Wings

.

.

Jeon Jungkook x Kim Taehyung

.

.

BoyxBoy

.

.

Outroo: Wings

.

.

Yang aku butuhkan hanyalah sepasang sayap

Untuk bisa bersamamu...

.

.

.

Heningnya malam malah tambah membuat suasana di sekitarnya kian terasa horor. Hembusan angin malam malah semakin membuat tubuhnya menggigil akan kecemasan.

Cemas akan apa yang tengah menimpanya saat ini.

Obsidiannya bergerak kesana kemari—gusar—penuh akan kewaspadaan. Ingin beranjak pergi, namun tubuhnya seolah membeku di sana tungkainya tak bisa di gerakan seolah ada seseorang yang memang dengan sengaja melumpuhkan sarafnya.

Tiba-tiba ia merasa menyesal karena lebih memilih mengikuti rasa penasarannya.

Harusnya dirinya memiih acuh saja dari pada harus berakhir terperangkap seperti saat ini.

Ia bahkan ingat. Siang tadi sepulang kuliah, ia kembali berusaha membunuh dirinya sendiri dengan pisau dapur agar bisa bertemu dengan Yoongi. Namun entah sial atau malah beruntung, suara ibunya tiba-tiba saja terdengar dari arah pintu depan sehinga membuatnya secara refleks melempar pisau di genggamannya ke kolong meja makan. Beberapa menit ia menunggu sosok ibunya yang tak juga menampakan dirinya, membuatnya berjongkok untuk mencari senjata andalannya. Namun ponselnya yang berbunyi dengan nama Mingyu kembali menarik atensinya penuh.

Dan kecil kemungkinan ibunya takkan menemukan pisaunya di kolong meja.

Membuatnya lemas luar biasa.

Kembali ke saat ini. Jungkook masih sibuk menolehkan kepalanya kesana kemari dengan perasaannya yang kacau balau.

Karena ia sadar, hanya beberapa kaum iblis yang memiliki kekuatan mengendalikan tubuh seseorang.

Taehyung. Dan tentu saja orang yang tak ingin kembali ia ingat.

"mengingat sosokku bunny—?"

Dan ia merasa perutnya mual luar biasa kala mendengar suara familiar itu.

Ia bahkan bisa dengan jelas melihat sosoknya yang keluar dari kegelapan.

Bahkan Jungkook masih mengingat dengan jelas seringaian yang sangat ia benci itu harus kembali ia lihat.

Seringaian dari sosok yang membuat miliknya pergi. Si brengsek—

"hello bunny, long time no see, eh?"

—Jung Hoseok yang entah bagaimana caranya kembali muncul di hadapannya.

.

Dua insan yang tengah di mabuk rindu itu terlihat tengah bepelukan di atas ranjang kamar Jimin. Lagi-lagi Yoongi tak ingat kapan dan bagaimana pemuda kesayangannya membawanya dan berakhir di sini.

Yoongi masih memeluk Jiminnya erat, seakan jika ia lepas nanti sosok kekasihnya akan pergi lagi. Hey, bukankah itu terbalik Yoon? Hidungnya berkali-kali mengusak dada bidang kekasihnya, kadang mengendusnya rakus menghirup aroma maskulin si dominan. Lalu terkadang akan terdengar dengungan serta rengekannya.

Jimin hanya terkekeh gemas melihat kelakuan kekasihnya yang manja. Karena sangat jarang Yoongi mau bersikap seperti ini padanya. Menempelinya seperti anak kucing. Sungguh benar-benar menggemaskan. Kembali ia mengecupi pucuk kepala sang kekasih bertubi-tubi, yang mana menghasilkan rengekan tak terima dari si pria mungil namun Yongi tak mengelak malah semakin menenggelamkan dirinya di pelukan ternyaman milik Jimin.

Yang mana membuat sang kekasih lagi-lagi tertawa geli akan tingkah manjanya. Menutup matanya sejenak, menaruh dagunya di pucuk kepala Yoongi. Jimin terus merekam kejadian hari ini di dalam kepalanya, terus mengingat bagaimana sikap manja Yoongi padanya, mengingat kembali aroma yang sempat menghilang dari hidupnya.

Kembali mencoba merekam semuanya sebelum ia kembali harus merasa kehilangan.

Sontak kedua matanya terbuka kala pemikiran terakhir melintas begitu saja.

Yoongi yang seakan mengerti mengapa tubuh sang kekasih tiba-tiba saja menegang hanya bisa mengeratkan pelukannya, secara teknis mengatakan takkan terjadi apapun namun kenyataannya bahkan ia sendiri pun merasa jauh lebih ketakutan di bandingkan dengan Jimin. Namun apa yang bisa ia lakukan kini selain menikmati kebersamaannya bersama Jimin sebelum misinya selesai.

Tak adil? Memang. Hidup tak pernah ada yang adil kawan.

Jadi kembali ia menenggelamkan dirinya di pelukan sang kekasih, menghirup aroma yang menguar dari sana sebanyak-banyaknya karena setelah ini ia takkan pernah lagi bisa menghirup aromanya.

.

Entah mengapa perasaan Mingyu mendadak tak enak, sedari tadi ia terus mengingat sosok si pemuda kelinci pujaan hatinya. Merasa menyesal mengapa ia tak memaksa saja untuk mengantar Jungkook pulang, karena dengan begitu dirinya takkan secemas ini. Tapi salahkan sifat kepala batu sang sahabat, Jungkook terus menolak dengan beribu alasan yang selalu ia kemukakan padanya. Membuat mereka hanya akan berdebat tak jelas hingga akhirnya Mingyu yang kalah, lebih tepatnya mencoba mengalah untuk pujaan hatinya.

"ayo, angkat Kook" gumaman sarat akan kefrustasian itu kembali terdengar. Berkali-kali mencoba mendiall sahabat kelincinya namun berakhir juga nada panjang yang tak berujung.

Jungkook memang mengatakan akan menghubunginya begitu ia tiba di rumah dengan selamat. Namun setelah satu jam lalu mereka berpisah dan bahkan hampir satu jam yang lalu dirinya tiba di kediamannya—dan harusnya Jungkook pun begitu. Namun tak ada satupun panggilan atau minimal pesan singkat dari pemuda Jeon.

Hanya ada dua kemungkinan, Jungkook mengingkari janjinya atau ia belum sampai di rumahnya? Untuk opsi pertama ia rasa tak mungkin, karena selelah apapun Jungkook pasti akan menghubunginya terlebih dahulu karena ia tak ingin membuat orang lain terdekatnya merasa khawatir akan dirinya walau kenyataannya Jungkook memang selalu membuat orang-orang di sekelilingnya khawatir akan dirinya.

Lalu apa? Melirik sekilas jam di atas nakas. 11:20 KST. Tak mungkin kan di jam seperti ini Jungkook masih berkeliaran di luar rumah. Memangnya mau kemana bocah kelinci itu malam-malam begini?

Menggigit bibirnya frustasi. Dan di percobaan kelima ia menyerah. Mengacak rambutnya kasar, merutuki dirinya sendiri yang bisa-bisanya meninggalkan sang pujaan hati pulang sendirian.

'harusnya kau tak membiarkannya pulang sendirian'

Mingyu berjengit kaget, itu bukan suara hati maupun pikirannya. Lagipula suaranya terkesan rendah dan penuh akan aura dominasi.

Suaranya juga berupa geraman layaknya seorang predator yang menemukan incarannya.

Lalu jika bukan dirinya, suara siapa itu? Mengapa suaranya terdengar sangat jelas di kepalanya. Sedikit bergidik negri, akhirnya ia membaringkan tubuh lelahnya di atas kasur, menyelimuti tubuh jangkungnya dengan selimut. Mencoba tertidur guna melupakan suara asing itu.

.

Detik jam terdengar jelas dari ruang gelap gulita itu. Netranya terus menatap jam yang menggantung indah, lalu mengalihkannya pada pintu yang tertutup rapat itu. Seolah tengah menunggu seseorang yang sudah lama tak kembali.

Namun ketika malam semakin merangkak naik, ataupun detik jam terdengar seolah mengejeknya, sosoknya tak juga menampakan atensinya dari balik pintu itu.

Haruskah ia kembali membuka segelnya?

Tapi bagaimana jika yang datang duluan bukan sosok yang sedari tadi ia tunggu kedatangannya?

Terdengar suara gemerisik dari arah luar seakan membuatnya tak memiliki pilihan lain lagi.

Maka begitu pintu terbuka dan ruangan yang ia tempati otomatis terang menderang. Maka yang bisa ia lakukan setelah menghembuskan nafas kecewanya hanyalah tersenyum sendu pada sosok yang mematung di sana.

Menatapnya seolah ia adalah alien yang nyasar ke rumahnya.

"kau—"

.

.

.

Berawal dari sebuah tatapan lembut, lalu entah siapa yang memulai. Bibir berbeda bentuk itu menempel—pada awalnya. Melihat Yoongi yang sama sekali tak menolak, malah terpejam dengan begitu syahdunya maka tak ada lagi yang perlu ia khawatirkan. Tak ada lagi yang ia cemaskan.

Maka di tekannya bibir tipis milik sang kekasih lalu mulai melumatnya lembut dan teratur; yang mana menghasilkan erangan geli dari celah bibir si mungil. Sebenarnya ia sendiri juga bingung, mengapa dirinya dengan tiba-tiba mencium Yoongi. Seakan ada yang mengendalikan dirinya, namun sepertinya tak mungkin. Berkata pada pemikirannya sendiri, bahwa ia melakukan hal ini murni karena merindukan kekasihnya.

Jadi tak ada yang bisa mencegah apa yang akan terjadi setelahnya ketika lidahnya mulai ikut turun dalam sesi permainan mereka.

"eunghh—" satu erangan kembali lolos kala lidah panas Jimin berhasil masuk ke dalam mulutnya. Membelai lidahnya dengan gerakan penuh sensual.

Bahkan lengan rantingnya yang semula menahan dada Jimin, entah sejak kapan sudah mengalung dengan indahnya di leher sang dominan—mengacak suarainya mencoba menyalurkan rasa nikmat yang di berikan pada bibirnya.

Bahkan tak ada yang sadar bahwa Jimin kini tengah menindih tubuh mungil milik sang kekasih di atas kasur. Hanya bertumpu pada siku agar berat tubuhnya tak terlalu menghantam pemuda di bawahnya.

"Jim- anghh—" pukulan main-main di bahunya membuatnya seketika tersadar; jika kekasih mungilnya membutuhkan oksigen untuk bernafas. Maka dengan setengah tak rela, ia melepas tautan bibir mereka. Mengamati sosok sempurna di bawahnya dalam diam.

Bagaimana wajah putihnya merona dengan pekatnya. Mata kecil yang selalu memandangnya tajam; kini terpendar sayu. Bibir tipisnya memerah—juga membengkak dengan saliva yang membuatnya mengkilat menggoda. Dadanya naik turun seakan mencoba meraih nafasnya yang sempat di curi olehnya. Dan Jimin bisa dengan jelas merasakan bagaimana miliknya yang menegang perlahan-lahan.

"uhh?"

Jimin sontak menyeringai kala mendapai tubuh Yoong yang menegang di bawah kuasanya. Sementara si mungil hanya bisa menggigit bibir bawahnya kala sesuatu yang keras di dekat paha bagian dalamnya itu mulai menggesek miliknya yang masih tertidur dengan gerak lambat namun menyiksa. Jimin hanya terdiam acuh, menenggelamkan wajahnya pada perpotongan leher sang kekasih. Menghirup aromanya rakus sebelum mengendusnya; yang mana membuat Yoongi menggeliat karena geli hingga akhirnya sesuatu yang sedari tadi menusuk pahanya bertambah bangun.

"diamlah hyung, kau malah membangunkannya"

Cup

"ahk- Jim" mengecup, menjilat lalu menghisapnya. Jimin terus menerus membuat noda di kulit putih mulus sang kekasih. Tanda yang hanya mengartikan jika pemuda di bawahnya mutlak hanya miliknya seorang.

"ah- ahh— Jim-"

Maka ketika pemuda di bawanya mulai terlena akan permainannya, tanpa ba bi bu lagi Jimin kembali menubrukan bibirnya pada bibir tipis yang selalu menjadi candunya. Mengajak sang kekasih untuk menyusuri permainan yang membuat gairah mereka meletup-letup. Membawa pasangannya terbang ke langit ke tujuh. Melupakan dunia dan sekedar melupakan apa yang akan mereka hadapi ke depannya.

"Jim- Jim— ahh- ahk—"

Lantunan merdu itu terus terdengar kala Jimin semakin jauh menyentuh si baby sugar miliknya. Kembali mencumbu leher putih miliknya yang sebelumnya telah ia beri klaim; menambah jumlah tanda di sana sehingga kulit putih pucat itu benar-benar tertutupi dengan bercak merah gelap. Membuka atasan yang di kenakan kekasih manisnya dengan cepat. Jilatan serta hisapannya mulai turun ke arah dada putih pemuda Min.

"ak- je— ah- bal Jim— ahkk"

Tubuh di bawahnya tak henti-hentinya menggeliat resah kala lidah kurang ajar Jimin mulai menjilati puting merah mudanya sensual. Bahkan tangan kirinya yang menganggur; memelintir putingnya yang tak terjamah lidah panasnya.

Yoongi tentu merasa melayang, ia seakan tak lagi menempati dunia karena Jimin terus menerus memberikan kenikmatan pada tubuhnya. Titik sensitifnya berkali-kali di mainkan sang kekasih.

Miliknya sudah sedari tadi menegang; bahkan ia merasa celana yang di kenakannya sudah basah di bagian depan. Heol, bahkan Jimin sama sekali belum menyentuh miliknya namun ia sudah akan mengalami cum. Bola matanya berputar kala lagi-lagi lidah Jimin kembali bermain di bagian tubuh sensitifnya yang lain—kali ini perut bawahnya hampir menuju pangkal pahanya.

Namun sedetik kemudian Jimin menghentikan jilatannya; yang mana membuatnya mengerang kecewa.

"aku mencintaimu—" bisiknya sebelum kembali menabrakan bibir mereka.

.

.

Jungkook masih terdiam di tempatnya, memandang sosok di hadapannya dengan pandangan kosong. Seolah masih tak percaya akan atensinya; selebihnya tak mempercayai akan apa yang barusan keluar dari mulut busuknya itu.

Hoseok hanya tersenyum samar. Tentu saja ia tak berhak marah apalagi kesal pada pemuda kelinci di hadapannya. Jelas ia sadar jika kelakuannya selama ini berhasil membuat Jungkook tak percaya lagi padanya. Ia sadar akan hal itu, jadi yang bisa ia lakukan hanyalah memandang sosok di hadapannya dengan teduh.

"fikirkanlah kembali, jika kau sudah siap. Kau bisa memanggilku sesukamu—"

Dan Jungkook tak ubahnya pemuda yang mendadak dungu. Entah ia harus menangis haru berterima kasih padanya. Atau menangis kencang mengatainya gila.

Dan hari itu Jungkook sukses di buat bingung akan kejadian yang menimpanya.

.

.

.

Jemarinya bergetar akan ketakutan. Netranya terus menerus menatap ponselnya lamat; lebih tepatnya kontak Jeon Namjoon. Menimang sebentar, haruskah dirinya menghubungi suaminya dan membuat sosok di hidupnya itu frustasi di tengah dinasnya ke Daegu; lalu berakhir dengan dirinya yang penuh dengan kekalutan akan mengendarai mobilnya pulang ke Seoul. Detik ini juga.

Menggelengkan kepalanya pelan, sebelum ia menarik rambutnya frustasi. Kembali melirik sesuatu yang teronggok dengan manisnya di atas meja; yang mana sedari tadi menjadi bahan rasa frustasinya.

Pisau dapur. Seokjin ingat betul, bahwa ia meletakan benda itu di rak atas tempat penyimpanan cadangan makanan. Namun entah bagaimana caranya, pisau itu sudah tergeletak dengan manisnya di bawah kolong meja makan. Kenapa ia tau?

Berterima kasihlah pada Taehyung, yang –jujur saja ia juga kaget ketika kembali menemukan pemuda itu di sekelilingnya. Ia tak berbicara, hanya mengarahkan jari telunjuknya ke kolong meja menyimpulkan segalanya bagi Seokjin.

Belum sempat ia berterima kasih, namun sosok tampannya sudah menghilang entah kemana.

Namun satu hal yang ia yakini, Jungkook kembali berulah di saat semuanya tak ada di rumah.

Kembali mengacak rambutnya frustasi sebelum bahu itu bergetar karena tangis.

Kembali menangisi hidup anaknya yang selalu menderita itu.

.

Ia terseok kala melangkahkan kedua tungkai jenjangnya. Obsidiannya yang selalu berkilau cerah itu kini redup; nampak kosong. Kadang kala ia tersandung kakinya sendiri saking tak fokusnya ia berjalan.

Jika kembali di tilik, ia terlihat cukup berantakan dengan rambut acak-acakan dan muka pucatnya yang kusam karena peluh. Kembali ia tersandung kakinya namun dirinya masih kuat menopang keseimbangan tubuhnya. Perlahan air mata yang sedari tadi ia tahan pun meluncur juga.

"kau ingin bersama Taetae kesayanganmu kan?"

Isakan lirihnya kini terdengar membelah keheningan malam.

"aku bisa membantu untuk mewujudkan keinginanmu itu"

Ia mulai menutup mulutnya dengan tangan, mencoba meredam isakannya sendiri.

"jangan takut, anggap saja ini sebagai penebus dosa-dosaku pada kalian berdua"

Bruk

Dan kembali ia tersandung, kali ini ia tak mampu menopang tubuhnya sehingga tubuh ringkihnya jatuh terduduk di aspal yang dingin.

"Taetae hyung, aku harus bagaimana?" gumamnya gamang. Di satu sisi ia ingin mempercayai Hoseok namun melihat ke belakang tentang apa yang selama ini Hosoek lakukan pada keduanya ia jadi ragu sendiri.

Haruskah ia kembali menyerahkan dirinya pada lelaki yang membuat dirinya berpisah dari sang kekasih?

Namun di satu sisi ia ingin mengabaikan perkataannya yang seolah-olah benar akan mempertemukannya dengan sang kekasih.

"hyung, haruskah aku mempercayainya lagi?"

.

"aku pulang-" ujarnya lesu.

Mendengar suara Jungkook, Seokjin buru-buru menghapus air matanya; untungnya pisau yang di temukannya telah ia amankan kembali ke tempat asalnya. Jadi anaknya itu takkan mencurigai apapun.

"anak ibu sudah pulang?" sapanya riang, merentangkan tangannya ketika melihat sosok rapuh pemuda Jeon berjalan ke arahnya.

Jungkook tak menolak, ia justru langsung menenggelamkan dirinya pada pelukan sang ibu; yang mana ia cari sedari tadi.

"lelah?" Jungkook mengangguk pelan di dalam pelukannya yang mana membuat Seokjin gemas akan tingkah manja Jungkook yang kembali ia rasakan. Dengan sayang ia mengelus kening puteranya; kadang ia menyeka keringat yang membuat wajah anaknya menjadi jelek.

"apa yang putera ibu lakukan hari ini?"

Tak langsung menjawab, Jungkook malah mulai merengek seperti biasanya; seakan ia tak pernah memiliki masalah apapun. Yang mana membuat Seokjin menahan air matanya –karena di satu sisi ia percaya Jungkooknya telah kembali namun di sisi lain ia takut kalau ini hanyalah sebuah firasat jika ia akan kehilangan putera kesayangannya itu.

"aku menghabiskan waktuku bersama Mingyu di game center" jawabnya pelan teredam oleh dekapan erat yang di berikan ibunya.

Air mata Seokjin menetes sekali tanpa ia minta. Menangis haru karena Jungkooknya benar-benar telah kembali.

"kau menikmati waktumu, eoh?" tanya Seokjin sedikit serak yang di balas anggukan pelan oleh Jungkook. Puteranya itu masih tetap mendekap erat tubuh berisi milik ibunya, seakan enggan kehilangan kenyamanan yang belasan tahun lamanya selalu ibunya berikan.

Hening beberapa saat hingga kemudian suara si pemuda Jeon kembali terdengar membuatnya menggigit bibir bawahnya.

"ibu, maafkan aku"

Tes

Setetes air mata kembali jatuh.

"bu, maafkan Kookie—"

Dan air matanya luruh tanpa bisa ia tahan lagi. Mendengar permintaan maafnya; entah untuk sikapnya selama ini atau untuk hal lain.

Sadar jika tubuh yang di dekapnya itu sedikit bergetar, Jungkook tak melepasnya malah semakin mendekapnya erat.

"ibu—"

"—jangan ulangi lagi, berhenti membuat ibu takut Kook" buru-buru Seokjin memotong perkataan Jungkook dengan suara seraknya.

Hening. Jungkook tak menyahuti apapun.

"maafkan aku, karena mengecewakanmu bu-"

Dan Seokjin sadar jika akhirnya ia harus benar-benar kehilangan puteranya.

Maka di dekapnya erat tubuh hangat Jungkook sebelum ia benar-benar kehilangan kehangatan yang selalu ia dapatkan.

"ibu tak bisa kehilanganmu, sayang-"

Menghela nafasnya sejenak, sebelum dengan berat hati ia berujar—

"—tapi ibu akan selalu mendukung semua keputusanmu"

—membuat tubuh di dekapannya menegang sesaat.

Dan Seokjin tak lagi menahan isakannya. Ia menangis meraung sambil mendekap erat tubuh Jungkooknya.

.

.

.

"jadi apa yang baby sugarku lakukan di sini?" Yoongi tak langsung menjawab. Tubuh mungilnya bersandar dengan eratnya pada tubuh Jimin yang tak terlapisi apapun. Keduanya polos, hanya selimut putih yang membalut tubuh bagian bawah mereka.

Kepala Yoongi bersandar dengan nyamannya di dada bidang milik kekasihnya. Telunjuknya memainkan pola abstrak di dada kecoklatan itu. Sementara sang kekasih tengah bersandar di kepala ranjang. Satu lengannya memeluk bahu telanjang Yoongi, sesekali mengelusnya secara garis vertikal.

"aku hanya tengah membantu Taehyung dalam misinya, sekalian untuk menemuimu"

Mendengung sejenak. Kemudian ia menguselkan hidungnya pada tubuh bagian atas kekasihnya. Mencium dadanya berulang-ulang yang mana menghasilkan geraman tertahan dari si pria dominan.

"berhenti menggodaku baby, atau aku akan kembali kehilangan kendali" geramnya karena Yoongi tak berhenti menggodanya, malah semakn intens.

"Yoon. Aku serius-"

Barulah pemuda manis itu mengalah. Berhenti menggoda kekasihnya dengan cara menciumi kulit dadanya.

Dan mau tak mau, ia terpaksa memberitahukan hal yang seharusnya tak Jimin ketahui, namun mengingat jika kekasihnya merupakan sahabat dekat Jungkook maka Yoongi tak mempunyai pilihan lain selain kembali menyeret Jimin dalam hal ini.

"kau ingat, tiga tahun yang lalu saat aku mati dan Taehyung musnah-" lirihnya yang mendapati tubuh Jimin yang menegang, jelas ia sangat mengingat bagaimana tubuh kekasihnya yang di hempaskan begitu saja oleh Hoseok setelah sebelumnya jantungnya di tusuk oleh salib. Dan bagaimana raut manis itu yang sekuat tenaga menahan rasa sakitnya, memintanya untuk berhenti menangis. Semuanya masih terekam dengan jelas di memorinya dan tak mungkin Jimin lupakan begitu saja.

Dan sekarang, kekasihnya kembali mengungkit hal menyakitkan itu lagi.

Mengetahui jika Jimin kembali di landa emosi, maka yang bisa Yoongi lakukan hanyalah kembali memeluk tubuh kekasihnya erat-erat.

"sudah, jangan di ingat lagi. Aku tak apa, sungguh. Ini memang pilihanku, jadi tolong jangan benci dirimu sendiri, sayang"

Maka Jimin tak bisa untuk tak luluh, apalagi kekasihnya yang tiba-tiba memanggilnya dengan mesra.

"—kau tau Chim, karena kejadian itu kami di beri hak istimewa. Taehyung tak langsung di musnahkan, namun ia juga tak bisa bereinkarnasi karena tetap jatuh cinta pada manusia itu merupakan kesalahan jadi anggap itu sebagai bentuk hukuman untuknya. Ia masih berada di perbatasan antara neraka dan dunia manusia—tak ada surga, karena makhluk seperti kami tak mungkin bisa menyecap keindahan itu. Jadi dewa membuang kami ke dunia yang berisikan makhluk dengan hak istimewa seperti kami. Selama di sana, Taehyung tak hentinya terus melamun. Di depan kami ia selalu tersenyum, namun kami tau ketika ia jauh ia selalu bersedih karena dirinya harus terjebak di dunia itu selamanya. Karena di antara kami semua, hanya Taehyunglah yang tak bisa bereinkarnasi itu membuatnya terpuruk sehingga aku mencoba meminta bantuan pada yang lain agar mau membantu Taehyung untuk dapat bertemu dengan Jungkook, walau dalam mimpi sekalipun-"

Jimin tertegun, balik merengkuh kekasih mungilnya. Ia sama sekali tak bisa membayangkan jika dirinya lah yang ada di posisi Taehyung.

"biar ku tebak, Taehyung berhasil menemui Jungkook?" Yoongi terkekeh geli karena Jimin mulai menguselkan hidung mancungnya di perpotongan lehernya.

"—ya ia memang berhasil, namun ia harus membayar mahal atas keinginannya itu"

Suara Yoongi yang memelan tiba-tiba saja membuatnya merasa tak nyaman, cukup takut akan apa yang harus Taehyung bayar demi menemui Jungkook.

"apa yang harus ia lakukan?"

Dan mendengar hembusan nafas Yoongi yang terdengar ragu-ragu dan berat membuat perutnya melilit seketika.

"cukup rumit, ia harus merelakan tubuhnya di cambuk setiap hari, setiap saat hanya untuk bisa membuka segelnya sebanyak tiga kali"

"—dan ku fikir kemarin adalah segel terakhirnya di depan Seokjin, jadi mau tak mau ia menyuruhku untuk turun tangan langsung"

Yoongi terkekeh miris, kembali mengingat bagaimana adiknya itu harus terus menderita.

"tunggu dulu, turun langsung, apa maksudnya? Jangan katakan jika akan ada peperangan lagi?" Jimin menatap Yoongi tajam membuat yang di tatap hanya bisa menampilkan senyum lemahnya.

"ya, memang itu kebenarannya. Dan aku membutuhkan bantuanmu, Chim—"

"apa yang sebenarnya terjadi hyung, jelaskan padaku"

Namun melihat raut wajah Yoongi yang terlihat mengeras, menegaskan jika sesuatu yang akan ia hadapi kali ini merupakan hal yang sangat serius.

"dia kembali Chim-"

Bersamaan dengan bisikan lirih kekasihnya, ia merasa kembali di tampar pada masa lalu.

"—Jung Hoseok kembali"

Karena kini yang ada di fikirannya hanyalah sosok sahabatnya, Jeon Jungkook.

.

.

.

Sosok pemuda manis berambut cokelat terang itu hanya bisa terdiam mematung; tubuhnya sedikit gemetar dengan keringat dingin yang terus menetes dari beberapa titik di tubuhnya. Mengepalkan telapak tangannya erat, mencoba menguatkan dirinya akan apa yang menimpa dirinya beberapa saat kemudian. Meyakinkan dirinya sendiri bahwa ini merupakan pilihannya sendiri.

Maka degan perlahan ia menaik nafas lalu menghembuskannya. Mensugestikan dirinya bahwa semuanya akan baik-baik saja.

'ibu, maafkan aku—'

Bertepatan dengan bisikan lirihnya; ia mulai berjalan dengan langkah mantap memasuki sebuah hutan yang akan mengantarkannya menuju lapangan.

Tepat di mana seseorang tengah menantinya.

.

Perasaan Mingyu mendadak kacau balau, entah mengapa. Hanya saja ia selalu memikirkan pemuda kelinci pujaan hatinya. Apa yang tengah di lakukannya kini? Atau apakah ia juga memikirkan dirinya?

Mengingat hal terakhir, ia hanya bisa tersenyum pedih.

Heol, itu tak mungkin. Memang siapa dirinya hingga Jungkook harus mengingatnya segala.

Memaksa otaknya untuk kembali ia ajak berkompromi, dengan cepat ia mengambil ponselnya yang sejak tadi tergeletak di meja nakas; mengabaikan beberapa pesan masuk di sana. Jemari panjangnya sibuk mencari kontak Jungkook, setelah menemukannya ia kemudian mendiall sahabatnya itu.

"maaf, nomor yang anda tuju—"

"ah, shit" umpatan lirih berhasil ia keluarkan mana kala bukan suara merdu sahabatnya yang menjawab panggilannya, melainkan suara seorang wanita yang bertugas sebagai operator yang menjawabnya.

Dengan sedikit kasar, ia membanting tubuhnya sendiri ke atas ranjang besar miliknya. Menutup matanya sejenak sebelum ia kembali teringat akan beberapa pesan yang masuk ke dalam ponsel pintarnya itu.

Maka dengan sedikit ogah-ogahan ia mengambil ponselnya yang sebelumnya ia letakan tak jauh dari tubuh besarnya. Membuka kembali kuncinya, lalu menelusuri salah satu folder dengan ikon sebuah surat di sana.

Dahinya seketika mengernyit heran karena dari tiga pesan yang ia terima salah satunya merupakan pesan dari orang yang saat ini tengah ia khawatirkan.

Tumben Jungkook mengirimkan pesan singkat padanya, batinnya bingung.

Maka dengan penasaran, ia membuka pesan tersebut. Namun detik berikutnya dahinya tambah mengernyit heran akan maksud dari sahabatnya itu.

From: Jungkook-ie

Mingyu~ Ming Ming~~ ketika kau membaca pesan ini, ku harap kau sedang dalam posisi sadar kekeke, aku bercanda oke^^ Ming~ aku hanya ingin mengucapkan terima kasih karena kau sudah mau menjadi sahabatku, tetap selalu di sampingku walau aku selalu meresponmu dengan acuh. Ah mungkin kau bingung kenapa aku mengirimkan pesan dadakan seperti ini padamu, tenang saja kondisiku sedang dalam baik-baik saja malah mungkin akan selalu baik-baik saja, setelah ini. Ah, tak terasa waktu bergulir begitu cepat ya Ming. Aku bahkan masih merasa seperti baru kemarin aku mengenalmu. Ah, sepertinya ini terlalu panjang, baiklah aku akan langsung ke intinya oke. Ming, terima kasih sudah mau manjagaku selama ini, mulai besok dan seterusnya kau tak perlu mencemaskanku lagi, kau bisa berhenti untuk menjagaku karena seseorang yang memang bertugas menjalani kewajibannya akan kembali datang. Jadi, ia akan melanjutkan pekerjaannya yang sempat tertunda. Ming~ kau lelaki baik, wajah tampanmu pasti banyak membuat beberapa pemuda maupun wanita terpikat padamu. Carilah pendamping hidupmu sendiri Ming, sudah cukup kau menderita selama ini karena mencintai sendirian. Untuk yang satu ini, aku sungguh-sungguh minta maaf. Maaf karena menjadi jahat untukmu, tapi sungguh aku tak bisa menerima cinta darimu. Kau terlalu baik untukku, lagipula hatiku sudah terenggut sejak dahulu Ming, dan kini aku tengah berjuang untuk menyatukan kepingan hati yang sempat terpisah itu. Jadi, do'akan aku ya Ming^^ ah, sungguh sepertinya ini terlalu kepanjangan.

p.s: jangan lupakan aku ya Ming~ sekalipun nanti kau tak bisa melihatku lagi^^

tertanda, sahabat kelincimu Jeon Jungkook.

Dan entah mengapa perasaannya tiba-tiba mendadak berubah tak enak. Dan juga ia merasa menyesal setelah membaca pesan yang di kirimkan sahabatnya itu.

'percuma mencegah sekalipun, takdir ini akan tetap berjalan-'

Dan untuk kedua kalinya ia kembali bergidik ngeri karena suara seseorang tiba-tiba terngiang di kepalanya. Suaranya agak berbeda dari orang yang pertama kali memasuki fikirannya, walau nyatanya suara tersbut sama-sama berat dan rendah.

.

Jung Hoseok menyeringai lebar kala melihat wajah pucat pasi milik Jungkook yang berdiri beberapa meter di hadapannya. Tersenyum meremehkan kala mendapati wajah pucat itu di lingkupi kekhawatiran yang besar, sungguh mangsa di hadapannya kali ini terlihat sangat menggiurkan.

Dengan perlahan ia membawa kakinya untuk melangkah mendekati si pemuda kelinci yang masih mematung di tempatnya. Senyuman terukir menyeramkan kala berdiri tepat di hadapan pemuda yang sudah lama ia incar kematiannya itu.

"aku tau jika pada akhirnya kau akan datang padaku—"

Tak ada jawaban, Hoseok tau jika pemuda manis di hadapannya tengah mati-matian berusaha meredamkan ketakutannya sendiri.

Oh, benar-benar kelinci menggemaskan.

Namun sayang, nyawanya akan melayang dalam beberapa jam ke depan.

Tepat di tangan penuh dosanya.

Membayangkannya membuat ia tersenyum menyeramkan yang mana membuat pemuda di hadapannya semakin ketakutan.

"ah, ayo langsung saja kita adakan ritualnya-"

Dan Jungkook sadar, sudah sangat terlambat untuknya mundur saat ini. Ia sudah bertindak terlalu jauh, maka yang bisa ia lakukan hanyalah pasrah pada semuanya. Membawa langkahnya mendekati tempat ritual yang berupa batu itu yang mana akan selalu mengingatkannya akan kejadian beberapa tahun silam.

Di mana dirinya hampir mati dua kali di sini.

Dan di mana juga ketika ia harus kehilangan kekasihnya di tempat terkutuk ini.

Hoseok menyeringai puas kala melihat Jungkook yang kini pasrah terbaring di sana, seakan mempercayakan segalanya pada sang iblis. Memberikan nyawanya secara cuma-cuma.

Maka yang ia lakukan kemudian berjalan mendekati sang kelinci yang hari ini menjadi korbannya, menyeringai lebar sesaat.

"kau sudah siap kan bunny?"

Dan hanya berupa anggukan yang ia terima dari sosok kelinci menggemaskna milik adiknya itu.

.

Berkali-kali Yoongi bergerak gelisah dalam tidurnya, membuat Jimin yang juga tertidur di sebelahnya terbangun akibat kekasih manisnya itu.

"hey, baby bangunlah. Kau kenapa?"

Ia mengguncang tubuh mungil itu berkali-kali, namun bukannya membuka mata. Yoongi malah semakin menggeliatkan tubuhnya resah, keningnya mengernyit dalam, seakan mimpi yang tengah di alaminya teramat sangat menyakitkan untuknya.

Jimin tentu saja cemas melihat kekasih mungilnya yang resah dalam tidurnya, ia terus mengguncang tubuh itu pelan. Bibirnya mengecupi wajah manisnya di sertai gumaman menyuruhnya untuk bangun. Namun pemuda itu masih tetap memejamkan matanya dengan erat; menolak untuk mengakhiri mimpinya.

"andwae—" mata sayu itu tiba-tiba terbuka, peluh mengucur melewati pelipisnya; menandakan setidaknya betapa menakutkannya mimpi yang ia alami barusan.

Dan hal pertama yang Yoongi lihat saat membuka kedua matanya adalah tatapan khawatir milik pria pujaannya.

"sst, tak apa. Aku di sini baby, aku bersamamu"

Jadi yang bisa Jimin lakukan hanyalah membawa tubuh mungil itu ke dalam dekapannya, mengusap punggung telanjangnya pelan; memberikan kenyamanan pada sang kekasih yang jiwanya sedang terguncang akan mimpinya itu.

"sstt— tak apa, aku di sini, sayang" Jimin terus menerus mengelus punggung telanjang itu; terus menenangkan kekasihnya. Namun secara mendadak, Yoongi melepas pelukannya. Mencengkram bahunya erat; mata sayunya memandangnya penuh kekhawatiran.

"hubungi Jungkook sekarang dan tanyakan di mana ia kini" titahnya yang mana malah membuat Jimin kebingungan.

Jungkook? Memang ada apa dengan sahabatnya itu?

Masih setengah linglung, ia meraih ponsel di atas nakas samping ranjangnya; mulai menghubungi nomor Jungkook. Namun sayangnya nomor yang ia tuju sedang tak aktif.

Melirik sedikit kekasihnya yang masih saja memandangnya khawatir, ia kembali mencoba menghubungi sahabatnya setelah ia mengelus surai pemuda di hadapannya dengan sayang.

"memangnya kenapa dengan Jungkook?" ia tak bisa menahan rasa penasarannya lagi. Sambil terus mencoba menghubungi Jungkook, ia menatap Yoongi yang masih terdiam tak bereaksi. Hanya memandangnya khawatir.

Tak ada jawaban. Yoongi masih setia bungkam membuat Jimin menghela nafasnya sejenak.

Mencoba menghilangkan perasaannya yang berubah menjadi tak enak seperti saat ini.

"nomornya tak aktif, mungkin ia sed—"

"—kita terlambat" bisikan lirih Yoongi memotong perkataan Jimin.

Sementara Jimin, pemuda itu masih terdiam; dengan kening berkerut tajam tak mengerti dengan arti perkataan kekasihnya itu.

Ia bahkan hanya terdiam membisu kala melihat Yoongi yang terburu memakai pakaiannya saat ini. Namun entah mengapa air matanya mengalir dengan deras tanpa ia tau sebabnya.

"kenapa aku menangis?" tanyanya setengah linglung entah pada siapa, Yoongi yang mengerti akan kekalutan Jimin, hanya bisa duduk di sampingnya; menatapnya sendu setelah mengelus pipi tirus Jimin yang tersapukan air matanya.

"ayo pergi, kita selamatkan Jungkook bersama" bisiknya parau.

.

.

.

Jungkook hanya tak mengerti mengapa semuanya berakhir seperti ini. Yang ia ingat, ia hanyalah seorang pemuda yang begitu menginginkan kekasihnya kembali berada di sisinya. Jadilah ia berakhir dengan keadaan mengenaskan seperti saat ini.

Berbaring dengan pasrahnya; tak melakukan perlawanan apapun pada sosok yang entah berbuat apa padanya. Namun yang pasti, matanya terasa berat luar biasa; bahkan suara merdu Hoseok yang entah tengah mengucapkan apa karena ia tak mengerti akan bahasa yang tengah Hoseok gunakan terdengar samar-samar di telinganya; tubuhnya juga terasa seakan melayang-layang.

Malum amoris sui

Cinta mereka memang salah

Salah? Cih tau apa tentang salah atau benar dirinya. Jungkook mencibir dalam hati. Tiba-tiba ia kembali teringat Taehyung.

Et non ludere sui aestimatione propriaque sortis. Cupiunt esse.

Mereka menentang takdir mereka sendiri. Mereka terlalu berambisi untuk bersama.

Sebuah bayangan saat Taehyung tengah tersenyum dengan lebarnya tiba-tiba muncul begitu saja. Membuat air matanya mengalir begitu saja.

'hyung—'

Sed tu simul-

Tapi bisakah kau biarkan mereka bersama-

'hyung, apakah ini benar?'

Tubuhnya terasa memanas entah karena apa. Namun yang bisa ia lakukan hanyalah diam, karena sesungguhnya tubuhnya telah mati rasa.

Et poenas ob nescio odio maxima utriusque-

Aku tau kau membenci mereka dan menghukum keduanya akibat kesalahan besar mereka berdua-

Air matanya semakin deras keluar kala melihat bayangan Taehyung yang tengah menangis di hadapannya.

Sed rursus circa amabatur fortiores

Tapi sekali lagi, cinta mereka terlalu kuat untuk di tentang-

-Amabatur findi fortiores

-cinta mereka terlalu kuat untuk di pisahkan

Seorang pemuda terlihat tengah berlari di kejauhan sana, sementara pemuda yang mengikuti di belakangnya hanya bisa mengejar sosoknya dengan perasaan sama kalutnya.

Quia non semper conscii sunt ingenui filo ligatum fatum

Karena tanpa di sadari mereka telah terikat benang takdir

'hyung, katakan aku tak salah kan?'

Fortunae se habeant

Mereka memiliki takdir satu sama lain-

Langkah kaki pemuda berperawakan mungil itu melambat kala melihat pemandangan yang tersaji di hadapannya.

"tidak—"

Propter quod ego hic stantes, et eos simul

Quorum finis alligata mutuo

Untuk itu aku berdiri di sini, biarkan mereka bersama

Biarkan takdir mereka terikat satu sama lain-

Jimin tiba, berdiri di samping Yoongi yang masih menatap pemandangan di hadapannya dengan hancur.

Nam ut ego, iuvenis sic mutatum est, quot una redire. Non autem ita quod sit amor sui

Untuk itu, aku mengubah pemuda ini agar mereka kembali bersama. Agar cinta keduanya tak lagi salah-

Tiba-tiba cahaya putih mulai menyelubungi tubuh Jungkook.

"ARGGGGTT—" hanya terdengar teriakan menyakitkan Jungkook di lapangan gersang itu.

Adhuc ergo unum sint, tamen, quia non potest mutare fata

Jadi biarkan mereka bersama kembali, karena bagaimanapun kita tak bisa mengubah takdir mereka-

"ARGGTT—" teriakan itu kembali terdengar membuat Jimin dan Yoongi hanya mampu terdiam mematung itu ikut meneteskan air mata; seakan mengerti bagaimana rasa sakitnya Jungkook saat ini.

Non ergo sanguinis sudore lacrimas licet frustra immolabat

Jadi jangan biarkan darah, keringat dan air mata yang telah ia korbankan sia-sia begitu saja-

"aku gagal Chim, aku gagal tak bisa melindungi Jungkook-" Jimin hanya bisa mendekap sosok di sampingnya; namun matanya masih menatap ke depan. Menyaksikan bagaimana sahabatnya keskitan di sana.

Obsecro. Deus.

Ku mohon. Dewa

Dan kabut putih tiba-tiba menyelimuti mereka.

.

.

.

END

.

.

.

.

.

.

.

.

OMAKE

Pemuda bersurai coconut itu hanya memainkan kedua tungkainya dengan bibir manisnya yang masih mencebik lucu.

"baby—"

Bahkan suara rendah favoritnya itu hanya mampu membuatnya semakin merasa kesal setengah mati.

Tak menoleh sama sekali, membuat pemuda lain yang tengah berjalan ke arahnya hanya mampu tersenyum tipis melihat kelakuan kekasih manisnya yang masih suka merajuk itu.

"baby, berhenti mengacuhkanku. Kau membuatku sakit" ujarnya dengan manja sambil memeluk erat kekasihnya dari belakang. Namun pemuda yang lebih manis memilih untuk menghempaskan lengan yang tengah memeluk perutnya erat itu.

Lagi-lagi si pemuda di belakangnya menghela nafas maklum akan sikap kekanakan kekasihnya itu.

"baiklah aku minta maaf eoh, aku janji tak akan melakukannya lagi—"

Terdengar cebikan dari si manis.

"—cih, hyung bahkan berkata kasar setelah membentakku" ujarnya dengan kesal.

"itu karena kau melakukan hal ekstrem seperti itu, sudah ku bilang kau hanya perlu duduk dan aku—"

"—lihat-lihat kau melakukannya lagi. Berhenti bertindak protektif seolah aku masih manusia lemah. Ingat kita sekarang sama hyung"

Dan yang bisa si tampan lakukan ketika kekasihnya merajuk seperti ini hanyalah menangkupkan tangannya di kedua pipi bulat kekasihnya; mengelusnya lembut dengan onixnya yang menatap sepasang obsidian di hadapannya teduh.

"baiklah Kookie, maafkan hyung oke, Hyung melakukan itu karena hyung tak ingin kembali kehilangan dirimu. Kau memang telah menjadi bagian dari kami, tapi di mata hyung. Kau tetap manusia kelinci kesayangan Taetae hyung"

Yang bisa Jungkook lakukan hanyalah mencebik lucu walau dadanya menghangat karena perkataan sang kekasih.

"jadi maafkan hyung oke" bisik Taehyung di sela dekapannya pada Jungkook.

Tiga tahun berlalu setelah ritual yang di lakukan Hoseok serta kekasihnya, Jungkook kini resmi menjadi bagian dari kaum mereka.

Sempat hampir dua setengah tahun tak sadarkan diri karena efek dari perubahan yang ia alami membuat Tahyung sempat frustasi sehingga menghancurkan apapun di sekelilingnya.

Jadi wajar bukan jika dirinya amat protektif pada kelinci manisnya mengingat jika kekasihnya itu baru beberapa bulan lalu sadar dari fase perubahannya.

Entah apa ia harus bersyukur atau justru sebaliknya, ia memang bahagia karena bisa kembali bersama sang pujaan hati namun masih banyak yang mengganggu fikirannya.

Namun kembali, melihat senyuman favoritnya yang bertengger di bibir si manis membuatnya melupakan keresahan yang sering ia alami itu.

.

Aku tak apa walau harus mengorbankan diriku

Jika itu sepadan dengan bisa kembali ke sisimu lagi...

.

.

.

~FIN~

.

.

.

Halo, ada yang masih inget cerita ini?

Iya tau, ini lama banget publishnya jadi mbem Cuma mau bilang maaf sebesar-besarnya buat kalian yang udah nunggu lanjutan Wings *itu pun kalo ada :v dan buat kalian yang bakal kecewa karena endingnya syuper maksa seperti ini-,- mbem tadinya mau bikin sad, tapi pasti nanti kalian protes terus neror mbem nyampe mbem kefikiran sendiri :v

Btw, ini spesial buat MinYoon #teamukeYoongi walau adegan enaena nya di cut, tapi asli bikinnya nyampe keringet dingin :v *efek teori banyak prakteknya nol besar :v

Oh iya, mungkin untuk saat ini mbem ga akan terlalu sering publish epep atau nongol di ffn. Kampus lagi padet-padetnya bikin acara dan mbem juga udah semester 5 yang otomatis lagi ngejar-ngejarnya nilai biar taun depan graduation *amien^^

Tapi tenang, mbem udah ada poject baru setelah Wings. Love Yourself^^

Salahin Higlight Reel, kenapa teasernya begitu bikin Cuma fokus di jalan cerita itu nyampe kebawa mimpi :v

p.s: btw ini chapter terpanjang yg mbem bikin nyampe 38 words dan 5k lebih-,-

hastaga, lelahnya diriku :v

a.n nya kepanjangan ya, pokonya mbem Cuma mau bilang makasih buat yg udah stay baca dari awal nyampe final cem ini^^

akhir kata, wasalam. Sampe ketemu di project berikutnya^^

salam ppyong~ ppyong~