Minyoon Blank Space

Chapter 5

.

.

Happy Reading^^

.

.

.

"Jimin, ayo tidur denganku !"

"Haisssshhh~ kau tidur sendiri saja, Jungkook-ee. Untuk malam ini, jebal~"

"Aku tidak mau. Takut, ayo Jiminn~ ayo !" lengan kecil yang tenggelam di baju piyama bermotif micky mouse terus berusaha menyeret lengan besar Jimin, sang ayah.

Hhh~ begini jika ada Jungkook. Jangankan mau menggagahi Yoongi, baru mencium Yoongi saja si kecil sudah mengacaukan semuanya. Tadi itu Yoongi sedang horny dan hampir akan keluar jika Jungkook tidak menganggu mereka mungkin sekarang dia dan Yoongi... ah~ membayangkannya saja sudah membuat 'adik kecil'nya kembali mengeras.

Sekarang si kecil dan tatapan tajam Yoongi seolah menyudutkannya telak, Jimin ingin menuntaskan hasratnya tapi tangisan si kecil tidak tega ia dengar.

"Ck~ sudah sana bawa Jungkook pergi !" nah kan ! Nada bicara Yoongi kembali ketus. Si manis sudah terlanjur kesal, mana mau jika kegiatan panas mereka di lanjutkan ?

Yang ada ia akan membentak dan mengkuliti Jimin hidup-hidup.

"Dengar ! Yoongi tidak mau tidur denganmu, Jimin ! Kau bau belum mandi."

Jimin melirik sekilas pakaian yang ia pakai sekarang. Jungkook benar, ia masih memakai pakaian kantornya, belum sempat mandi tapi Jimin jamin ia tidak bau seperti kata Jungkook. Lagipula jika ia bau lalu kenapa Jungkook terus membujuk Jimin untuk tidur di kamarnya ?

"Yak ! Kalo aku bau ya sudah tidak usah tidur denganku !"

"Hueeeeeeee~ tidak mau. Tidak mau. Tidak mau. Pokoknya kau harus tidur denganku, tidak apa-apa kau bau juga aku tidak menciumnya, sungguh."

Srrroottt~

"Lihat ! Aku sedang flu. Kau wangi Jimin, wangi~ hmmm… seperti bayi, heheh~"

"Menjauh dariku !"

Jungkook tidak mau diam, menggesekkan hidungnya pada lengan Jimin sambil terus menyeret Jimin agar beranjak dari sana. Tadi itu dia sudah tidur dengan nyenyak bahkan sebelum jam makan malam Jungkook sudah lebih dulu terlelap bersama mommynya Jimin.

Niatnya Jungkook dan mommynya Jimin mau makan malam tapi tidak asyik jika hanya berdua, mereka mengajak Yoongi tapi tidak jadi. Yoongi masih sakit, mana mau di ajak makan malam, akhirnya mereka memutuskan untuk menunggu Jimin saja tapi yang ditunggu tidak datang juga, karena mengantuk keduanya memutuskan untuk berangkat tidur makan malamnya mereka tunda nanti saja.

Seokjin tidur menemani Jungkook tapi selang beberapa saat ia pindah ke kamarnya. Jungkook ditinggal sendirian jadilah si kecil terbangun karena mimpi buruk, lalu mendengar suara aneh dari kamar Yoongi membuatnya penasaran dan takut juga.

Pura-pura berani membuka pintu kamar Yoongi, jika ibunya sedang diserang maling ia kan bisa disebut pahlawan nantinya. Tapi kenyataannya yang Jungkook lihat adalah Jimin yang tengah menindih tubuh ringkih Yoongi dimana kondisi ibunya hampir telanjang. Dasar Jungkook~ selalu datang saat waktu yang salah...

"Jimiiiinnnn~ ayo ! ayo ! tidur denganku !" Jungkook masih dengan usahanya menarik ujung kemeja sang ayah. Yoongi sendiri lebih memilih tidur kembali, menarik selimutnya sampai menutupi kepala sambil mengumpat kecil. Jimin menghembuskan napas kasar lalu menatap wajah kantuk anaknya. Hidung si kecil terlihat merah itu artinya Jungkook benar-benar flu, Jimin kasihan juga apalagi ketika melihat kedua mata bulat yang mengerjap lucu, ingin tertutup tapi masih ingin terbuka.

Hhhh~ Jimin kalah juga.

"Baiklah~ aku tidur denganmu !"

"Yeaaaaayyy~ ayo tidur ! ayo tidur !"

"Ck~ kalian berisik ! tidur sana, keluar dari kamarku !"

"Yoongi, kau sedang sakit. Kata dokter di sekolahku orang sakit tidak boleh marah nanti sakitmu bertambah parah dan bisa saja mati."

"YAK !"

"Jungkook-ee bukankah kau mengantuk ? Ayo kita tidur saja."

Yoongi tadinya mau menjadikan Jungkook korban dari guling yang tengah ia pegang, untung saja Jimin lebih cepat membawa si kecil keluar dari sana. Jadilah pintu kayu yang menjadi korban dadakan si guling. Salah si kecil juga, bicara dengan nada polos di depan Yoongi tanpa tau arti dari ucapannya sendiri. Dasar~

"Jimin, Yoongi itu sakit apa ? Kenapa dia lebih sering marah akhir-akhir ini ?"

"Hanya demam biasa, tidak usah khawatir. Jja, lebih baik sebelum tidur kita berdoa untuk kesembuhan ibumu."

"Tidak mau. Nanti juga pasti sembuh sendiri, tiap Yoongi sakit aku tidak pernah berdoa tapi dia bisa sembuh, jadi untuk apa berdoa ? Seongsaem bilang doa itu biasanya untuk orang yang meninggal. Yoongi masih hidup, tidak perlu kita doakan."

"Hhh~ tidur saja sana ! Susah bicara denganmu."

"Tapi aku tidak mengantuk lagi. Kita mengobrol saja ya, Jimin ?"

"Yak ! Tutup matamu, Jungkook ! Dan berhentilah bicara !"

"Jimin, kau juga demam ya ?"

.

.

.

"Hatchiii~ hueeeeee~ rotiku jadi menjijikkan. Kenapa ingus ku selalu keluar saat aku bersin, Jimiiinnn~"

"Ck~ berisik ! Ini bersihkan hidungmu, bocah !"

"Aw~ Yoongi kau menekan hidungku terlalu keras. Aduh~ sakit..."

"Hhhh~"

Keluarga kecil Jimin tengah sarapan bersama pagi ini. Yoongi sudah mau dia ajak makan bersama sekarang. Meski satu roti tak habis ia makan setidaknya ada asupan gizi untuk perut ratanya.

"Aduh, mommy~ aku tidak bisa bernapas ! Hah~ hah~ hah~" Seokjin tengah memakaikan masker untuk cucu tercintanya. Tadi pagi Jungkook mengeluh sakit tenggorokan dan flu. Ini pasti ulah si kecil yang susah di atur. Seokjin sudah susah payah bangun pagi-pagi dan memasak untuk bekal Jungkook ke sekolah, ia tidak mau cucunya jajan sembarangan dan sakit. Padahal ia tidak tau saja jika bekal makan siang yang ia buat dengan cinta Jungkook berikan untuk Yugyeom. Teman sekelasnya.

Pagi sekali Jungkook menangis keras, ia pikir satu lubang hidungnya hilang. Ia kesulitan bernapas hanya sebelah saja. Sontak Jimin yang tidur di sampingnya menjadi korban pertama Jungkook di pagi hari. Ayahnya yang masih terlelap itu, Jungkook suruh mencari satu lubang hidungnya yang hilang. Hey~ mana ada satu lubang hidung menghilang ?

Jimin di antara setengah sadar atau tidak menurut saja dan malah balas berteriak, "Dimana terakhir kali kau meletakkannya ?"

Jungkook menangis semakin keras dan berhenti saat Yoongi menempeleng kepala Jimin lalu menyumpal mulut si kecil dengan dot.

Pagi yang merepotkan selalu terjadi jika si kecil sakit. Ckckck~

"Kau tidak usah sekolah saja, Jungkook-ee. Kita pergi ke dokter saja ya ?" Seokjin khawatir dengan kondisi cucunya, takut sakit si kecil semakin parah mengingat bagaimana hyperaktifnya Jungkook.

"Tidak mau. Taehyung pasti kesepian, kalo dia rindu padaku bagaimana ? Kasihan~"

Yoongi berdecak sebal mendengar jawaban dari mulut Jungkook, siapa juga yang akan merindukan bocah seperti Jungkook ? Selain dia, Jimin dan keluarga mereka tentunya. Bocah kecil bermata rubah itu pasti senang tidak ada yang mengikutinya lagi jika Jungkook tidak masuk sekolah.

"Kau itu memang keras kepala. Tapi ingat, jika kau merasa pusing atau hidung kecil mu itu hilang lagi cepat beritahu seongsaemmu dan suruh dia menelpon Jimin atau aku, mengerti ?"

"Hmmm~ aku mengerti."

"Jja, berangkat dengan ayahmu sana !" Yoongi menggendong tubuh kecil Jungkook lalu mencium wajah lucu anaknya, suhu tubuh Jungkook sedikit berbeda hari ini, Yoongi sama khawatirnya seperti Seokjin, jika ia tidak sedang dalam kondisi sakit ia pasti lebih memilih menunggu Jungkook saja seharian penuh di sekolah si kecil. Sayangnya tubuh Yoongi masih lemas.

"Yoongi, aku sangat mencintaimu. Jangan nakal pada mommy, kau sedang sakit sebaiknya tidur saja, ya ?"

"Kkkkk~ anak nakal. Kau menyuruhku tidur tapi kau sendiri tidak mau menurut padaku. Kau juga sakit."

"Yoongi~ maskernya sangat mengganggu, ugh~" Jungkook ingin mencium bibir Yoongi tapi mengingat ia memakai masker jadinya si kecil lebih memilih memeluk leher Yoongi. Yoongi hanya tersenyum lalu mengusap lembut surai si kecil dan mengantarkannya ke depan.

"Ayo kita berangkat, jagoan !" Jimin mengambil alih Jungkook dari gendongan Yoongi, mengecup kening ibunya Jungkook sekilas lalu membawa si kecil masuk ke dalam mobil.

Yoongi mengintip di balik kaca, masih berharap Jungkook mau istirahat di rumah saja.

"Jungkook ! Ingat pesanku, okay ?"

Jungkook hanya mengangguk lucu seraya membentuk tanda ok dengan tangan kecilnya, Jimin mengacak surai hitam si kecil dan beralih menatap Yoongi.

"Jim~ sempatkan waktumu untuk menelpon pihak sekolah, pantau kondisi Jungkook kita. Dan jangan terlambat menjemputnya, jika kau tidak bisa segera telpon aku !"

"Iya."

"Jangan hanya berkata iya saja tapi lakukan ! Jika tidak aku tidak mau bersamamu lagi."

"Ne... arraseo !"

Yoongi masih terlihat pucat, semakin pucat ketika Jungkook sakit. Tidak pernah berubah. Yoongi memang seperti itu mencemaskan Jungkook lebih dari nyawanya sendiri. Bahkan ia rela terbang dari Jepang ke Korea hanya karena Jungkook sakit dan ingin bertemu dengan Jimin. Sebelumnya ia menelpon Jimin dan menangis meminta dicarikan tiket pesawat ke Korea di waktu tengah malam.

Hhh~ sekasar apapun Yoongi ia sangat mencintai si kecil.

.

.

.

"Taehyung !" namja kecil yang baru turun dari mobil hitam itu menoleh ke asal suara, mengernyit bingung mendapati namja seusianya dengan wajah tertutup masker.

"Jungkook-ee ?"

"Hi !"

"Kau aneh. Suara mu juga."

"Ekhem~ ekhem~ Taehyung~ Taehyung~ Taehyuuunngg~ uhuk~ uhuk~ apa masih aneh ?"

"Kau sakit ?" tangan kecil Taehyung menyentuh dahi Jungkook. Kepalanya mengangguk-angguk kecil seakan berhasil mendeteksi penyakit temannya hanya dengan menyentuh dahi saja.

Ia menarik tangan Jungkook lembut tanpa mendengar celoteh namja kecil yang ia seret secara halus.

"Taehyung, kelas kita disana !"

"Ikut saja !"

Kaki-kaki mungil keduanya terus melangkah beriringan melewati kelas yang biasa mereka tempati. Menimbulkan tatapan aneh seisi sekolah, biasanya kedua bocah itu memang akan masuk ke kelas dengan bergandengan tangan tapi sambil menangis bukan seperti sekarang, terlihat akur dan lucu.

Taehyung berbelok di ujung koridor, berhenti tepat di depan sebuah pintu bertuliskan ruang kesehatan. Guru yang berjaga disana tersenyum menghampiri dua bocah yang sudah terkenal dengan aksi kejar-kejaran mereka.

"Ada apa ?" guru itu berjongkok mensejajarkan tubuh tingginya dengan dua bocah di depannya.

"Lee seongsaem, Jungkook sakit." Taehyung mendorong tubuh Jungkook cukup keras, hingga membuat tubuh gurunya terhuyung ke belakang dengan tubuh Jungkook dalam dekapannya.

"Aw~ Taehyung ! Kenapa kau mendorongku ?"

"Aku takut tertular."

"Kau jahat !"

Jungkook merenggut kesal, kedua bola mata si kecil mulai berkaca-kaca tanda jika ia akan menangis. Ia sudah sangat senang tadi ketika Taehyung menggandeng tangannya, Jungkook pikir mereka akan membolos hari ini dan menghabiskan waktu berdua. Tapi semua harapannya hilang. Ingatkan Jungkook jika usianya masih sangat kecil untuk berpikir seperti itu.

"Haisshh~ sudah jangan bertengkar ! Kau sepertinya memang sedang sakit ya, Jungkook-ee ? Jja, kita masuk !"

"Taehyung juga, suruh dia ikut denganku, Lee seongsaem !"

"Tidak mau. Aku mau belajar dengan Park seongsaem."

"Tidak boleh. Kau harus ikut denganku !"

"Aku tidak mau."

"Hueeeee~ Lee seongsaem. Taehyung jahat, ayo suruh dia ikut !"

"Tidak mau, hueeeee~"

Guru muda itu memijat pelipisnya, tadi ia sudah berpikir lain menyimpulkan jika kedua bocah itu sangat lucu dan menggemaskan jauh dari kata merepotkan seperti yang orang bilang. Itu tadi, sekarang ia menarik kesimpulan yang ia buat sendiri lebih setuju dengan pendapat yang sudah ada.

Tangan Jungkook berusaha menarik ujung seragam Taehyung, mengajak namja yang ia sukai itu untuk ikut masuk ke dalam. Taehyung menolak mencoba menyingkirkan tangan Jungkook dari ujung seragamnya tapi tetap saja tidak mau lepas.

"Ayo~ ikut aku, Taehyung. Hiks~"

"Tidak mau, Jungkook-ee. Aku tidak mau."

"Aigooo~ jadi tidak ada yang mau permen lollipop ?"

Keduanya berhenti menangis lalu menoleh pada guru muda sekaligus dokter di sekolah mereka. Tanpa di suruh keduanya langsung masuk ke dalam dan mengambil lollipop dari tangan guru tampan tersebut.

"Anak pintar. Nah sekarang, Jungkook-ee kau ikut aku sebentar dan kau Taehyung duduk saja disitu."

"Ne, seongsaemnim." kompak sekali. Padahal tadi siapa yang merengek tidak mau ikut masuk ?

.

.

.

Tok~ tok~ tok~

"Masuk !"

" , ada yang ingin bertemu denganmu !"

"Ck~ siapa ? Kau tau bukan aku sedang sibuk, suruh dia menunggu satu jam lagi !"

"Tapi dia mengancam akan berteriak di depan gedung dan menghancurkan semuanya, dan maaf dia sudah memulai dengan memecahkan vas bunga ketika aku menyuruhnya menunggu."

Jimin menghentikan tangannya yang sedari tadi terus bergerak menandatangani beberapa dokumen penting, beralih menatap sang sekretaris dengan raut wajah kesal. Tamu macam apa itu ?

"Merepotkan sekali. Kau bertanya siapa namanya ?"

"Dia hanya mengatakan jika dia adalah... mmm~ istri anda." menjeda beberapa saat dan berujar lirih di ujung kalimatnya. Siapapun tidak akan percaya jika selama ini presdir tampan mereka sudah memiliki seorang istri terlebih lagi dia... namja ?

"Oh~ sial ! Aku lupa bertanya kondisi Jungkook. Suruh dia masuk, cepat !"

Jimin segera meraih gagang telepon dan mendial nomor sekolah Jungkook begitu sekretarisnya keluar dari sana. Ia menutup kembali teleponnya setelah mendapat respon dari pihak sekolah, cukup lega juga mendengar Jungkook baik-baik saja dan sedang diijinkan beristirahat di ruang kesehatan.

Cklek~

"Ganti sekretarismu dengan yang lebih berotak sedikit, Park !" Yoongi mengomel tidak jelas setibanya di ruang kerja, Jimin. Tanpa di suruh ia merebahkan tubuhnya di atas sofa panjang. Keringat mengucur dari wajah manisnya, bibirnya juga pucat. Harusnya Yoongi istirahat saja di rumah, kenapa harus kemari ?

"Kau masih sakit. Kenapa tidak di rumah saja ?"

"Aku hanya memastikan kau tidak terlalu sibuk bekerja dan melaksanakan tugasmu menjaga Jungkook."

"Tapi aku memang sibuk, setelah ini aku ada rapat penting."

"Kau selalu menganggap penting semua pekerjaanmu. Tapi Jungkook lebih penting, ingat itu !"

"Aku tau. Aku sudah menelpon pihak sekolah, mereka bilang Jungkook sedang beristirahat di ruang kesehatan."

"Jungkook-ee ku yang malang. Aduh~ kepalaku pusing, Jimin. Kita harus menjemputnya sekarang."

"Dia baik-baik saja, Yoongi. Sebaiknya kau juga khawatir pada dirimu sendiri."

Jimin meninggalkan meja kerja, menghampiri Yoongi yang tengah duduk di sofa sambil memegangi kepala. Anak dan ibu sama saja. Sudah tau sakit, tapi tidak mau sekedar berbaring seharian di ranjang atau pergi ke dokter.

Jimin juga tau, Yoongi datang bukan hanya khawatir pada Jungkook tapi ingin berada di samping Jimin. Mengingat bagaimana sikap Min Yoongi yang akhir-akhir ini berubah manja.

"Jim~ dingiinn~" kan Jimin bilang apa, Yoongi melingkarkan tangannya di pinggang Jimin. Lucu. Tingkah Yoongi ketika sedang sakit. Melebihi Jungkook. Kekanakan dan manja.

"Sudah kubilang bukan, sebaiknya kau istirahat di rumah." Jimin mengusap punggung rapuh Yoongi, menaruh dagunya di kepala Yoongi sambil sesekali mencuri ciuman disana.

"Jungkook. Aku ingin menjemput Jungkook. Ayo, Jim~ kita berangkat ke sekolah Jungkook saja, ya ?"

"Hhh~" Jimin hanya bisa menghela napas, Yoongi itu sosok yang tidak bisa di bantah. Bukan karena galaknya. Itu sudah pasti. Tapi wajah merajuk yang tengah ia pasang sekarang selalu berhasil meluluhkan hati Jimin. Siapa juga yang akan mau menolak jika Min Yoongi sedang dalam mode manis sambil mempoutkan bibirnya lucu ?

Yoongi yang sangar layaknya macan betina mempunyai sisi manis di mata Jimin. Hanya pada Jimin. Wajar saja jika Jimin rela di perbudak sedemikian kejamnya oleh Yoongi. Toh Jimin selalu mendapat 'bonus' juga kan nantinya.

Cup~

Mencium bibir Yoongi sekilas dan Jimin rasa demam Yoongi semakin parah dari hari sebelumnya. Panas. Bibir Yoongi terasa menyengat.

"Baiklah~ kita akan menjemput Jungkook sekarang. Tapi kau harus berjanji satu hal padaku, okay ?"

"Apa itu ? Jika tentang bergulat di ranjang seharian, aku tidak mau. Lebih baik aku mencari suami lain yang bisa sedikit menahan hormonnya."

"Ck~ kenapa yang ada di otakmu itu hanya tentang ranjang saja ?"

"Karena kau bajingan mesum."

"Ey~ aku sakit hati, Yoon." Jimin meringis sambil memegang dadanya, berpura kesakitan. Yoongi berdecih sebal dan mencubit gemas pinggang Jimin.

"Aduh~ sakit, Yoon."

"Cepat katakan apa itu ?"

"Aku hanya ingin membawa kalian berdua ke dokter, hanya itu. Dan aku tidak mau mendengar penolakan."

"Hanya Jungkook tidak denganku, deal ?"

"Ya, tidak denganmu. Kau harus ke dokter kandungan sepertinya."

"Apa ? Kau gila !"

Bukkkh~

"Aduh~ sakit ! Ampun, Yoon ! Berhenti memukul kepalaku !"

"Tidak akan. Rasakan ini !"

Silakan lindungi kepalamu dari brutalnya seorang Min Yoongi, tuan Park.

.

.

.

"Jungkook !"

"Hiks~ Yoongi jahat ! Jimin juga jahat ! Kenapa kalian kesini ? Hiks~"

Jimin tidak tahan kepalanya terus menjadi sasaran tangan lentik Yoongi. Meski sedang sakit, tidak mengurangi kadar keganasan seorang Min Yoongi sekalipun. Tenaganya juga. Kencang, brutal dan kuat. Kepala Jimin terasa berdenyut nyeri.

Jadi, Jimin iya kan saja kemauan Yoongi menjemput Jungkook. Selalu kalah. Termasuk janji yang ia ajukan tadi, soal dokter. Yoongi bersikeras tidak mau di ajak ke dokter malah memukul kepala Jimin lebih keras bahkan ingin memukul dengan toples jika tangan Jimin tidak segera menahannya.

Lalu sekarang, anaknya itu juga sama, dalam gendongannya terus berontak dan memukul dada Jimin. Tidak mau di ajak pulang. Anak dan ibu kenapa suka sekali memukulnya, sih ?

Tadi, saat Jimin meminta ijin kepada wali kelas Jungkook si kecil memang tengah beristirahat di ruang kesehatan seperti perkataan gurunya di telepon. Tertidur. Bersama dengan Taehyung di sampingnya. Iya, tidur berdua. Makanya Jungkook menangis kencang saat Jimin membangunkan lalu menggendongnya. Taehyung juga bangun, mengucek matanya lalu ikut menangis. Kaget.

Ia pikir Jungkook di culik. Kesadarannya belum pulih betul dan ia melihat putri cantiknya tengah di gendong seseorang sambil menangis dan merentangkan tangan ke arahnya. Seperti meminta pertolongan. Taehyung juga takut di culik, jadi ia ikut menangis, menunjuk ke arah Jungkook sambil meneriakan nama teman kecilnya itu.

Lee seongsaem yang ada disana juga ikut menenangkan dua bocah yang menangis. Berusaha menggendong Taehyung lalu memupuk punggungnya pelan. Barulah Taehyung tenang. Ia melirik ke arah Jungkook yang masih menangis dan menemukan Jimin juga Yoongi. Jungkook tidak di culik ternyata. Taehyung lega.

"Taehyung~ hiks~ aku mau Taehyung !" mendengar namanya di sebut, Taehyung semakin mengeratkan pelukannya di leher sang guru. Takut di bawa Jungkook pulang ke rumah. Ia masih ingat bagaimana keganasan Seokjin, orang yang Jungkook panggil mommy, saat memukul Jimin. Taehyung takut di pukul juga.

"Jungkook, berhenti menangis ! Aduh~ kepalaku sakit lagi." Yoongi berusaha menenangkan Jungkook tapi kepalanya malah berdenyut nyeri tiap kali Jungkook berteriak. Ia khawatir dengan keadaan anaknya, tapi yang di khawatirkan malah seperti ini. Tidak tau diri dan lebih memilih orang lain di banding dirinya dan Jimin. Yoongi kesal.

"Hey~ lihat ! Kau bertambah jelek, ingusmu semakin banyak jika menangis, Kookie-ah." Jimin mengelap air mata si kecil, membersihkan hidung si kecil yang berair dengan tangannya. Jijik juga. Jadi, ia mengelapkannya pada baju Yoongi.

"YAK !" Yoongi hampir mau mengumpat tapi tidak jadi. Ia tau tempat. Gantinya ia menggeram kasar. Jimin hanya tersenyum mengejek. Awas saja jika di rumah nanti. Jimin tidak akan selamat.

"Hiks~ tapi aku mau disini. Aku mau ditemani Taehyung, Jimin !"

"Iya, iya. Taehyung nanti pasti akan datang ke rumah, iya kan ?" memasang senyum terbaiknya, Jimin melirik ke arah Taehyung. Berusaha meyakinkan si kecil agar mau bekerjasama, tapi justru tidak bisa di andalkan. Taehyung malah menggeleng kecil sambil sedikit terisak. Bukan karena senyuman Jimin tapi orang di belakang Jimin melotot ke arahnya. Yoongi. Siapa lagi jika bukan dia ?

"Tuh kan, Taehyung tidak mau, hueeeeeeee~ turunkan akuuuu !"

"Jungkook ! Ikut aku pulang atau aku kurung kau bersama holly !"

"Hueeeeeee~ holly bau. Aku tidak mau, hueeeee~ Yoongi jahat."

"Aw~ aw~ Jungkook, jangan memukulku terus !" Jimin lagi kan yang jadi sasaran. Yoongi yang jahat tapi dia yang dipukul. Apa salah Jimin ?

"Jungkook-ah, Taehyung tidak akan ke rumahmu sekarang, tapi nanti pulang sekolah dia pasti kesana. Aku janji akan membawanya ke rumahmu. Jadi, berhenti memukul ayahmu, kau tidak kasihan ?"

"Hiks~"

Sang dokter tersenyum lembut, Jungkook akhirnya mau berhenti menangis juga. Soal Taehyung mau di ajak kesana atau tidak itu urusan nanti. Yang jelas ia harus bisa membantu Jimin membujuk Jungkook untuk pulang. Memang sebaiknya Jungkook di rumah saja. Istirahat untuk beberapa hari. Jangan sekolah dulu.

"Kau janji ? Hiks~"

"Ah~ mmmm... iya, aku janji. Ya~ janji." sang dokter mengacungkan jari kelingkingnya ke atas. Ragu sebenarnya, takut Jungkook menagih janjinya bagaimana ? Lihat nanti saja~

"Taehyung nanti ke rumahku, ya ? Aku kan sakit, kau harus bawa makanan yang banyak nanti. Aku ingin dibawakan roti awan isi coklat, ya ?" itu bakpao. Tapi Jungkook tidak tau namanya. Hanya tau bentuknya putih dan bulat. Tidak mirip awan sih, tapi Jungkook kekeh menyebutnya itu roti awan.

"Ke rumah, Jungkook ? Nanti aku di beri makanan juga, tidak ?"

"Hmm~ nanti Taehyung boleh meminta apa saja untuk oleh-oleh dari rumahku." Jungkook mengangguk lucu sambil tersenyum lebar, melihatkan gigi kelincinya yang putih. Taehyung juga ikut tersenyum lalu mengisyaratkan sang dokter untuk menggendongnya lebih dekat ke arah Jungkook.

Sang dokter menurut, Taehyung memeluk Jungkook setelahnya. Ia mengusap punggung Jungkook pelan.

"Cepat sembuh, Kookie !"

Ah~ Jungkook rasanya bahagia sekali. Ia memeluk leher Jimin dan menyembunyikan wajahnya disana. Si kecil malu. Dasar~

"Baiklah~ sekarang kita pulang. Kami permisi !" Jimin dan Yoongi membungkuk sekilas pada sang dokter sebelum beranjak dari sana. Tidak lupa bergumam terima kasih.

"Lee seongsaem, roti awan itu apa ?"

"Ah~ mungkin roti tawar dengan selai coklat."

"Apa itu ? Aku tidak mengerti."

Taehyung baru ingat perkataan Jungkook soal roti awan. Seperti apa bentuknya, Taehyung tidak tau dan bertanya pada sang dokter membuatnya semakin bingung. Hhh~ bocah.

.

.

.

Mereka sudah di rumah sekarang. Jungkook sudah di periksa dokter pribadi Jimin, ia juga sudah meminum obatnya tapi tidak mau tidur. Padahal biasanya seseorang setelah meminum obat merasa ngantuk lalu akan tertidur.

Tapi tidak dengan Jungkook, obat tidur yang terkandung di dalam obat sirup yang ia minum tadi tidak berpengaruh apapun. Ia sedang tiduran di kamar Yoongi dengan Jimin juga tentunya. Memeluk tubuh Jimin, tidak mau dekat dengan Yoongi. Suhu tubuh Yoongi membuatnya tidak nyaman.

Yoongi sendiri sudah di periksa dokter katanya sih hanya demam biasa. Dan sedikit stress. Mungkin karena masalah kuliahnya. Yoongi berada di semester akhir sekarang. Cemas dan gugup. Itu sebabnya emosi Yoongi tidak stabil. Berubah-ubah.

"Jimin, kenapa hanya Jungkook yang kau peluk ? Aku juga sakit, Jim. Jika kau tidak lupa." Yoongi memalingkan tubuhnya sambil menarik selimut sebatas leher. Ia berada di sudut ranjang dengan Jungkook di tengah mereka berdua.

Jimin tersenyum, melepaskan pelukan Jungkook lalu bergerak merubah posisi. Ia jadi di tengah sekarang.

"Jimin, kenapa kau pindah kesitu ? Kalau aku jatuh bagaimana ?"

Jungkook protes, posisinya sekarang jadi di sisi ranjang Yoongi. Mudah sekali untuknya terjatuh ke bawah sana. Kenapa orang tuanya kejam sekali, sih ?

"Kalau begitu tukar tempatmu dengan Yoongi, sana !"

"Yoongi, awas ! Aku mau tidur disitu. Ayo tukar tempat !" mereka bertukar tempat dengan bibir yang saling mengerucut lucu.

Hhh~ Jimin hanya bisa menghela napas lagi. Keduanya kenapa jadi sangat manja jika sedang sakit begini ?

Giliran Jimin yang sakit tidak ada satupun yang peduli. Yoongi, Jungkook bahkan ibunya sendiri pun. Mereka memang mau merawat Jimin tapi kasar. Kalau Jungkook selalu beralasan jika dirinya masih kecil belum bisa melakukan pekerjaan orang dewasa, ketika Jimin menyuruhnya mengambil obat di nakas atau sekedar mengambil minum. Jimin yang malang.

"Yoongi, sih. Kenapa suka sekali meniruku ? Kau kan sering tidur dengan Jimin." Jungkook kembali memeluk leher Jimin.

Tangan kecilnya berusaha mengusir Yoongi dari sana. Si kecil tidak mau berbagi Jimin jika sedang sakit begini. Yoongi juga sama. Maunya di manja Jimin.

"Berisik. Cepat tidur sana. Itu pakai plestermu dengan benar."

Plaak~

"Aw~ sakit. Hueee~ Jimin dahiku sakit." Yoongi memasang plester penurun panas di dahi Jungkook dengan keras. Ia kesal, mau sakit atau tidak, anaknya itu selalu saja mengganggu waktu berduanya dengan Jimin.

"SEOKJIN MOMMY ! HUEEEEEEE~"

"Kenapa kau berteriak, Jungkook-ee ? Ini aku pukul dahi Yoongi untuk mu, ya ?"

"Apa ? Kau berani memukulku, Park Jimin ?" Jimin kan hanya bercanda, kenapa Yoongi malah melotot padanya sekarang ?

Braakk~

"Kenapa ? Ada apa Jungkook-ee ? Mana yang sakit mana ?" Seokjin datang dengan terengah mendengar teriakan Jungkook tadi. Khawatir cucunya itu punya penyakit parah yang membuatnya berteriak kesakitan.

"Mommy~ gendong ! Aku ingin tidur dengan mommy saja. Awas kalian kalau rindu padaku, ya !" percaya diri sekali si kecil ini, orang tuanya tentu saja bersyukur.

"Sini, sayang. Aduh~ cucu mommy yang tampan." Jimin dan Yoongi hanya melayangkan tatapan jijik melihat bagaimana Seokjin dan Jungkook berpelukan. Berlebihan sekali tingkah mereka.

"Mommy~ jangan ajak Yoongi tidur dengan kita, dia jahat. Dahiku di pukul, sakit sekali." Jungkook berceloteh panjang lebar dalam gendongan Seokjin, kedua mata si kecil sudah mau menutup. Tapi mulutnya tidak berhenti bicara. Khas seorang Jungkook jika sedang mengantuk. Bicara banyak lalu setelahnya akan tertidur sendiri. Seokjin terkekeh pelan lalu keluar dari kamar Yoongi. Memberikan privasi untuk anak dan 'calon menantunya'.

Terlalu memberikan privasi sebenarnya hingga tak jarang anak dan 'calon menantunya' itu bebas 'membuat' calon adik untuk Jungkook. Kurasa, Seokjin akan kembali segera mendapat cucu keduanya.

.

.

.

TBC^^

..

Sudah lama tidak bertemu^^ entah itu masih ada yg nunggu atau tidak tapi terima kasih untuk review kalian selama ini^^ maaf jika tidak bisa membalasnya dengan fast update :(

Dan maaf jika masi banyak typo dan kekurangan, karena aku masi belajar menulis^^

Yosh~ dewa matane^^