disclaimer : knb © tadatoshi fujimaki
note: um, h-halo! saya anak baru, salam kenal. sejujurnya, entah kenapa, saya tiba-tiba cinta aomomo. maaf. saya emang alay. maaf. enjoy!
Satsuki telah menghapal Daiki serupa sulur nadi di tangannya; dentum bola yang memblokade otaknya, panas matahari mencair di kulitnya, rambutnya yang kembang dan goyang menjarah angin, dahinya yang nyaris, selalu, terlipat garang, kakinya riang mendesak pijak dan Daiki, selamanya, adalah perwujudan sempurna personifikasi penggila bola jingga.
Selalu begitu imajinya.
Jadi, ketika sebuah sore yang tidak ungu dan beku, dengan bahu yang rapat dan mata yang pejam, Satsuki mulai berpikir bahwa ini bukan Daiki.
Sebab Daiki, tidak, tidak, tidak mungkin menciumnya.
Awalnya begini, sore itu, di antara waktu-waktu kasual Satsuki menyeret Daiki untuk terjun latihan dan Daiki dengan rasionalitas masih lebur dengan mimpi, memberontak dan menggulingkan Satsuki di bawah kuasanya. Itu biasa. Daiki, akan menempuh jarak sejauhnya ketika bahunya didepak oleh tenaga babon Satsuki, mengaduh mencium ubin, bergantung di tangga atau kembali berpetualang di mimpi.
Tapi sore itu, Satsuki tidak melakukan jurusnya. Daiki tidak kembali mengudara ke angkasa. Pada akhirnya pandangan mereka bertemu dalam sebuah garis lurus universal, merangkum jejak debaran, melucuti asa, menyesap rasa, afeksi yang membuat Daiki dan Satsuki terpekur sekian detik lamanya.
Tahu-tahu jarak mereka terpangkas oleh sebentuk ciuman.
Ciuman itu telah lama terlepas. Tidak membekas apa-apa, sejujurnya. Ciuman itu cuma seberkas kecupan ringan yang nangkring di ujung bibir.
Daiki tidak bilang apa-apa. Tidak pula menjelaskan apa.
Satsuki juga tidak menuntut apa-apa; tidak pula lekas meminta Daiki bicara dan menjelaskan dasar tindakannya.
Daiki, dengan wajah canggung yang lucu; merah muda membakar pipi, rambut acak sehabis bermimpi, juga garukan-garukan mini di ujung hidung, mencoba meraup udara sebanyak-banyaknya dan merajut kata untuk, kemudian tertelan suara di tengorokannya.
Satsuki, dengan rona menjalar sampai telinga, menyaruk ubin dengan ujung sepatu, sesekali membunyikan nada decak, mengerucutkan bibir dan bungkam, dan tetap menjarah Daiki lewat pandangan di ujung mata, kemudian berbisik selembut angin: Dai-chan, jangan bicara apa-apa.
Daiki tertohok, mata melebar dan spontan menatap Satsuki. Ia tergagap memompa udara menuju paru.
Satsuki, kekehan kecil dan jingga dan merah muda samar di ujung pipi barangkali mampu memadamkan gelisah Daiki. Ia terkekeh tanpa suara. Dan Daiki dengan lugu tergugu.
Pada detik selanjutnya, Daiki merapatkan bahu, mencuri jarak dan menanamkan cium di bibir Satsuki, dalam dan erat.
Daiki tetap tidak bicara apa-apa.
Satsuki tetap tidak meminta apa-apa.
Daiki membuka lengan untuk pelukan.
Satsuki merentangkan senyuman.
end.
note2: anyway, maksa banget. yes. #guling-guling