Musik berjenis EDM berdentum di dalam ruangan gemerlap lampu warna-warni yang didominasi oleh keremangan. Mengisi gelas yang kosong dengam cairan bening berbuih, disela obrolan dan juga tawa, sosok mendekati kata sempurna yang menempati ujung sofa berwarna marun terlihat tidak menikmati waktunya bersama teman-temannya di sana.
Ia tak menyimak, tak mengerti dengan apa yang sedang dibicarakan teman-temannya yang kini menguar aroma khas alkohol dari mulut mereka. Memilih untuk menyisihkan diri, dahinya berkerut saat menyadari jika tidak ia dan teman-temannya saja yang duduk di sana.
Ada beberapa pria yang tak dikenalnya, tapi keempat teman-teman sekelasnya terlihat begitu akrab dengan mereka? Kenapa mereka bisa selepas itu?
Pengaruh alkohol, pasti.
Menyisih adalah pilihan tepat untuknya saat ini. Tak mau terlibat obrolan mereka dan juga lebih memilih untuk menikmati lemon squash nya perlahan, menyibukkan diri dengan iPhone rose gold kesayanganya.
Jika tahu ditempat ini tujuan mereka, ia sudah pasti akan menolak untuk ikut sejak awal. Padahal Baekhyun bilang jika mereka akan makan-makan saja di restaurant Jepang, tapi nyatanya teman sekelasnya yang bertubuh kecil itu membelokkan mobil ke pelataran parkir sebuah club.
Dirinya memang sudah legal untuk masuk ke club ataupun meminum alkohol, tapi ia tak terbiasa. Bahkan dirinya tak pernah sedikitpun melirik minuman-minuman itu.
Dan sepertinya setelah hal ini berakhir, ia akan memarahi Baekhyun karena tidak memberitahu dirinya jika tujuan mereka adalah club.
Menghela nafas pelan, meletakkan gelas minumannya ke meja, ia berusaha menyibukkan diri dengan ponselnya. Memeriksa pesan atau aplikasi chatting yang sayangnya sedang sepi, tidak ada yang membuatnya sibuk di club yang bising ini.
Oh! Kenapa tidak mengirim pesan untuk--
Ah ya, ia lupa jika hal itu sudah berakhir. Sudah 1 bulan statusnya resmi menjadi single. Bagaimana ia bisa lupa?
Kedua bahunya terlihat layu, wajahnya yang manis pun berubah sendu. Tak lagi bersemangat memainkan ponselnya, hingga sepasang netranya melihat sepasang kaki yang berdiri tepat di depannya.
Membuatnya segera mendongakkan kepala, mengerjap bingung kala melihat itensitas asing seorang pria berkulit gelap dan berambut hitam yang tak dikenalinya.
"Kau terlihat asyik sendiri, boleh aku duduk di samping mu?" pria itu tersenyum, berusaha terlihat ramah pada pemuda manis yang menatap penuh kebingungan.
Menganggukkan kepalanya ragu, ia menggeser pantatnya lebih ke ujung untuk menjaga jarak saat pria itu duduk di samping kanannya.
Berusaha untuk tidak terlihat sombong, ia balas tersenyum meski tipis dan canggung.
"Maaf, aku tidak mengenal mu" suaranya terdengar cukup pelan diantara dentuman musik, bibirnya pun bergerak samar. Seperti tak ingin menunjukkan suaranya yang begitu lembut.
"Aku Darren, kau?" menyodorkan tangan untuk berkelan. Lelaki berkulit gelap itu tersenyum, menunggu lawan bicaranya menjabat tangan kanannya yang terulur.
"T-Tao... Zitao" menjabat tangan kekar yang terulur padanya, Zitao segera menarik tangannya yang digenggam karena merasa tak nyaman.
"Kau terlihat tidak menikmati ini Tao, maaf jika aku lancang. Aku memperhatikan mu sejak tadi"
Tao menggeser pantatnya lagi, bahkan separuh dari bulatan besar miliknya itu sudah melewati batas sofa, itu karena Darren yang semakin mendekat ke arahnya. Membuatnya tak nyaman.
"A-aku hanya memikirkan tugas kampus yang belum ku selesaikan, Darren-ssi" menjaga agar tetap terlihat ramah, Tao tersenyum sangat tipis.
"Benarkah? Bukankah besok hari libur? Kau mahasiswa teladan ya" Darren terkekeh kecil melihat Tao yang salah tingkah.
Menggaruk tengkuk lehernya yang tidak gatal, Tao menyambar gelas lemonnya dan menegaknya cepat. Masih dengan tatapan intens dari sepasang netra coklat milik pria di sampingnya.
"Kau bisa menari?" lelaki itu bertanya tiba-tiba. Tao mengerjapkan matanya bingung.
"Menari?"
"Kalau kau tidak nyaman duduk di sini, bagaimana kalau kita menari?"
Darren mengedikkan kepalanya ke arah segerombol manusia yang sibuk menggoyangkan tubuhnya mengikuti irama musik di area dance floor. Tao meremat ponsel di atas pangkuannya, menggelengkan kepalanya pelan dan menatap Darren penuh antisipasi.
"Tidak, aku tidak bisa menari. Kau saja" Tao mengucapkannya terlalu cepat, kentara sekali jika ia menghindari sesuatu. Tapi Darren tidak menyerah sampai disitu agar bisa lebih akrab dengan pemuda manis itu.
"Ayolah, aku akan mengajarimu. Jangan takut" Darren menarik tangan Tao, memaksa pemuda manis itu mengikuti langkahnya.
Tao sudah menolak, berusaha melepaskan tangan Darren yang menarik dirinya, tapi lelaki itu terus memaksa. Menariknya menerobos lautan manusia yang telah larut akan irama musik yang bercampur dengan alkohol yang telah dikonsumsi.
Ia menggigit bibir, bahunya mengerut dengan kepala tertunduk ketika celah jemarinya diisi oleh jemari lain yang panjang dan tangan itu mampu merangkum tangannya.
Lelaki itu menarik tubuhnya mendekat, berhimpitan dengan orang-orang yang sedang menari, dan merasakan sebuah tangan besar melingkar di pinggangnya. Tao berjengit kaget, refleks mengangkat wajahnya dan terkejut saat melihat jika bukan Darren lah yang kini berada di hadapannya.
Sosok tinggi bersurai keemasan dengan sepasang netra abu-abu dingin yang menatapnya penuh damba.
Bukan Darren...
"Taozi milik ku" lelaki itu bertitah.
Meremas pinggang kecil dalam rengkuhannya, menempelkan dada mereka dan menyapa belah persik basah milik Tao yang masih terkejut.
Mengecup bibir itu berulang kali, hingga si pemilik berontak dan mendorong dadanya cukup kuat.
"Apa yang kau lakukan Wu? Mana Darren!?" lelaki di hadapannya tidak akan menyadari suaranya yang bergetar. Berusaha untuk melepaskan diri, tapi cengkraman di pinggangnya telah berunah menjadi dekapan posesif yang tak ingin dibantah.
"Kenapa mencari pria itu, hm? Aku ada di sini sayang"
Tao menggelengkan kepalanya kuat. "Aku tidak mengenalmu! Lepaskan aku! Pergi!" menahan air matanya untuk tidak tumpah, Tao menggigit bibirnya lagi lebih kuat.
"Baby, dengarkan aku, ku mohon" mencengkram tangan Tao yang berada di genggamannya, ia menggertakkan rahangnya ketika melihat bulir air mata meleleh dari sudut mata Tao yang terpoles eyeliner malam ini.
Tao terlihat sempurna malam ini. Riasan wajahnya, bibirnya yang segar, leather jeans hitam yang membungkus ketat kaki panjangnya, dan v neck shirt navy yang pas di tubuhnya.
Zitao-nya memang selalu sempurna. Kapan pun. Zitao-nya yang membuat sosok yang begitu ditakuti sepertinya mampu menyerah oleh perasaan aneh yang konyol.
"My baby peach, listen to me honey"
Tao menangis, menggelengkan kepalanya menolak permintaan lelaki di hadapannya. Berusaha untuk tetap pada pendiriannya ketika bibir tebal itu memanggilnya dengan sebutan manis yang mendamba.
Tapi kedua tangan besar memegang pipinya, membuatnya harus menatap pada sepasang manik abu-abu dingin yang menghanyutkan. Hendak kembali berontak, tapi tangan besar itu menahan rahangnya, mempertemukan bibirnya dengan bibir tebal pria di hadapannya.
Lelaki itu menahan pinggngnya sangat erat, ingin melepaskan ciuman itu tapi tangan yang menahan rahangnya begitu kuat. Memejamkan mata erat saat air matanya mengalir semakin deras, ia merasakan bibir tebal memagut bibirnya lembut secara bergantian.
Bibir yang dirindukannya, bibir yang sangat mengerti bagaimana harus mengajak bibirnya bermain. Pagutan lembut yang menghanyutkan, merasakan benda basah yang ingin membuka bibirnya yang terkatup rapat.
Tao melenguh, tanpa sadar meremas pakaian pria itu tepat di pinggang. Jantungnya berdentum hebat seperti saat pertemuan pertama mereka, sentuhan bibirnya pun masih sama. Tidak ada yang berubah.
Terhanyut semakin dalam, cengkraman di tangan pun mengendur, digantikan oleh dekapan erat kepemilikan di pinggang yang kecil. Bibir masih bertautan, memagut dan menjelajah penuh rasa rindu. Air matanya telah mengering, membekas dipipinya yang memerah.
Ditutup dengan pagutan lembut bergantian di bibirnya, tautan basah itu terlepas dengan untaian nafas memburu karena oksigen yang menipis. Sepasang mutiara hitam yang bertemu sepasang manik abu-abu dingin yang begitu sendu.
Merengkuhnya seperti takut kehilangan, menghirup aromanya yang murni menenangkan. Bibir tebal itu berbisik.
"Aku merindukan mu, Taozi ku, sayang ku"
Suara berat yang sangat dalam itu mendobrak pertahannya. Ia terisak di dada, tak bisa menahan gejolak amarah yang berpadu dengan rasa cinta yang teramat besar.
.
.
.
Zitao tak mengerti mengapa dirinya begitu lemah. Satu jam yang lalu ia berusaha menolak lelaki tampan yang tiba-tiba muncul di hadapannya saat di lantai dansa. Menangis agar dilepaskan hingga laki-laki itu menciumnya begitu lembut dan membuatnya terdiam.
Memeluknya erat, memanggil namanya dengan begitu manis, memohon agar dirinya mendengarkan. Tak menolak kehadiran nya setelah 1 bulan menghilang dengan isu yang menyakiti hatinya.
Kris Wu. Kekasih yang begitu ia cintai meninggalkannya seorang diri setelah ia pulih dari demam tinggi. Pria itu menghilang tanpa kabar, jejaknya tak bisa ditemukan, bahkan saat dirinya mencari-cari hingga ke tempat berbahaya milik musuh, pria berdarah Kanada itu seperti lenyap.
Kris Wu meninggalkannya.
Tanpa salam perpisahan.
Tanpa kata alasan.
Dan satu jam yang lalu pula, laki-laki tinggi itu muncul dihadapannya. Tepat seperti pertemuan pertama mereka. Di lantai dansa, diantara lautan manusia, diiringi musik memekakan telinga.
Kris berdiri tegap di hadapannya. Sosoknya masih sama, wajahnya masih tampan, dan caranya menyebutkan namanya pun masih sama menghanyutkan.
Semua ini tidak adil.
Tao membencinya.
Benci pada Kris Wu yang sudah sesuka hati mempermainkan hidupnya, perasaannya.
Ia menangis, menolak. Tapi pria itu menariknya ke dalam pelukan dan sentuhan yang hangat, mengingatkan dirinya jika memang seharusnya pada pria itulah ia berlabuh.
Jemari panjang itu menyeka air mata di sudut matanya yang mengalir lancang. Memberikan kecupan manis dikedua kelopak mata, kemudian mempertemukan pandangan mereka.
"K-Kris... " suaranya serak tersendat karena isakan. Meremat helai pirang pria di atas tubuhnya.
Dadanya terasa penuh sesak, ia tak tahan. Kris memeluknya, memberikan kecupan kecil disepanjang bahu telanjangnya.
Balas memeluk pria itu erat.
Tak ingin ditinggalkan lagi.
Tidak mau.
"Maafkan aku. Aku tidak tahu apakah aku bisa dimaafkan atau tidak" Kris berujar tepat ditelinga sensitif kekasihnya. Mencium air matanya di pipi.
"K-kau... " menarik nafas disela isakannya. "...k-kau meninggalkan ku s-sendiri... "
"Tidak sayang, tidak pernah" menarik kepalanya untuk menatap wajah basah Tao. "Aku selalu mengawasi mu, aku tidak pernah meninggalkan mu"
"La-lalu k-kenapa kau pergi?"
"Aku harus melakukannya. Kau tahu apa pekerjaan ku, saat itu sangat berbahaya, aku tidak punya pilihan lain"
Tao memejamkan matanya, berusaha menenangkan dirinya untuk tidak terus menangis. Merasakan kehangatan tubuh Kris secara nyata, terpaan nafasnya, dan juga sentuhannya.
Melenguh ketika pria itu bergerak kembali, membuat tubuh bagian bawahnya penuh sesak. Kris bergerak lembut dan perlahan meningkatkan kecepatannya. Merasakan kehangatan yang telah lama dirindukan.
"Aaah... Kriisshh~"
Melodi terindah di dalam hidupnya. Kris mengeram rendah, mencengkram pinggang kecil Tao yang terbaring pasrah. Menghujamkan kejantanannya berkali-kali menusuk titik yang sama, memancing desahan yang disertai lenguhan dari bibir mungil pemudanya yang manis.
Peer tempat tidur besar itu bergerak seiring dengan gerakan pinggul Kris yang berusaha mencari kenikmatan untuknya dan untuk Zitao. Merekam jelas suara sengau manja Zitao yang membuatnya semakin tak ingin menyudahi senggama itu dengan cepat.
"Aaah! Kris! Kris! Aaakhh..."
Dibungkamnya bibir mungil merekah itu, menjelajahi kulitnya yang terbuka, tak mengurangi kecepatan hujamannya di bawah sana.
Tao terbuai. Sayup-sayup mendengar suara ribut dari luar kamar, dan ia mengenali suara letusan senjata api diantara dentuman EDM.
"K-Kris... " mendorong pelan bahu Kris, ciuman mereka terputus dengan tautan saliva tipis. "Suara apa itu?" tatapannya bertanya-tanya.
Kris membelai helai kelam Tao yang basah, menghentakkan pinggulnya yang sukses membuat si manis itu memekik penuh kenikmatan dan membuatnya lupa akan keributan di luar sana.
"Kita sedang bersama sayang, pikirkan aku saja" ia menjawab dengan suara rendah, penuh hasrat.
Tao mengangguk lemah, merengek ketika Kris melambatkan hujamannya. Lelaki itu tertawa kecil, kemudian menyapa tonjolan kecil merah mudah yang dingin karena alat pendingin ruangan. Memilihnya lembut lalu menghisapnya.
Tao melenguh keras, membusungkan dadanya, menekan kepala Kris agar semakin dalam melahap puting dadanya.
Menari dalam keremangan, peluh sudah membanjiri tubuh satu sama lain. Tao mengetatkan lubangnya sesekali dan tertawa lucu -serak- mendengar Kris yang mengeram.
Bite.
"Akh!"
Kris membalasnya dengan menggigit puting mungil yang sedang dikulumnya. Melakukannya beberapa kali hingga mendengar Tao merengek memanggil namanya.
Melepas terkamannya setelah puas menghisap seperti bayi, Kris kembali mengapa belah persik Tao yang terbuka. Ia masih menggenjot dibawah sana.
DOR!
"Nnghh~~ Kriiss... " menyudahi pagutan mereka. Tao menoleh ke arah pintu, alisnya bergerak menyatu diantara desahan. "Suara apa itu, Kris? Aaahh! Nyaaahh~!"
Thrust! Thrust!
"Hanya kau dan aku, Taozi"
Kris bergerak semakin liar. Tao mengangguk lemah.
DOR!
Benar-benar mengabaikannya. Tao tak lagi mempedulikan suara tembakan diluar kamar karena Kris mengganti posisi mereka dengan gerakan cepat.
Menungging.
Tao menyangga tubuhnya dengan kedua tangan yang gemetaran karena kenikmatan yang datang tanpa jeda. Kris semakin beringas menghujamkan penis besarnya. Memberikan rangsangan di punggung dan tengkuk lehernya, Tao menggeliat.
Hanya Zitao yang mampu memberinya kenikmatan seperti ini. Hanya Zitao yang membuatnya menggila dengan segala daya yang dimilikinya. Dan hanya Zitao yang sanggup mengacaukan hidupnya.
Kris tidak akan mengulangi kesalahannya yang sudah membuat kekasihnya itu merasa ditinggalkan. Tidak lagi.
Kris akan mendekapnya erat untuk dirinya sendiri. Tidak akan menyerahkannya pada siapapun. Bahkan jika Tao memohon untuk dilepaskan, ia tidak akan pernah melakukannya.
Tao memahami jika pria yang tengah menyetubuhinya ini sedang memikirkan banyak hal. Meski Kris tak berhenti menggempur lubangnya, berkali-kali mengubah posisi bercinta mereka, dan membuat kamar sewa ini semakin panas.
Kris sudah mencapai klimaks sekali, dan lelaki itu tak menunjukkan akan berhenti ataupun beristirahat. Menarik keluar kejantanannya yang besar, lalu sedetik kemudian menghujamkannya kembali ke dalam lubang nikmat Zitao.
"K-Krisss~ aaahh!!" Tao refleks memeluk leher pria Wu itu saat tiba-tiba kedua tangan besar Kris meraih pinggangnya untuk menduduki ereksinya yang membesar sempurna di dalam lubang ketatnya.
Menghujani kulit halus ditubuh kekasihnya dengan ciuman, meninggalkan jejak, melumat bibirnya yang manis, meremas bokongnyanyang besar dan kenyal.
Tao bergerak mencari kenikmatam untuk mereka berdua, menunggangi penis besar Kris yang sangat pas di lubangnya. Tubuhnya menghentak seiring dengan desahan yang keluar, membalas pagutan basah di bibirnya.
Kris selalu dapat mengubahnya menjadi liar. Tak terkendali.
Saat pria itu mengatakan untuk tidak berhenti dan untuk tidak menoleh apapun yang terjadi. Ia mematuhinya.
Memejamkan mata dengan bibir terbuka sibuk mendesah akibat gerakan tubuhnya. Tao mendengar suara pintu yang didobrak cukup keras.
DOR!
Thrust! Thrust!
DOR!
Thrust! Thrust!
DOR!
Kemudian hening. Hanya suara benturan antar kulit dan desahan Tao yang terdengar.
Kris kembali menyimpan pistol miliknya di atas meja lampu. Memegangi pinggang kecil Tao untuk membantunya bergerak.
Kemudian mendekap tubuh ramping itu ketika kejantanannya menembakkan larvanya di dalam sana, dan tubuh Tao yang bersandar lemas di dadanya dengan nafas yang kacau.
3 orang pria muncul di depan pintu kamar yang telah rusak. Mengenakkan kemeja hitam serta pistol di genggaman, menunggu perintah selanjutnya.
"Bereskan sisanya. Aku tidak mau diganggu. Jika kalian mengusikku bersama Taozi lagi, akan ku lubangi kepala kalian" ujarnya dingin tanpa belas kasih.
Ketiga pria iru membungkuk hormat lalu menyeret keluar 3 mayat pria yang melakukan pendobrakan.
Kemudian hening.
Hanya terdengar suara nafas teratur Zitao. Kris menunduk memperhatikan wajah terlelap kekasihnya yang begiti damai dan terlihat lelah. Mengusap rambutnya, lalu mengecup dahinya yang basah.
Tubuh mereka masih menyatu. Kris menolak untuk menarik keluar kejantanannya, ia lebih memilih untuk membaringkan tubuhnya dengan Tao berada di dalam pelukan. Menarik selimut yang berada di tepian tempat tidur, sepenuhnya mengabaikan kondisi di luar kamar yang kacau balau.
.
.
.
END
.
.
.
Gw nulis apa sih?? ga nyambung sama judul x"D
Regards, Skylar
23.12.2016