Treat You Better

Jaemin Na, Jeno Lee

Mark Lee, Donghyuck Lee

NoMin, MarkMin, MarkHyuck

Boys Love, Friendship

. . .

"Selera mu benar-benar payah." Jaemin mengaduk minumannya sebentar.

Jeno meringis mendengar keluhan Jaemin. Sudah sejauh ini, dan Jaemin masih saja mempermasalahkan ketidakmampuannya dalam memilih pakaian untuk seorang ibu. Jeno bermaksud membelikan switer rajut untuk ibunya. Namun pilihan warnanya dapat membuat Jaemin mengomel panjang lebar. Hingga menyinggung matanya yang sipit.

"Aku tidak tahu, kalau mata sipitmu benar-benar berpengaruh pada seleramu."

Bola matanya bergerak mengikuti pergerakan lelaki manis di hadapannya. "Haus sekali ya? Pasti karna kau terlalu banyak berbicara." Jeno berkata dengan nada mengejeknya begitu melihat Jaemin menyeruput minumannya hingga tersisa sepertiga gelas tinggi itu.

"Yak!" Jaemin mengerucutkan bibirnya sebagai protes. "Kau terlalu lama memilih dan berpikir aku jadi kehausan."

Jeno mengangkat bahu, mencomot kentang goreng pesanan Jaemin dan melahapnya dengan cepat. Baru saja Jeno akan mencomot kembali kentang gorengnya saat Jaemin menepis tangannya.

"Makan makananmu sendiri. Jangan ganggu punyaku." Jaemin segera menjauhkan piring berisi kentang gorenganya dari hadapan Jeno.

"Pelit sekali."

"Jeno, pukul berapa sekarang? Ponselku mati."

Jeno mengalihkan perhatiannya dari sepiring pasta yang tengah ia nikmati dan merogoh kantung celananya. Mengambil ponselnya. "Pukul 8. Kita harus cepat. Ini sudah terlalu malam."

Keduanya lantas segera menghabiskan makanan mereka dan bergegas untuk pulang. Jeno mengambil sebuah jaket tebal yang selalu ia simpan rapi di dalam scooter-nya. "Kemari!"

Jaemin menatap heran pada Jeno yang malah melepas ranselnya dan memakaikan jaket padanya. "Jeno, aku bisa memakainya sendiri." Jaemin mendadak gugup saat Jeno mengangkat tangannya dan kembali memakaikan ransel miliknya. Seumur-umur, Jaemin tidak pernah diperlakukan semanis ini oleh orang lain. Bahkan oleh kekasihnya sendiri.

"Aku menyesal tidak membawa helm lebih." Jeno menutup kepala Jaemin dengan beanie-nya.

"Je-Jeno."

"Oke selesai." Jeno tersenyum tipis. Tubuh Jaemin yang terbungkus jaket kebesaran dengan beanie yang menutupi kepalanya benar-benar terlihat menggemaskan. Ia bahkan memberikan sebuah cubitan di pipi Jaemin sebelum membawa lelaki manis itu pulang.

. . .

"Terima kasih sudah menemaniku. Meskipun, kau lebih banyak mengomel." Jeno tersenyum geli saat mata Jaemin membulat lucu.

"Yak! Aku tidak pernah mengomel." Jaemin mengerucut sambil menyerahkan sebuah paperbag pada Jeno. "Aku titip ini untuk Bibi."

Jeno meraihnya dan mengangguk. "Ayo cepat masuk!" Jeno menepuk kepala Jaemin sebelum memasukkan scooter-nya.

"Haish! Dasar tidak sopan." Jaemin baru saja berbalik saat tiba-tiba seseorang menariknya. Jaemin sudah siap untuk berteriak saat sosok Mark lah yang menjadi tersangka pelaku penarikan.

"H-Hyung—" Jaemin kehilangan kata saat menangkap tatapan dingin milik Mark.

"Kau! Apa yang kau lakukan bersamanya, hingga baru pulang?"

"A-aku—" Jaemin memutar bola matanya gelisah. "Se-sejak kapan Hyung disini?" Jaemin mencicit pelan. Rasa-rasanya, ia seperti kehilangan suaranya.

"Itu tidak penting!"

Jaemin memejamkan matanya saat Mark mencengkram bahunya dengan kuat.

"Dengar! Kau kekasihku, tidak seharusnya kau pergi bersama pria lain hingga malam-malam begini. Kau membuatku khawatir karena ponselmu tidak aktif, dan Bibi bilang kau sedang bersama Jeno."

"Ma-maaf, ponselku mati setelah menelpon Ibu." Jaemin menggigit bibir bawahnya. Rasanya begitu sakit saat Mark semakin mencengkram bahunya.

Mark berdecak keras. Melepaskan cengkramannya dengan kasar hingga Jaemin terhunyung ke belakang nyaris terjatuh, jika Jaemin tidak cepat-cepat mendapat keseimbangannya. "Aku minta maaf, Hyung. Aku janji akan memberitahumu, jika aku pergi bersama Jeno lagi."

"Tidak ada lain kali! Yang benar saja, dia membawa kekasih orang lain hingga malam begini."

"Tapi, dia temanku."

"Tapi, aku kekasihmu!"

"Yaa—Hyung memang kekasihku." Jaemin berujar pelan. Jaemin segera memeluk tubuh Mark berharap Mark akan melunturkan kemarahannya. "Maaf, Hyung. Kau mau kan memafkan ku?" Jaemin tersenyum begitu manis. Menunjukkan sedikit aegyo-nya.

Mark menghela nafas. Jika sudah begini, ia tidak akan sanggup lagi untuk marah. Mark mengangguk kaku. "Sudah. Sana tidur!"

Jaemin tersenyum lebar. Melepas pelukannya. "Tunggu sebentar Hyung." Jaemin menarik ranselnya ke arah depan. Dengan cekatan membuka resletingnya dan mengambil sebuah syal berwarna biru tua. Lantas melinkarkannya di leher Mark. Membuat yang lebih tua mengernyit heran. "Apa Hyung sudah merasa hangat?"

Mark tentu saja tersenyum lebar. Pilihannya memang selalu tepat. Jaemin begitu manis dan sangat perhatian. Ia tidak akan begitu saja membiarkan Jaemin terlepas dari genggamannya. Ia melingkarkan tangannya di pinggang Jaemin, menariknya lebih dekat. "Sebenarnya, begini lebih hangat."

Jaemin memalingkan wajahnya ke arah lain. Merasakan hangat di pipinya karena bersemu. "Haish! Sana pulang, ini sudah terlalu malam."

Mark tertawa pelan. "Besok tunggu aku. Jangan berangkat bersama Jeno. Aku tidak suka melihatmu dekat-dekat dengan Jeno."

Jaemin menghela nafasnya, melepas pelukan Mark. Menatap yang lebih tua dengan dalam. "Aku juga tidak suka melihat Hyung dekat-dekat dengan Donghyuck."

. . .

Jaemin mengetuk-ngetuk pensilnya pada meja dengan kesal. Kepalanya ia topang menggunakn tangan kiri, dengan bibir yang mengerucut. Yang benar saja. Dia melarangku dekat-dekat dengan Jeno, tapi dia sendiri tidak bisa jauh-jauh dari Donghyuck. Jaemin menyimpan pensilnya dengan kasar. Lantas menelungkupkan wajahnya di atas meja.

"Jangan pernah merasa cemburu padanya. Dia sudah seperti adik bagiku."

Adik. Yang benar saja. Jeno dan Taeyong Hyung juga tidak menempel seperti itu. Jaemin mengangkat wajahnya sat bel istirahat berbunyi. Beruntung sekali Pak Kang tidak masuk dan hanya memberikan tugas. Jaemin pasti tidak akan bisa fokus untuk belajar.

Aku harus cepat-cepat ke kelas Mark Hyung, jangan sampai seperti kemarin. Jaemin membereskan bukunya dengan asal. Dengan cepat berlari menuju kelas Mark yang berada di ujung dekat Kantin. Nafasnya terengah saat ia menghentikan larinya tepat di depan kelas Mark. Jaemin tersenyum tipis sebelum ia menangkap sosok Donghyuck yang sudah bersandar pada dinding samping pintu.

Ingin sekali Jaemin berteriak pada Donghyuck. Apa dia tidak punya teman lain sampai makan siang saja harus bersama Mark Hyung-nya?

"Jaemin?"

Jaemin memutar tubuhnya menghadap Mark. Seseorang yang menjadi pelaku pemanggil namanya. "Hyung. Ayo kita makan." Meraih lengan Mark dan menggenggamnya erat. Membuatnya mendapat bonus usapan lembut di puncak kepalanya.

"Ayo! Ayo Hyuckie~"

Jaemin mengaduk makanannya dengan tidak selera. Wajahnya tertekuk dengan sempurna. Mengutuk kehadiran Donghyuck diantara ia dan Mark. Dan sekali lagi, kedua orang yang katanya seperti kakak adik itu berada dalam dunia yang tidak dapat Jaemin jangkau. "Donghyuck, apa kau tidak punya teman di kelasmu?" Jaemin refleks menutup mulutnya saat tidak sadar ia telah menyuarakan pikirannya. Meski sukses membuat kedua orang yang selalu melupakannya saat bersama itu memusatkan perhatian padanya.

"Na Jaemin, itu tidak sopan." Nada yang Mark gunakan begitu dingin.

Jaemin menggigit bibir bawahnya. Lidahnya terasa kelu dengan bola mata yang bergerak liar tak nyaman. Jelas saja Jaemin telah membuat Mark marah. Tapi, itu bukan sepenuhnya salah Jaemin kan?

"Minta maaf." Begitu dingin dan penuh penekanan.

"Nana! Syukurlah kau ada disini." Jeno menempatkan diri tepat di hadapan Jaemin. Secara tidak langsung mengalihkan suasana mencekam yang baru saja terjadi.

"Ibu menitipkan ini untukmu. Beliau sangat berterima kasih dengan syal yang kau berikan. Dia bahkan sudah memakai syal itu bersamaan dengan sweater dariku. Warnanya sangat cocok. Aku dan Ibu benar-benar berterima kasih padamu."

Jaemin tersenyum lebar. "Bibi menyukainya? Katakan terima kasih juga untuk bento-nya. Aku akan memakannya." Jaemin meraih sekotak makanan yang Jeno berikan. Ia membukanya dan mulai melahapnya dengan cepat.

"Pulang sekolah nanti tidak ada acara? Aku akan membelikan eskrim untukmu. Rasa coklat, bagaimana?"

"Ahaha, tidak usah repot-repot Lee Jeno-sshi, kebetulan Jaemin akan menemaniku latihan hari ini."

Jaemin terbatuk. Dengan tanggap Jeno memberikan segelas air untuknya. "Pelan-pelan, Nana! Aku tahu masakan Ibu memang lezat." Mengabaikan Mark.

Setelah memastikan rasa mengganjal di tenggorokannya hilang, Jaemin mulai beralih pada Mark. "Tapi Hyung, bukankah hari ini tidak ada latihan?" Jelas saja Jaemin tahu, latihan basket hanya seminggu dua kali.

Jaemin merasa sangat kecil berada dalam tatapan tajam milik Mark. Nafasnya tercekat saat tiba-tiba Mark menggebrak meja dan menarik Donghyuck pergi dari sana.

. . .

Lee Jeno kembali melirik pada Jaemin yang tengah mengetuk-ngetuk pensil pada meja. Tugasnya belum selesai, padahal ia ingin sekali berlari pada Jaemin dan menanyakan keadaannya. Dalam sekali lihat, Jeno bisa tahu bahwa Jaemin sedang tidak baik-baik saja.

Jeno masih harus menyelesaikan satu soal lagi saat bel istirahat berbunyi. Cepat-cepat ia menuliskan jawabannya dengan asal hingga tulisan yang awalnya rapi itu berubah sedikit berantakan. Jeno menutup bukunya bersiap untuk mengajak Jaemin makan siang bersama. Tidak lupa ia mengambil dua kotak makan siang yang Ibunya siapkan.

"Sampaikan terima kasih ibu untuk Jaemin, Jeno-ya."

Jeno tentu saja merasa sangat senang, diam-diam menyusun sebuah rencana. Jeno mengehntikan pergerakannya saat disadarinya sosok Jaemin sudah menghilang. Dengan langkah ringan, Jeno mulai menyusuri jalanan menuju Kantin. Berdiri dengan tenang tak jauh dari dua orang yang asik di dalam dunia mereka, menyisakan seseorang yang menjadi targetnya itu dalam kesendirian.

Jeno baru saja akan bergabung saat tiba-tiba Jaemin mengatakan sesuatu yang menurutnya sangat lucu. Menanyakan tentang teman pada Donghyuck, yang langsung dihadiahi respon tajam dari Mark. Jeno masih memperhatikan, dan saat dirasanya Jaemin butuh bantuan. Jeno mulai bergerak ke arah mereka.

"Nana! Syukurlah kau ada disini."

Jeno tersenyum menatap Jaemin yang menikmati makanan yang dibuat oleh Ibunya dengan lahap. Sedikit mengajaknya berbicara. Sesekali ia akan mencuri pandang pada Mark.

"Ahaha, tidak usah repot-repot Lee Jeno-sshi, kebetulan Jaemin akan menemaniku latihan hari ini."

Jeno tertawa dalam hati. Dan ia semakin ingin membuncahkan tawanya saat Jaemin dengan polosnya mengatakan tidak ada latihan. Jeno bersorak penuh kemenangan. Diam-diam menyeringai licik saat Mark membawa Donghyuck pergi dari hadapan mereka.

Tersisa keheningan, melirik Jaemin yang menatap penuh luka pada Mark dan Donghyuck. Jeno segera menempatkan dirinya disamping Jaemin. "Kau tidak perlu menahan diri. Kau bisa menangis sepuasnya disini." Membawa kepala Jaemin ke dadanya dan mendekapnya erat.

Jeno mengusap lembut kepala Jaemin saat sebuah isakan tertahan tertangkap oleh indra pendengarnya. Mengabaikan pandangan heran dari sebagian pengunjung Kantin pada mereka.

To Be Continue~~

Haha. Aku merasa terlalu banyak drama disini.

Maafkan saya sudah membuat kalian salah paham pada Mark. Mark nggak jahat ko, Cuma nggak peka sama sedikit egois aja tapi dia sayang ko sama Jaemin sama Donghyuck juga /eh

Big thanks untuk kalian yang sudah memberikan review

Haneul Cho, ti tokk, xundictator, ludfidongsun, NCTsquadict, Iceu Doger, Indriana217, shashashineeya, daun lontar, BinnieHwan, Park RinHyun-Uchiha, minumtolakangin, B8jaemjaem, lautanbiru, lutfiah24k, exohye, cherryblosomfade

Untun Favorite dan Follow nya juga, Terima kasih.

Pyong~