tetap menjadi nomor satu di antara yang terbaik.
Tetapi kereta di musim dingin itu bukanlah perpaduan yang cocok, lagi-lagi Taehyung protes. Hoseok gemas ingin membekap mulutnya dengan kaus kaki; sebentar saja Taehyung, sepertinya Hoseok frustasi, sebentar saja kau diam dan berhenti berkomentar tentang hal yang sepele.
"Yoongi-hyung,"
"Tidak, Taehyung. Salah sendiri kau lupa membawa sarung tanganmu itu, padahal sudah berkali-kali aku ingatkan saat packing. Sekarang, rasakan sendiri akibatnya,"
"Jahat!" Taehyung berdecak sebal. Ia melirik Kim Seokjin diam-diam, berharap barang sedikit saja dokter muda itu paham akan tatapannya. Ia tidak menduga kalau pria itu ternyata menjadi teman seperjalanannya ke Frankfurt, pasti akan menyenangkan. Hari ini adalah cuti pertamanya di awal tahun dan Taehyung tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan.
Bermula dari usulan Yoongi untuk pergi meninggalkan London sejenak, Taehyung tidak menyangka kalau perjalanan yang awalnya akan dilakukan oleh dua orang, mendadak ganjil menjadi lima. Jangan ditanya, kemunculan Jeon Jungkook itu sebenarnya tidak diinginkan Yoongi. Tapi, hei, Jungkook itu sheriff yang cerdas. Komisaris Park saja berhasil dilabui dengan alasan simpel sehingga pemuda itu berhasil mengambil jatah cutinya. Bull, terdengar brillian, tapi picik.
"Maaf Tae, sarung tanganku di dalam tas, sangat dalam. Akan sulit kalau aku harus membongkar semua isinya." Seokjin peka, tapi bisa tidak logis juga.
"Kau merepotkan," Jungkook ikut menyahut, melepas sarung tangan dan meraih dua tangan Taehyung. Geraknya terbilang cepat, sampai serabut wol berbentuk lima garis itu membungkus jemari Taehyung dengan erat. "Tanganmu dingin,"
Taehyung mengernyit. "Aku tidak tahu harus merasa senang atau marah. Caramu memberikan sarung tangan itu benar-benar menginjak harga diriku, Jungkook,"
"Kau ini sama sekali tidak bisa berterima kasih, ya,"
Bahu berkedik. "Trims, ini hangat—aduh, Yoongi-hyung!"
"Aku setuju dengan Jungkook," ujar pemuda Min itu, mendelik ke arah sang polisi muda, lalu mendengus, "untuk saat ini."
Sudut bibir Jungkook terangkat. "Terima kasih apresiasinya."
"Astaga, ini lebih memusingkan daripada menangangi kasus." Hoseok memijat pelipis dengan gerakan dramatis, di sampingnya, Seokjin tertawa.
Keributan kecil itu berhenti kala bel peringatan berbunyi nyaring, ada suara peluit diletupkan, bertambahnya para penanti hingga membentuk barisan panjang namun teratur ketika seorang petugas lewat di hadapan Taehyung. Petugas yang gemuk, bertopi seperti polisi Scotland Yard, dan membawa lonceng khusus sebagai tanda peringatan-peringatan kecil seperti berdiri di belakang garis pembatas.
Jeritan khas mendengung, membelah hening dan bergema di sepenjuru stasiun begitu badan kereta memasuki peron. Kepulan asapnya mulai berhembus sedikit, suaranya seperti orang bersin, sebelum kemudian benar-benar berhenti di jalur semestinya. Tepat di hadapan barisan yang menunggu dan menanti detik sampai pintu terbuka, lalu penumpang dari dalam berbondong-bondong keluar.
"Taruhan denganku, apa liburan ini bisa disebut sebagai liburan?"
"Hush!" Pukulan bebas dari Yoongi, tepat mengenai punggung dan Taehyung meringis. "Jangan bicara yang tidak-tidak,"
"Aku belum bicara apa-apa, Hyung,"
"Tapi kau memang pembawa sial, Taehyung," tambah Jungkook. "Lihat, wajah Hoseok-hyung saja sudah pucat begitu."
"Hah?" Hoseok tersentak, lalu menoleh. "Jungkook, pernyataanmu itu membuatku mual,"
"Siapa sekarang yang pesimis, eh?" dengus Taehyung, "Seokjin-hyung, kau membawa peralatan medismu, kan?"
Seokjin mengerjapkan mata. "Ya, selalu. Ada apa, Taehyung? Kau sakit?"
"Tidak," Taehyung nyengir lebar, "sebagai jaga-jaga."
Peluit kembali diletupkan. Para penumpang di luar mulai memasuki kereta yang terbagi rapi oleh masing-masing pintu yang terbuka. Meminimalisir terjadinya kemacetan antrean.
Hoseok yang pertama kali menginjakkan kaki di dalam kereta, disusul Yoongi dan Seokjin, kemudian Taehyung dengan tingkah layaknya bocah, melompat, dan nyaris terjungkal jika Jungkook tidak sigap menahan sikunya dari belakang. Kau bersyukur Yoongi-hyung tidak melihat, tukas Jungkook, atau kalau kau jatuh sebelum kereta melaju, perjalanan ini batal. Itu ancaman yang tidak berlaku, dan dibalas Taehyung dengan cengiran yang sama sebelum menyusuri jalan setapak yang diapit oleh kursi-kursi lebar untuk menemukan di mana nomor mereka duduk.
Dan menunggu sampai penumpang tak ada yang tertinggal hingga peluit kembali berbunyi keras.
Menunggu untuk satu perjalanan panjang menuju Frankfurt.
tbc
A/N : Haii 8")) saya crossposted dari wattpad, ehehehe. kalo lupa sama saya, nama saya cakue 8") terima kasih sudah mampir yaaa~