Control
By: pingmoo
Disclaimer: EXO BUKAN MILIK SAYA. SAYANG SEKALI SAYA TAHU! :( Saya cuma meminjam nama dan image mereka saja dalam fanfic ini. Ini cuma untuk kesenangan semata tolong jangan dianggap terlalu serius apalagi nge-bash. This fic was inspired by an original fic I read long time ago. Enjoy. :)
Warning: BOYS LOVE. BOYXBOY. YAOI. TYPO..
DON'T LIKE DON'T READ. YOU'VE BEEN WARNED.
Main Cast:
Park Chanyeol
Byun Baekhyun
Other cast will be mentioned later
Pairing:
Chanbaek, Baekyeon (slight)
no bashing, no re-publish web lain
.
.
.
.
.
.
.
Sydney, 24 December 2016
-Sepia Restaurant, CBD-
"Ehm... mungkin ini terdengar sangat klise Taeng-gu. I mean, Christmas Eve and all that shit. Err—ehm.." Baekhyun menggaruk tengkuknya yang tidak terasa gatal itu. Dia sudah bertekad akan melamar Taeyeon malam ini. Jujur saja, wanita yang berada di depannya ini sempurna. Cantik dan baik hati oh, dan jangan lupakan suara emasnya.
Saat ini mereka sedang berada di sebuah restaurant terkemuka di Sydney. Jangan tanya berapa harga makan malam di tempat ini. Mungkin jumlahnya melebihi gaji seminggu Baekhyun di tempat kerjanya. Tapi demi malam special ini, Baekhyun rela merogoh kocek agak dalam. Dengan harapan dia hanya akan makan di sini sekali seumur hidupnya saja.
"Langsung saja ngomongnya Baekyung. To the point saja kenapa sih?" celos Taeyeon. Dia sebenarnya sudah tahu apa yang akan dikatakan Baekhyun berkat informasi dari Heechul, senior dari tempat kerja mereka, SM Korean Chargrill Lounge. Seminggu lalu Baekhyun minta tolong ke senior mereka untuk ditemani ke toko perhiasan di China Town di kawasan Haymarket untuk membeli sebuah cincin untuk melamar Taeyeon. Sialnya, Heechul yang memang pada dasarnya mulut ember tidak dapat menahan rasa senangnya dan dengan semangatnya membocorkan niat Baekhyun untuk melamar Taeyeon .
Bayangkan jika dirimu jadi Taeyeon! Kau sudah tahu bahwa kekasihmu setahun ini akan segera melamarmu tapi kau harus menahan diri selama seminggu untuk tidak berteriak senang dan menerjang kekasihmu dan berkata,"Aku bersediaaaa!" Oh, terkutuklah Heechul dan mulut embernya! Taeyeon gelisah dan susah makan selama seminggu ini, tapi untungnya karena sudah di wanti-wanti dari seminggu yang lalu, Taeyeon pun berusaha untuk tampil extra cantik malam ini. Jadi apabila ada sesi foto, dia kelihatan cantik maksimal. Karena usianya sudah 29 tahun, dia harus tampil lebih menarik untuk pacarnya yang lebih muda 3 tahun darinya. Jangan salah, dia sudah mau kepala tiga. Sudah lebih dari pantas untuk berumah tangga bukan? Jemarinya bermain gelisah di roknya, menunggu yang lebih muda darinya mengeluarkan keberaniannya untuk melamarnya detik ini juga.
"Ehm.. anu itu.." Baekhyun masih berusaha untuk mengumpulkan kata-katanya.
Taeyeon menatapnya makin intens. Cepatlaaahh, pabooo...
Baekhyun mendongak, ditatapnya mata Taeyeon yang malam ini tampak lebih berbinar dari biasanya. Dikumpulkannya keberaniannya, dirogohnya sebuah kotak perhiasan kecil merah beludru dari kantong celananya.
Finally.. Gyaaa...!
"Taeyeon, tiga tahun yang lalu aku datang ke Sydney, with literally $30 in my pocket I might say, aku bertemu dengan dirimu dan menawariku pekerjaan ini. Dua tahun kemudian aku sadar aku menyayangimu lebih dari sekedar sosok Noona. Setahun lalu, kita mulai berpacaran, dan –ehem— aku ingin kita melangkah ke jenjang yang berikutnya." Dibukanya kotak beludru merah itu,"Taeyeon, maukah kau menika—"
"Well, that's sweet, Baekhyun. Tapi sadarkah kau akan posisimu?"
Sebuah suara berat memotong pidato lamaran Baekhyun. Seketika Baekhyun merinding, bulu kuduknya berdiri semua. Suara ini, dia tidak akan pernah melupakan suara ini. Pemilik suara inilah yang membuat hidupnya dulu menjadi neraka. Pemilik suara inilah yang dulunya menyebabkan ia terpaksa lari dari negara asalnya dan kabur ke Australia. Pria yang paling tidak ia inginkan lihat lagi seumur hidupnya.
Park Chanyeol.
Dengan tegang Baekhyun menoleh. Masih sama seperti tiga tahun yang lalu, pria itu berdiri tegap dengan angkuh menatap tajam fokus hanya pada dirinya. Like he owned the world. Rambut lebat bersurai hitam itu ditata rapi ke belakang memperlihatkan dahinya. Seperti biasa setelan jas blue navy dengan kemeja putih yang dikenakannya pun tampak setara dengan harga sebuah rumah. Terlihat mewah dan tak akan terbeli oleh orang sekelas Baekhyun bahkan dalam mimpinya sekalipun. Kakinya masih tetap saja seperti dulu. Jenjang dan seperti tak pernah berakhir. Senyum arogan disunggingkannya. Matanya menatap nyalang pada kotak beludru yang dipegang Baekhyun.
Sadar ke mana arah mata Chanyeol tertuju, Baekhyun panik. Taeyeon—oh tidak...
Dikatupkannya mulutnya rapat-rapat. Baekhyun sontak berdiri dari kursi tempat dia duduk. "Tae, ayo kita pergi dari sini!" ditariknya lengan kurus Taeyeon yang sedari tadi terlihat kebingungan sekaligus setengah kesal karena acara lamarannya diganggu.
Baru saja mereka hendak melangkah selangkah dari meja mereka, beberapa pria berbaju hitam sudah mengelilingi mereka dan menghalang jalan mereka untuk keluar.
"Minggir!" hardik Baekhyun kesal, namun para pria itu sama sekali tidak bergeming dan tetap menghalangi jalan mereka.
"Sial, tidak mengerti bahasa Korea kah? Move your sorry ass! You're in our way!" hardik Baekhyun lagi. Sama saja, para pria tersebut tetap di tempat mereka dan hanya menatap tajamm ke arah Baekhyun dan Taeyeon.
"Baek, ada apa ini? Siapa orang-orang ini?" tanya Taeyeon bingung.
"Bukan siapa-siapa, Taeyeon, tenanglah kita pulang sebentar lagi." Ujar Baekhyun berusaha menenangkan Taeyeon.
"Bukan siapa-siapa katamu, Baekhyun? Ouch, that hurt." Sindir Chanyeol. Dilangkahkannya kakinya ke arah Baekhyun yang dengan sigap menutupi Taeyeon yang berlindung dibelakang tubuhnya.
"Apa maumu Tuan Park?" tanya Baekhyun digemeretakkannya giginya.
"You know what I want, Byun Baekhyun."
Mata mereka berdua saling menatap, Baekhyun harus mendongakkan kepalanya untuk menatap mata bulat mengintimidasi milik Chanyeol. Mata itu masih menatapnya sama seperti tiga tahun yang lalu. Begitu possessive dan mendominasi. Seolah ingin menelannya hidup-hidup.
"Bagaimana kau bisa menemukanku?" tanya Baekhyun.
"Surprise Baek. Kau tidak akan menyangka bukan bahwa restaurant ini berada dibawah naungan Park Enterprises." Cemoh Chanyeol.
Kedua mata sipit Baekhyun melebar. Sial! Dia sendirilah yang telah menjerumuskan dirinya kembali ke neraka.
"Bayangkan betapa terkejutnya aku ketika Jongin berkata bahwa dia menemukan nama Byun Baekhyun melakukan reservasi di salah satu restaurant yang berada di bawah naungan perusahaan cabang Park Enterprises." Sambung Chanyeol.
"Biasanya urusan booking, reservasi tetek bengek begitu bukan urusan orang dengan posisi sekaliber Jongin!" sela Baekhyun. Dia tidak percaya akan hal ini, persembuyiannya selama ini sia-sia hanya karena masalah booking restaurant sesepele ini?
"Ah, namamu memang sengaja dimasukkan ke dalam alert list perusahaan kami. Harus kuakui Baekhyun. Kau cerdas. Kau sengaja mendarat di Hobart, Tasmania dan entah bagaimana caramu sampai ke Sydney sampai tidak terdaftar di daftar penumpang pesawat. Membuatku kelimpungan sebenarnya mencarimu di Hobart kau tahu?" kekeh Chanyeol. Dalam hati Baekhyun tahu betapa murkanya Chanyeol ketika tidak berhasil menemui Baekhyun sama sekali di Hobart.
"Kau tahu gara-gara kau Jongin sempat patah tulang—"
Baekhyun mendongak terkejut. Ada sedikit perasaan marah."Kau—"
"—ditendang kanguru." Lanjut Chanyeol nyengir.
Taeyeon mendengus tidak tahu situasi. Ingin rasanya Baekhyun melakukan hal yang sama kalau dia tidak ingat bagaimana situasinya sekarang.
"I was so happy you know. I even cancelled one of my private meeting. Because I was so excited to see you." Senyum itu tampak sangat mengerikan. Dipamerkannya semua giginya, dia kelihatan seperti seorang monster di mata Baekhyun. Dan private meeting katanya, oh, Baekhyun paham benar apa makna dari private meeting itu. Restaurant mewah seperti ini hanyalah salah satu kedok belaka dari sekian puluhan bisnis bernilai ratusan ribu dollar Park Enterprises. Bisnis sebenarnya adalah bisnis illegal senjata dan obat-obatan terlarang serta cuci uang yang dilakukannya di berbagai negara.
"Kau punya dua pilihan, ikut bersamaku sekarang juga dan aku akan melupakan tiga tahun permainan petak umpetmu ini. Atau kau melangkah keluar dari restaurant ini dan aku pastikan akan menghancurkan semua yang memiliki hubungan denganmu. Terlebih lagi perempuan ini." Mendengar cara Chanyeol mengalamatkan Taeyeon dengan sebutan perempuan ini, dengan nada ancaman yang sudah terlalu dia hapal sedari bertahun-tahun lalu membuat Baekhyun tahu pilihan apa yang akan dia ambil.
"Kau harus berjanji untuk tidak menyentuh mereka sama sekali." Suara Baekhyun bergetar, mencoba bernegosiasi.
"Kau tau apa yang harus kau lakukan, Baekhyun." Chanyeol menyodorkan tangannya. Gemetaran, diraihnya tangan Chanyeol yang nampak begitu kontras dengan tangannya. Jemari Baekhyun terlihat begitu rapuh dan feminim di genggaman tangan Chanyeol yang begitu besar dan berurat.
"Jarimu tidak berubah, Baek, tetap ramping seperti dulu. Walau dari hasil penyelidikanku kau nampaknya bekerja kasar selama tiga tahun terakhir ini." Dikecupnya pelan jemari feminim Baekhyun. Baekhyun hanya bisa memandang pasrah, bisa dirasakannya neraka yang menghantuinya selama ini akan kembali.
"Baek—" cicit Taeyeon melihat adegan abnormal itu. Awalnya Taeyeon menyangka bahwa Chanyeol itu adalah debt collector atau sejenisnya dan Baekhyun merupakan seseorang yang berutang. Oh, jangan salah, Taeyeon bukan akan meninggalkan Baekhyun begitu saja. Dia sudah bertekad akan melewati senang dan susah bersama Baekhyun. Kalaupun benar Baekhyun memiliki utang, dia akan membantunya melunasinya. Berat sama dipikul, ringan sama dijinjing peribahasanya. Namun melihat adegan di depannya ini, Taeyeon pun berhasil menyusun kepingan puzzle yang berceceran dan mengambil sebuah kesimpulan.
"Sshh, nona manis. Taeyeon kan? Kim Taeyeon?" tanya Chanyeol dingin. Walaupun kata-katanya terdengar begitu sopan, namun tengkuk Taeyeon merinding mendengarnya. Bagaimana sebuah kalimat sederhana terdengar begitu mengintimidasi?
"N—ne?"
"Tahu dirilah."
"Apa?"
Setelah mengucapkan kalimat itu, Chanyeol menarik tangan Baekhyun yang sedari tadi masih berada dalam genggamannya. Satu persatu bodyguard Chanyeol perlahan berjalan mengiringi mereka keluar dari restaurant tersebut. Mata mereka mengawasi tajam pergerakan Baekhyun, seolah kalau Baekhyun sampai lolos dari pengawasan mereka dan berhasil kabur, maka nyawa merekalah taruhannya. Sementara itu, satu bodyguard memegangi Taeyeon agar dia tetap di tempatnya.
"Tu—tunggu! Baek, Baekhyun! Mereka mau membawamu ke mana? Baekhyun!" jerit Taeyeon sambil meronta berusaha menggapai Baekhyun yang sementara berjalan keluar menuju restaurant. Baekhyun menoleh ke belakang, ditatapnya Taeyeon dengan yang memasang muka cemas dan bingung. Begitu banyak pertanyaan dibenak gadis itu, yang sayangnya tidak akan pernah dia ketahui karena malam natal itu akan menjadi malam terakhir dia melihat Baekhyun di hadapannya secara langsung.
"Tae...maaf." setitik air mata sempat lolos dari mata sabit indah milik Baekhyun ketika dia menatap muka Taeyeon. Dia tahu dia tak akan bisa bertemu lagi dengan Taeyeon setelah ini. Menyaksikan adegan ini, rahang Chanyeol mengeras. Ditariknya lengan Baekhyun secara kasar. Ditautkannya jemari mereka, dicengkramnya erat agar Baekhyun tidak bisa lari ke mana pun.
"Sudah puas beradegan dramanya, Baek?" ucapnya sinis. Baekhyun memilih diam seribu bahasa.
Mereka keluar dari restaurant tersebut yang herannya tidak ada pengunjung lain sama sekali. Ah, harusnya Baekhyun menyadari hal janggal ini sejak awal. Chanyeol sudah merencanakan penyerbuan ini sejak awal. Bagaimana mungkin restaurant ini tidak ada pengunjung lain yang juga mengadakan reservasi pada malam natal ini. Sungguh, ingin rasanya Baekhyun tertawa kencang merutuki kebodohannya. Namun ia memilih diam. Begitupun ketika dia ditarik paksa masuk sebuah mobil Mercedez Benz berwarna hitam. Baekhyun tetap diam, kepalanya tertunduk. Tangan kanannya masih berada digenggaman posesif milik Chanyeol yang tidak ia lepaskan dari tadi. Seolah takut ketika dilepas, maka Baekhyun akan menghilang lagi entah sampai kapan.
"Jalan." Satu kata dan mobil itu pun melaju di hiruk pikuknya jalanan Sydney. Baekhyun memandangi sekitar pinggir jalan yang bernuansa natal itu. Mobil mereka berbelok dan mereka melaju menuju arah Anzac Bridge.
"Kemarikan." Tangan kanan Chanyeol yang sedari tadi lowong terulur meminta sesuatu. Baekhyun merogoh saku kirinya. Dilemparkannya kotak beludru merah itu kepada Chanyeol. Tidak sampai sepuluh detik benda itu berada di tangan Chanyeol, kotak itu sudah melayang keluar jendela. Tenggelam di teluk sekitar Anzac Bridge sama seperti kebebasan Baekhyun. Tenggelam untuk selamanya.
"Kau tidak butuh itu lagi."
Baekhyun masih terdiam.
"Besok kita akan kembali ke Seoul. Kau tidak perlu mengambil barang-barangmu. Aku yakin kau tidak punya benda-benda berharga di apartment bobrokmu itu." Kata Chanyeol seenaknya mengambil keputusan. Ya, sama seperti empat tahun lalu ketika dia mulai masuk ke dalam hidup Baekhyun.
"Sialan kau Park Chanyeol!" umpat Baekhyun. Gajiku tiga tahun ini, yang sudah kurencanakan untuk menyicil rumah. Yang kusimpan baik-baik dia bilang tidak berharga? Terkutuk kau Park Chanyeol dan segala harta kekayaanmu yang laknat itu.
Demi membangun hidup barunya, Baekhyun bekerja lebih dari 100 jam perminggu. Dengan gigih mengumpulkan uang untuk memulai hidup baru, namun yah nampaknya semua itu sia-sia saja.
"Baek—"
Marah, Baekhyun membuang mukanya. Memilih melihat keluar jendela daripada harus melihat muka raksasa posesif gila macam Chanyeol. Dikatupkannya bibirnya, matanya menerawang keluar jendela. Sungguh, ingatannya akan empat tahun lalu pertama kali dia bertemu Chanyeol masih membekas diingatannya. Dan bagaimana dia tak tahan dengan setahun neraka yang dilewatinya sampai dia akhirnya nekat kabur ke Australia tiga tahun lalu. Ke mana pun asal terbebas dari Park Chanyeol.
Memori empat tahun lalu itu kembali lagi. Malam itu juga malam natal.
Sial.
TBC
a/n: ini cuma prolog ya. Next chapter bakal flashback 4 tahun lalu. Maafkan ceritanya yang sangat mainstream, tapi saya cinta mainstream. lol
Review?