CHECK IN 03

Seoul, 120517

Taehyung, Jisoo, dan Wonwoo memasuki rumah besar Taehyung yang terlihat lenggang. Taehyung mati-matian menahan tawanya melihat Wonwoo-adik kelasnya dan Jisoo-yang melihat rumah Taehyung dengan mata berbinar dan mulut terbuka.

Jisoo menyikut perut Taehyung. "Sstt, kau tahu rumahmu memang berlebihan untuk ditempati oleh satu anak SMA bengal yang tak punya aturan sepertimu, Tae." Jisoo memang manis, manis sekali. Sayangnya aslinya mulutnya tidak ada manisnya sama sekali.

"Kau benar-benar tinggal sendiri disini, Taehyung-ah?" Wonwoo bertanya dengan ekspresi takjub.

"Heem, ketika aku meminta untuk tinggal sendiri ketika SMA, orangtuaku memberiku rumah ini. Karena aku tidak tahu apapun tentang rumah ini, aku mengiyakan saja. Mana kutahu kalau rumahnya sebesar ini. Orangtuaku bilang ini juga akan menjadi rumahku bersama pasanganku kelak." Taehyung berkata sambil berjalan menuju dapur.

Wonwoo dan Jisoo lalu mendengar Taehyung yang mengomel dari arah dapur. Karena penasaran, mereka berdua berjalan menuju dapur.

"Kenapa kau selalu ke sini ketika uang jajanmu habis sih? Kau kira rumahku gudang makanan?" Taehyung tampak mengomel pada anak laki-laki yang berdiri di depan kulkas yang terbuka sambil memakan apel.

"Memang."

Tangan Taehyung melayang untuk memukul kepala anak itu. Anak itu menangkap tangan Taehyung menggunakan tangan kanannya, karena tangan kirinya memegang apel tentu saja.

"Sekarang aku lebih tinggi darimu, Hyung. Sebentar lagi aku masuk SMA." Anak itu menoleh ke arah pintu dapur melihat Jisoo dan Wonwoo disana. "Oh, hai Jisoo hyung, dan Hyung tampan." Dia memakan apelnya sampai habis dan membuang sampahnya ke tempat sampah di bawah konter.

"Hai, Mingyu-ya." Jisoo membalas sapaan anak yang sepertinya bernama Mingyu itu. Jisoo menatap Wonwoo yang diam saja menatap datar Mingyu dengan pipi bersemu. 'Dasar anak itu.' Jisoo mengeluh dalam hati.

Taehyung terlihat seperti akan meledak kapan saja melihat perilaku Mingyu. Mentang-memtang sekarang badannya lebih tinggi darinya dia bisa memperlakukan Taehyung sesenaknya begitu, itu pemikiran Taehyung yang saat itu masih kekanakan.

"Taehyung-hyung yang cantik," Taehyung melotot mendengar perkataan Mingyu. "Ehhem, yang tampan, baik hati, penyayang dan rajin menabung... Kim Mingyu sepupu kesayanganmu ini kan hanya minta makanan dari kulkasmu yang besar ini. Lagipula kau kan hanya tinggal sendiri. Aku membantumu menghabiskan makanan lho... eung? Eung?" Mingyu mengeluarkan tatapan anjing paling mengenaskan yang dia punya.

Taehyung menghela nafasnya, "Baiklah, karena kau adik kesayanganku, dan makananku memang banyak, kali ini aku membiarkanmu."

"Terima kasih, hyung." Mingyu memberi kecupan ringan di pipi Taehyung. Taehyung yang sedang minum mengangguk ringan.

"Emm, kalau aku boleh bertanya... sepupumu bersama siapa ke sini? Dia masih smp kan? Dan sepertinya baru pulang sekolah?" Wonwoo bertanya.

"Emm, tentu hyung tampan, aku baru pulang sekolah, dan aku kesini menggunakan sa-" Mingyu menjawab dengan semangat sebelum Taehyung menyumpal mulutnya dengan apel yang sudah Taehyung gigit.

"Dia kesini dengan orangtuanya, paman dan bibiku ada perlu di Seoul jadi dia dititipkan disini, dan sepertinya kau besok libur iya, kan Mingyu-ya?" Taehyung menoleh pada Mingyu yang memakan apelnya dengan khidmat.

Taehyung menggeplak pantat Mingyu. "Jika yang lebih tua bertanya, kau harus menjawabnya, anak nakal."

Mingyu merengut, "Iya, Hyung tampan, aku kesini dengan orangtuaku." Mingyu berjalan ke arah Wonwoo.

"Namaku Kim Mingyu, senang bertemu denganmu, Jeon Won Woo Hyungnim." Mingyu membungkukan tubuhnya yang sedikit lebih pendek dari Wonwoo.

"Ah," Wonwoo menatap nametagnya yang dieja oleh Mingyu. Menganggukan kepalanya, "Senang bertemu denganmu juga Kim Mingyu-ssi."

Mingyu tersenyum menatap Wonwoo dengan mata berbinar. "Aku menyukaimu, Wonwoo hyung."

'Ada apa dengan anak ini...' Taehyung dan Jisoo meringis dalam hati menatap Wonwoo yang membulatkan matanya mendengar pengakuan dadakan Mingyu.

/CI/

Ilsan, 120912

Jihoon duduk di kursi taman sekolah sambil membaca novel fantasy, tak lupa dengan headset yang berada di telinganya. Tiba-tiba bayangan seseorang menutupinya, orang itu berdiri di depannya. Tanpa melihatpun Jihoon tahu kalau itu adalah Soonyoung, dari bau air laut dengan campuran bunga matahari yang diciumnya. Jihoon mengeratkan pegangannya pada novel di tangannya. Tubuhnya mendadak kaku dengan mata bergerak gelisah.

"Jihoon-ie, ini untukmu. Pasti kau belum makan siang." Soonyoung meletakkan kotak bekal berwarna biru laut di pangkuan Jihoon. Lalu, pemuda bersurai hitam itu mengambil tempat duduk disamping Jihon. Jihoon langsung menggeser duduknya sampai jaraknya dengan Sooyoung terpisah satu meter.

"Setidaknya meski kau asyik membaca buku, kau tidak boleh melupakan makan siangmu." Soonyoung menghela nafasnya, menatap Jihoon. "Aku suka Jihoon, suka sekali. Meskipun Jihoon selalu menjauhiku, aku tidak mau Jihoon-ie sakit." Tanpa Soonyoung sadari mata Jihoon berkaca-kaca, di balik poninya. Jihoon menunduk sambil memegang kotak bekal Soonyoung. 'Aku juga sangat suka Soonyoung. Aku benci dengan keadaanku yang seperti ini.'

Soonyoung itu mataharinya sekolah, dia cerah, bersinar, dan hangat. Semua orang menyukainya. Kecuali satu orang, Lee Jihoon. Entah kenapa dia selalu menghindari Soonyoung setiap anak itu berada di dekatnya, padahal mereka teman sekelas, bahkan tetangga. Jihoon memang baru di lingkungan ini, dia pindah ketika sudah menyelesaikan sekolah menengah pertamanya. Dan hari dimana pertama kali dia bertemu Soonyoung, dia secara tidak wajar mengalami pusing dan mual yang membuatnya jatuh tak sadarkan diri.

Tanpa Jihoon sadari Soonyoung menggeser duduknya mendekat ke arah Jihoon. Soonyoung menangkup wajah Jihoon dengan kedua tangannya. "Jangan menangis Jihoon-ie..." Soonyoung menanamkan satu ciuman singkat di bibir Jihoon, saking cepatnya Jihoon tidak sempat bereaksi. Tubuhnya kaku seperti patung. Itu ciuman pertamanya. Airmata yang menggenang di maniknya mulai jatuh, "Maaf Soonyoung, aku harus pergi." Jihoon membereskan barangnya dengan terburu-buru.

"Biar aku yang pergi. Kau tetap disini dan makan." Soonyoung menatap Jihoon dengan pandangan yang tak terbaca. Lalu pergi setelah menggenggamkan sapu tangan dengan sulaman inisial namanya di tangan Jihoon.

Setelah Soonyoung pergi, Jihoon menangis sepuasnya. Mengatakan di kepalanya mengapa hidupku tak adil berulang-ulang. Ketika Jihoon sangat menyukai seseorang dan bahkan orang itu, Soonyoung, menyukainya sama besarnya, tetapi tubuhnya menolak mendekat dengan Soonyoung.

"AARGH!" Jihoon memegang dadanya, kenapa rasanya sakit sekali ketika melihat Soonyoung meninggalkannya.

Laki-laki tinggi berhidung mancung berdiri bersandar di sisi lain pohon, di belakang bangku taman.

'Ada apa sebenarnya denganmu, Lee Jihoon?'

/CI/

Seoul, 160623

Soonyoung menatap sekelilingnya, 'Aku ada dimana?' Tempat itu tampak seperti padang rumput yang dikelilingi hutan pinus berkabut. Tak ada siapapun di sini, hanya Soonyoung. Setidaknya sampai sebuah suara menyapa gendang telinganya.

"Hallo, Soonyoung oppa!"

Soonyoung menoleh ke belakang, tampak seorang anak perempuan berkucir kuda melambaikan tangan padanya. Ia menghampiri gadis kecil itu.

"Kau memanggilku?" Soonyoung berlutut menyamakan tingginya dengan anak perempuan itu.

"Em!" Rambut anak itu bergoyang mengikuti anggukan kepalanya.

"Kau tahu aku?"

"Aku sering diceritakan oleh Jihoon oppa tentangmu." Anak itu tersenyum manis. Soonyoung bisa melihat gigi taring yang tampak ketika ia tersenyum.

"Jihoon?"

"Iya, Lee Jihoon oppa. Uh, waktuku tidak lama... Aku ingin minta tolong padamu..." Wajah anak itu tampak memelas.

"Kau meminta bantuanku... Apa yang bisa kulakukan untukmu?" Soonyoung mengelus rambut hitam gadis kecil di depannya.

"Nanti, ketika kau sudah bersatu dengan Jihoon oppa, tolong aku, oppa. Aku terjebak dalam keadaan yang tak bisa ku jelaskan. Hanya kau dan Jihoon oppa yang bisa membantuku." Anak itu berkata cepat.

Soonyoung mengerutkan dahinya. "Hah? Aku tidak mengerti..."

"Kau tidak perlu mengerti. Ya ampun! Tinggal sebentar lagi! Terima kasih, oppa mengizinkanku bertemu denganmu." Tangan kecilnya menangkup wajah Soonyoung, memberikan kecupan ringan di pipinya. "Soonyoung oppa, anyyeong!" Gadis kecil itu berlari pergi.

Soonyoung meraba pipinya yang dikecup oleh anak perempuan tadi.

"Siapa namamu?"

Gadis kecil itu berbalik menatap Soonyoung, tersenyum kecil. "Aku.. Hong Minyoo..."

Setelah itu semuanya gelap, Soonyoung membuka mata perlahan. Mendudukan diri di kasurnya, menatap jam digital di nakasnya. 05.58 am.

Soonyoung menatap kosong ke arah dinding kamarnya. "Woahh, mimpi apa tadi?"

/CI/

Seoul, 160118

Wonwoo menatap gadis kecil di depannya yang terlihat gelisah. Dari tadi dia hanya diam menunduk, memainkan jari-jarinya sendiri.

"Minyoo tidak bosan?"

Mingyu mendongkak menatap Wonwoo, lalu menunduk lagi, menggelengkan kepalanya pelan.

"Kamu takut pada Oppa?"

Mata Mingyu membulat lalu menggeleng heboh. Wonwoo tertawa kecil dibuatnya.

Mingyu tertegun mendengar tawanya, hatinya menghangat membuatnya tersenyum lebar.

"Oh, kamu cantik sekali..." Wonwoo berlutut di depan Mingyu yang duduk di sofa. Mengusap pipi Mingyu pelan. "Kalau tidak takut padaku, coba bicara. Dari tadi anak manis ini diam saja."

Mingyu mengerjapkan matanya. "Aaa.. emm.. Oppa tidak menakutkan, kok... Oppa tampan."

'Hyung tampan.'

Wonwoo tersenyum, Mingyu melihat matanya yang terlihat sedih. Mingyu mengusapkan tangan kecilnya pada pipi Wonwoo dengan mata berkaca-kaca.

"Kalau begitu, cium Oppa... disini." Wonwoo menggenggam tangan Mingyu yang berada di pipinya dan mengetuk pipinya sendiri dengan telunjuknya.

Mingyu memajukan wajahnya, menempelkan bibirnya ke pipi Wonwoo, sebelum menyadari air matanya akan menetes. Mingyu memeluk leher Wonwoo cepat.

"Lho, kenapa?" Wonwoo kaget dengan Mingyu yang tiba-tiba memeluknya.

"Aku malu, Oppa." Mingyu menjawab pelan.

Wonwoo menepuk-nepuk punggung Mingyu sambil tersenyum. "Aahhh, manisnya Hong Minyoo..."

'Aku merindukanmu, Wonwoo hyung...'

/CI/

Seoul, 130327

Wonwoo menghembuskan nafasnya. 'Ternyata ini rasanya menjadi kakak kelas di sekolah menengah atas.' Wonwoo tersenyum lebar, manis sekali. Sekolahnya memang baru memulai tahun ajaran baru. Sekarang sedang diadakan orientasi untuk para murid kelas sepuluh. Wonwoo yang sekarang di tingkat dua, sudah pasti menjadi lebih senior.

Tiba-tiba ada tangan yang melingkar di bahunya. "Hei, Wonwon mau makan dengan kita tidak?" Wonwoo menolehkan kepalanya. Ternyata tangan yang seenaknya menempel di bahunya itu milik Taehyung. Dan Jisoo dengan sama gaibnya telah ada di sisi kirinya.

"Ayo, Wonwoo kita makan? Bertiga?" Jisoo mengajak dengan senyum cerahnya.

"Ayolah, jangan sok jual mahal. Lihat tubuh kurusmu itu, kau harus memperbanyak makanan yang masuk ke tubuhmu Wonwon." Taehyung berkata dengan sedikit kerutan di dahinya.

"Terima kasih, Taehyung sunbae yang tampan dan baik hati. Tapi, kau dan Jisoo hyung sama kurusnya dengan aku. Dan aku pikir kalian akan bertambah kurus karena kalian sudah tingkat tiga." Wonwoo mengatakan dengan wajah datar yang terlihat malas.

"Aww, manisnya kau mengkhawatirkan kami?" Taehyung mendekatkan wajahnya dan menarik tubuh Wonwoo sehingga kepala mereka beradu. "Kau sangat manis, hehehe."

Jisoo menghela nafas melihat kelakuan absurd Taehyung. Ia menarik kerah baju bagian belakang Taehyung, menariknya seperti mengangkat anak kucing.

"Jadi Wonwoo-ya, kau makan dengan kita?" Jisoo bertanya lembut.

"Tidak, Hyung. Aku punya janji dengan Hayoung makan siang bersama." Wonwoo berucap dengan raut bersalah.

"Ah, tidak apa-apa. Ada yang harus kau diskusikan?"

"Iya, tentang pelajaran."

"Baiklah, aku dan dia duluan."

"Ya, Hyung. Makan yang banyak ya!"

"Kau juga."

Jisoo menarik Taehyung mengikutinya ke kantin. "Oy, Wonwon! Kau suka dia yaa?" Taehyung sedikit berteriak sesaat setelah Jisoo menariknya pergi.

"Sstt, berisik Tae!" Jisoo menjentik bibir Taehyung.

"Aww, appoo." Taehyung merengek, matanya berkaca-kaca. Jisoo yang melihatnya menghela nafas. "Kubelikan puding sebanyak yang kau mau."

"Benarkah? Jisoo terbaik." Taehyung terkekeh memajukan tubuhnya berniat mengecup pipi Jisoo, tapi kalah cepat dengan tangan Jisoo yang menutupi pipinya, sehingga Taehyung mengecup punggung tangan Jisoo.

"Sudahlah, cepat. Aku sudah lapar." Jisoo menarik Taehyung cepat-cepat menuju kantin sampai mereka hilang di tikungan.

Wonwoo hanya tersenyum melihat interaksi dua kakak kelasnya itu. Terlihat seperti sepasang kekasih memang, tapi sebenarnya bukan. Taehyung sering mengatakan mereka semacam saudara kembar, atau soulmate apalah, karena mereka lahir di hari yang sama. Tapi yah, itu hanya anggapannya sendiri. Karena mereka berdua sangat berbeda dari sisi manapun. Kata orang sih, saling melengkapi. Mungkin itu yang membuat mereka betah bersama dari kecil sampai terhitung dewasa seperti sekarang.

Wonwoo mengalihkan pandangannya dari arah hilangnya Taehyung dan Jisoo. Dikejutkan dengan sebuket bunga yang sudah ada di depan wajahnya. Matanya melebar, dengan kaki mundur selangakah.

Buket bunga itu turun dari posisinya yang tadi tepat di depan wajah Wonwoo. Menunjukan seraut wajah familiar dengan mata berbinar dan senyuman menawan dengan taring mengintip.

"Hai, hyung tampan masih ingat aku?" Laki-laki di depannya yang sepertinya adik kelasnya itu bertanya padanya.

"Kim Mingyu?"

"Yeah, kau mengingatku! Ahahaha. Aku sekarang menjadi adik kelasmu. Aku sekolah disini. Aku tidak bisa berlama-lama, aku hanya diberikan waktu sebentar oleh panitia. Nah, ini untukmu Hyungie, terima yah. Aku harus kembali." Mingyu setengah berlari ke arah aula yang memang menjadi tempat berkumpul kelas sepuluh yang sedang orientasi.

"Mingyu."

"Ya, Hyung?" Mingyu berbalik ke arah Wonwoo yang tersenyum menatapnya.

"Terima kasih. Apa nama bunga ini?"

Mingyu balas tersenyum, "Namanya Coreopsis, Wonwoo sunbaenim." Mingyu membungkukan tubuhnya sekilas sebelum melanjutkan berlari ke arah aula.

Wonwoo tersenyum menatap bunga di genggamannya. Coreopsis.

"Ah, kau mendapatkan itu dari adik kelas, Wonwoo-ya?" Hayoung yang terlihat baru kembali dari toilet bertanya pada Wonwoo. "Iya."

"Adik kelas kita diberi tugas untuk membawa bunga hari ini. Dan, yah sepertinya mereka disuruh memberikan bunga itu pada orang di sekolah ini. Aku dapat dua, lho." Hayoung berkata bangga.

Wonwoo hanya terdiam sambil menyimak apa yang dikatakan Hayoung.

"Sepertinya seseorang yang memberikan ini padamu romantis sekali. Kau tahu artinya?" Hayoung bertanya dengan senyuman cantiknya.

"Tidak?"

"Artinya... Cinta pada pandangan pertama.."

Sekelebat memori terputar di ingatan Wonwoo. 'Aku menyukaimu, Wonwoo hyung!'

"Dasar anak itu." Wonwoo tersenyum manis.

/CI/

Seoul, 150915

Jihoon membuka pintu kamarnya yang tadi diketuk oleh seseorang.

"Seokkie hyung!" Jihoon mengahambur memeluk laki-laki di depannya.

"Hai, Jihoonie... Kau sudah besar, ya ampun..." Hoseok mengelus rambut oranye Jihoon.

"Kenapa lama sekali tidak kesini?" tanya Jihoon.

"Aku kan, sibuk mengurus kau tahu, akademi dance." Hoseok menjawab sambil duduk di kursi belajar Jihoon.

"Ah, benar. Kau sekarang sudah punya akademimu sendiri."

"Ralat, punya bersama. Yah, aku dan teman-temanku sebentar lagi lulus, jadi kita membuat akademi sendiri untuk tempat kita berkarya dan bekerja nanti." Hoseok tersenyum ketika menatap tulisan di salah satu punggung buku Jihoon yang berjajar di meja belajarnya. 'Kau masih menyukainya ternyata.'

"Bagaimana kabarmu dengan Joon hyung?" Jihoon telungkup di kasurnya sambil menatap Hoseok.

"Ah, Namjoon? Dia baik-baik saja, masih sibuk seperti biasa, menciptakan lagu dengan kakakmu. Kalau dia lulus nanti, mungkin kita bisa mengadakan project bersama." Hoseok menjawab sambil memainkan pensil yang ia ambil dari tempat pensil.

"Aku kan menanyakan bagaimana hubunganmu dengannya." Jihoon menyahut datar.

"Oh, hubungan kami juga baik-baik saja, kok. Aku sering menghubunginya, dia sering memghubungiku. Akhir pekan kita bertemu, kalau tidak kita bergantian menginap di tempat satu sama lain... omong-omong kau berkata seolah kau tidak selalu bertemu dengannya saja. Kalian kan satu fakultas. Meskipun kau tidak bisa menanyakannya padaku, kau bisa menanyakan pada Namjoon sendiri."

Jihoon menyangga dagunya dengan telapak tangannya. "Malas bertanya. Kalau aku bisa bertanya kepadamu, untuk apa aku bertanya pada Joon hyung? Pasti jawabannya singkat-singkat seperti mengisi soal fill in the blank." Ia menghela nafasnya.

"Hahahaha... Dia kan memang seperti itu, sabar saja, yaaaa... Tapi dia bisa nyambung tuh, dengan Yoongi hyung, siapa tahu kau juga bisa dekat dengannya."

Kepala oranye itu menggeleng tidak setuju. "Tidak, aku tidak mau menambah beban pikiranku jika aku dekat dengan Namjoon hyung, nanti aku dijejali dengan banyak ilmu pengetahuan yang entah asalnya darimana. Cukup Jisoo hyung dan Wonwoo yang melakukan itu padaku." Jihoon bergidik ngeri.

"Hei, pacarku tidak sekaku itu tahu. Dia pendengar yang baik, dan dia lebih peka daripada kakak gulamu itu. Setidaknya untukku." Hoseok mengambil nafas sejenak. "Makannya cari pacar, dong. Kamu sebentar lagi sudah legal, tapi belum punya pacar." Hoseok menatap Jihoon serius.

"Memangnya mendapatkan pacar menandakan dirimu dewasa? Ibuku dan ayahku langsung menikah sesudah pendekatan selama enam bulan, ayah hyung dan ibumu juga begitu. Itu tidak berhubungan tahu. Lalu, apa anak smp yang berpacaran itu lebih dewasa dariku?" Jihoon mengelak.

"Meh, dirimu kan bagian dari mereka, dan kau salah satunya yang belum beruntung." Hoseok berkata sambil tertawa.

Jihoon menerjang Hoseok dengan gelitikan. "Aku sudah besar, aku sudah kuliah, aku bukan anak smp!"

"Ahahahahaa... tapi kau terlihat sep.. Ahahahhaha..." Hoseok tertawa terjatuh ke lantai yang beralaskan karpet. Jihoon masih gencar menggelitiki Hoseok.

'Kau akan mendapatkannya Jihoonie, Hoshimu itu...'

TBC

Note:

maafkan aku yang tidak bisa mengedit, masih berantakan sekali yang kemarin. ini udah dibetulkan yaaa

disini aku mulai menuliskan clue hubungan antara kutukan mingyu dengan soonhoon couple

kalian akan tahu nanti

okay, terima kasih yang sudah baca review follow favorite

kalau masih bingung tanya aja ya, asal gak minta spoiler