03 April 2010, Inggris
Tergopoh-gopoh, pemuda bertubuh jangkung dengan pakaian kusut di kerah kemejanya menelusuri gang sempit di perkotaan. Selang tiga meter— satu, dua, sampai lima pemuda lain bertubuh sangar dengan pakaian khas preman mengejar pemuda tadi. Mereka menyerukan agar si pemuda bertubuh jangkung untuk berhenti.
Pemuda bertubuh jangkung itu mengatur napasnya susah payah, peluh berjatuhan dari dahinya. Rasanya, dia tidak sanggup lagi untuk berlari, terlebih, gang sempit yang dimasukinya membawa pemuda jangkung itu menuju jalan buntu. Pikirannya semakin kacau. Iris karamelnya bergerak cepat ke seluruh sisi di ujung gang tersebut. Namun sayang, kelima pemuda yang mengejarnya lebih dulu sampai sebelum dia menemukan cara kabur.
"Kau tidak bisa kemana-mana lagi!" seru salah satu dari kelima pemuda, berdiri paling depan seolah menyatakan dirinya seorang pemimpin. Tidak heran, tubuhnya lebih kekar dari keempat lainnya.
Pemuda bertubuh jangkung itu menempelkan punggungnya pada dinding. Tangannya terkepal kuat. Dia bisa merasakan sesuatu yang sangat kuat ingin menguasai tubuhnya. Tapi, dia tidak bisa membiarkannya. Lebih baik dipukuli sampai mati daripada kedua tangannya melakukan kesalahan lain lagi. Dia bukan seorang pembunuh.
"Ja-jangan pukuli aku. Ku mohon..." —yakinlah, ketika ucapan itu keluar dari bibir bergetar si pemuda bertubuh jangkung, dia tidak sedang meminta untuk kebaikan dirinya. Melainkan rasa khawatir terhadap kelima pemuda di depannya.
Agaknya, kelima pemuda itu terlebih yang bertubuh paling kekar merasa diawang-awang mendengar permohonan pemuda bertubuh jangkung. Mereka semakin semangat mengganggunya, tertawa-tawa keras yang kemudian disusul ejekan, cacian, serta tamparan kecil pada kepala dan pipi si pemuda bertubuh jangkung.
"Perbuatanmu tidak bisa dimaafkan sialan! Kau yang seperti ikan teri berani-beraninya menantangku! Memukuli anak buahku! Cuih...!" pemuda bertubuh paling kekar bahkan meludahi wajah pemuda bertubuh jangkung.
Pemuda bertubuh jangkung menggeleng-geleng kecil. Air mata telah berkumpul di pelupuk matanya. Wajahnya memerah sempurna. Dia bahkan tidak mengerti yang diucapkan pemuda di depannya. Dia bersumpah tidak pernah melakukannya. Kedua tangannya meremas erat tali dari tas selempang yang dipakainya.
"Aku tidak... tahu... sungguh..."
BUAGHHH
Pukulan mentah melayang ke wajahnya. Disusul pukulan-pukulan dari keempat pemuda lainnya. Pemuda bertubuh jangkung itu dipukuli secara bertubi-tubi, tidak diberikan kesempatan meski hanya untuk bernapas.
Darah segar muncrat dari mulutnya. Pandangan matanya mulai kabur. Disaat-saat terakhir kesadarannya, pemuda itu hanya bergumam lirih.
"Lebih baik aku mati daripada kau keluar, Kibum."
Ya. Itulah kalimat yang terus-menerus diyakinkannya dalam hati. Diikuti sebuah tangisan tanpa air mata dan tanpa suara. Hati kecilnya menjerit pilu.
[KiHyun]
Entah mengapa, pemuda asal Korea bernama Cho Kyuhyun yang bersekolah di Inggris itu sangat suka ketika dia pulang dari minimarket membawa sekantung besar berisi persediaan makanan. Dari kaca etalase toko, dia melihat pantulan dirinya. "Aku seperti orang berduit banyak." Gumamnya dan kemudian terkekeh kecil.
Padahal jika dilihat, Kyuhyun hanya membeli banyak mie cup, deterjen, sabun, shampoo, dan keperluan pribadi lainnya yang bersifat umum. Bagaimanapun dia harus berhemat di negeri orang. Berhasil mendapat beasiswa di salah satu Universitas di Inggris jurusan kejiwaan atau yang dikenal sebagai psikolog saja sudah disyukurinya sekali.
Kyuhyun tidak mau mempersulit diri sendiri.
Karena mempunyai tugas menumpuk, Kyuhyun mengambil jalan pintas untuk menuju ke apartemen sederhananya. Sesaat melewati gang sempit yang terdapat banyak gambar abstrak, sayup-sayup pemuda itu mendengar suara pukulan dan teriakan kesakitan.
Dilema langsung menghampirinya. Ikut campur atau tidak ? Salahkan jiwa sosialnya yang tinggi, maka dari itu dia berada di jurusan psikolog, Kyuhyun berjalan lebih dekat ke asal suara. Tetap menjaga jarak agar tidak ketahuan.
Matanya membola begitu melihat seorang pemuda bertubuh jangkung, berkemejakan kotak-kotak, tengah menendangi lima pemuda lain yang terbaring di tanah. Padahal tubuh si pemuda jangkung lebih kurus dan banyak terdapat lebam juga darah di wajahnya. Bagaimana mungkin dia bisa menghabisi lima pemuda bertubuh kekar seperti itu? —pikir Kyuhyun takjub.
Terlalu serius memperhatikan aksi si pemuda bertubuh jangkung, Kyuhyun baru sadar sedaritadi iris sekelam malam pemuda itu tertuju padanya. Tidak tahu mau berbuat apa, Kyuhyun membungkuk kecil dan bergegas meninggalkan gang tersebut. Beberapa kali ekor matanya melirik ke belakang, takut-takut jikalau dia diikuti.
"Hah... syukurlah." Kata Kyuhyun lega setelah tidak melihat tanda-tanda pemuda mengerikan itu. Tapi, mengingat perawakan pemuda itu lagi, Kyuhyun merasa dia pemuda yang tampan.
"Aishh... apa yang ku pikirkan."
Sekeluarnya dari gang dan menemukan trotoar. Kyuhyun melanjutkan perjalanan pulang, sebelum akhirnya langkahnya terhenti dan melihat dua pria berseragam polisi keamanan berjalan ke arahnya, atau tepatnya ke arah gang.
Kyuhyun mengetahui hukum di Inggris sangat keras. Panik langsung menghampiri gadis itu. dia tidak tahu apakah jiwa sosialnya yang begitu tinggi hingga cemas dengan seorang pemuda mengerikan di sana atau rasa ketertarikan sudah muncul dihatinya.
Dua petugas itu semakin dekat. Melepas segala kewarasan pikiran dan logika yang sempat terbentuk dibenaknya, Kyuhyun berlari kembali ke gang. Bahkan jari jemarinya melepas belanjaannya yang berat.
"Akh..." tangan Kyuhyun refleks mengatup bibirnya yang hendak terpekik kaget. Pemuda bertubuh jangkung itu memukul kepala dari salah satu pemuda yang terkapar dengan balok kayu. Berulang-ulang hingga tengkoraknya retak dan kepala si pemuda na'as itu hancur tidak berbentuk.
Pemuda bertubuh jangkung yang Kyuhyun tidak tahu namanya menangkap basah dirinya. Tatapan tajam dan mematikan. Seringai puas penuh kemenangan terukir di wajahnya.
Kyuhyun diam di tempat, lututnya serasa menjadi jelly meskipun si pemuda mengerikan itu sekarang berjalan mendekatinya. Degup jantung Kyuhyun memacu cepat. Dia gila. Ya. Itulah yang dipikirkan Kyuhyun. Saat-saat seperti ini, melihat wajah mengerikan si pemuda bertubuh jangkung, dia terpesona!
"Ya Tuhan..." ucap Kyuhyun hampir menangis. Menangisi ke-abnormalan-nya atas kekaguman sesat kepada pemuda menyeringai itu.
"Siapa disana?"
Langkah pemuda itu berhenti mendengar seruan dari mulut gang. Begitupun dengan Kyuhyun yang seakan ditegur tujuannya datang ke sini. "Tuhan, maafkan aku..." kata Kyuhyun lirih dan bersungguh-sungguh.
Tanpa rasa takut sama sekali, jari jemarinya meraih lengan si pemuda bertubuh jangkung. Menarik pemuda itu agar segera kabur dan mengikuti langkahnya, melewati jalan pintas lain yang berlawanan dengan kedua petugas.
"Maafkan aku..." ucap Kyuhyun lagi disela larinya.
[KiHyun]
Hening mendominasi kedua insan yang sama-sama tengah mengatur napas. Setelah berlari cukup jauh, melintasi gang-gang sempit lainnya guna menghindari khalayak umum. Tidak memungkinkan untuk si pemuda bertubuh jangkung ke jalan besar. Seluruh tubuhnya dipenuhi darah segar.
Kyuhyun terduduk di tanah. Bersender pada dinding gang yang kotor. Tidak peduli lagi bagaimana kondisinya sekarang. Pemuda itu menutup mata menyadari kebodohannya. Apa sekarang dia pahlawan bagi penjahat?
"Hei..."
Kyuhyun membuka mata. Menemukan wajah si pemuda bertubuh jangkung begitu dekat dengannya. Sampai Kyuhyun refleks menahan napasnya sesaat. Iris pemuda itu begitu gelap. Seakan bisa menyedot siapa saja di depannya. Mengerikan. Namun, juga mempesona.
"Kau menolongku?" tanya si pemuda dengan suara beratnya.
"Ya." Jawab Kyuhyun tidak gentar sedikitpun.
"Artinya kau siap mati."
"Tidak."
"Tidak? Kau kira aku tidak akan membunuhmu, hah!" si pemuda jangkung menggeram. Tangan besarnya mencengkram leher Kyuhyun kuat.
Kyuhyun hanya diam. Napasnya mulai tersengal. Lehernya tertekan sakit. Pandangan pemuda itu mulai kosong.
"Aku Kibum! Aku tidak punya perasaan. Orang-orang sepertimu hanya sampah!"
"Kaa...u. Pu... punya. Kau hanya tersaki... ti. Kibum." Kyuhyun berkata terbata-bata. Pandangan pemuda itu mulai mengabur. Tubuhnya lemas tidak berdaya. Sebelum akhirnya kegelapan menguasai tubuh ringkihnya. Kyuhyun meminta maaf kepada Tuhan —lagi.
Si pemuda bertubuh jangkung yang mengaku bernama Kibum melepas cengkramannya. Mengubah posisi menunduknya menjadi jongkok. Memperhatikan lamat-lamat pahatan Tuhan yang indah di wajah pemuda didepannya.
"Kibum..."
Kibum menyeringai kecil. Mengusap permukaan bibir pemuda itu perlahan. "Kibum..." gumam Kibum lagi.
"Ku harap kita tidak bertemu lagi."
Dengan entengnya, Kibum memposisikan tubuh Kyuhyun ke dalam gendongannya. Membawa tubuh pemuda itu menuju ke suatu tempat.
[KiHyun]
03 April 2015, Seoul
"Dokter. Ada pasien."
Lamunan lelaki berkacamata dengan seragam putihnya buyar. Memutar kursi kebesarannya yang semula menghadap jendela ke depan. Memberi seulas senyum ke arah asistennya.
"Suruh masuk."
Sang asisten mengangguk singkat. Membungkuk sedikit kemudian keluar ruangan.
Tidak lama setelahnya, pemuda bertubuh jangkung dengan gaya kikuk memasuki ruangan. Perlahan-lahan berjalan ke meja dengan papan nama bertuliskan, Cho Kyuhyun, di meja.
"Siang, dokter." Sapa pemuda itu sopan seraya duduk di kursi yang disediakan.
"Dokter?" sapa si pemuda jangkung lagi sedikit kebingungan, sebab sang dokter yang sangat terkenal dengan keahliannya menyembuhkan orang-orang dengan masalah kejiwaan itu hanya diam; menatap intens dirinya.
Sang dokter bernama Kyuhyun masih tetap diam. Pemuda itu sampai mengoreksi perkataannya apa ada bahasa Korea-nya yang salah. Maklum saja, baru dua bulan dia belajar bahasa Korea.
"Ah, maafkan aku." Kyuhyun tersadar dari nostalgia singkatnya. Tetiba saja jantungnya berdetak cepat, keringat dingin pada tangannya, hingga bernapas saja lelaki itu sedikit kesusahan.
Untung saja dia sudah mendalami peran kejiwaan. Semenjak bertemu seorang pemuda bernama Kibum, yang membuatnya semakin terpacu mengenal lebih jauh orang-orang berperilakuan lain.
"Nama dan keluhan?"
"Bryan Trevor. Keluhan saya..." si pemuda bertubuh jangkung terlihat menggigit bibir bawah. Ada gurat ketakutan di wajahnya. Seolah ada bayang-bayang jahat di sekitar.
"Ya?"
"Alter Ego. Saya mempunyai kepribadian lain. Tanpa sadar, saya sudah menyakiti orang lain. Saya bersumpah! Saya tidak menginginkannya!" kata Bryan sedikit memburu. Iris karamelnya melebar pertanda takut.
"Nama kepribadianmu yang lain?" ketika Kyuhyun bertanya, jantungnya memompa darah lebih cepat hingga ubun-ubunnya terasa sakit.
"Saya... menamakannya Kibum. Dan tujuan saya ke sini, untuk menghilangkannya. Tolong aku, dokter Kyuhyun."
Bibir Kyuhyun bergetar, liquid bening memberontak keluar dari mata jernihnya, sekuat tenaga sang dokter ahli mengontrol emosinya sendiri. "Ki...bum..." gumamnya begitu lirih, sangat lirih seperti berbisik pada dirinya sendiri.
Kejadian tiga tahun silam bagai kaset rusak yang terus menerus terulang dalam pikirannya.
Satu nama yang berharga.
— Kibum.
[KiHyun]
"Ibu. Aku tidak mau bawa bekal itu. Memalukan." Bryan, pemuda bertubuh jangkung itu memeluk sang ibu dari belakang. Meletakkan dagunya pada bahu wanita paruh baya namun masih terlihat cantik itu. Bibirnya mengerucut bak anak kecil.
"Tck!" sang ibu berdecak. "Kau malu sama Kyuhyun, hm? Manis sekali." Godanya. Paling tahu jika anaknya selama lima bulan ini begitu rajin mengunjungi tempat Kyuhyun, walaupun tidak ada jadwal sekalipun.
Bryan melepas pelukannya dan mengusap tengkuk belakang. Wajah tirusnya merona samar. "Bukan seperti itu."
"Lalu?" ibu berbalik, bersedekap tangan dan menatap Bryan mengintimidasi.
"Ibu..." rengek Bryan. Sadar dirinya sudah terpojokkan sekarang.
Ibu mengibas-ibaskan tangan di dekat bibir tipisnya yang meretaskan tawa kecil. "Ibu tahu. Sudah sana pergi. Jangan lupa kirim salam ibu pada Kyuhyun."
"Sip!"
Bryan berjalan riang, semangatnya selalu baru jika itu pergi ke tempat Kyuhyun, lelaki manis berkebangsaan Korea yang memikat hatinya. Senyum Kyuhyun, tawa lelaki itu dan perhatiannya, semua tidak bisa luput dari ingatan Bryan. Terlebih yang paling penting dari semuanya adalah...
"Apa dia sudah pergi?"
Telapak tangan Bryan menghadap langit, memberi spasi maksimal antara jari satu dan lainnya. Iris karamel pemuda itu menatap lekat tangannya sendiri.
Terapi yang diberikan Kyuhyun sebenarnya tidak ada, kecuali vitamin untuk kebugaran tubuh. Sama sekali tidak penting, berbeda sekali dengan para psikiater sebelumnya. Meskipun begitu, Bryan merasakan efek yang besar. Di alam bawah sadarnya sendiri, Bryan tidak pernah bertemu Kibum lagi. Biasanya, pemuda beriris sekelam malam itu akan mendatangi dirinya dikala sedih, stress, tertidur, atau situasi membahayakan.
Bayang gelapnya akan muncul di cermin hingga membuat Bryan takut untuk melihat dirinya sendiri di pantulan kaca. Tapi, sekarang tubuhnya serasa miliknya.
Walaupun Bryan tidak bisa memungkiri, terkadang, sisi gelapnya bisa dia rasakan. Seakan Kibum sengaja menenggelamkan diri sendiri. Tidak tahu apa karena vitamin yang diberikan Kyuhyun atau alasan lainnya.
"Apa Kibum ada muncul?"
Bryan tersenyum simpul mendengar pertanyaan Kyuhyun. Selalu. Dokter manis itu akan menanyakan keberadaan Kibum terlebih dahulu. Bryan selalu berpikir, mungkin saja dokter ahli jiwa itu heran karena selama 5 bulan dia baik-baik saja. Kunjungannya untuk terapi ini sebenarnya juga tidak perlu lagi kalau tahu Kibum memutuskan tidak muncul.
"Tidak. Itu baguskan Kyu?"
Kyuhyun mengangguk lemah. Memberi senyum tipis tanpa makna. "Malam ini kau ada waktu?" tanyanya seraya bersandar ke dada bidang Bryan, disambut dengan elusan sayang pada rambutnya dari Bryan.
"Ada. Kenapa Kyu?" Bryan mengecup sayang pucuk kepala Kyuhyun.
"Kakakku baru pulang dari London bersama teman-temannya. Mereka mengadakan pesta malam ini. Kakak yang tahu aku punya kekasih, dia menyuruhmu datang."
Bryan mengangguk-angguk paham. "Baiklah. Aku datang jam tujuh."
"Hm."
Kyuhyun memejamkan mata, menyamankan diri di dalam dekapan Bryan —kekasihnya sejak dua bulan lalu. Bryan merupakan pemuda baik. Perhatian dan sangat lembut. Kyuhyun tidak sampai hati menolak pernyataan cinta Bryan, lagipula dengan begini, Kyuhyun bisa merasakan pemuda lain yang dia cintai dalam waktu sekejap mata. Pemuda lain yang ada di tubuh Bryan.
—Kibum.
[KiHyun]
"Serahkan padaku! Suruh kekasihmu pergi dari rumah ini atau aku juga akan membunuhnya!"
"Aku tidak akan membiarkan itu terjadi! Aku sudah memaafkan mereka!"
"Persetan dengan semua! Aku akan menyelesaikan apa yang belum selesai!"
"Tidak bisa! Cukup kau membunuh kakak ku! Pergilah!"
"Sadarlah! Mereka masih membencimu. Kau tidak akan bisa bersama Kyuhyun!"
.
.
.
"Arrgghhh..."
Bulir-bulir keringat berjatuhan dari dahi Bryan. Tubuhnya bertumpu pada kedua tangan yang berpegangan pada westafel kamar mandi rumah Kyuhyun. Napasnya tersengal-sengal tidak teratur. Wajah Bryan pucat pasi. Semua ingatan kelamnya kembali bermunculan, saling beradu membentuk frasa takut, sedih, dan bersalah.
Bryan membasahi wajahnya dengan air berulang kali. Kibum hadir malam ini. Jauh lebih kuat dan tidak terkendali. Memojokkan dirinya akan kenyataan pahit yang mau tidak mau harus dia terima. Sebuah permainan konyol dari guratan takdir yang tidak kunjung selesai dalam hidupnya.
.
.
.