THE BLACK OF FLOWER

Disclaimer: Semua tokoh dan settingan cerita adalah karya milik J.K. Rowlings

Pair: TMHP/DMHP (?)


Chapter 1: Back to The Past


Tidak ada yang lebih membosankan dari apa yang telah di lalui oleh kebiasaannya, Harry merutuki diri sendiri sebab ia tak berniat sama sekali untuk mengikuti ujian praktek ramuan yang di pimpin Severus Snape.
Salah satu guru yang memiliki sifat arogan, dingin yang terlalu melebihi batas kewajaran, serta tabiat jeleknya yaitu mempunyai bibir yang terkesan sarkatis. Seseorang yang di kenal "Serba Hitam" di seluruh jagat Hogwarts terkenal karena kedisiplinannya dan pelit dalam hal nilai juga.

Ah... yeah itulah mengapa Harry sungguh bosan hari ini. Tak heran teman sekamarnya, Ron Weasly, ia adalah sahabat Harry sejak kecil juga memiliki perasaan Bad Mood yang sama dengan Harry.

Hari yang begitu cerah dan bersahabat adalah waktu yang sangat berharga bagi Harmione untuk belajar. Dia memang gadis yang cerdas, rajin dan bertolak belakang sekali dengan Harry dan Ron. Kedua sahabat lelakinya berjalan menghampiri Hermione yang terlihat sedang asyik membaca buku di bangku taman dekat Koridor.

Dalam memata memandang yang terhalang oleh kacamata itu mulai bertanya padanya apa saja bahan-bahan ujian yang akan di praktekan ujian Ramuan nanti. Dengan berat menanggapinya Hermione mengangguk malas, bola matanya memutar bosan atas pertanyaan klasik Harry.

"Seperti biasa," Kata Hermione

Harry mengangguk tidak mengerti. Bahkan Ron sendiripun terlihat acuh tak acuh menanggapinya. Ia tidak peduli semuanya. Ia malah kini berpaling pada gadis- gadis asrama Ravenclaw yang sedang bergosip ria itu. Harry mendengus pasrah dan Hermione mendengus sebal 'dasar gak berguna'.

Setelah usai ujian praktek ramuan, Harry merasakan terdorong oleh sesesuatu benda yang membuatnya mengernyit penasaran. Sebuah buku bersampul hitam pekat dengan lapisan ornamen kecil berwarna keemasan yang terhias di setiap sudut covernya. Harry mengambil buku itu di dalam rak penyimpaman buku dan botol ramuan. Kebetulan saat itu Severus Snape sudah pergi keluar karena ada urusan yang membuatnya pergi begitu cepat.

Harry mengambil buku itu. Dilihatnya sampul buku itu secara seksama. Matanya menatap heran ketika melihat sebuah nama yang terpasang di sampul buku itu.
Ya... sebuah nama yang tidak asing lagi di telinga Harry ketika menyadari nama si pemilik buku itu. Tom Marvolo Riddle.
Buku yang di dapatkannya saat ini adalah milik Tom. Mengapa buku berharga ini tersimpan sembarangan di dalam rak. Apakah Severus tidak menyadari hal seperti ini?

Harry secepat langsung menyimpan buku diary kecil itu kedalam saku di balik jubah hitamnya setelah mendapati Ron dan Hermione menghampirinya.

Mereka bertiga bergegas keluar menuju aula makan. Bell sudah menandakan makan siang.

Sosok pemuda bermata hijau lumut itu berkesiap dari singgah kursi makannya. Seketika keempat pasang mata sahabatnya menatap heran padanya.

"Kau mau pergi?" Hermione bertanya, ia melahap kembali potongan cheesecake di piringnya. Pandangannya tak teralihkan pada pemuda pendek berambut hitam itu.

Ron menambahkan, mulutnya penuh dengan makanan. "Kau terlihat aneh akhir-akhir ini."

Harry tersenyum simpul menanggapi respon kedua sahabatnya. Memang mungkin yang di tampilkan senyuman Harry adalah senyuman kebohongan yang paling bodoh, dan jelas Hermione menyadari akan hal itu. Dia mendengus malas, matanya kembali berpaling pada makananya.

"Aku ke toilet dulu." Pintas Harry

Ron dan Hermione mengangguk tanpa menjawab. Good Work! Harry bergegas pergi dari aula makan.

Namun, ketika kedua kaki itu terhentak berhenti sesaat seseorang menghalanginya berjalan. Bodohnya Harry tadi berjalan sambil menatap kebawah lantai entah apa yany sedang di lihatnya. Ia berjalan menunduk.

Wonderfull

Ia kini di hadapan sesosok orang yang paling menyebalkan dari dulu.

Draco Malfoy adalah musuh bubuyutan Harry Potter.

"Lihat jalan pakai mata!" Draco merengek sebal ketika menyadari Harry menabrak hampir ke wajahnya

Harry mendongakan kepala.

"Maaf."

"Ugh. Cuma itu saja kata permintaan maaf mu?"

Ayolah! Harry tidak begitu ingin berlama- lama terlibat masalah dengan anak pirang ini. Sungguh merepotkan. Ia akhirnya meninggalkan Draco yang masih bergeming di tempat tanpa memperdulikan ocehan anak muda pirang itu.

"...Potter!" Panggil Draco kesal

Ia tidak terima Harry pergi begitu saja tanpa menyesali perbuatannya atau bisa di bilang Draco ingin lebih lama lagi bisa berdekatan dengan Harry secara face to face.

Si empunya nama meleos pergi dan bayangannya pun hilang oleh dinding besar.

Sosok pemuda bermata hijau lumut termenung sesaat sambil melihat pantulan dirinya di depan cermin westafel melihat akan dirinya— matanya sendiri. Tangannya mengepal sebuah buku hitam itu. Sebelum mengucapkan sebuah mantra pembuka jalan di pintu toilet ini, dia mengurungkan niatnya terlebih dahulu.

Tangannya meraba-raba ornamen ular yang terpasang di keran air milik toilet perempuan itu.
Ia menghela napas. Lalu, ia membuka beberapa lembar halaman buku itu. Di lihatnya perlahan.

Diary Tom M. Riddle di 1944

Ia lupa bahwa buku yang di bawanya sekarang adalah diary milik Tom. Sebuah diary kutukan hidupnya yang dulu pernah ia hancurkan di tahun kedua. Setelah mengetahui bahwa buku ini adalah sebagian hidup Tom dan Harry menusuk buku itu dengan taring ular. Sesuatu yang hebat yang pernah di lakukan Harry menyelamatkan Ginny dari ancaman maut Tom.

Sekarang —lihat sekarang, Harry! Buku terlarang itu tak seharusnya kau simpan baik- baik. Dia tau apa yang akan di lakukannya sekarang.

Mengubah masa hidupnya yang sekarang untuk menjadi lebih baik, sehingga ia bisa merubah masa lalu yang membuat hidupnya merana seperti lagi dia ingin mengembalikan beberapa orang yang sangat di cintainya. Satu misi pertama yang harus di lakukannya adalah membunuh Tom Riddle di masa lalu. Sesuatu yang terdengar mustahil. Harry percaya, ia bisa melakukannya. Di bukanya pertengahan lembar buku itu, lalu ia mengucapkan sebuah mantra dengan 'bahasa Parselmouth atau bahasa ular'

Ijinkan aku masuk ke dunia mu untuk yang kedua kalinya.

Tak beberapa lama setelah ia mengucapkannya sekelilingnya berubah seperti warna abu. Namun, tak ada yang berubah sedikitpun di tempat ini. Ia merasakan bahwa ia sudah berada di tahun 1944, dimana Tom masih menjadi status siswa Hogwarts dan jauh dari peradaban dimana dimasanya adalah Voldemort yang telah bangkit menjadi Pangeran Kegelapan.

Ia masih berdiri menatapi dirinya di cermin. Kini sekarang dia sudah berada di masa lalu, di masa waktu Tom berada disini di kehidupan normal dengan siswa lainnya. Lalu, apa yang setelah ini Harry lakukan? Akankah dia membulatkan tekadnya langsung membunuh Tom begitu saja tanpa ada petunjuk atau apapun itu yang berhasil melancarkan aksi heroik —nya. Walau demikian Harry berada di masa lalu, membunuh Tom yang notabene nya masih siswa adalah pelanggaran terberat juga. Membunuh secara membabi buta tanpa alasan yang konkret. Azkaban adalah tempat kuburannya setelah itu. Rutuk Harry.

Sebelum ia memikirkan jauh kedepan, mata iris yang indah itu mencari sosok yang tidak begitu ia ingin temui. Ya—sesosok gadis hantu dari asrama Ravenclaw. Ia menganggap bahwa gadis itu amat menganggunya dan membuat Harry terasa terintimidasi walau di tatap dengan tatapan nafsu oleh hantu itu. Entah mengapa.

Rupanya sosok itu tak di temukan. Harry berbahagia dalam batin. Buku diary Tom di simpan di sakunya, mencegah agar tidak ada yang tau tentang buku itu terlebih lagi si pemilik buku yang pasti akan menaruh curiga besar padanya.

Harry tidak ingin misinya kali ini gagal. Yakin atau tidak yakin Harry akan melalukannya seorang diri. Entahlah.

Harry bergegas keluar dari toilet perempuan. Tangannya mengibas-ngibaskan jubah hitamnya dari debu yang menempel tadi. Ia berjalan melewati koridor. Tak ada yang berubah sedikitpun dari tempat ini. Semua tetap terlihat sama. Bangunan tua bergaya Eropa kuno dan mirip seperti kastil pada kerajaan dulu. Saat itu Harry teringat di masanya baru sekitar pukul 2.00 siang. Namun, apa yang di lihatnya sekarang disini sudah malam. Entah jam berapa di masa ini ia tidak begitu memperdulikannya.

Seketika Harry berbelok kearah dimana kelas Transfigurasi, ia berpas- pas—an dengan seorang pemuda bertubuh tinggi dan berambut hitam klimis. 'Tidak salah lagi, dia adalah Tom Riddle' Batin Harry.

Kedua mata emerlad itu saling bertatapan sekilas pada pemilik iris black diamonds itu. Harry menunduk tidak ingin terlalu lama menatapnya. Apakah dia mengenalnya? Sesosok pemuda itu mungkinkah mengetahui keberadaan Harry yang saat ini berada di masa lalunya.
Dengan tatapan Tom Riddle yang sungguh dingin dan kelam ketika mendapatkan pemuda kacamata itu hanya diam tidak berkutip sedikitpun, mungkin bisa di bilang Tom tidak mengenali Harry saat ini. Ia meleos pergi. Harry bernapas lega setelah ia melihat bayangannya pun menghilang dari tempatnya.

Tidal percaya—Harry tidak percaya begitu cepat waktu mempertemukan mereka berdua. Sesosok pemuda bernama Tom Riddle yang berkedudukan sebagai ketua murid asrama Slytherin. Ia memiliki rupa yang begitu elok, rahangnya tegas, bertubuh tegap dan tinggi serta ekspresi yang begitu dingin. Membuatnya terlihat lebih cool dan meninggalkan kesan sejuta misteri tentangnya. Ia terlihat lebih mirip seorang pangeran Adonis. Harry tidak begitu mengenal lebih dalam tentang Tom Riddle—yang ia tau dari dia adalah seorang calon pangeran kegelapan yang mewakili para pelahap maut dan sesosok yang kejam—yang telah membunuh kedua orangtua Harry serta temannya Cedric Diggory.

'Tak akan pernah kumaafkan. Sedikitpun tak akan pernah kumaafkan sampai kapanpun.' Batin Harry menggeram marah

"Apa yang kau lakukan disini malam-malam, nak?" tanya seorang pria tua itu dengan nada begitu rendah.

Harry terkejut mendapati dirinya terlihat oleh Dumbledore di lorong koridor dengan keadaan yang tengah berdiri mematung. Jantung berdegup kencang seakan perlahan membuat tubuhnya mendadak bergemetaran hebat. Kini Harry malah tampak terlihat seperti kedapatan mencuri barang. Lamunannya buyar seketika lalu, mata yang di lapisi oleh kacamata bulat itupun berpaling kearah sosok pria berjanggut putih tersebut. Oh... Hell! Seorang kepala sekolah di masa nya yang telah menginjak usianya hampir mendekati seratus tahun.

Ada sedikit perubahan dari figure sang 'kakek' nya itu, wajahnya terlihat lebih muda sebelumnya. Mungkin postur tubuhnya saat ini tidak terlalu gemuk. Seorang pengajar transfigurasi di masa Tom Riddle, kini berbeda jabatan di masa Harry berada. Sosok Profesor yang sudah menganggap dirinya sebagai cucu nya sendiri. Harry berpikir sejenak di sela-sela pertemuan dadakan ini,—mungkinkah Dumbledore mau membantunya? Mungkin saja Harry membutuhkan sedikit bocoran mengenai Tom Riddle darinya. Tentu semua itu bertujuan untuk melancarkan misinya kali ini.

Harry menyungging senyum palsu di mimik wajahnya sambil menutupi kebohongan yang terlukis di matanya. Walau sedikit ketauan oleh kedua mata abu Dumbledore yakni bahwa Harry sedang berbohong, namun, Harry berusaha untuk tetap terlihat tenang dan menjadi orang lain di masa ini. Ia tau bahwa seluruh staff bahkan Prof. Dumbledore sekalipun pasti belum mengenal dirinya.

Sesosok Harry Potter yang di kenal sebagai The Boy's Who Lived dan seorang penyihir yang terlahir dari keluarga Muggle yang di takdirkan untuk membunuh sosok Voldemort. Semua belum ada yang menyadarinya.

Sesosok pria tua itu membalas senyumannya dengan anggukan yang amat ramah. Ia menjawabnya. "Aku baru pertama kali melihatmu. Siapa nama mu?"

Pertanyaan yang tak pernah terlintas di benak anak muda berkacamata itu. Ia menjawab dengan rendah dan senyum palsu yang di sisipkan di kalimatnya, "Yes. Nama ku Harr —Daniel. Nama ku Daniel." Jawabnya terbata- bata

Prof. Dumbledore sedikit memicingkan matanya, kemudian ia mengangguk antusias.

"Well, Selamat malam Daniel." Sapanya, "Kalau begitu besok pagi kau bisa ke kantor ku." Katanya untuk mengakhiri percakapan.

"Ok. Terimakasih" Jawab Harry dengan anggukan sopan

Perlahan sosok profesor itu pergi menjauhinya, Harry mengekor pandangan kearah punggung sosok profesor di masanya yang cukup ramah di sekolah ini. Menunggu bayangannya perlahan lenyap di telan kegelapan koridor, sebelum Harry bernapas lega karena identitas aslinya cukup tidak di curigai oleh kepala sekolah itu. Harry kembali ke asramanya, dan memikirkan apa yang akan di lakukan selanjutnya.

Bertemu seorang laki- laki yang terus menghantuinya— atau menghadapi beberapa masalah kecil dengan orang- orang yang tak di kenalinya. Tak luput juga ia merasa takut tidak bisa kembali ke masanya. Ia khawatir bila harus terjebak di masa lalu, masa dimana yang ia anggap adalah hari yang paling menyeramkan karena ia harus menjalani kehidupan disini beberapa tahun bersama seorang psikopat, Tom Riddle.

To Be Continue...


Thx untuk para pembaca yang telah memberikan reviews nya, terlebih lagi untuk Guest Riddle's Wife yang telah mengoreksi cerita saya, jadi untuk chapter ini ada sedikit perubahan di bagian akhir cerita, tapi tidak sampai mengubah ceritanya. Dan terlebih lagi, untuk chapter selanjutnya akan saya usahakan untuk memperpanjang jumlah words nya. Terimakasih.