Hai, admin ybbaek di sini! :3

Terima kasih untuk follow&vote&komennya ya. Aku terharu..hiks.

Sedikit curhat aja, awalnya aku translate ini belum disetujui sang master Exobubz, lho! (pssst!) dan langsung aku post aja karna dia gak bales2 message aku :(

Meskipun aku udah berusaha sebisaku, tapi apalah daya ini tetap kali pertama aku translate beginian:") Maafkan jika ada kecanggungan ataupun emosi yang jadi nanggung waktu diubah ke Bahasa Indonesia (((((terutama untuk yang bagian pertengahan ke akhir))))). Ohiya untuk saat ini aku pribadi tidak membuka request translate, jadi aku akan mentranslate yang sudah aku list dulu. Tapi untuk ke depannya... ya lihat nanti.

Maaf ya author note kepanjangan, lagi norak:(

Semoga kamu senang mengawali hari kamu dengan Chanbaek:p

Enjoy!


STAY


Setelah festival itu mulai sepi, Baekhyun duduk di atas menara air desa, minum-minum dengan beberapa temannya. Dari atas sana, mereka dapat melihat semuanya. Baekhyun, dengan tak sadar menatap kosong menusuri tempat itu tanpa arah tertentu. Sehun, yang mendapatinya sedang mengamati, menyikutnya.

"Kulihat kau memandangi dia," katanya. "Kau benar-benar rumit."

Baekhyun mencerca, "Sebenarnya kuharap aku tidak begini." Setelah mengamati Chanyeol berkeliling, ia berkata, "Kurasa aku harus call it a night."

.

.

.

Chanyeol meninggalkan tempat festival dan berjalan sedikit lebih jauh ke jalan di mana ia berada. Sebuah pemakaman kecil tertangkap pandangannya dan ia pun menyadari itu adalah pemakaman hewan peliharaan. Setelah meninggalkan desa itu sekian lama, butuh beberapa saat baginya untuk menyadari apa yang menariknya ke tempat itu.

Dulu ketika mereka masih bersama, ia dan Baekhyun memiliki seekor anjing. Anjing itu bukanlah yang dimiliki Baekhyun saat ini, melainkan anjing yang berbeda. Setelah berjalan menyusuri beberapa baru nisan untuk hewan-hewan itu, Chanyeol berlutut di salah satu nisan dengan nama yang ia kenali. Dalam waktu singkat, ia berbicara dengannya.

"Hey sobat," kata Chanyeol dalam bisikan seperti hantu. "Aku telah lama tak berkunjung ke sekitar sini," ia tertegun. "Maafkan aku yang tak berada di sini ketika kau pergi, Nugget. Apakah kau menungguku kembali saat itu?" tanyanya.

"Apakah kau dengan Baek menungguku? Aku tidak bermaksut untuk melupakanmu... Kau tidak melakukan salah. Ayahmu yang melakukannya," Chanyeol melengkungkan bibirnya. "Kami kacau, Nugs. Aku tak di sana ketika kau tiada," ia berbisik dengan suara yang seolah hancur, menggambarkan perasaannya. "Maafkan aku..."

"Mereka menemukan tumor di paru-parunya."

Terguncang atas kehadiran orang di belakangnya, Chanyeol membalikkan badannya. "Baek..." Mengusap wajahnya, Chanyeol meyakinkan dirinya untuk tak membiarkan setetespun air mata jatuh.

"Mereka bilang aku bisa membuatnya melalui chemo,namun aku tak ingin," Baek bergumam. "Presentase keberhasilannya juga sedikit."

Chanyeol terdiam. "Maafkan aku... Mengapa kau tak memberitahuku?"

Baekhyun menatapnya perlahan dan menaik turunkan bahunya, memberinya senyuman. "Kau sibuk. Aku tak ingin mengganggumu."

Chanyeol menatapnya putus asa. "Maafkan aku," ulangnya.

"Itu masa lalu," kata Baekhyun. "Tak akan ada yang berubah."

"Di mana salah kita?" Chanyeol berbisik.

"Aku tidak tahu."

"Apakah itu salahku?"

Baekhyun berkedip. "Apa?"

"Salahku," kata Chanyeol. "Akulah yang pergi meninggalkanmu. Akulah yang tak pernah menatap kembali ke belakang."

"Tapi akulah alasanmu pergi," kata Baekhyun dengan lembut. "Akulah alasan mengapa kau tak pernah menatap kembali. Bukankah itu salahku?"

Chanyeol melangkah maju, mengingat kata-kata Luhan tadi. "Tidak," kemudian ia tertegun. "Berhentilah menatapku seperti itu."

"Menatapmu seperti apa?"

"Seperti masih ada bagian dari dirimu yang mencintaiku," kata Chanyeol. "Ini akan menjadi lebih mudah jika kau membenciku."

Baekhyun kemudian tersenyum. "Kau berdelusi," gumamnya. "Dan kalaupun memang begitu, apa salahnya?"

"Apa salahnya apa?"

"Masih terus mencintaimu."

Chanyeol terhenti. "Aku-"

Baekhyun menyelanya, suaranya naik. "Apa yang salah dengan mencintai si idiot yang kunikahi delapan tahun lalu?"

Napas Chanyeol tercekat. "Baek-"

"Apa salahnya menginginkannya kembali? Apa yang salah dengan itu?" tanya Baek dengan suara yang bergetar.

"Apakah itu buruk jika aku mengasihani diriku sendiri? Karena aku menyalahkan diriku sendiri, aku suaminya sendiri yang menjadi alasannya pergi?" tanya Baekhyun, dengan tangan yang mulai mengepal. Chanyeol melangkah maju namun Baekhyun melangkah mundur. "Apa yang salah dengan merasa sedikit sedih setelah tujuh tahun pergi, ia datang kembali hanya untuk memintaku menandatangani berkas," kata Baekhyun tersedu-sedu pelan.

Chanyeol berusaha untuk menggapainya. "Baekhyun-"

"Aku mencoba menjaga si idiot yang kunikahi itu, Yeol," Baekhyun mengaku. "Aku telah mencoba..." Tertawa pahit dan mulai merasa perih di matanya, Baekhyun menggelengkan kepalanya. "Tapi itu tidak cukup... Aku kehabisan waktu."

"Damn it,Baekhyun, shut up," muntah Chanyeol. Melangkah maju, ia menangkap kedua bahu Baekhyun.

"Tidak, itu salahku ia pergi-"

Tak mampu menahan kata-kata penyesalan lagi, Chanyeol mencondongkan dirinya maju dan menamparkan bibirnya pada bibir Baekhyun. Meskipun awalnya terkejut, hasrat Baekhyun menguasai dirinya. Dengan berjinjit, ia mencium kembali, memiringkan kepalanya sedikit. Akhirnya untuk pertama kali itu terasa benar untuk mereka berdua-tak satupun bagian hilang bagai puzzle yang lengkap.

Namun ketika Baekhyun tersadar kembali, ia menarik dirinya. Meliputi bibirnya dengan punggung tangannya, Baekhyun dengan sedih melepaskan dirinya dari Chanyeol, menggelengkan kepala. "Maafkan aku... Maafkan aku, aku-" Suaranya tersentak. "Ini salah. Kita seharusnya tak melakukan itu-"

Chanyeol merengut. "Kenapa tidak-"

"Karena-karena kau telah bertunangan,"

"Aku menikah denganmu, Baekhyun," kata Chanyeol dengan suara yang beranjak naik, ia lupa bahwa cincin yang melingkar di jarinya bukanlah cincin pernikahannya, namun benda asing yang menjanjikannya pada orang lain selain Baekhyun.

Dengan suara dan bibir yang gemetar, Baekhyun perlahan menggelengkan kepalanya lagi. "Tapi aku telah melepasmu..."

.

.

.

Keesokan paginya, Chanyeol terbangun dengan perasaan aneh. Untuk beberapa saat ia tak melakukan apapun selain memandangi langit-langit kamar lamanya itu. Tidur di kamar itu tak membantu menahan perasaan dalam dirinya yang masih menggantung pada suaminya.

Kamar lamanya itulah tempat mereka melakukan semuanya pertama kali. Itulah tempat di mana ia memint Baekhyun menjadi kekasihnya. Itulah tempat mereka berciuman dan bersentuhan untuk pertama kali. Menyadari bahwa menetap di kamar tersebut tak baik baginya, Chanyeol memaksa dirinya untuk bangun dan beranjak ke dapur.

Ia memeluk ibunya dan menyapa ayahnya, kemudian duduk di meja makan. Ibunya mencoba untuk menginisiasi sebuah pembicaraan dan Chanyeol pun mencoba untuk melanjutkannya. Akhirnya ketika mereka selesai, ia menawarkan diri untuk mencuci piring-yang nampaknya membuat ibunya sangat senang.

Ketika ia selesai, ia membersihkan diri dan berganti pakaian, pergi untuk melakukan beberapa hal sebelum nanti akan kembali untuk berkemas dan pergi lagi.

Di pusat desa, ia mendatangi kantor pos di mana ia menyurati berkas perceraian ke pengacaranya. Kemudian ia pergi ke bank untuk memasukkan kembali semua uang Baekhyun. Ia tidak bertanya bagaimana atau mengapa Baekhyun memiliki jumlah simpanan yang begitu besar. Chanyeol menyadari bahwa itu bukan haknya untuk berkata apapun lagi. Mereka dalam proses perceraian karena dirinya dan ia telah kehilangan haknya untuk mengetahui apapun.

Ia mengunjungi beberapa teman lamanya selama beberapa jam. Ketika ia selesai, ia terlihat acak-acakan dengan rambutnya yang menggepal dan bajunya yang berkerut. Namun anehnya, penampilannya tak lagi mengganggunya. Seolah memiliki catatan dalam hati, Chanyeol mengunjungi semua orang yang ia kenal, namun menetapkan Baekhyun, the one he fell in love with years ago, di paling akhir.

Ketika ia berhenti di depan rumah yang dulu mereka tinggali bersama, Chanyeol terdiam di mobilnya untuk mempersiapkan diri. Setelah perasaan gugupnya mereda, Chanyeol melangkah keluar mobil dan mulai berjalan ke rumah itu.

Ia melihat dari jendela dan mendapati Baekhyun tidak di dalam. Pintunya terbuka tapi ketika Chanyeol mengintip, tak ada siapapun di dalam. Untuk sesaat, ia bingung, namun ketika ia membalikkan badannya, pandangannya tertuju pada danau yang hanya beberapa menit dari sana.

Mencoba keberuntungannya, Chanyeol mengambil arah itu, berjalan dengan kedua tangannya berada dalam saku. Pada akhirnya, ia mendapati Baekhyun terduduk di pinggir dergama-dermaga yang dulu ia perintahkan Baekhyun untuk perbaiki karena sangat rusak. Sekarang, melihat itu, Chanyeol dapat melihat bahwa dermaga itu nampak benar-benar baru. Ia mencoba mengabaikan rasa bersalahnya di dalam dirinya, namun perasaan itu membanjirinya dalam setiap langkah yang ia ambil.

Ketika telinganya mendapati suara langkah kaki, Baekhyun membalikkan kepalanya dan berhenti menendang-nendang air dengan kakinya. "Yeol..."

Melihat anjing di sebelah Baekhyun, Chanyeol tersenyum dan melambaikan tangannya. "Hey..." Merangkak, Baekhyun perlahan bangkit berdiri.

"Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Baekhyun. "Kau butuh sesuatu?"

Chanyeol menggosokkan kedua jarinya. "Tidak, aku hanya-" ia terhenti ketika ia melihat sebersit kekecewaan di mata Baekhyun. "Aku hanya... Aku ingin bilang goodbye..."

"Oh..."

Memaksa dirinya tersenyum, Baekhyun mengangguk. "Aku mengerti. Well, goodbye,Yeol. Kuharap semua berjalan baik untukmu."

Chanyeol dapat merasakan mulutnya mengering. " Yeah..."

"Dan maafkan aku-karna... karna telah jahat padamu.." gumam Baekhyun.

Mata Chanyeol melebar. "Apa?"

"Maaf telah memaksamu untuk tinggal," kata Baekhyun dengan tawa kecil yang dibuat-buat. "Aku terlalu memaksa."

"Baek-"

"Aku hanya ingin kau mengosongkan waktumu dan berbicara dengan semua orang di sini. Mereka merindukanmu, kau tahu..."

Chanyeol berusaha menahan bibirnya untuk tak gemetar. "Benarkah?"

"Yeah," dengan senyuman yang perlahan pudar, Baekhyun mengangguk pelan. "Mereka sangat merindukanmu..."

"Kau harus mengunjungi-ah, maksutku, bukan untukku. Tentu bukan untukku..." Baekhyun meracau. "Hanya... Untuk semua orang, oke? Contohnya orang tuamu."

"Aku bisa mengunjungimu juga jika-" Baekhyun menggelengkan kepalanya. "It's okay. Tak perlu repot-repot. Lagipula aku tak akan ada di sini ketika kau kembali..."

Jantung Chanyeol terhenti. "Apa? Kau tak di sini?"

Baekhyun menaikkan bahunya. "Aku juga pindah..." katanya sambil menghela napas. "Aku menjual rumah itu."

"Rumah itu?" Chanyeol merasa itu tak masuk akal. "Mengapa?"

"Aku...aku akan berkeliling dunia," kata Baekhyun dengan senyum kecil. "Aku hanya ingin pergi... Aku tak lagi ingin tinggal di rumah itu lagi," katanya dengan suara lebih pelan. "Tak ada yang tersisa di sana..."

Chanyeol melangkah maju. "Baekhyun, bolehkah aku mengatakan sesuatu-"

"Tidak.." Baekhyun tersenyum lagi. "Tak boleh."

"Baek-"

"Jangan," kata Baekhyun sambil mengangkat tangannya, menghentikan Chanyeol. "Just... Let it go." Katanya sambil menghela napas. "Aku ada urusan. Kita harus kembali."

Baekhyun menarik perhatian anjingnya, dan bersama, mereka berjalan kembali ke rumah dalam diam. Tangan mereka hanya sejauh sebuah gerakan, namun keduanya terlalu takut dan terlalu berpaku pada apa yang mereka pikir satu sama lain inginkan-perpisahan.

Ketika mereka kembali di depan rumah sederhana itu, Baekhyun menyeringai. "Terima kasih telah repot-repot mengunjungi semua orang."

Chanyeol menatap dirinya. "Itu bukan apa-apa," katanya. Keduanya terhenti untuk beberapa saat.

Kemudian Chanyeol terus mengamati Baekhyun yang tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Ia melangkah lagi kemudian membalikkan badannya. Dalam setiap langkah, ia berharap dalam hati bahwa sesuatu-apapun itu-memaksanya berhenti dan berbalik lagi.

Tiba-tiba, ia mendengar suara Baekhyun. "Yeol."

Mendapati apa yang ia harapkan, Chanyeol langsung berhenti dan berbalik ke arah Baekhyun. "Yeah?"

Baekhyun terdiam sesaat. "Aku ingin menunjukkanmu sesuatu," katanya.

Chanyeol menaikkan satu alisnya. "Oke-"

Ia terhenti di tengah merespon Baekhyun dan sebelum ia mampu berjalan kembali ke tempat Baekhyun, ponselnya berdering. Dan ketika ia cek id penelpon, ia mendapati nama Kyungsoo.

Chanyeol melihat sepintas ponselnya dan langsung menatap Baekhyun lagi yang hanya mengamatinya dengan sesuatu di matanya-sesuatu yang tak mampu ia tebak. Ia terdiam dan waktu seolah ikut terhenti. Namun ketika jarinya menggelepar mengarah ke tombol hijau itu, Baekhyun tersenyum.

"Kurasa tidak hari ini," katanya dengan senyum kecil. Sebelum Chanyeol mampu melawan, Baekhyun memanggil anjingnya. "I'll see you around,Chanyeol."

Sebelum Chanyeol dapat berkata apapun, Baekhyun berjalan ke serambi dalam rumahnya. Setiap sel dalam tubuh Chanyeol menyuruhnya untuk mengejar si brunet dan anjingnya, namun ia menghentikan dirinya sendiri ketika ia merasa ponselnya terus berdering.

Mengetahui ia telah kehilangan semua haknya untuk memasuki rumah itu, Chanyeol mengumpat, berjalan pergi meninggalkan properti itu menuju mobilnya. Panggilan itu sudah mati namun Chanyeol memaksa dirinya untuk mengambil napas dalam dan menelpon balik Kyungsoo.

Setelah sambutan yang kaku, pikiran Chanyeol terhempas dari Baekhyun dan tiba-tiba tertuju pada Kyungsoo.

"Kau apa?!"

"Aku di sini! Di desamu," Kyungsoo tertawa kecil. "Apa kau senang?" tanyanya lagi. "Aku ingin mengejutkanmu!"

Chanyeol merasakan tangannya berkeringat. "Kyungsoo, apa yang kau lakukan di sini?"

"Tak ada. Aku hanya merasa aku perlu memperkenalkan diri..."

"Pada siapa?"

"Orang tuamu-oh, tidak. Aku kenyang, terima kasih,"

"Soo, dengan siapa kau berbicara?"

"Ibumu," jawab Kyungsoo. "Ia membuatkanku sup... Aku tak tahu ini sup apa,but it's okay."

Chanyeol menggerutu. "Jadi kau di rumah orang tuaku sekarang?" tanyanya.

"Yeah. Ibumu ingin menunjukkanku foto album," kata Kyungsoo lagi. "Cepatlah pulang! Aku ingin melihatmu, oke?"

Sedetik setelah Chanyeol menemukan sesuatu untuk membalas perkataan Kyungsoo barusan, ia mendengar ujung sambungan itu terputus dan ia mendapati dirinya sendirian lagi. Ia menatap ke rumah Baekhyun dan merenung. Ia ingin bertahan di situ. Tuhan tau seberapa banyak ekspresi Baekhyun tadi menyentil dirinya.

Namun sebanyak apapun Chanyeol terpaku di posisinya, ia merasa harus pergi. Itu terasa salah baginya. Meninggalkan masa lalunya dan kembali ke Kyungsoo seharusnya terasa seperti sebuah kewajiban semata, namun nyatanya terasa seperti itu.

Mengganti posisi duduknya berulang kali dengan gelisah, Chanyeol menatap ke rumah sederhana itu lagi untuk terakhir kali sebelum perlahan mundur, meninggalkan jejak lembut pada lumpur yang segera akan terhapus oleh hujan di musim itu.

.

.

.

Melihat Kyungsoo di rumah orang tuanya sangatlah aneh dan asing baginya-karena itu tak terasa benar untuknya. Ketika ia berjalan masuk, ia pikir ia akan langsung menemui Kyungsoo yang sangat gembira dengan tangan yang menyambut kedatangannya, namun malahan, Kyungsoo sangat tenang ketika ia memasuki ruang tamu. Kyungsoo duduk dengan foto album di pangkuannya.

Chanyeol tersenyum perlahan dan menutup pintu. "Hey."

"Hai."

Ia merasakan ada sesuatu yang salah, namun tak mampu memiliki waktu untuk menanyakannya ketika ibunya, yang duduk di sebelah kanan Kyungsoo, memanggilnya.

"Chanyeol, kemarilah," panggil ibunya.

Ketika ia menarik kursi untuk diduduki, ibunya menghentikannya sembari bangkit berdiri, menarik Kyungsoo untuk bangkit bersamanya. "Bawalah Kyungsoo ke kamarmu dan bicarakanlah in private."

"Bicarakan apa?"

Terdapat sebuah kesunyian sebelum, "Tentang Baekhyun."

Segera, mata Chanyeol tertuju pada Kyungsoo, menyadari mengapa lelaki itu sangat diam. Memahami situasinya, Chanyeol mengangguk dan bergumam 'come on'sembari memimpin jalan ke kamarnya. Ketika mereka di dalam, ia membalik badannya dan berusaha berbicara, namun Kyungsoo mendahuluinya.

"Kau sudah menikah?"

Pertanyaan itu terlontar begitu keras dan gamblang.

"Iya, tapi-"

"Kau sudah menikah?!" ulang Kyungsoo dengan nada lebih keras. "Selama ini aku bermain-main dengan suami orang?! Selama ini akulah orang ketiga?!What the hell,Park Chanyeol!"

"Soo, dengarkan aku-"

"Kita telah berkencan selama hampir setahun dan aku baru saja mengetahui ini beberapa bulan sebelum kita menikah, mengetahui bahwa kau sudah menikah?!"

"Tidak, Soo, dengar! Aku tidak!" Chanyeol membela diri. "Aku tidak sedang terikat dalam pernikahan-tidak lagi."

"What the hellyang kau maksud dengan tidak lagi!" jerit Kyungsoo. "Ibumu menunjukkanku foto pernikahanmu, Chanyeol. Kemudian ia membicarakan tentangnya seolah kalian berdua masih menikah! Apakah kau mengerti betapa canggungnya itu bagiku untuk duduk di sana dan menanyakan apa yang dimaksudnya dengan 'suami Chanyeol'?!"

"Aku mengerti, tapi-"

"Tidak, kau tidak mengerti, pembohong!" Kyungsoo menjerit. "Kau tidak mengerti."

"Bisakah kau mendengarkanku?!" pekik Chanyeol. "Kami sudah resmi dalam proses perceraian. Ia telah menandatangani berkas itu dan aku telah mengirimnya ke pengacaraku. Itulah mengapa aku datang ke sini."

"Kapan ia menandatanganinya?"

"Beberapa hari lalu."

"Lalu mengapa kau tak segera pulang?" tanya Kyungsoo. "Mengapa kau bertahan di sini?"

Chanyeol tertegun pada pertanyaan itu. Bahkan dia sendiri pun tidak mengerti logika dari bertahan di desa itu selain mendapatkan apa yang ia inginkan-berkas perceraian yang resmi.

"Aku tidak tahu.."

Bibir Kyungso melengkung ke bawah. "Apakah kau terikat dengan tempat ini?"

Mengeripkan matanya, Chanyeol mengerutkan dahinya. "Apa maksudmu?"

"Tempat ini," ulang Kyungsoo. "Kau tumbuh di sini. Aku bertanya apakah kau terikat dengan rumah ini, desa ini-semuanya."

Chanyeol terhenti. "Kurasa..."

"Apakah kau ingin pulang?" kata Kyungsoo dengan tatapan tak menentu. "Denganku?"

"Tentu."

"Lalu mengapa kau terdengar seperti ragu-ragu?"

"Aku tidak ragu!" debat Chanyeol.

"Kau ragu!" Kyungsoo merintih, kembali marah. "Kita akan menikah dalam beberapa bulan, Chanyeol! Kau punya suami yang tak pernah kau ceritakan padaku! Kau tinggal di sini lebih lama dari yang dibutuhkan! Dan sekarang kau terdengar tak yakin atas semuanya."

"Aku sudah mengatakannya padamu, kami telah proses bercerai!" jerit Chanyeol. "Dan itu akan menjadi resmi secepat mungkin. Saat kita menikah nanti, aku sudahlah seorang pria tak berstatus."

Mengehela napasnya, Kyungsoo menatapnya. "Aku tak merebutmu darinya, kan? Aku bukanlah penggoda?"

Melangkah maju, Chanyeol menggeleng kepalanya. "Tidak, tentu saja," katanya lembut, kemudian memeluk Kyungsoo. "Kami sudah terlebih dulu memudar saat aku bertemu denganmu."

Ketika Chanyeol mengatakan itu, ia merasakan sesuatu dalam dirinya hancur oleh kenyataan.

Perlahan, Kyungsoo mengangguk, memegang dada Chanyeol. "Aku hanya memastikan..." katanya. "Aku tidak ingin menjadi perusak rumah tangga."

"Tidak, Kyungsoo."

"Jadi kau sedang proses bercerai?" Kyungsoo bertanya sekali lagi.

"Iya..." jawab Chanyeol dengan sedih.

"Oke," kata Kyungsoo pelan. "Kuharap itu akan menjadi perceraian cepat."

Chanyeol terdiam. "Yeah..."

"Kumaksud, kuharap, um, Baekhyun akan baik-baik saja," lanjutnya. "Tapi kupikir perceraian cepat akan menjadi yang terbaik. Kuharap penyelesaiannya tak akan berujung percekcokan."

"Tidak akan."

"Bagaimana kau tahu?" tanya Kyungsoo sembari menatap ke atas, ke kedua mata Chanyeol.

"Karena dia sudah tidak ingin terlibat denganku lagi..."

.

.

.

Tiga bulan berlalu, namun tak sedetikpun Chanyeol tak memikirkan Baekhyun. Ini terasa salah. Semuanya terasa salah semenjak ia meninggalkan rumah orang tuanya dengan Kyungsoo. Kota tak lagi terlihat sama, dan ia pun tak lagi merasa tentram bersama Kyungsoo.

Perencanaan pernikahan terus berjalan. Kyungsoo mengurusi semua undangan dan detail-detailnya, namun tidak pernah memberitahu Chanyeol di mana pernikahan itu akan diselenggarakan. Di antara hari liburnya, Chanyeol akan pergi berbelanja barang-barang yang mereka butuhkan seperti piring dan silverware.

Sambil ia berbelanja, ia mendapati dirinya memikirkan tentang suami yang ia nikahi bertahun-tahun lalu dan bagai mereka-sangat sederhana dan berkekurangan-tak pernah mendapat kesempatan untuk menikmati barang-barang mewah yang sedang ia beli untuk pernikahannya dengan Kyungsoo.

Ia tidak membantah ketika ia menyadari seberapa berat itu membuatnya berpikir tentang pengalaman atas pernikahan sesungguhnya, yang ia dan Baekhyun tak pernah dapatkan.

Namun semakin ia pikirkan, semakin ia sadar bahwa itu tidak masalah. Dulu, ketika mereka menikah di sebuah gereja kecil di desa, mereka bahkan tak memikirkan materi pernikahan yang mahal. Malahan, Chanyeol mengingat bunga-bunga yang mereka petik dari taman lokal desa, dan bagaimana mereka membuat kapel putih sederhana itu menjadi bangunan kecil terindah di dunia.

Ketika Chanyeol menarik diri dari pikirannya, ia mengamati piring-piring berkilauan dan peralatan lain dalam pajangan di hadapannya. Secantik apapun mereka, seindah apapun mereka terlihat di pernikahannya nanti, nampaknya itu tak begitu mempengaruhinya. Nyatanya, mereka nyaris membuatnya merasa hampa.

.

.

.

Dunia bagai terpusat pada seniman yang nampaknya memang menyita banyak perhatian hanya dalam waktu singkat. Chanyeol dapat melihat sepintas bagaimana editor-editor lain memandangi lukisan seniman itu dalam foto. Terdapat sedikit ketertarikan dalam Chanyeol untuk pekerjaan seniman itu maka ia tak ragu-ragu memenuhi tawaran seorang co-workeruntuk mengunjungi pembukaan lain di sebuah galeria seni.

Chanyeol tidak tahu begitu banyak mengenai pelukis itu selain reputasinya, namun ketika ia melangkah pada keramaian dan lokasi mahal itu, ia langsung menyadari gaya seninya. Simpel, sendu, dan rendah diri. Chanyeol tak dapat menghapus prasangka bahwa karya seni itu milik pelukis yang sama yang ia lihat di desa.

Berkeliaran dan meninggalkan co-workernya, Chanyeol berjalan mengitari galeri itu sendirian. Ia seperti menatap dengan penuh kekaguman pada sebuah lukisan danau yang terlihat begitu akrab di baginya hingga ia seolah mendengar suara pria yang tak mampu ia keluarkan dari pikirannya selama berbulan-bulan.

Berbalik arah, Chanyeol terkejut dengan kedekatan tubuhnya dengan Baekhyun. Ketika ia tersentak, Baekhyun melihat ke atas, ke kedua matanya, dan tersenyum.

Sangat aneh melihat pria kecil itu. Rambut Baekhyun ditata dan pakaiannya tak terlihat sederhana. Ia memiliki penampilan modern, namun semakin Chanyeol memperhatikannya, semakin ia menyimpulkan bahwa Baekhyun terlihat lebih baik dengan cara biasa ia berpenampilan.

"Hey," sapa Chanyeol.

"Hai."

Kesunyian kembali menghampiri saat keduanya terus menatap satu sama lain hingga Baekhyun memecah kontak mata dan melihat ke lukisan. "Jadi, apa kau suka material ini?"

Mengangguk, tapi tak pernah melepaskan matanya dari makhluk di sampingnya, Chanyeol berkata, "Yeah. Aku suka semuanya."

"Senang mendengarnya."

Chanyeol terhenti sejenak. Sebuah pertanyaan terasa gatal di tenggorokannnya dan ia berusaha untuk menahannya, tak ingin mencampuri yang bukan urusannya, tapi ia mencapai titik di mana ia tak mampu menahannya lebih lama. "Baek, apa yang sedang kau lakukan di sini?"

Terdapat lebih dari satu maksud dalam pertanyaan itu. Ia ingin tahu mengapa Baekhyun ada di kota, dan mengapa Baekhyun ada di galeri seni. Dan yang lebih penting, ia ingin tahu mengapa Baekhyun ada di dalam kepalanya sampai Chanyeol tak kuasa menyeret dirinya ke dunia nyata.

Memberikan raksasa itu sebuah senyuman, Baekhyun dengan acuhnya menaikkan bahu. "Aku membuat lukisan-lukisan ini," akunya. "Tiap-tiap lukisan..."

Chanyeol terdiam. "Apa?"

Mengangguk, mengkonfirmasi bahwa apa yang Chanyeol dengar adalah benar, Baekhyun mengeluarkan tawa halus. "Aku melukis yang itu berjuta-juta kali, tapi tak pernah terasa benar. Masih tak juga benar, namun itu yang terbaik yang kubuat. Jika itu terasa familiaruntukmu, karena itu adalah danau di dekat rumah.

Melihat kembali ke lukisan itu, Chanyeol mulai melihatnya dengan lebih jelas. "Aku mengerti.."

"Semua yang di sini berasal dari desa," kata Baekhyun. "Aku ingin menangkap semuanya dalam gambar..."

Untuk sesaat Chanyeol tidak berbicara. "Aku tidak tahu kau dapat melukis..."

Baekhyun menaik-turunkan bahunya lagi. "Aku tidak melukis begitu banyak ketika kita bersama. Aku tidak pernah punya waktu untuk itu ketika semua yang kita lakukan adalah bertengkar." Sebelum situasinya menjadi canggung, Baekhyun dengan halus menyentuh lengan Chanyeol sesaat sebelum melepasnya. "Nikmati pamerannya, oke? Lagipula ini malam terakhirku di sini. Pastikan kau mencoba makanannya. Mereka sangat lezat."

Chanyeol berusaha meraihnya ketika Baekhyun memutar arah dan berjalan pergi, namun ia tak berhasil menyentuhnya. Ia mengikuti Baekhyun jauh ke dalam galeri, dan seperti pameran berbulan-bulan sebelumnya, suasana dalam lukisan-lukisan itu berubah di sekitarnya. Dan seperti pameran di festival dulu, sebuah karya agung yang diselimuti terpampang sebagai titik pusat.

Menghampiri dari belakang Baekhyun, Chanyeol berdiri di dekatnya sekali lagi. Kali ini, ia bertanya. "Apa di balik benda itu?"

Dalam hati, Baekhyun terkejut mendapati Chanyeol mengikutinya, namun ia menjawab. "Bukan apa-apa."

"Apa maksudmu bukan apa-apa?"

"Maksudku, itu sudah tak penting lagi..." jawab Baekhyun.

Chanyeol melengkungkan bibirnya. "Luhan memberitahuku itu sesuatu yang kau sayangi. Berjudul Lostdan itu terdengar seperti kau ingin sesuatu-yang kau lukiskan di balik jubah itu-kembali."

Baekhyun terdiam untuk sedetik. "Aku melukisnya beberapa tahun lalu. Kupikir aku akan mampu menunjukkannya, namun sudah terlambat sekarang. Aku tak akan pernah mengungkapnya."

"Lalu bisakah kau memberitahuku apa di balik itu?" tanya Chanyeol. "Karna kau tak akan mengungkapnya, aku agak penasaran apa-"

"Tidak," kata Baekhyun, menggelengkan kepalanya. "Aku tak bisa."

"Mengapa tidak?"

"Karena harga diriku, Chanyeol..." Mengarahkan pandangannya turun, Baekhyun menghela napas. "Aku gagal, jadi itu tak lagi berarti untuk ditunjukkan... Maafkan aku."

.

.

.

Ia tak harus melakukannya, tapi Chanyeol tetap melakukannya.

Selama berjam-jam, ia tinggal di galeri dan melihat bagaimana jumlah pengunjung berkurang. Baekhyun, yang telah berkeliling untuk bersosialisasi dengan berbagai orang, tak begitu memperhatikannya begitu banyak hingga mencapai titik di mana sulit untuk mengabaikan fakta bahwa wajah Chanyeol adalah satu-satunya yang menetap sementara sekelilingnya terus berubah.

Setelah semua orang pergi dan galeri ditutup, Chanyeol mengikuti Baekhyun di sampingnya sambil pria kecil itu memberi perintah pada para pemindah untuk mengirimkan lukisan-lukisannya berdasarkan pembelinya. Ia tidak menghiraukan keberadaan Chanyeol membuntutinya dalam diam. Meskipun ia merasa gugup, ia menyukai kehadiran sang raksasa itu di dekatnya.

Ketika hampir semuanya telah bersih, Baekhyun memutuskan untuk akhirnya menghadapi penguntitnya dan berbalik. "Mengapa kau belum pulang?"

"Aku tidak ingin pulang."

Menggelengkan kepala, Baekhyun menghela napasnya. "Sejujurnya, Chanyeol. Kau seorang idiot."

Baekhyun berjalan ke arah ujung di mana hanya satu-satunya barang pameran yang tersisa dan berdiri di hadapannya. Chanyeol mengikutinya, dan segera, mereka berdua menatap hal yang sama.

"Kenapa kau tak bisa memberitahuku apa di balik itu?"

"Karena aku tidak ingin..."

"Mengapa tidak?"

"Chanyeol-"

"Apa kau khawatir jika itu jelek?"

Baekhyun mendengus. "Ia tidak jelek. Hanya urusan pribadi."

"Aku ingin melihatnya, jalang."

"Aku tak ingin kau melihatnya, brengsek."

Chanyeol memandangnya sekilas sebelum mengambil kesempatan. Meninggalkan sisi Baekhyun, ia dengan cepat berlari dan menarik jubah hitam itu, menghempaskannya. Baekhyun bereaksi secepat yang ia bisa untuk menghentikannya, namun ia terlambat.

Dengan satu tarikan, material yang menyembunyikan lukisan itu terjatuh ke lantai bersamaan dengan hati Baekhyun.

"Yeol..." kata Baekhyun dengan suara gemetar. "Itu-"

Tanpa ragu, Chanyeol meraih wajah Baekhyun dan menamparkan bibirnya ke bibir Baekhyun. Baekhyun mengeluarkan tangisan kecil sembari berusaha melepaskan diri, namun segera ia menyerah, mencium balik dan berpegangan pada pakaian Chanyeol.

Menguasai situasi, Chanyeol mendorong Baekhyun ke dinding, menggigit dan menjilat bibirnya sebelum memandanginya lagi, menyelidiki wajahnya. Dalam waktu singkat mereka terpisah, mereka terengah-engah sebelum kembali menyerang bibir sama lain dengan kasar.

Baekhyun merasa kedua matanya mulai terasa terbakar. Ia melenguh dalam ciuman itu dan menarik Chanyeol seakan takut melepasnya. Tapi dengan perasaan berat dalam dirinya, ia melepaskan tautan mereka-seperti yang dilakukannya berbulan-bulan lalu-dan menggelengkan kepalanya.

Ketika Chanyeol mencoba menciumnya lagi, Baekhyun memiringkan wajahnya dan mendorong Chanyeol.

"Cukup..." suaranya parau, dengan kasar mengusap matanya.

"Baek-"

"Ku bilang cukup, Chanyeol. " Mengambil napas dalam-dalam, Baekhyun menggelengkan kepalanya. "Kau seharusnya tak melakukan itu, idiot..."

"Dan kau seharusnya tak menciumku balik."

Baekhyun melihat ke arah lain. "Aku tidak butuh rasa kasihanmu."

"Aku tidak-"

"Ya, aku melukismu," Baekhyun mengaku, "dan ya, kaulah satu-satunya yang kutunggu selama ini, tapi Chanyeol, itu sudah berakhir, oke? Aku gagal. Kupikir...Kupikir jika aku bisa melakukan hal besar seperti yang selalu kau inginkan, aku bisa meyakinkanmu untuk kembali. Tapi aku terlalu lambat, dan kau bertemu dengan tunanganmu sebelum aku dapat menemuimu."

"Aku akan tetap menginginkanmu kembali baik kau melakukan hal besar ataupun tidak, Baekhyun!" kata Chanyeol dengan marah. "Aku hanya ingin kau mencoba! Untuk berupaya akan kita berdua! Dan ketika kulihat kau tak bisa, itulah mengapa aku pergi... Jika kau menghampiriku dan mencoba sedikit lebih keras, aku akan baik-baik saja. Kau tidak perlu melakukan semua ini."

"Aku harus, Yeol!" kata Baekhyun, dengan air mata yang siap tertumpah. "Aku merasa tak berguna. Itulah mengapa aku memilih untuk melukis. Itulah mengapa aku memperbaiki semua yang ada di rumah. Dan itulah mengapa aku memperbaiki dermaga itu. Aku tahu memperbaiki rumah itu takkan cukup. Tidak setelah aku pergi ke kota dan melihat bagaimana suksesnya semua orang..."

"Baek, kau harusnya datang padaku hari itu."

"Aku tak bisa."

"Aku akan mendengarkanmu saat itu."

"Dan aku akan terus merasa tak bernilai," tutup Baekhyun. Ia menjadi diam sebelum dengan halus berkata, "aku masih mencintaimu, namun kisah kita t'lah usai. Kau harus pergi."

"Baekhyun."

"Pernikahanmu akan segera tiba dan perceraian kita telah mendekati penyelesaian," kata Baekhyun, berusaha tersenyum. "Setelah malam ini, aku akan memasukkan lukisan ini ke sebuah gudang di mana ia akan dilelang. Inilah caraku melepaskanmu. Aku tak bisa menaham lukisan ini bersamaku. Ia hanya sebuah pengingat tentangmu."

Melangkah maju, Baekhyun merapikan rambut dan pakaian Chanyeol. "Aku tak ingin tunanganmu tahu kau mencium mantan suamimu," ia sedikit bercanda, bermaksud untuk melunakkan suasana. "Masih setampan seperti dulu-malah lebih tampan."

Ketika Baekhyun mulai menarik tangannya kembali, Chanyeol melangkah maju dan menggenggamnya. "Park Baekhyun," katanya dengan suara tak stabil. "Aku tak mampu berhenti memikirkanmu semenjak kunjunganku beberapa bulan lalu. Kau masih mencintaiku dan kau tak mengerti bagaimana perasaanku mengetahui hal ini."

"Chanyeol-"

"Tak ada yang terasa sama semenjak itu, Baek!" pekik Chanyeol. "Tak ada! Tidak bahkan ketika aku mencium Kyungsoo atau ketika aku memeluknya! Kau tak tahu bagaimana perasaanku yang tiap bersamanya, aku berpikir aku bersamamu!"

"Berhenti berbicara seperti itu!"

"Baek, akankah ini menjadi gila?" mulai Chanyeol, "gilakah bila kubilang aku masih mencintaimu juga?"

Menarik tangannya, Baekhyun menggelengkan kepala dan menutupi telinganya. "Hentikan-"

"Karena tak seorangpun di dunia sialan ini yang dapat membuatku merasakan apa yang kau beri padaku!" kata Chanyeol bersikeras. "Kyungsoo...dia mengagumkan. Ia pandai. Ia tampan. Ia sukses. Tapi, damn it, kaulah satu-satunya yang pernah membuatku gila! Kau membuatku gila ketika kita muda. Kau membuatku gila saat kita mulai berkencan. Hell, bahkan ketika kita bertengkar atau berciuman panas kau tetap membuatku gila!"

"Chanyeol, kau telah bertunangan!" jerit Baekhyun. "Berhenti berbicara seperti ini. Sudah terlambat!"

"Tidak, itu-"

"Semua sudah terlambat...berhentilah mempermainkanku," pinta Baekhyun, menangis dengan lembut. "Kau membuat inilebih sulit dari yang seharusnya. Kau datang kembali meminta ijinku untuk bercerai dan aku telah memberikannya padamu! Kau harusnya berhenti sampai di situ..."

"Tapi bagaimana jika aku baru saja menyadari bahwa aku tak pernah berhenti mencintaimu-"

Menggertakkan giginya, Baekhyun dengan kasar menggelengkan kepala. "Tidak, Chanyeol. Tolong hentikan," katanya dengan suara seringan bulu. "Biarkan aku beranjak... Aku ingin kau berhenti memikirkanku. Berhentilah mengelabui dirimu sendiri. Kau telah move on bertahun-tahun lalu, Chanyeol. Sekarang, biarkan ini menjadi giliranku, oke?"

Argumen itu berakhir di sana meskipun Chanyeol ingin melawan semuanya. Mereka menatap satu sama lain saling mengetahui bahwa apa yang baru dikatakan hanyalah kebohongan, tapi Chanyeol tak tahu apa yang harus ia lakukan. Mengambil langkah mundur, Chanyeol melakukan apa yang ia lakukan seperti beberapa tahun lalu.

Ia pergi.

.

.

.

Beberapa minggu selanjutnya berlalu begitu saja bagi Chanyeol. Jasnya telah difitting, sepatunya telah diukur, dan pakaiannya telah dipilih sesuai dengan apa yang diinginkan Kyungsoo. Seminggu sebelum pernikahannyalah Chanyeol baru benar-benar menyadari bahwa ia akan menikah lagi.

Seharusnya itu membuatnya bahagia karena Kyungsoo telah mempersiapkan semua dengan sungguh-sungguh untuknya, namun ia tak kuasa, ia ingin menangis.

Mereka akan menikah di desanya, di gereja kecil yang sama tempat ia menikahi Baekhyun dulu.

Tak ada apapun yang lebih menyakitinya dari kenyataan tersebut, tapi Chanyeol yakin bahwa Kyungsoo tak mengetahui sejarah pernikahannya itu. Menerima usaha Kyungsoo, Chanyeol mensyukurinya.

Semakin mendekati acara pernikahan mereka, hubungan mereka entah mengapa semakin sunyi. Kyungsoo nampak gugup, berulang kali menanyakan Chanyeol apakah ia yakin ingin menikahinya. Chanyeol tidak mengetahui apa yang membuat dirinya tidak percaya diri, namun ia berusaha meyakinkannya-meskipun ia menyadari keadaan emosinya yang tidak stabil-bahwa ia ingin terus melanjutkan proses pernikahan mereka.

.

.

.

Chanyeol berdiri di antara deretan tempat duduk gereja, menunggu Kyungsoo keluar, ia merasa aneh di perutnya, ia sangat yakin apa yang akan dilakukannya ini akan membawa kesengsaraan pada hidupnya dan Kyungsoo. Musik mulai dilantunkan dan tamu mereka berdiri sembari Kyungsoo dengan ayahnya berjalan melewati mereka. Perlahan mengambil tangan Kyungsoo dari ayahnya, Chanyeol tersenyum ketika Kyungsoo berjalan bersamanya ke altar.

Dalam diam, dan tanpa disadari semua orang yang berada di situ, Kyungsoo menoleh ke atas dan menatap ketua mata Chanyeol dengan putus asa, bertanya "Apa kau yakin?"

Chanyeol, untuk pertama kalinya, merasa ragu. Wajahnya seolah menampar Kyungsoo dengan jawabannya yang sesungguhnya , meskipun bibirnya tetap berkata, "Iya..."

Kyungsoo-meskipun enggan-menganggukkan kepalanya, menerima responnya. "Baiklah.."

Dengan berpegangan tangan satu sama lain, Kyungsoo mengaggukkan kepalanya pada pendeta dan prosesi pernikahan pun dimulai.

.

.

.

"Kita berkumpul di tempat ini untuk menjadi saksi atas pernikahan Kyungsoo dan Chanyeol.."

.

.

.

"Hari ini, kita datang ke tempat ini untuk menyaksikan pernikahan suci dari saudara Baekhyun dan Chanyeol.."

.

.

.

"Apakah kamu, Do Kyungsoo, bersedia menerima Park Chanyeol sebagai suamimu, dari saat ini hingga seterusnya, dalam keadaan baik maupun buruk, dalam kaya, maupun miskin, dalam sehat maupun sakit, mendampinginya hingga maut memisahkan kalian?"

"Iya."

.

.

.

"Apakah kamu, Byun Baekhyun, menerima Park Chanyeol sebagai suamimu? Untuk kau cintai dan kau jaga melalui sehat maupun sakit? Untuk berbagi kebahagiaan dan kesedihan dengan semua rintangan dan kemenangan selama kau hidup?"

"Ya! Ya, aku bersedia!"

"Dan apakah kamu, Park Chanyeol, menerima Byun Baekhyun sebagai suamimu? Untuk kau cintai dan kau jaga dalam sehat maupun sakit? Untuk berbagi kebahagiaan dan kesedihan dengan semua rintangan dan kemenangan selama kau hidup?"

"Yeah, mengapa tidak?"

.

.

.

"Dan apakah kamu, Park Chanyeol, bersedia menerima Do Kyungsoo sebagai suamimu, dari saat ini hingga seterusnya, dalam keadaan baik maupun buruk, dalam kaya, maupun miskin, dalam sehat maupun sakit, mendampinginya hingga maut memisahkan kalian?"

Chanyeol membuka mulutnya untuk merespon, namun tak satupun kata keluar. Ia terdiam, dan menoleh ke arah Kyungsoo. Wajah sedih itulah yang memaksanya untuk melengkungkan bibirnya dan membuka mulutnya lagi, namun sebelum ia mampu mengeluarkan sepatah kata, pintu kapel itu terbanting terbuka ditemani suara jeritan mengatakan "Stop!"

Melihat ke arah pintu, Chanyeol mendengus. "Luhan?"

"Kau tak bisa menikah dulu!" pekiknya sambil berlari terengah-engah ke altar. Ketika ia sampai di hadapan pasangan itu, dengan napas berat ia berkata "Tidak sekarang. Kau belum bisa menikah.."

Kyungsoo menatap Luhan dan Chanyeol bergantian sebelum bertanya, "Ada apa ini?"

Melihat kertas di tangan Luhan, Chanyeol mengerutkan dahinya. "Kenapa kau di sini? Apa itu?"

"Milikmu.. Ah, sial," Luhan mengerang sambil mengangkat kertas itu. "Pengacaramu mengirimkan ini ke kantor pos."

"Well,apa itu?" tanya Chanyeol, sekilas melihat ke arah semua tamu.

"Kau belum bercerai," kata Luhan, berusaha untuk menenangkan suaranya. "Kau masih suami Baekhyun."

Mata Kyungsoo langsung tertuju pada Chanyeol, yang nampaknya tak terlalu terkejut dengan berita itu.

"Apa?" tanya Chanyeol heran.

"Berkas ini butuh tanda tangan untuk finalisasi," jelasnya. "Pengacaramu bilang ada tanda tangan yang kosong."

"Tapi Baekhyun sudah menandatanganinya. Aku sudah mengeceknya."

"Memang," kata Luhan lagi sambil tersenyum. "Tanda tanganmu yang kubutuhkan. Tanda tanganmulah yang kosong.."

Hidup ini benar-benar memberikan satu kesempatan akhir bagi Chanyeol untuk membatalkan semua ini. Sambil Luhan meraih pena di kantong celananya, Chanyeol merasakan telapak tangannya mulai berkeringat mengetahui Kyungsoo mengawasi segala pergerakannya.

Mengarahkan pena pada Chanyeol, Luhan membuka-buka berkas itu di tangannya dan mengangkatnya dan dengan jari telunjuknya menunjukkan di mana Chanyeol harus menggoreskan penanya.

Dengan tangan yang gemetar, Chanyeol berperang dengan semua sel di dalam dirinya untuk mendekatkan tangannya pada berkas itu. Namun ketika ujung penanya bersentuhan dengan kertas itu, Kyungsoo merampas pena itu dan melemparkannya ke tanah.

"Kau tak akan menanda tangani itu."

Terkejut, Chanyeol menatapnya tak percaya. "Apa?"

"Kau tak akan menandatangani itu," ulangnya. "Kau tak mau, dan aku tak ingin memaksamu untuk melakukan sesuatu yang tak kau kehendaki." Menatap cincin di tangan Chanyeol, Kyungsoo menggelengkan kepalanya dan melepasnya dengan paksa. "Kau tak ingin menikahiku. Aku dapat melihatnya di matamu, Chanyeol."

"Kyungsoo, aku-"

"Tidak," kata Kyungsoo lembut. "Aku sudah tahu kau masih mencintainya.Hell,aku melihatmu melumat wajah satu sama lain di galeri itu."

Chanyeol mengedipkan matanya. "Apa?"

"Aku pergi mencarimu ketika kau tidak pulang juga. Seseorang memberitahuku jika kau ada di galeri seni, jadi aku menyusulmu. Bayangkanlah betapa terkejutnya aku mendapatimu making outdengan mantan suami-well,masih suamimu."

Tak memiliki apapun untuk dikatakan, Chanyeol menipiskan bibirnya. "Maafkan aku, Soo..."

Kyungsoo menaikkan bahunya dan menyeringai. "Mengapa kau harus meminta maaf atas perasaanmu? Aku terus menanyakanmu jika kau ingin meneruskan pernikahan ini, tapi kau terus bersikeras mengatakan 'ya'. Lagipula jika tadi kau berkata 'iya' ketika pendeta bertanya padamu, aku akan menolak pernikahan kita."

"Lalu mengapa kau membatalkannya?" tanya Chanyeol, tak mempedulikan kenyataan bahwa pernikahan mereka telah berubah menjadi opera sabun di hadapan para undangan.

"Aku telah menyebar undangan dan menyewa catering. Sayang untuk dibuang, jadi kupikir kita akan duduk bersama makan-makan," kata Kyungsoo. "Maksutku...Jangan salah paham, aku masih agak marah padamu. Tadinya aku sangat marah padamu, tapi dengan berjalannya waktu, kurasa aku mulai mampu memaafkanmu."

Chanyeol menoleh ke bawah, ke arah Luhan yang mengamati mereka linglung. Kemudian ia kembali menatap Kyungsoo. "Lalu apa sekarang?"

"Well,aku bisa membawa semua orang ke aula resepsi," mulainya, "sementara kau berakting sebagai pengantin yang lari mencari cinta sejatinya di bawah derasnya hujan."

"Tapi sekarang tidak hujan."

"Oh, akan hujan!" jerit Luhan. "Setidaknya begitu yang ada di ramalan cuaca hari ini. Semua sapi di peternakan pun mulai berkerumun bersiap2 menghangatkan satu sama lain."

Memukul lengan Chanyeol, Kyungsoo memiringkan kepalanya seolah menunjuk ke arah pintu. "Pergilah, asshole."

Untuk pertama kalinya dalam berbulan-bulan, Chanyeol benar-benar merasakan sesuatu untuk Kyungsoo. Menyeringai, ia mencium pipinya terakhir kali sebelum berlari ke arah pintu. "Terima kasih, Kyungsoo!"

"Whatever!Kau membayar setengah pengeluaran ini!"

Chanyeol tersenyum menyetujui transaksi itu sambil berlari keluar dari pintu kapel.

.

.

.

Hujan mulai turun jauh lebih awal dari yang Baekhyun duga. Di tengah kesibukannya untuk memindahkan perabotannya ke truk, hujan mulai membasahinya. Pohon-pohon di sekitarnya tidak melindunginya dari air.

Dengan rambut dan baju yang seolah menempel pada kulitnya, ia berusaha segera menyelesaikan pekerjaannya, namun terkejut ketika mendapati sosok seseorang. Setelah melompat turun dari truk itu dan berlari ke rumah untuk mengambil lebih banyak barang, ia terdiam di tempatnya ketika ia mendapati sosok orang yang berdiri di antara ia dan rumahnya.

Di bawah hujan, Baekhyun menggigit bibirnya, tak tahu apa yang sedang dilakukan orang di hadapannya. Sebelum ia dapat bicara, ia sudah tersela.

Basah kuyup karena hujan dan sprintnya jauh-jauh dari kapel, Chanyeol terlihat sangat gila-dan itu menakuti Baekhyun to the hell and back.

"Aku berlari dua mil untukmu!" teriak Chanyeol melawan suara hujan. "Aku tak bisa menunggu taksi karena aku benar-benar harus menemuimu!"

"Apa yang sedang kau lakukan?" jerit Baekhyun. "Bukannya kau harusnya sedang di kapel?"

Mengabaikannya, Chanyeol melanjutkan kalimatnya. "Aku sudah menikah!"

"Lalu apa yang sedang kau lakukan di sini denganku, you fucking idiot!" pekik Baekhyun dengan suara terluka. "Di mana suamimu? Bukankah harusnya sekarang kau sedang bersamanya!?"

"Memang!" jerit Chanyeol lagi, mengambil langkah-langkah besar menuju Baekhyun. "Aku sudah menikah, dan aku sedang bersama suamiku."

"Apa yang ka-"

Menangkapnya, Chanyeol mencium suaminya dengan tergesa-gesa. Ia tidak peduli meskipun mereka sedang berada di luar ataupun dalam keadaan basah kuyup. Tangannya yang gemetar dan putus asa menahan wajah Baekhyun sambil Chanyeol meminta celah masuk.

Menyerah, Baekhyun mengalungkan tangannya ke leher Chanyeol dan menariknya, memperdalam ciuman mereka. Menggerakkan tangannya ke belakang tubuh suami kecilnya, Chanyeol mengangkat paha Baekhyun. Dengan satu keputusan tegas, Baekhyun melompat dan membelitkan kakinya di pinggang Chanyeol, sembari raksasa itu menahan tubuhnya, menyatukan tubuh mereka.

.

.

.

"Ah...ah...ah...Chanyeol...Nghh!"

Chanyeol meletakkan kedua tangannya di kedua sisi tubuh Baekhyun, menahannya sembari ia menikamkan dirinya jauh ke dalam tubuh suaminya. Dengan tiap hentakan, Baekhyun mendesah, melengkungkan punggungnya dan menggerinda pinggulnya ke arah kejantanan Chanyeol untuk meningkatkan kehangatan pergesekannya.

Saat Baekhyun menggeliat di bawah sentuhannya, dengan penis yang basah, dan mulut yang mendesah, Chanyeol mengamati ekspresinya, senantiasa teringat alasan mengapa ia mendapati Baekhyun sangat cantik.

Napas berat dan suara love makingmereka begitu nyata di telinga. Wajah Baekhyun merona setiap ia mendengar Chanyeol menggerutu di atasnya atau ketika pinggul mereka bersentuhan. Setiap Baekhyun mencoba mengubah posisi mereka, Chanyeol akan menggantinya lagi, tak ingin melakukan posisi yang menyulitkannya untuk melihat wajah Baekhyun.

Chanyeol mendesis ketika ia merasakan cakaran Baekhyun di punggungnya, namun itu membuat semuanya terasa lebih nyata. Menjatuhkan sikunya, ia menurunkan tubuhnya dan mulai menghisap leher Baekhyun sambil ia terus mengarahkan dirinya sendiri lebih dalam, lebih cepat.

Dengan tiap hentakan, penis Chanyeol tertekan tepat di satu titik termanis dalam Baekhyun, membuatnya menjadi gila. Ketika tangan Chanyeol mulai mengelus kejanatanannya, Baekhyun tak kuasa menahan dirinya lagi.

Ia menembakkan bebannya ke tangan Chanyeol-kenikmatan sungguh tak terhingga baginya. Chanyeol berhenti menikam sesaat untuk fokus pada orgasme Baekhyun, namun sesegera Baekhyun selesai, Baekhyun mendorongnya jauh.

Chanyeol menolak, takut Baekhyun akan meninggalkannya, namun terkejut ketika Baekhyun menariknya ke atas kasur. Dengan punggungnya bertemu langsung dengan kasur, ia mendapati Baekhyun meletakkan kedua kakinya di masing-masing sisi tubuhnya. Perlahan merendahkan tubuhnya, Baekhyun merasa tenggorokannya seolah tercekat ketika ia merasakan seluruh penis Chanyeol itu kembali lagi menyatu dengannya.

Meletakkan kedua tangannya di dada Chanyeol, Baekhyun mulai menaik-turunkan dirinya dengan ritme tertentu hingga ia mulai menaikkan kecepatannya dan membawa Chanyeol ke jurang orgasmenya.

.

.

.

Beberapa bulan kemudian, mereka menikah lagi.

Itu adalah ide Chanyeol. Mereka memang sudah menikah, tapi Chanyeol ingin mengulang seluruh upacara sakral itu. Baekhyun tidak ingin membuat kehebohan, tapi semua orang di desa memaksanya hingga ia akhirnya dengan malu menerimanya.

Setelah upacara pernikahan mereka, mereka menghabiskan malam di rumah mereka-yang telah Baekhyun putuskan untuk pertahankan, tak jadi menjualnya.

Chanyeol memutuskan untuk mengundurkan diri dari pekerjaannya sebagai seorang editor. Sebelum ia benar-benar pergi dari sana, ia mengunjungi Kyungsoo dan bahagia mengetahui bahwa Kyungsoo telah menggaet Kris di pertengahan kekacauan upacara pernikahan mereka berbulan-bulan lalu.

Memutuskan untuk tidak menjadi terlalu terkenal, Baekhyun tidak pernah mengejar karir sebagai seniman internasional. Ia tinggal di rumah dan hidup dari kekayaan yang telah ia kumpulkan selama bertahun-tahun.

Dengan sekelilingnya menjadi damai dan Baekhyun kembali ke sisinya lagi, Chanyeol mendapati dirinya utuh. Sembari ia duduk di belakang suaminya di suatu siang, memeluknya ketika ia melukis potret halaman depan mereka, Chanyeol menyandarkan kepalanya di bahu Baekhyun, menutup matanya dan bersumpah untuk tak melepasnya lagi.

•••

The End

•••

Translated by ©ybbaek cbsky

Original Story

Stay by Exobubz

www livejournal com/33652

(Spasi diganti dengan titik)

Copyright © 2014 exobubz

All Rights Reserved