SHOULD BE

`~.~.~.~.`

Chapter 2

"Kenapa masih diluar?" Sungmin tersentak, terserap ke dalam alam sadarnya begitu rengkuhan hangat di selingkar pinggang dan perut beriringan dengan desauan hangat di telinga menghancurkan lamunannya.

Donghae mengeratkan rengkuhannya, ia menumpukan dagu di bahu Sungmin. "Hey, angin malam tidak baik bagi kesehatanmu, sayang," sambung Donghae yang menuai usapan lembut di punggung tangan Donghae.

"Aku masih ingin melihat bintang," ujar Sungmin seadanya, atau lebih tepatnya beralibi sekena hatinya. Donghae menyesap bahu Sungmin, ujung hidungnya kemudian beralih menyusuri pipi Sungmin. "Sesungguhnya sejak tadi hatiku tidak tenang," bisik Donghae.

Sungmin terdiam sekilas, lalu menoleh menatap Donghae dari sudut matanya. "Terjadi sesuatu?"

Donghae menggelengkan kepala. Kecupan ringan yang bergerak di sisi wajah Sungmin terhenti. "Hanya sedikit janggal dengan perkenalan tadi,"

"Perkenalan?"

"Ya, disaat aku memperkenalkan Kyuhyun kepadamu."

Sungmin tertegun tubuhnya tiba-tiba menegang bersama detakan jantung yang berdentum riuh. Menakutkan getar suara yang akan terlontar kacau bila ia paksakan melagu, Sungmin memilih untuk bungkam menanti runtutan kalimat Donghae yang sepertinya hendak terlantun kembali.

"Kalian tampak terkejut,_" Donghae memiringkan kepala mengintip sisi wajah Sungmin yang termangu senyap. "Mengapa tiba-tiba menjatuhkan sapu tangan? Lalu, ada apa dengan ponsel Kyuhyun yang turut menyapa lantai?" lanjut Donghae bersama pertanyaan yang semakin menyudutkan Sungmin.

Sungmin masih bungkam, berusaha menetlarkan roman resahnya yang terintip mata kelam Dongahe.

"Kalian sebelumnya sudah saling mengenal?"

"Hae-ah." Sungmin tercekat, secepat kilat berbalik dan memaku wajah Donghae. Megulurkan tangan mengusap dada Donghae, mencoba melunturkan roman curiga di wajah suaminya.

"Aku tidak mengerti dengan pertanyaanmu. Kau tahu sendiri bila semenjak pernikahan kita, kau hanya menceritakan sosok sahabatmu itu tanpa nama dan deskripsi fisik lainnya selain mengatakan bila dirinya adalah seorang sahabat yang sangat menyebalkan. Lalu, bagaimana bisa aku dan Kyuhyun sudah saling mengenal sebelumnya dengan deskripsi tubuh yang terlihat tidak utuh seperti itu?"

Lipatan kesal bercampur tidak percaya terlukis jelas di kening Sungmin menggertakkan kekehan ringan di bibir Donghae. "Aigo, maafkan aku sayang. Aku hanya merasa sedikit heran tadi. Sungguh, kalian tampak terkejut dan tidak nyaman." Donghae meraih tubuh Sungmin mendekat, mengeratkan lingkaran pinggang Sungmin lebih erat.

Sungmin memukul pelan dada Donghae. Bibirnya mengerucut dengan pipi mengembung. "Tentu saja aku terkejut dan merasa tidak nyaman sebab tiba-tiba bertemu dengan seorang pria yang selama dua tahun ini mengalami deskripsi diri yang tidak utuh, ck," umpat Sungmin sambil mengalihkan pandang menghindari tatapan Donghae hendak membisu marah.

Donghae kembali terkekeh, ia mendekatkan wajah mengecup sudut bibir Sungmin. "Oke…oke maafkan aku. Memang salahku yang selalu menceritakan Kyuhyun secara setengah-setengah. Bagaikan buronan negara yang sangat berbahaya bila identitasnya terbongkar. Maaf," bisik Donghae kemudian, sepasang tangan bergerak mengusap pinggang Sungmin.

Sungmin memejamkan mata, hela napas lega terlontar samar dari geratan giginya. Untuk saat ini dirinya memang terbebas, namun lain situasinya untuk beberapa hari ke depan. Maka dari itu, dirinya harus bergegas menahan pergerakan Kyuhyun atas ultimatumnya waktu lalu. Sungmin mengalihkan pandang menatap Donghae, ujung hidung mereka saling bersentuhan.

"Sudah lupakan. Malam semakin larut sebaiknya kita segera pergi tidur," tutur Sungmin sebelum melepas rengkuhan Donghae dan beringsut membenahi kelambu jendela balkon.

Donghae beranjak menyamankan pantat dipinggir ranjang menatap punggung Sungmin. Usai menyelesaikan gorden balkon Sungmin berderap mendekat, tepat disamping Donghae pergelangan tangannya dengan sigap direngkuh.

"Wae_Hae!" Getar pertanyaan spontan berubah menjadi pekikan kaget saat Donghae menarik pergelangan tangannya mendekat dan menghempaskan tubuhnya ke ranjang. Tangan Sungmin reflek menahan dada pasangannya begitu tubuh Donghae terdorong mendekat.

"Aku merindukanmu," bisik Donghae begitu merengkuh jemari Sungmin, menumpukan tangan mereka disisi kepala Sungmin.

Sekilas Sungmin merasa keberatan dengan gairah Donghae. Pertemuannya dengan Kyuhyun di pesta tadi sedikit banyak menggoyahkan pertahanan hatinya. Namun seulas lingkar emas putih di jari manis berhasil menyadarkan Sungmin akan posisi dan status hidupnya saat ini. Memang seharusnya begini.

Seulas lekuk mencibir tersudut di bibir Sungmin. "Masih terhitung dua hari kita tidak melakukannya," sela Sungmin menghentikan gerakan wajah Donghae yang kian mengikis jarak wajah mereka. Donghae tersenyum, ia beralih mengecup kening Sungmin.

"Meski hanya terhitung dua hari, sayangnya aku tidak bisa menunggu lebih lama lagi, sayang." Jemari Donghae merayap ke meja nakas, menekan tombol lampu tidur menggantikan sinar terangnya dengan sinar remang keemasan.

Jantung Sungmin berdetak dua kali lebih cepat. Iris foxynya mengedar resah. Tidak dapat Sungmin pungkiri, dirinya masih tampak enggan. Tetapi, disisi lain ia tak sampai hati menolaknya. Memang tidak akan, Sungmin tidak ingin membuat Donghae kecewa dengan penolakannya hanya karena kekacauan hatinya sebab pertemuan tak terduganya dengan Kyuhyun.

"Hae_," tahan Sungmin sambil mendorong dada Donghae begitu satu kecupan lembut menyadarkan Sungmin dari perasaan bimbangnya. Donghae menumpu siku, menyekat jarak wajah mereka lalu menatap intens wajah Sungmin.

"Kenapa tampak terburu-buru?" tutur Sungmin menyela pertanyaan Donghae. Kening Donghae berkerut samar, sinar matanya berkabut bingung. "Ada apa? Minhyun belum tidur?"

"Ani, Minhyun sudah tidur," jawab Sungmin tanpa mengindahkan tatapan Donghae. Donghae menghela napas, jemari kanan terulur meraih dagu Sungmin. Menempatkan sepasang foxy indah sang istri ke hadapan wajahnya.

"Lalu, mengapa terlihat enggan? Sesuatu telah terjadi? Atau kau sedang tidak ingin?"

"Bukan seperti itu." Sungmin mendesah gusar merutuki kebodohannya. Geratan gigi bergerak mengulum bibir bawah, merealisasikan kegusarannya yang tersapu sinar temaram lampu tidur. "Aku hanya sedikit gugup," kelopak mata Sungmin terpejam dengan pergerakan jemari yang mengerat piyama Donghae. Semakin mengutuki alibi yang terlontar secara spontan dari bibir yang bergumam kacau.

Donghae terkekeh pelan kemudian menggeram gemas akan tingkah Sungmin. Kepalanya mendekat, meraih kening Sungmin dan mengecupnya sedikit lama. "Aigo, sayang. Kita sudah menikah selama 2 tahun dan kau masih saja bertingkah seperti gadis perawan,"

"Aku namja!" sergah Sungmin tidak terima. Donghae kembali terkekeh. "Arraseo. Arraseo, kau pria. Seorang pria yang sangat manis dan menggemaskan," goda Donghae sambil mencubit pipi Sungmin.

Alis Sungmin menyatu, bibirnya mengerucut sebal. "Jangan menggombal. Aku tidak suka," ketus Sungmin usai mencubit lengan atas Donghae. Suara mengaduh pelan tersemat diantara kekehan ringannya. "Oke, oke. Aku menyerah. Sudah, aku tidak akan menggombal lagi," bisik Donghae setelah menyatukan kening mereka.

Wajah Donghae perlahan merunduk, menyapukan belah bibirnya ke permukaan bibir Sungmin. Mengecupinya berulang kali. "Jadi, bagaimana keputusannya?" tanya Donghae menegaskan keputusan Sungmin. Jari tangan yang terpaut disisi kepala Sungmin ia keratkan.

Sungmin menghela napas panjang, kelopak mata bergerak menyembunyikan sinar keraguan yang membaluti sepasang iris kembarnya. Mencoba menata hati sejenak sebelum menganggukkan kepala, menerima keinginan Donghae.

"Baik, lakukan." Seulas lekuk lebar sontak terlukis disepanjang bibir Donghae. Kecupan bibir kembali Sungmin terima, kini disertai dengan satu lumatan singkat. "Terima kasih, aku mencintaimu Lee Sungmin," kata Donghae tulus sambil membawa punggung tangan Sungmin ke bibirnya.

Sungmin terkesima, Donghae memang benar-benar seorang pria yang baik. Sungguh, tidak salah bila dirinya mulai membuka hatinya untuk Donghae, mulai menerima kehadiran sang suami di hatinya. Ya, memang seharusnya begitu bukan? Bagaimanapun juga Donghae adalah suaminya, pendamping hidupnya. Memang sudah sepantasnya ia menyerahkan segenap jiwa dan raganya untuk sang pendamping. Dan malam ini Sungmin hendak memulai segalanya dari awal. Ia hendak mencoba menerima perasaan Donghae di dalam sudut hatinya yang semula tertutup, terpaut dengan perasaan semu 5 tahun silamnya.

Lengan Sungmin terulur, melingkar di leher Donghae saat kecupan kecil yang menginvasi bibirnya berubah semakin dalam dan intens. Sungmin memejamkan mata, perlahan bibirnya bergerak turut mengimbangi lumatan Donghae.

"Aku mencintaimu, Sungmin," bisik Donghae sekali lagi dengan ruaman napas yang semakin memberat. Kelopak mata Sungmin terbuka, menampilkan sepasang iris kembar yang berbinar sayu. "Aku juga mencintaimu, Hae-ah,"

Donghae terkesiap, sejenak tubuhnya terpaku kaku. Terpahat layaknya sebongkah patung. Sama sekali tidak bergeming, hanya kerjapan kosong yang mewakili roman kehidupannya. Donghae benar-benar tampak terkejut akan untaian kalimat yang begitu ia harapkan desauannya sejak awal pertemuan mereka 5 tahun silam dan sejak awal pernikahan mereka 2 tahun silam.

Sebuah kiasan kalimat indah yang nyaris membuat hatinya meruam putus asa sebab keterdiaman Sungmin yang enggan membalas perasaannya. Akan tetapi, sepertinya malam ini doa yang selalu terlantun di dalam hati terjawab sudah. Donghae pada akhirnya menerima jawaban Sungmin. Perasaannya pada akhirnya terbalas, dan malam ini pula Donghae begitu menyakini jika keajaiban itu nyata keberadaannya.

"Sungmin, sayang….kau_," Jemari Donghae bergetar, terulur ragu mengusap sisi wajah Sungmin. Sinar mata yang mendadak kosong, kini berganti dengan binar bahagia yang terlampau membumbung tinggi. Hingga mengacaukan lontaran kalimatnya.

"_sayang, kau…kau membalas perasaanku. Sungguh, kau mengatakannya. Aku tidak salah dengar, bukan?" sambung Donghae dengan getar suara yang terdengar gagap sekaligus rancu tidak percaya.

Sungmin tersenyum hangat, lengan tangan yang melingkar di leher Donghae mengurai, mengalihkannya dengan gerakan jemari yang mengusap wajah suaminya.

"Apa perlu aku mengulanginya?" tawar Sungmin yang semakin membuat debaran jantung Donghae berdetak di luar batas normal, hendak meledakkannya. Donghae menggigit ujung lidahnya, menahan gejolak histeria yang sejak tadi mengetuk ujung bibirnya.

Ia ingin sekali berteriak sekeras mungkin, ingin sekali melonjak senang kegirangan. Namun, detak jarum jam yang menginvasi keheningan di dalam kamar itu menyadarkan Donghae untuk melenyapkan sikap kekanakannya sejenak.

"Oh Tuhan terima kasih. Sayang, terima kasih. Akhirnya kau membalas perasaanku. Terima kasih, sungguh aku sangat bahagia malam ini. Terima kasih, Lee Sungmin." Donghae lalu merengkuh tubuh Sungmin, berulang kali mengecupi kening dan bibir Sungmin sampai membuat sang empu terkikik geli.

Sungmin menggelengkan kepala, tak terkira ungkapan perasaannya akan membuat Donghae sebahagia ini. Sungguh kejam dirinya selama ini yang ternyata telah menuai cubitan kecil di hati Donghae sebab kebisuannya dan keegoisannya atas perasaan semu 5 tahun silamnya.

Perasaan bergejolak yang sesungguhnya tidak mampu ia lenyapkan hingga saat ini dan kembali terkoyak saat mendapati kehadiran sang biang keladi. Dan Sungmin memutuskan untuk tidak terjatuh di lubang yang sama. Kembali ke pendirian awalnya, Donghae pria yang baik dan ia yakin akan hidup bahagia meski tanpa cinta pertamanya.

Cinta pertama sekaligus pemilik hatinya hingga saat ini. Ya, Sungmin akui. Nama Kyuhyun masih bernaung besar di sanubari, akan tetapi. Sungmin tidak berniat untuk terus memeliharanya, bila mampu dia akan melenyapkan perasaan tersebut. Namun, bila dirinya tidak mampu melenyapkanya. Sungmin akan menempatkan perasaan itu di sudut terjauh hatinya, satu sudut yang tak terlihat dan membiarkannya mengkerak hancur.

Jemari Sungmin bergerak mengerat helaian kelam Donghae begitu pria tampan itu kembali menginvasi bibirnya, membawa belahan lembutnya ke dalam pagutan hangat yang kian memanas. Tangan Sungmin beralih, mendorong bahu Donghae ketika napas yang meruam kacau terhisap kosong.

Dengan terpaksa Donghae melepaskan tautan bibir mereka, sinar kelamnya semakin menggelap kala roman wajah Sungmin membakar gairahnya. "Aku mencintaimu, sayang. Sangat mencintaimu," bisik Donghae sembari mengecup telinga Sungmin.

Sungmin meremang, desahan kecil sesekali mengimbangi deru napas mereka. "Ne, aku juga mencintaimu, Hae-ah," lirih Sungmin sebelum bibir merah yang mulai membengkak kembali terpagut di bibir Donghae.

Pagutan mereka kian menggelora, mengaburkan suhu AC yang terhempas sedang. Suhu AC yang tertempel di dinding benar-benar tidak terasa lagi. Seolah mendapati selingkar kobaran api disekitar ranjang mereka. Sungmin dan Donghae mulai memanas, suhu mereka meningkat berkali-kali lipat.

Dalam permainan panas mereka, Sungmin kerap kali menahan suara desahannya. Kesadarannya masih mampu ia kecap ketika mengingat keberadaan kamar Minhyun yang terletak tepat disamping kamar mereka, ia tidak ingin mengganggu tidur putrinya.

Sungmin terpejam, ia benar-benar terbuai kedalam sentuhan Donghae hingga tidak mampu lagi menghitung waktu. Tak pula menyadari kehadiran rembulan yang hendak meninggalkan peraduan, mengalihkan tugasnya pada sang surya. Sungmin tidak mempedulikannya, yang ia tahu dirinya sontak terlelap usai menuntaskan kewajibannya disaat suara kokok ayam terdengar samar di telinga.

*Should Be*

Gerakan jemari Kyuhyun terhenti, ia menatap datar tali dasi yang tergantung di leher. Orbs tajamnya beralih ke cermin yang memantulkan tubuhnya. Helaian rompi cokelat muda yang baru saja ia usaikan lilitan kancingnya masih tampak acak rawut akibat ujung kemeja yang tidak terselip sempurna di celana bahan cokelatnya.

Hela panjang menaungi gerakan jemari yang kembali berkutat dengan persiapannya, merapikan tatanan kemejanya. Kyuhyun melewatkan dasi, ia kembali meraih tali dasi dari lehernya dan menaruhnya ke meja nakas.

Sudut bibirnya tertarik miring, mengenai dasi. Otaknya sontak berputar pada kaisan-kaisan ingatan manis tentang dirinya dan sang kekasih 5 tahun silam. Berbagai kenangan akan dirinya yang begitu bodoh dalam menyimpul dasi, sedikit banyak mengguratkan perasaan rindu di hati. Kyuhyun mengedarkan pandang, meraih sebuah pigura foto yang menampilkan potret seseorang yang telah berhasil menawan hatinya.

"Kau tahu, aku kembali tidak bisa menyimpul dasiku, dear." Ujung jemari Kyuhyun membelai bibir bawah potret tersebut. "Seharusnya kau ada disini dan menyimpulkan dasi ini untukku, seperti beberapa tahun yang lalu." Kyuhyun memejamkan mata, senyum kecut terulas samar di sudut bibir.

"Selepas dari semua statusmu saat ini. Aku akan terus berusaha menarikmu ke dalam hidupku. Memang seharusnya seperti itu, sejak awal kau adalah milikku."

Suara ketokan pintu mengalihkan fokus Kyuhyun. Ia meletakkan kembali potret Sungmin ke meja nakas, kemudian beralih menyibukkan diri merapikan berkas kantor yang tersebar acak di ranjang sebelum berlalu lenggang ke pintu.

Seorang pria matang, perkiraan berusia 35-an menundukkan kepala hormat begitu Kyuhyun menampakkan tubuhnya. Kyuhyun menganggukkan kepala, mempersilakan sang asisten untuk menyampaikan informasi yang ia titahkan kemarin malam.

"Mata-mata anda telah mengirimkan alamat sekolah Nona Lee Minhyun kepada saya tadi malam, Presdir Cho."

"Hn. Mengapa tidak langsung mengirimkannya kepadaku? Seharusnya kau tidak perlu mengetuk pintu kamarku, Asisten Kim," ujar Kyuhyun datar menyentak perasaan bersalah Asisten Kim.

"Maafkan saya, Presdir Cho. Maaf, telah lancang mengetuk ruang pribadi anda. Selain memberikan informasi tersebut, saya berniat menyertakan berkas ini untuk meeting siang nanti kepada anda, Presdir." Jelas Asisten Kim mengenai kelancanganya mengetuk pintu kamar Kyuhyun.

Kyuhyun menghela napas panjang, mencoba memaklumi tindakan ceroboh asisten kepercayaannya. "Hanya sekali dalam pengabdianmu kepadaku, Asisten Kim. Karena aku tidak akan segan mengeluarkanmu dari jabatanmu saat ini bila kau mengulangi tindakan lancangmu ini." Tegas Kyuhyun meng-ultimatum tindakan Asisten Kim sambil meraih berkas yang terulur ke arahnya.

"Baik, Presdir Cho. Saya berjanji tidak akan mengulanginya lagi."

"Pergilah."

"Ye, saya permisi, Presdir Cho." Asisten Kim menundukkan kepala hormat lalu berbalik meninggalkan Kyuhyun yang masih terdiam di ambang pintu kamarnya. Kyuhyun menunduk menatap map biru yang terapit tangan.

Dia kemudian bergegas menguak map tersebut dan mendapati sebuah potongan kertas kecil yang terselip diantara tumpukan tiga kertas putih, materi meetingnya nanti siang. Jemari Kyuhyun bergerak, meraih kertas kecil berbentuk persegi dari tempatnya.

Kembali ujung bibir tertarik miring, roman wajah yang mendatar berubah hidup dengan seringaian yang tergurat penuh makna.

"Star Kindergarten,"

*Should Be*

Penantian Kyuhyun selama kurun waktu kurang lebih setengah jam di balik stir kemudi rupanya tak berbuah sia-sia ketika sebuah mobil BMW berwarna putih terparkir apik di depan sekolah taman kanak-kanan itu. Mata Kyuhyun menyipit, menilik tiga orang penumpang yang beranjak dari dalam mobil.

Kyuhyun menggelengkan kepala, bibirnya bergumam meremehkan. "Sungguh keluarga yang harmonis," kekeh Kyuhyun begitu mata mendapati tindakan Donghae yang tampak mesra. Berjongkok dihadapan Minhyun dan mencium kening sang gadis cilik, kemudian beralih meraih pinggang Sungmin dan melakukan hal yang serupa di bibir si pria cantik.

Tanpa sadar tangan Kyuhyun terkepal, mengerat stir kemudi dengan erat seakan ingin meremukkannya. Jemari Kyuhyun bergerak melepas tautan seatbelt di tubuh saat Donghae kembali memasuki mobilnya kemudian berlalu pergi dari sana. Tangan kanan Kyuhyun dengan cepat meraih kantong plastik yang tergeletak di kursi samping kemudi lalu bergerak keluar dari mobil Audi hitamnya.

Merapikan sejenak balutan jas cokelat mudanya lalu berderap menghampiri Sungmin dan Minhyun yang sibuk bersenda gurau tak menyadari kehadirannya sampai tanpa sengaja Minhyun menoleh ke arahnya dan serentak berteriak riang menyambut kedatangan Kyuhyun.

"Paman Kyuhyun!" teriak Minhyun sambil melompat riang hingga menghentak tautan jemarinya dari tangan Sungmin. Sungmin tersentak, ia kemudian berbalik hendak meraih tubuh Minhyun, namun dia terlambat.

Minhyun lebih dulu berlari menghampiri Kyuhyun yang tengah mengulaskan satu senyuman hangat untuknya. Sungmin terkesiap ketika mata Kyuhyun sekilas melirik kecil ke arahnya.

"Hey, sweety. Selamat pagi," sapa Kyuhyun lembut usai merendahkan tubuh. Berjongkok dihadapan Minhyun. Minhyun tersenyum lebar, sepasang pipi putihnya sedikit bersemu mendapati sapaan lembut tersebut. "Selamat pagi Paman Kyuhyun," jawab Minhyun malu-malu.

Kening Kyuhyun mengeryit bingung, mengherankan tingkah Minhyun yang mendadak sunyi sambil menunduk malu-malu. Sepasang pipi gembulnya bersemu merah. Kyuhyun terkekeh pelan, jemari tangan terulur meraih dagu Minhyun. "Hey, ada apa? Mengapa menundukkan kepala?" tanya Kyuhyun dengan nada rendah.

Sungmin memejamkan mata, sepasang tangan yang terjatuh disisi tubuh berulang kali mengepal erat. Ia tengah berusaha menahan diri untuk tidak mendekat ke tempat Kyuhyun dan menarik Minhyun secara paksa dari hadapan pria tampan itu. Sungmin beralih menatap Kyuhyun yang tampaknya acap kali mencuri pandang ke arahnya.

Sungmin menegaskan sorot matanya, sementara Kyuhyun terlihat acuh. Sudut bibirnya tertarik miring dengan satu kerlingan nakal disalah satu matanya. Sungmin membatu, entah mengapa tiba-tiba jantungnya berdetak kencang. Ia segera mengalihkan pandang, menghindari sorot berbahaya Kyuhyun.

"Paman Kyuhyun terlihat tampan. Minhyun merasa malu menatap wajah Paman Kyuhyun," lirih Minhyun yang seketika mengejutkan Sungmin dan menggegerkan tawa Kyuhyun. Benar, Kyuhyun tertawa. Benar-benar tertawa hingga sudut matanya berair.

"Aigo, sayang. Terima kasih atas pujiannya. Paman merasa tersanjung." Kyuhyun mengacak gemas puncak kepala Minhyun, sementara sang gadis cilik tersenyum lebar. Kyuhyun kembali tertawa, wajahnya reflek mendekat mengecup kening Minhyun.

Kyuhyun mengangkat bahu acuh tak berniat merisaukan naluri hatinya yang sejak tadi tampak mendorong dirinya untuk berkelakuan aneh. Tidak bisa dipungkiri bila pertama kali dirinya menemukan Minhyun bersama Sungmin. Otaknnya sontak mengguratkan prasangka yang cukup wajar.

Sebuah prasangka bila Minhyun memiliki ikatan darah dengannya. Ya, memang terlihat singkat dan terburu-buru. Namun, entah mengapa Kyuhyun begitu meyakini prasangkanya tersebut.

"Paman membawakanmu hadiah," seru Kyuhyun antusias sambil melambaikan kantong plastik yang tergenggam di tangan kiri ke wajah Minhyun. Sepasang bola kembar Minhyun bergulir cepat, begitu berbinar saat mengetahui isi dari kantong plastik tersebut.

"Cokelat!"

"Ya, Cokelat. Minhyun menyukainya, heum,"

Kepala Minhyun mengangguk antusias, tangannya bergegas terangkat hendak meraih kantong plastik itu sebelum sebuah tarikan yang cukup kasar menghempas tubuh kecilnya ke sisi kiri.

Minhyun mendongak begitu pula dengan Kyuhyun yang beranjak dari posisinya, menatap Sungmin dalam diam.

"Mommy~,"

"Lekas masuk ke dalam kelas, Minhyun." Titah Sungmin tegas mempedulikan rengekan Minhyun. Bola mata Minhyun perlahan berkaca, ia kemudian merengkuh perut Sungmin, menyapukan wajah yang mendadak berubah muram ke perut Sungmin.

"Mommy, Minhyun suka cokelat," lirih Minhyun mencoba membujuk sang ibu. Sungmin menghela napas berat berusaha mempertebal sikap kerasnya terhadap Minhyun. Tidak mengizinkan rintihan sang putri meleburkan hatinya.

"Tidak. Cokelat tidak baik untuk pertumbuhan gigimu. Lekas masuk."

"Mommy, bahkan selama ini Minhyun sudah tidak pernah makan cokelat." Minhyun masih berusaha. Namun, rupanya kepekatan hati Sungmin jauh lebih kuat mengontrol dirinya ketimbang rengekan Minhyun yang sejujurnya begitu ampuh bagi dirinya.

Benar. Sesungguhnya, Sungmin memang begitu lemah akan Minhyun. Tak pernah sekalipun menghendaki wajah sang putri bermuram durja maupun mengkerut pedih. Tidak akan pernah tahan bila mendapati Minhyun merengek hingga menangis. Sungmin senantiasa akan melakukan apapun demi menjaga lekukan indah di bibir Minhyun.

Tetapi, lain halnya dengan hari ini. Sungmin dengan berat hati harus mengesampingkan perasaannya sejenak demi menghancurkan kedekatan Kyuhyun dengan Minhyun. Dia tidak ingin kebenaran yang tersembunyi sejak 5 tahun silam diketahui Kyuhyun.

Sungmin tidak ingin Kyuhyun mengetahui siapa sebenarnya Minhyun.

"Mommy, bel sekolah belum berbunyi,"

"Lee Minhyun." Sungmin pada akhirnya meninggikan nada suaranya dan serentak mengejutkan Minhyun. Minhyun merunduk, mengerat bibir bawah kemudian menghentak selingkar lengan dari perut Sungmin.

"Mommy jahat!" teriak Minhyun kesal sambil berlalu dari hadapan Sungmin. Sungmin kelimpungan, tangan kanan terangkat membekap bibir tak mengira bila dirinya begitu sampai hati membentak Minhyun setajam itu.

Sungmin tidak bermaksud, bentakan itu spontan terlafal dari bibirnya. Sungguh, Sungmin sama sekali tak berniat menyakiti hati Minhyun. Kini Sungmin dirundung perasaan gelisah, iris foxynya sedikit mengabur ketika punggung kecil Minhyun yang mulai tersapu bangunan sekolah sekilas menyapa pandangan.

"Maafkan, Mommy sayang," bisik Sungmin penuh sesal.

Kyuhyun mengusap tengkuk lalu berdehem ringan hendak mengalihkan Sungmin dari rasa bersalahnya. Dan rupanya berhasil saat orbs tajam Kyuhyun sekilas mendapati punggung Sungmin yang menegang samar.

"Rupanya kau sosok ibu yang cukup keras terhadap putrinya, heum," kata Kyuhyun memulai perbincangan. Ia menurunkan pandang, menatap sepasang telapak tangan Sungmin yang mengepal erat.

"Kau puas." Geram Sungmin tanpa membalik tubuhnya. Kyuhyun terdiam, menanti rajutan kata selanjutnya. Sungmin membuang napas kasar, mendapati kebisuan Kyuhyun ia beranjak mengokohkan hati menghadapi Kyuhyun.

"Kau puas mendapati pemandangan tadi, heum," lanjut Sungmin sembari menekan setiap kata yang terucap. Kepala Kyuhyun menggeleng pelan, sorot tajamnya tiba-tiba berubah sendu.

"Apa yang kau katakan_."

"Untuk apa kau kemari!"

Kyuhyun menghela napas berat, sekilas ia mengalihkan pandang mencoba menyemukan getar hati yang sesungguhnya sedikit terkoyak akibat sorot tajam Sungmin yang secara tidak langsung begitu menyesali kehadirannya.

Kyuhyun mengangkat kantong plastik yang masih tergenggam di tangan kiri kehadapan Sungmin. "Aku hanya ingin memberikan cokelat ini pada Minhyun. Bukankah suatu tindakan yang wajar," ucap Kyuhyun santai meredamkan getar berat yang menindih hati.

Sungmin memiringkan kepala, lekuk tidak percaya terlukis disepanjang garis bibirnya. "Suatu tindakah yang wajar? Apa maksud dari perkataan itu? Kau sedang mengigau, hah! Bagaimana bisa mengucapkan kalimat itu dengan mudah bila kenyataan kau sama sekali tidak memiliki suatu ikatan apapun dengan Minhyun."

Kyuhyun menggelengkan kepala, suara kekehan ringan menyatukan alis Sungmin. Pria cantik itu mengerut bingung mendapati tingkah abnormal Kyuhyun. "Aku harap kau tidak melupakan ini, dear_,"

Kaki jenjang Kyuhyun terangkat, menapaki aspal berderap mendekati Sungmin. Sungmin menajamkan pandangannya, jantungnya sedikit berdetak kacau saat mendapati niatan Kyuhyun yang hendak menghancurkan sekat diantara mereka.

Kyuhyun berhenti tepat dihadapan Sungmin, tubuhnya kemudian merunduk menyamakan posisi wajah mereka. "_bila aku jauh lebih mengenal dirimu ketimbang dirimu sendiri. Akan berbuah sia-sia, jika kau berniat terus menyembunyikan kebenaran itu dariku," sambungnya.

Sungmin tersentak, tubuhnya menegang dengan binar foxy yang membulat resah. Sudut bibir Kyuhyun kembali tertarik, meski samar. Jemari tangan terulur, mengusap lingkar cincin emas putih di jari manis Sungmin.

"Pernikahan kalian masih terhitung 2 tahun, sedang umur Minhyun telah menginjak angka 5. Tanpa bersusah payah melakukan test DNA pun, aku sudah lebih dari tahu akan identitas Minhyun yang sebenarnya."

"Cho Kyuhyun berhenti membual!" sergah Sungmin cepat usai menyentak usapan jemari Kyuhyun dari tangannya. Salah satu alis Kyuhyun terangkat, kekehan ringan lantas menaungi tubuh yang kembali menegak. Kyuhyun melesatkan sepasang tangan ke saku celana bahannya.

"Siapa disini yang membual, dear?" sindir Kyuhyun. "Baiklah. Tampaknya aku harus melakukan test DNA." Kyuhyun mengusap dagu, sepasang bola mata mengedar menyusuri wajah Sungmin. "Agar kebenaran yang terucap di bibir, tak selalu terelak dengan kalimat 'bualan'." Kyuhyun menekan untaian kalimat terakhir dengan satu seringaian elok.

Dada Sungmin sedikit tersenggal menahan buncahan amarah serta debar hangat yang tidak ia kehendaki keberadaannya yang serentak mengacaukan kaisan oksigen di lubang hidung hanya karena suara berat Kyuhyun serta ulasan senyum menyebalkan di sudut bibir Kyuhyun. "Aku seorang pria," cicit Sungmin tiba-tiba, masih berusaha mengokohkan tekad hatinya untuk selalu menutupi identitas Minhyun dari Kyuhyun.

Sungmin menunduk, mengedarkan pandangan bodoh di tanah. Sementara Kyuhyun menyatukan alis, merasa ambigu dengan lontaran tiba-tiba Sungmin. "Lalu?" tanya Kyuhyun mempertegas perasaan bingungnya sekaligus menyudutkan Sungmin.

Sungmin memejamkan mata, geratan gigi sekilas mengerat bibir bawahnya. Sepasang tangan yang terjatuh disisi tubuh bergerak gusar meremas kain mantel creamnya. "Sebaiknya kau tidak terlalu berharap. Aku seorang pria dan entah bagaimanapun caranya seorang pria tidak mungkin bisa mengandung. Jadi, aku mohon jangan terlalu berkeyakinan bila Minhyun itu putrimu."

Wajah Sungmin terangkat dengan sorot foxy yang menghujam dingin. Kyuhyun mengalihkan pandang, menghela napas sebentar kemudian melempar kantong plastik yang tergenggam di tangan kiri ke kursi panjang berwarna putih yang terletak disisi tubuhnya.

"Ya, kau seorang pria," sahut Kyuhyun sambil menghempas kaitan kancing jas cokelatnya kemudian menguak ujung jas kesisi tubuhnya. "Dan seorang pria tidak bisa mengandung, right." Kyuhyun menekan kalimatnya. Sungmin mendadak resah, tanpa sadar sepasang kaki bergerak mundur berusaha menghindari sorot tajam Kyuhyun dan gerakan pria tampan itu.

"Baik, mari kita buktikan perkataanmu itu." Tegas Kyuhyun yang semakin membuat jantungnya bertalu resah. Sungmin sontak terpekik kaget saat Kyuhyun dengan cepat meraih tubuhnya dan merengkuhnya dengan erat.

Tentu saja, Sungmin memberontak. "Apa yang kau lakukan?! Lepaskan aku!" bentak Sungmin sembari merenggangkan sepasang lengan atas yang terselimuti lengan Kyuhyun dari belakang. Jantung Sungmin semakin menggila, begitu punggung merasakan dada bidang Kyuhyun.

Sungguh, punggungnya menempel ketat dengan dada Kyuhyun. Sekat diantara mereka benar-benar telah lenyap. "Cho Kyuhyun! Lepaskan aku! Kau tuli, hah!" jerit Sungmin frustasi disaat Kyuhyun sama sekali tak mengindahkan berontakannya. Pria maskulin itu hanya membisu di belakang tubuh Sungmin sembari bergerak tenang menguak ujung kemejanya usai melepaskan kancing mantel Sungmin.

"Kurang ajar! Kau mau apa! Mengapa membuka_,"

"Bisakah kau menjelaskan tentang garis vertikal di perutmu ini, dear." Sungmin seketika sunyi, tubuhnya menegang bersama sapuan jemari Kyuhyun disepanjang garis vertikal yang terletak di bawah pusarnya.

"Masih ingin mengelak," bisik Kyuhyun lembut setelahnya menyapukan ujung hidung disepanjang sisi wajah Sungmin. Napas Sungmin semakin tersenggal, dengan seluruh tenaga yang tersisa diambang getaran hatinya. Sungmin sontak menghentak lingkaran lengan Kyuhyun dari tubuhnya dan menjauh beberapa petak dari posisi Kyuhyun.

Kyuhyun mengulas satu senyuman samar saat menilik roman kesal yang terukir jelas di wajah Sungmin. Sungmin menundukkan kepala, dengan cepat ia merapikan ujung kemejanya dan mengancingkan kembali kancing mantelnya seperti semula.

"Ah, aku sempat mendapati interaksi kalian tadi. Sungguh sebuah keluarga yang tampak harmonis. Manis sekali." Kicau Kyuhyun hendak mengalihkan topik perbincangan mereka.

Tidak perlu mendapati pernyataan Sungmin, bukti tersebut sudah cukup ampuh bagi dirinya. Sungmin perlahan mendongak, menatap Kyuhyun. "Ya, keluarga kami memang tampak harmonis dan bahagia. Maka dari itu, pergi dari hidup kami dan jangan mencoba untuk mengacau!" geram Sungmin.

Kyuhyun menyipitkan mata, kepala menggeleng dua kali. "Sebuah permintaan yang sangat konyol, dear," ulas Kyuhyun tenang.

Sungmin menggeram jengah, jemari tangan terangkat mengerat surai pirangnya. "Berhenti memanggilku dengan sebutan itu, Cho Kyuhyun! Semua sudah berubah. Aku sudah menikah!"

"Aku tidak peduli!"

"Mengapa begitu sulit? Hanya pergi dan jangan mengganggu kehidupan kami. Minhyun sudah bahagia dengan kehidupannya. Donghae sangat menyayangi Minhyun. Kau tak perlu cemas. Sungguh, aku mohon jangan mempersulit keadaan, Kyuhyun."

Sungmin melemah, pada akhirnya ia meluruh tidak lagi menyeruakan bentakannya. Masih terlukis jelas di hati dan ingatannya akan tabiat Kyuhyun yang tidak akan bergeming bila membalasnya dengan bentakan pula. Sungmin menangkup tangan, mencoba peruntungannya.

Memang benar, Kyuhyun sedikit bergetar. Tak kuasa menatap rintihan Sungmin. Tetapi, hentakan cintanya yang meluruh pedih menguatkan tekad Kyuhyun. "Maaf, sayang. Maaf, aku tidak bisa. Aku tidak bisa melepaskanmu. Aku mencintaimu, masih sangat mencintaimu,"

Buliran air mata yang tergenang di sudut mata kini meluruh, melinangi pipi tanpa isakan. Sedikit banyak iapun merasakan hal serupa. Dia tahu bagaimana pesakitan Kyuhyun dan sesungguhnya dirinya pun masih menyimpan perasaan itu. Namun mengingat kejadian waktu lalu serta ketulusan Donghae, hatinya serentak berhenti ditebing jurang yang selalu menyudutkan keberadaanya.

Sungmin dirundung perasaan dilema, perasaan bingung dan sakit yang tiada berujung.

Punggung tangan Sungmin menyapu lubang hidung, kemudian jemari tangannya bergerak mengusap bulir air mata dengan gerakan cepat. "Dulu kau bisa meninggalkanku. Dan seharusnya sekarang kau dapat melakukannya kembali." Sungmin sejenak terdiam, menarik napas dalam dan menghembuskannya secara perlahan.

"Lakukan seperti apa yang kau lakukan dulu, Kyuhyun. Hanya lakukan seperti dulu," lanjut Sungmin dengan sorot foxy yang mengabur kacau. Ia menekan dada, kemudian berbalik. Melangkah pergi meninggalkan Kyuhyun yang terdiam di posisinya.

Menilik punggungnya dengan sorot tajam yang tak terartikan. Seulas senyum indah yang tampak mengiris hati terlukis di sudut bibirnya. "Kau masih menyimpannya, Sungmin. Kau masih menyimpan perasaan itu." Kyuhyun mengalihkan pandang, menatap jalan raya yang terbayang beberapa petak dari tempatnya.

Kyuhyun menoleh menatap punggung Sungmin sekali lagi, kemudian mengais langkah mendekati zebra cross. Meniti langkah, menyusuri garis zebra cross tanpa menghiraukan lampu lalu lintas dan teriakan kacau beberapa orang disekitar trotoar.

Semua tampak berlalu dengan cepat begitu sebuah besi menghantam tubuhnya dan mengaburkan kesadarannya. Teriakan yang semula sudah mencekam, kini tampak melagu kacau, begitu riuh hingga mampu menghentikan langkah Sungmin.

Sungmin mengerutkan kening, jemarinya terangkat bergerak cepat mengusap linang air mata yang kembali melintasi pipinya lalu berbalik menatap kekacauan yang tercipta disepanjang zebra cross. Seolah terkena tamparan yang begitu menyengat kesadarannya, Sungmin sontak mengalihkan pandang menatap posisi Kyuhyun yang sudah tampak lenggang. Kemudian berlalu pada mobil Audi hitam Kyuhyun yang ternyata masih berada di tempatnya.

"Tidak. Kyuhyun!"

Sungmin serentak berlari ke arah kerumunan yang menggilas debaran kacaunya. Langkah kaki tampak kesetanan, sepasang tangan kemudian terulur membelah paksa lautan manusia itu. Ia tersentak, tubuhnya menegang pias begitu mendapati sang korban kecelakaan.

Sungmin lantas bersimpuh dihadapan Kyuhyun, tangan bergetarnya bergerak meraih kepala Kyuhyun yang berlinangkan darah ke pangkuannya. "Kyu, Kyuhyun," lirih Sungmin bergetar sambil menepuk pelan pipi Kyuhyun.

"Aku mohon bertahanlah. Aku mohon." Sungmin menggigit kasar bibir bawahnya. Bulir air mata kembali membasuh wajahnya. "Siapapun aku mohon lekas panggil ambulance. Cepat hubungi ambulance!" teriak Sungmin lemah yang sontak menyentak keterdiaman mereka.

Sungmin mengeratkan rengkuhannya, isakannya melagu bersama sapuan rasa bersalah yang kian menggerogoti hatinya. Perlahan tangan Kyuhyun bergerak, mengerat jemari Sungmin yang membasuh wajahnya. Kelopak mata yang tertutup, perlahan terbuka.

Kyuhyun menatap Sungmin, meski samar lekuk wajah Sungmin mampu menggertakan hatinya, mengulaskan satu lekuk lega. "Aku tahu kau masih mencintaiku, dear. Kau masih menyimpannya untukku," gumam Kyuhyun sebelum benar-benar terjatuh tidak sadarkan diri.

*Should Be*

Sungmin tersadar dari keresahan hatinya begitu telinga mendengar suara derak pintu ber-frame bening itu. Seorang pria paruh baya berbalutkan jas putih panjang menjadi tempat pertama kaisan langkahnya.

"Anda sanak saudara Tuan Kyuhyun?" tanya si pria paruh baya lebih dulu, terpaksa mendorong untaian tanya Sungmin. Sungmin terdiam, binar foxynya mengedar ke sisi kanan, tampak berpikir sejenak kemudian mengangguk pelan.

"Heum. Tuan Kyuhyun baik-baik saja. Beliau sama sekali tidak mengalami cidera. Hanya beberapa goresan di sepasang siku tangan dan di sudut kiri kepala Tuan Kyuhyun,"

"Lalu, bagaimana dengan darah yang terus berlinang dari belakang kepalanya, uissa?"

"Tidak perlu cemas, nona. Sobekan yang terdapat di kulit kepala Tuan Kyuhyun tidaklah lebar, hanya membutuhkan tiga jahitan. Selebihnya baik-baik saja. Mengenai system saraf otak dan sebagainya, mereka masih dalam keadaan normal."

Sungmin menunduk mengucap terima kasih dengan ramah serta mempersilakan sang dokter untuk berlalu dari hadapannya secara sopan meskipun dirinya sedikit dongkol akibat dari salah sebut gender. Memang tak jarang, namun Sungmin masih merasa tidak terima.

Sungmin melongokkan kepala, menatap Kyuhyun yang samar terlihat dari pintu kaca tersebut. Ia merundukkan penglihatan, menatap ponsel Kyuhyun yang tergenggam di tangan kanan. Ponsel yang memang sengaja ia sita dari saku celana bahan Kyuhyun demi menghubungi keluarga si korban.

Tetapi, tampaknya Sungmin tidak menemukan satu pun nomor yang menjelaskan tentang keluarga Kyuhyun. dirinya malah disuguhkan dengan nomor sang suami. Sungmin hanya menemukan nomor Donghae beserta tiga jajaran nomor tidak dikenal. Dan sialnya, tiga kontak nomor tersebut dilindungi oleh kunci password.

Hela panjang terlontar dari celah bibirnya, Sungmin pada akhirnya terpaksa melangkah masuk ke dalam ruang rawat Kyuhyun.

Kyuhyun mengalihkan pandang, mengulas satu lekuk hangat ketika tubuh Sungmin yang tampak resah diambang pintu menyentak kesadarannya. Dengan perasaan kikuk bercampur bimbang, Sungmin berusaha menyentakkan kaki yang tiba-tiba memberat untuk melangkah mendekati ranjang Kyuhyun.

Sungmin membuat sekat dengan menyisakan tiga petak marmer lantai dari ranjang Kyuhyun. Tangan kanan yang tengah menggenggam ponsel Kyuhyun kemudian terulur ke arah Kyuhyun.

"Maaf telah lancang mengambil ponselmu tanpa persetujuan darimu. Aku hanya ingin menghubungi keluargamu. Tapi, aku sama sekali tidak mendapati nomor keluargamu di ponsel ini," jelas Sungmin tanpa menghiraukan tatapan Kyuhyun.

Kyuhyun tersenyum menelisik tubuh Sungmin dan terjatuh pada guratan merah yang tampak mulai mengering, mengotori mantel Sungmin. Hati Kyuhyun berdesir hangat, samar-samar ingatan tentang insiden percobaan bunuh dirinya yang lebih mengerucut kepada pembuktian atas perasaan Sungmin kepada dirinya beberapa waktu lalu mendadak semakin memperkokoh niatan hatinya yang hendak menarik Sungmin kembali ke dalam hidupnya.

"Untuk apa bersusah payah mencari nomor kontak keluargaku bila kenyataannya aku lebih membutuhkan kehadiranmu ketimbang kehadiran mereka, dear," jawab Kyuhyun setelah sepersekian detik membisu. Sungmin beralih menatap Kyuhyun, sinar foxynya menghujam Lelah.

"Aku mohon, berhentilah membual Kyuhyun. Lekas hubungi keluargamu. Kau harus segera menyelesaikan administrasi rumah sakit dan aku sama sekali tidak berhak dengan urusan itu. Lagipula, aku harus bergegas kembali ke sekolah Minhyun. Bagaimana bila Minhyun sudah pulang dan mencariku?"

Kyuhyun perlahan bangkit dari rebahannya, menyandarkan punggung ke head bed. "Baiklah, kemari,"

Sungmin mengerut curiga, ia tetap berdiam diri di tempat tak menghiraukan intruksi Kyuhyun. Kyuhyun terkekeh dalam hati, perilaku Sungmin yang mulai tampak melunak tetapi masih terbayang akan keengganan yang dia paksakan terlihat begitu menggemaskan dimatanya.

"Ponselnya," sambung Kyuhyun kemudian. Tanpa sadar Sungmin mengerjap mengerti dan tingkah imut tersebut pun tak luput dari mata Kyuhyun. Sungmin mengulurkan ponsel Kyuhyun dengan gerak kaki yang tak terasa berderap mendekat.

Diam-diam Kyuhyun mengintai pergerakan Sungmin, begitu terlihat cukup dekat. Dengan cekatan Kyuhyun meraih tangan Sungmin dan membawa tubuh sang kekasih ke dalam pelukannya. Sungmin terkesiap, sepasang tangan kemudian mendorong dada Kyuhyun hendak melepaskan diri.

"Cho Kyuhyun! Apa yang kau lakukan! Lepaskan aku!" teriak Sungmin kesal. Kyuhyun berdecak pelan, lengannya semakin mengerat pinggang Sungmin. "Mengapa sejak tadi selalu melontarkan pertanyaan 'Apa yang kau lakukan', hn? Tentu saja aku sedang memelukmu," ujar Kyuhyun santai.

Sungmin tanpa sadar memukul dada Kyuhyun, gerak reflek yang selalu dirinya lakukan apabila Kyuhyun tengah menjahilinya ketika mereka masih menjalin suatu hubungan beberapa waktu lalu. Rona merah tersapu samar di pipi Sungmin, menandakan bila sang empu benar-benar kesal.

"Ck. Kau pikir ini sebuah guyonan! Bagaimana bila ada yang melihat?! Ini di rumah sakit, Tuan Cho!"

Kyuhyun melihatnya, sikap dasar Sungmin kembali ke permukaan. Benteng yang tampak terpahat kokoh namun begitu renta sejengkal lagi dapat ia runtuhkan. Dan tidak lama lagi, Kyuhyun akan kembali mendapatkan hati Sungmin.

Tangan Kyuhyun bergerak mengusap pinggang Sungmin, berusaha menyurutkan berontakan Sungmin. Seolah telah memahami setiap jengkal tubuh sang kekasih, Kyuhyun pada dasarnya memang sudah begitu hafal akan diri Sungmin sekalipun telah terpisah berapa tahun lamanya.

Terbukti, berontakan Sungmin kian melemah. Kini dirinya justru terpaku ke dalam sorot tajam Kyuhyun yang selalu berhasil melumpuhkan saraf tubuhnya. Seulas lekuk miring terukir samar di sudut bibir Kyuhyun. Wajah Kyuhyun sedikit terdorong ke depan, hidung mereka nyaris bersentuhan.

"Cium aku, maka aku akan melepaskanmu," rayu Kyuhyun dusta. Memang dia sedang berdusta, Karena seorang Cho Kyuhyun tidak akan pernah melepaskan Sungmin meski nyawa serta ikatan persahabatan yang harus ia korbankan. Kyuhyun tidak peduli.

Sungmin termangu, desau napas Kyuhyun sedikit banyak mengaburkan kesadarannya. "Kau gila," bisik Sungmin sambil menunduk. Tak kuasa menatap sorot kelam Kyuhyun terlalu lama. Kyuhyun terkekeh, lengan tangan bergerak, menekan tubuh Sungmin ke arahnya.

"Ya, aku memang sudah gila. Dan akan lebih gila lagi bila aku tidak dapat membawamu kembali,"

"Kyu_,"

"Bukankah kita sudah lama tidak melakukannya, heum. Aku merindukanmu," untai Kyuhyun sebelum mengecup pelan bibir Sungmin. Membungkam protesan Sungmin dan meleburkan segala niatan berontakannya. Tubuh Sungmin mematung, benar-benar terpasung akan lumatan lembut yang memang sudah sangat lama tidak ia kecap sensasinya.

Sungguh berbeda, meskipun Sungmin pernah mendapatkannya dari Donghae. tetap saja, ruaman panas yang tercipta berbanding jauh dari debaran hangat yang ia dapatkan dari Kyuhyun. Tak dapat dirinya pungkiri, sesungguhnya Kyuhyun masih begitu pelak mendominasi relung hatinya.

Kendati kembali memberontak sebab lintasan status yang terikat di jari manis. Sungmin justru semakin tenggelam, turut mengecap nikmatnya lumatan rindu yang sudah lama terbuang di sudut hati yang mengkerak gelap. Jemari tangan Sungmin mengerat pakaian rumah sakit Kyuhyun, tubuh yang semula menegang takut mendadak bertumpu ke dada Kyuhyun.

"Nghm." Kyuhyun tersenyum menang. Sejak awal ia sudah menduga ini, Sungmin tidak akan semudah itu melupakannya dan melepaskan perasaan itu dari hatinya. Mengingat cinta pertama Sungmin terjatuh kepada dirinya. Dan mengingat pula akan ketulusan perasaan Sungmin kepadanya.

Bila mengingat hal itu, terkadang Kyuhyun mencaci dan merutuki ketololannya atas ketakutannya akan ancaman yang terlontar dari bibir ayahnya. Sebuah ancaman yang bila dirinya turuti tetap akan terlaksana juga. Kyuhyun memang tidak mengetahui hal tersebut. Yang ia ketahui hanya segera bergegas keluar dari Korea demi menyelamatkan hidup sang kekasih, tidak mengetahui bila rupanya sang ayah tidak benar-benar memegang teguh lontaran janjinya.

Dan bila suatu saat nanti Kyuhyun mengetahui kenyataan tersebut, entah apa yang akan terjadi kepada ayahnya? Semoga saja kesadaran sebagai seorang putra masih mampu menahan hentakan amarahnya.

Kyuhyun memiringkan kepala berniat memperdalam kulumannya. Menghisap bibir bawah dan bibir atas Sungmin dengan gerakan sedikit rakus saat rasa yang terkecap membuai dirinya, nyaris menebas kesadarannya. Suara getar ponsel yang terletak di meja nakas tampak terhiraukan, tersamar dengan decak basah sang bibir.

"Nghmm…Akhmm," Sungmin spontan membuka kelopak mata yang terpejam begitu bibir bawah tergigit cukup tajam, ia yang hendak melayangkan protes pada Kyuhyun mendadak mematung shock saat bola mata tanpa sadar mengerling kea rah kaca ruang rawat Kyuhyun.

Sungmin sontak tersadar dari buaian Kyuhyun. Dengan sigap ia menyentakkan kepala ke belakang, menjauhkan bibir dari tawanan Kyuhyun. Kening Kyuhyun berkerut bingung. "Ada apa_,"

Belum sempat ia mengusaikan kalimat tanyanya, suara pintu yang terdorong menjauh mengalihkan pandangan Kyuhyun. Kyuhyun menghela napas berat sembari mengumpat dalam hati, sementara Sungmin tampak memucat pasi dengan getar gelisah yang memberontak tautan lengan Kyuhyun dari tubuhnya.

"Donghae,"

TBC

(Next Chapter)

"Aku mohon, Kyuhyun. Jangan menggoyahkan perasaanku. Donghae pria yang baik, aku tidak ingin menyakiti hatinya,"

"Maafkan aku, memang sebaiknya tidak seperti ini. Baiklah, mulai sekarang aku tidak akan memaksakan kehendakku lagi. Aku akan kembali pada batasanku, namun izinkan aku untuk selalu menemui, Minhyun,"

"Aku akan pergi ke Autralia selama 2 bulan lebih satu minggu. Bolehkah aku meminta bantuanmu,"

"Heum,"

"Tolong jaga Sungmin dan Minhyun selama kepergianku. Maaf telah merepotkanmu,"

"Oh, tidak masalah. Aku merasa tidak direpotkan,"

"Maaf, pagi-pagi sudah mengejutkanmu dengan kedatanganku. Aku hanya ingin memberikan bunga ini kepadamu,"