Speed of Destiny: Side Story
Naruto © Masahi Kishimoto
Initial D © Shuichi Shigeno
Genre: General
Warning : OOC, Typo dan Fiktif.
Chapter 4
Kekalahan tiga tim besar menyebar dengan cepat. Menimbulkan banyak pertanyaan tidak terjawab dan menimbulkan perdebatan di kalangan klub. Pembalap dari tiga tim yang ditantang bukan tim lemah jadi sungguh dipertanyakan apabila mereka kalah.
Ini hampir sama saat pertama Takumi muncul. Menggemparkan seluruh wilayah yang jadi basis klub mereka masing-masing. Semua orang membicarakannya, hampir seperti lebah yang berdengung dimanapun. Cukup mengganggu bila terus menerus dibicarakan.
Tidak terkecuali di wilayah Akina. Itsuki tidak henti-hentinya mendengar senpainya mengoceh tentang kekalahan Red Suns, NightKid, atau tim Emperor. Biasanya dia akan langsung bergabung tapi entah kenapa untuk topik ini enggan membuatnya masuk.
Untuk kali ini dia takut mulutnya tergelincir untuk mengatakan hal yang dapat memperkeruh suasana.
"Ada yang menganggumu Itsuki?" Semenjak pagi, ternyata kelakuan aneh Itsuki dilihat oleh sahabatnya. Takumi sebenarnya bukanlah orang yang mudah peka, tapi tindak tanduk sahabatnya benar-benar berbeda hari ini. Dia lebih banyak diam, sangat bukan Itsuki yang biasa meledak-ledak bagai kembang api.
Ituski terkaget saat menyadari Takumi ada didekatnya. "Ti-tidak ada masalah. Aku hanya merasa tidak enak badan," kata Itsuki bohong.
Pandangan Takumi melunak, seketika wajahnya terlihat cemas. "Apa kau sakit? Kalau kau benar-benar tidak sehat lebih baik kau izin bekerja."
"Tidak! Tidak! Aku masih kuat."
Takumi mengerutkan dahi tanda tidak yakin. Tapi, Itsuki bilang dia tidak apa-apa. "Baiklah, tapi jika kau merasa tidak kuat segera istirahat. Jangan memaksakan diri."
Sang sahabat menepuk punggungnya pelan. Membuatnya tidak enak hati. Jujur dia bingung apakah dia harus menceritakan apa yang dia ketahui atau tidak. Jika dia menceritakan tentang Naruto dan kawan-kawannya sama saja menyulut api ke dalam bensin.
Dia takut pertemanan yang baru saja terbangun antara Naruto dengan teman-temannya akan rusak. Tantangan untuk menaklukan Akina hanya tinggal menunggu waktu. Bisa datang dari tiga teman si blonde atau bahkan Naruto sendiri.
Sekarang semuanya jadi masuk akal kenapa Gaara dan Naruto bisa tahu Akatsuki. Mereka saling terkait dan Itsuki mengetahuinya sejak malam itu. Seharian penuh dia berkutat pada pikirannya. Cukup aneh melihat Itsuki diam tapi rekan-rekannya tampak membiarkan. Mungkin hari itu bukan harinnya Itsuki.
Dalam beberapa hari semua berangsur normal dan pembicaraan kekalahan tiga klub semakin jarang. Malam setelah pulang dari Ibaraki, Naruto juga tidak mengontak mereka. Si pirang seolah lenyap tanpa kabar. Entah sengaja menghindar atau kebetulan si blonde terlalu sibuk untuk membuat kontak dengan Itsuki dan kawan-kawan.
Tanpa terasa satu minggu telah berlalu, Sabtu itu Itsuki dan Takumi bekerja seperti biasa. Stasiun pengisian bahan bakar juga sangat ramai hingga membuat mereka bekerja lebih keras dari biasanya. Mobil-mobil datang silih berganti sampai para pekerja tidak sadar sebuah mobil Honda S 2000 warna merah gelap menepi di tempat parkir.
Dua makhluk beda warna kepala keluar. Yang satu tampak heboh sementara yang satu menunjukkan raut kesal. Untungnya pelanggan terakhir sudah pergi jadi para pekerja tidak akan merasa terganggu.
"HAI SEMUA!" Si pirang berteriak kegirangan sementara sang teman hanya bisa geleng-geleng kepala.
"Naruto-san, Gaara-san?" Takumi terkejut. Dia tidak sadar keduanya hadir kalau tidak mendengar teriakan heboh Naruto.
"Halo, Selamat siang," sapa Gaara secara sopan.
"Kenapa kalian di sini?" Iketani sama keheranannya melihat dua pemuda itu tiba-tiba muncul.
"Kami sekedar mampir dan memberikan ini." Naruto memamerkan beberapa paper bag ditangannya. Mereka bahkan baru sadar jika Gaara juga membawa dua paper bag lain ditangan kanannya.
Gaara mendesah panjang. "Kami baru saja dari Saitama dan si bodoh belanja banyak cinderamata untuk semua orang."
"Hei anggap saja itu kompensasi darimu untuk diriku. Di dunia ini tidak ada yang gratis."
Kepala merah mengabaikan ocehan Naruto, kemudian dia mengulurkan paper bag miliknya pada Iketani. "Tolong diterima, anggap saja buah tangan dari Saitama."
Itsuki, Takumi dan Iketani benar-benar tidak enak. Kenapa mereka harus repot-repot memberi hadiah? Mereka memang berteman baik dengan Naruto tapi mereka belum sepenuhnya siap dengan perlakuan terlewat baik dari sang calon dokter. Setelah sedikit perdebatan kecil dalam kecanggungan akhirnya mereka menerima pemberian Naruto dan Gaara.
Benar-benar membuat merasa tidak enak terutama bagi Takumi. "Terimakasih, ngomong-ngomong apa kalian baru saja pulang liburan?"
Dua pemuda Konoha menggeleng lemah. "Tidak juga, sebenarnya Gaara ada pekerjaan memotret di sana. Kebetulan Jum'at ini aku luang dan aku biasanya membantu panda satu ini, begitulah ceritanya bagaimana kami bisa sampai Saitama," tutur Naruto sambil menunjuk kepala merah.
Semua mata kemudian tertuju pada Gaara. "Gaara-san kau fotografer?"
Dia mengangguk singkat untuk menjawab secara non verbal Iketani. Kepala merah kemudian mengambil kartu nama di dompet lalu menyerahkannya pada semua karyawan. "Walau kalian telah mengenalku tapi aku rasa ini tidak ada salahnya. Kalian bisa menghubungiku bila suatu saat membutuhkan jasa."
Naruto bersiul rendah. "Lihat siapa disini yang tidak mau rugi."
Gaara memberi pandangan membunuh pada Naruto. Sayangnya si pirang mengabaikan.
"Ne, apa kalian nanti malam luang? Aku dan Gaara berencana bersenang-senang di Gunung Akina. Ada yang mau ikut?"
Pada titik ini wajah Itsuki memucat. Cara mereka menantang benar-benar manis. Jika dia tidak mendengar langsung tujuan menaklukan Akina malam itu dia akan terpedaya. Apakah semua kebaikan itu hanya semu?
"Bersenang-senang di gunung Akina. Apa maksudnya?" Iketani bertanya pada keduanya.
Naruto justru terlihat bingung. Sebelah alisnya terangkat naik. "Bukannya di gunung Akina tempat bermain kalian?"
"Maksud Naruto-san balapan mobil?" Takumi coba menebak arah pembicaraan Naruto.
Si kepala pirang mengangguk pelan. "Memangnya apa lagi? Lebih-lebih lagi ini malam Minggu. Anggota klub seperti kalian bukankah biasanya berkumpul?"
Ada keheningan sejenak yang terjadi. Takumi dan Iketani masih mencerna sampai keduanya bisa menarik kesimpulan. Gaara dan Naruto jujur merasa canggung saat Takumi memandang keduanya lekat-lekat.
"Ap-apa ada masalah? Kenapa kalian diam. Jika kalian tidak bisa aku tidak memaksa," ucap Naruto terbata dan salah tingkah.
Tunggal Fujiawara terlihat paling serius menanggapi. "Tidak, hanya sedikit mengejutkan. Kukira- ."
Takumi tidak bisa menemukan kata-kata yang tepat.
Wajah Naruto berubah masam. "Kau kira apa? Aku tidak meyakinkan? Tipe orang yang langsung tergelincir sebelum menikung?"
"Bukan, bukan itu maksudku." Jawab Takumi setengah panik, dia takut pemuda Konoha itu tersinggung. Kenapa suasana mendadak jadi tidak enak begini? Naruto terlihat marah dan Gaara sahabat Naruto tidak melakukan apapun.
Gaara merangkulkan tangannya ke bahu Naruto. "Lihat sendiri bukan? Bukan hanya kami yang menilai begitu." Gaara kemudian menatap orang-orang Akina di depannya. "Kalau kalian keberatan itu tidak masalah, lagipula jangan datang hanya untuk menemuinya tanpa tujuan. Kau hanya akan kena ceramahnya yang tak jelas."
"Terimakasih pujiannya, kau benar-benar membantu," ucap Naruto penuh sindiran dan sinis.
"Sama-sama," balas Gaara tidak tahu diri. Si pirang spontan memukul kepala merah sahabatnya sebelum mengalihkan pandangan ke Takumi dan kawan-kawan.
"Jadi bagaimana kalian mau ikut? Aku yakin kalian tidak akan rugi. Terutama untukmu Takumi."
"Untuk-ku?"
Naruto menggaruk belakang lehernya, senyum khas idiotnya berkembang dengan pipi sedikit memerah. "Nah, kau bisa coba melawanku sebagai latihan. Mungkin ini terdengar tidak sopan dan kurang ajar. Tapi aku sungguh ingin bisa melawanmu. Akina tidak akan bisa kutaklukan bila aku tidak melawanmu."
Butuh waktu beberapa detik untuk memecah keheningan.
"Baiklah, aku setuju. Gunung Akina pukul 10. Kita akan bertanding," jawab Takumi tanpa keraguan.
Sebelah alis Naruto terangkat heran. "Kau menyetujuinya? Semudah itu?"
Pemuda sembilan belas tahun mengangkat bahu. Ditantang bukan hal baru untuk dirinya. Entah mengapa dia tidak begitu terkejut mendapat tantangan dari Naruto. "Memangnya apa lagi yang bisa kukatakan. Pembalap jalanan tidak butuh alasan untuk menerima tantangan. Bukankah begitu?"
Naruto meringis. "Eh, tidak juga. Kau tidak marah aku menantangmu?"
Takumi tidak bisa lebih bingung lagi. Baru kali ada yang mempertanyakan dia marah atau tidak ketika ditantang balapan. Siapapun pembalap jalanan yang menantang dirinya selalu bersikap dingin. Mereka tidak pernah peduli. Mereka cuma menginginkan kemenangan, sesederhana itu.
"Untuk apa?" Tunggal Fujiwara bertanya.
"Karena menantangmu. Aku selalu dimarahi Gaara atau teman-temanku." Gaara hampir menendang pantat Naruto kalau tidak ingat di tempat umum. Gaara tahu Naruto belum pernah sekalipun menantang orang lain di luar kalangan mereka. Tapi dia tidak menyangka Naruto se idiot itu!
Hell! Tidak perlu bertanya kau marah atau tidak! "Abaikan dia, terimakasih sudah mau datang. Dan untukmu Naruto, jangan lupakan perjanjiannya." Gaara mendelik tajam pada sahabatnya.
"Hai! Hai! Bahan bakar penuh dan satu set ban depan." Tangan Naruto melambai-lambai.
Si merah menyeringai menang. "Bagus."
Harusnya suasana berubah canggung tapi sekali lagi karena sikap Naruto batas tidak kasat mata dengan mudahnya pecah. Pemuda Sabaku yang terlihat serius ternyata sama ramahnya dengan Naruto. Dia tidak sungkan bercerita banyak hal termasuk paranoidnya si pirang. Waktu terus berlalu dan tanpa sadar jam makan siang telah usai. Dua sahabat itu lalu pamit seraya mengingatkan janji mereka nanti malam.
Kenji mendesah panjang setelah keduanya pergi. Dia tidak percaya baru saja bisa mengobrol sangat normal dengan calon lawan. "Penantang baru telah muncul dan yang ini paling aneh."
Itsuki setuju, kali ini dia menjawab serius. "Walaupun aneh mereka tidak bisa dianggap remeh. Gaara-san adalah orang yang menaklukan tim Emperor. Sangat jelas dia bukan lawan mudah."
Selain Itsuki, orang-orang disana tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya. Lebih-lebih Takumi, bola matanya terbuka lebih lebar diwajahnya yang datar.
"Tahu darimana kau Itsuki?" Iketani langsung bertanya. Mereka yang di Akina tidak tahu detail siapa sosok-sosok pembalap yang menggemparkan tim besar seminggu yang lalu.
"Sepulang dari Ibaraki, Naruto-san mengajakku menemui teman-temannya. Aku tahu hal itu karena mereka bercerita." Sebuah informasi yang sangat penting. Dan Itsuki tidak bercerita! Seperti berkhianat dengan teman sendiri tapi rekan-rekan Istuki sangat tahu bagaimana tabiat sang pemuda. Tidak mungkin dia akan diam saja dengan informasi sepenting ini.
"Kenapa kau tidak cerita?" Tanya Takumi penasaran namun masih tetap tenang.
Sejenak Itsuki terdiam. Mencoba mencari kata-kata yang terpat. "Maaf, aku hanya bingung. Aku takut pertemanan kita rusak karena hanya masalah balapan. Tapi sepertinya aku terlalu berpikir macam-macam. Kau tetap Takumi dan Naruto-san tetap dirinya yang riang luar biasa."
Tunggal Fujiwara tidak bisa menahan senyum kecilnya. "Kau terlalu memikirkan hal tidak penting. Aku tidak sedangkal itu dalam menilai seseorang."
"Yeah, kurasa begitu." Itsuki tertawa malu. Seharusnya dia tidak boleh berprasangka buruk terlebih dahulu.
Tanpa sadar malam telah tiba. Mereka semua sangat bersemangat dengan ajakan Naruto dan Gaara. Baru kali ini tim dari Akina tidak merasa takut, mereka seakan lupa bahwa Gaara adalah orang yang mengalahkan tim emperor.
Sesuai janji mereka datang ke Akina untuk memenuhi ajakan dua pemuda dari Konoha. Tidak seperti malam Minggu biasanya yang cukup ramai didatangi pembalap-pembalap lokal, malam itu justru lengang. Alasannya sederhana, mereka lebih memilih pergi ke Akagi karena sesama pembalap Red Suns mengadakan latih tanding. Kelompok itu tampaknya kebakaran jenggot karena dipermalukan oleh seorang wanita.
Tidak ingin terlambat mereka datang satu jam lebih awal dan anak muda Akina itu terkejut duo Konoha telah datang. Gaara tampak sedang mengecek mesin mobil sedangkan Naruto menunggu dengan sabar dengan tangan tersilang di depan dada.
Wajah Naruto berseri bahagia mendapati Takumi dan kawan-kawannya muncul. "Kalian datang!"
"Tentu saja, aku terkejut kalian datang lebih awal." Iketani tidak bohong. Menemukan mereka disini terlebih dahulu sama sekali tidak dia kira.
"Naruto terus merengek seperti anak TK untuk datang lebih awal! Aku tidak tahan mendengar suaranya, Demi Tuhan aku bahkan belum menyelesaikan game-ku." Raut kekesalan benar-benar tercetak di parasnya. Tidak ada yang bisa prihatin pada Gaara.
Takumi bisa memaklumi, calon dokter memang terlihat sangat bersemangat. Wajahnya berseri sangat bahagia seolah baru lulus sekolah. Apa dia memang sebahagia itu?
"Oh ya Naruto-san dimana mobilmu?" Takumi merasa janggal karena hanya menemukan mobil Gaara disekitar mereka.
"Mobilku di flat, hari ini aku pinjam mobilnya Gaara untuk bertanding denganmu. Aku tidak punya mobil yang benar-benar bagus untuk balapan," kata Naruto malu-malu.
"Oh." Pemuda Akina mengangguk prihatin bersamaan sampai realitas memukul logika mereka.
"HEEEE."
"Kau tidak sedang bercanda?" Kenji bertanya dengan nada tinggi
Naruto menggeleng, sekilas ada pandangan kecewa di mata birunya. "Kita tinggalkan masalah itu, oke."
Semua orang setuju dan tidak ada yang membahas hal itu lagi. Mereka kemudian berdiskusi tentang teknis balapan antara Naruto dan Takumi. Diputuskan, mereka akan melakukan balapan menurun. Kemenangan ditentukan dengan mobil yang lebih dahulu masuk finish karena adu kecepatan waktu tidak mungkin dilakukan mengingat keterbatasan alat dan personel.
Kini dua mobil telah sejajar dalam satu garis lurus.
"Sudah siap, Takumi?" Naruto memastikan kesiapan sang pemuda untuk terakhir kali sebelum dia masuk ke mobil. Laki-laki lebih muda mengangguk mantap sementara teman-teman lain berdiri dipinggir memberi semangat. Takumi lebih tampak santai dari biasanya, bukan berarti meremehkan. Tapi siapa yang bisa tegang jika kau dihadapkan wajah cengengesan Naruto yang mirip anak TK akan piknik?
"Yosh! Mari kita mulai!"
Gaara memulai hitungan mundur begitu keduanya masuk ke dalam mobil.
10
.
9
Suara deru mesin mobil terdengar bersamaan.
8
.
7
Ketegangan mulai menjalar, bahkan semua orang bisa merasakannya. Suasana ramah tadi mendadak berubah mendebarkan bagi beberapa orang.
6
.
5
Takumi mengambil nafas lebih dalam. Matanya difokuskan ke depan.
4
.
Naruto tersenyum tipis, kaki dan tangannya sudah siap.
"3"
"2" Keduanya menghitung bersamaan.
"1"
Begitu hitungan selesai dua mobil melesat bersamaan meninggalkan ketakjuban bagi yang melihat. Kenji dan rekan-rekan sudah sering melihat balapan Takumi tapi mereka masih saja takjub jika pemuda bertampang malas dibalik kemudi.
"Sempurna," Gaara menyeringai aneh.
Setitik keringat dingin menetes dipelipis Takumi. Tunggal Fujiwara sudah menduga sejak awal jika Naruto pengemudi yang hebat. Tekanan itu berubah begitu dokter muda ada dibalik kemudi. Si pirang benar-benar seperti orang lain.
Perlahan tapi pasti tekanan itu merayap bagaikan tangan gurita yang menjerat mangsa. Sejauh yang Takumi tahu predator selalu mengintai dalam kediaman hingga membuatnya mangsanya lengah tanpa sadar. Seperti saat ini. Lepas dari tikungan pertama ketiga S 2000 yang semula mengekor berhasil melesat secara anggun mendahuluinya tanpa mengijinkannya untuk bereaksi.
"Sangat cepat." Terlepas dari kemampuan mobil Naruto yang lebih menguntungkan di jalan lurus tapi dia tidak mengira Naruto sama hebatnya dalam memanfaatkan tikungan.
Memasuki tikungan ke empat mobil di depan membelok dalam hitungan detik dan hampir hilang dari pandangan.
"Itu…." Takumi tidak mengira akan melihat orang lain melakukan itu. Hampir tidak ada pengereman yang sia-sia ketika mobil di depan memasuki tikungan. Kecepatan dan iramanya bahkan stabil.
"Ini tidak akan mudah." Sejujurnya menjadi pengejar adalah posisi yang lebih menguntungkan karena bisa mengamati lawan dan sekaligus memberi tekanan mental. Tapi tampaknya hal ini tidak berlaku pada Naruto.
Mobil di depan terasa semakin cepat dan makin sulit dijangkau. Takumi tidak bisa memikirkan cara lain selain berusaha memacu mobilnya secepat yang dia bisa. Tidak akan bagus bila tertinggal semakin jauh.
Semakin cepat laju dua mobil maka semakin jauh pula keduanya dari garis start. Deru suara mobil yang beradu semakin samar terdengar oleh beberapa pemuda yang masih tertinggal. Gaara sungguh penasaran ingin melihat dari dekat. Jika bukan karena mobilnya dipinjam Naruto dia telah melesat untuk mengekor. Bingung harus berbuat apa, dia mengambil smartphonenya untuk sekedar mengalihkan pikiran. Dia juga bukan tipe orang yang bisa membuka pembicaraan dengan baik layaknya Naruto jadi bukan salahnya tiba-tiba suasana canggung.
Iketani berjalan mendekat ke Gaara dan berdiri disamping sang pemuda. "Ne, Gaara-san. Seperti apa Naruto-san itu? Ketika balapan maksudku."
"Benar, ceritakan pada kami tentang Naruto-san!" Itsuki bergabung dengan Iketani diikuti yang lain. Gaara memalingkan wajahnya dari smartphone lalu mematikannya. Dia terkejut diajak bicara, dia kira suasana akan canggung lebih lama karena tidak ada Naruto.
"Dia seorang paranoid yang sialnya dianugerahi bakat pengemudi, pengendalian mobilnya dalam kecepatan tinggi sangat bagus mengingat luar biasanya dia menjaga dirinya tetap aman," kata Gaara dengan nada datar.
"Kami sudah mendengar ceritamu tentang hal itu. Tapi, apa hubungannya?"
Gaara menatap Kenji yang tampak tidak mengerti. "Kalian boleh mengatakan ini adalah omong kosong belaka tapi Naruto adalah pembalap yang mengerikan karena bakatnya. Umumnya seorang pembalap yang hebat lahir karena selain bakat dia juga menempa dirinya dengan keras untuk menguasai teknik-teknik mengemudi dalam waktu yang lama. Tapi Naruto berbeda, teknik mengemudinya di dapat secara otodidak walau dia tidak sering berlatih layaknya kami."
"Bagaimana itu mungkin? Itu tidak masuk di akal! Takumi juga belajar secara otodidak tapi dia hampir enam tahun melintasi Akina setiap hari. Itu yang membuatnya hebat." Itsuki menyela.
"Sudah kubilang, Naruto berbeda. Teori dan akal sehat tidak berlaku untuknya," jawab Gaara setengah jengkel.
Itsuki kehabisan kata-kata. "Tapi itu terdengar mengada-ada."
Gaara mengangkat bahu tanda juga tidak mengerti. "Anggap saja itu keajaiban. Tapi aku punya teori sendiri mengenai asal kemampuan Naruto. Selain faktor bakat dari orang tua kondisi mental Naruto sendiri yang memaksanya untuk selalu fokus. Dia paranoid terhadap keselamatannya dan faktor itulah yang memaksa Naruto untuk menjaga seluruh kendali. Dan dengan banyaknya lawan yang dia hadapi beberapa tahun belakangan telah mengasah instingnya dalam balapan. Dia juga berproses hanya sedikit berbeda dari yang lain."
Kenji mengangkat tangan dan mengelus dagunya. Matanya tidak bisa lepas dari Gaara. "Kalau Naruto awalnya paranoid kenapa mau balapan?"
Si kepala merah tersenyum getir seolah-seolah mengakui sebuah kejahatan. "Aku dan teman-teman lain menghasutnya."
Well! Apakah itu teman yang baik? Mereka tidak sependapat. Pemuda Akina terdiam.
Lebih dari separuh jalan telah Takumi dan Naruto lewati. Jalanan lebar dan lurus mulai berkurang menyisakan tikungan sempit berkelok sampai bawah. Lagi-lagi terjadi pertarungan drift melawan drift di sepanjang tikungan. Dua mobil beriringan sangat dekat menyusuri tikungan dengan lengkungan busur yang sangat anggun dengan kecepatan tinggi.
Terasa de ja vu bagi Takumi karena pertarungan semacam ini pernah terjadi antara dirinya dengan Ryosuke. Dan sedikit aneh karena Takumi juga pernah melawan mobil sejenis untuk balapannya. Tapi, Honda S 2000 benar-benar terlihat lebih seram dengan Namikaze dibaliknya.
Memindahkan roda gigi, Takumi berusaha mengikuti laju mobil di depannya yang terus bertambah. Gerakan mobil di depannya tidak main-main, hanya sedikit"counter-steering" yang dilakukan untuk menyeimbangkan drift. Dua mobil sama-sama mempertahankan kecepatannya hingga jalanan memasuki garis lurus. Di masing-masing belokang Takumi berusaha menyerang dari sisi luar tikungan karena sisi dalam ditutup oleh Naruto. Gangguan beruntun seharusnya efektif untuk memecah konsentrasi tapi mobil di depan masih terlihat stabil dan justru semakin cepat.
Naruto melirik kaca spion untuk mengamati jarak. Takumi benar-benar agresif seperti yang diperkirakannya. "Anak itu gigih, tapi cara seperti itu tidak mempan untukku." Bagi Naruto, pertandingan ini terasa menyegarkan karena menghadapi lawan baru. Seulas senyum kecil merekah ketika pemuda pirang melihat kaca spion dimana AE 86 berada.
Umumnya pembalap akan lupa mengerem dan salah perhitungan dalam mengambil lintasan untuk menikung karena terlalu memaksa menutup sisi dalam. Sayangnya hal itu tidak berlaku bagi Naruto, berkat sering menghadapi Menma dia mampu mengendalikan situasi semacam ini.
Gelisah. Tertekan dan memuakkan. Perasaan ini menyebalkan bagi Takumi ditengah adrenalin yang terus berpacu. Walau ini bukan pertama kalinya merasakan sejak menjadi pembalap Project-D tapi dia benar-benar ingin menang. Akan memuakkan bila kalah dengan orang semacam Naruto yang bahkan tidak memiliki mobil untuk balapan. Bagaimana dia mungkin mengendalikan mobil orang lain layaknya kaki dan tangannya sendiri. Kemampuan handling pada S 2000 hampir mirip dengan Joshima pada tingkatan tertentu.
Bukan berarti dia membenci Naruto. Tapi Takumi cenderung frustasi pada dirinya sendiri bila sampai dia kalah. Arahan yang pernah diberikan Ryosuke untuk Takumi melawan Joshima yang menggunakan mobil jenis sama tampaknya tidak berlaku.
Spidometernya menunjukkan kecepatan yang hampir menyentuh angka maksimal dan S2000 di depan masih belum terkejar.
Takumi memutar otaknya. Dia harus memanfaatkan setiap kesempatan yang ada, melihat bagaimana si pirang menyetir tidak boleh membuatnya ragu. Tepat sebelum berbelok dia menaikkan laju mobilnya agar berada tepat disamping sisi dalam, tanpa ragu dia sudah sedikit membelokkan mobilnya sehingga sedikit menutup pergerakkan Naruto. Dia merasakan inilah momen yang ditunggu, dengan sigap ia melakukan pengreman kemudian mengurangi gigi dan melakukan pulse untuk overpower. Dengan teknik ini dia dapat menahan kecepatannya di tikungan, dengan pengendalian yang baik ia meluncur beberapa meter di depan Naruto.
Tapi sayang, hal itu hanya berlaku beberapa detik. Si pirang berhasil mendahului lagi.
Hal gila baru saja terjadi di depan mata. Orang itu benar-benar lihai, seolah jalanan Akina adalah miliknya. Naruto terlalu berani menerobos batas jalur aman yang biasanya sangat diperhatikan pembalap pendatang. Mampu memperkirakan panjang dan lebar akhir tikungan secara presisi adalah keuntungan tuan rumah. Tidak seharusnya orang lain bisa menguasai secepat itu.
Pertarungan sengit terus berlalu. Sebuah pertandingan fantastis yang tidak terekspos terus membelah malam. Deru suara mobil terus menggema dan posisi masih belum berubah. Naruto masih di depan.
Takumi merasakan ketegangan luar biasa. Lebih-lebih lima tikungan terakhir yang jadi tempat andalannya menyalip semakin dekat tapi kepercayaan dirinya belum terkumpul sepenuhnya karena tekanan yang dirasa. Sial, dia tidak sedang bertarung sebagai anggota Project D maka dia sepenuhnya sendiri menghadapi monster di depan. Mungkin terkesan lemah mengandalkan orang lain tapi itu lebih baik dari kalah.
Tidak beda jauh dengan Takumi si pirang merasakan ketakutan. Tidak salah Takumi disebut-sebut pembalap terkuat Akina. Pemuda ini seperti setan. Beberapa kali lenyap dan muncul begitu saya di samping mobil berupaya mendahului.
Sempat terpikir olehnya apa AE 86 itu nyata apa bukan?
Sangat halus, berbanding dengan gaya balap Menma yang kasar. Walau begitu keduanya sama-sama mematikan. Takumi menempel ketat tanpa sedikitpun membiarkannya bernafas lega mengatur jarak. Sungguh fokus yang luar biasa!
Apa yang terjadi selanjutnya membuat calon dokter lebih terkejut. Memasuki lima tikungan terakhir dia mendengar suara sedikit aneh dari AE 86 dibelakangnya. Naruto tidak begitu tahu tapi itu sepertinya hal buruk akan segera terjadi. Entah sejak kapan mobil itu telah mengambil jalur dalam keadaan menikung.
Kenyataannya Naruto tidak tahu Mobil AE 86 dibelakang sedang memanfaatkan gaya sentrifugal. Bunyi aneh tadi berasal dari benturan masuknya sebagian ban dalam saluran air. Dua mobil tampak belum ada yang mau mengalah. AE 86 meluncur dengan kecepatan tinggi melebihi daya cengkram roda untuk mengekor S 2000 yang melakukan drift di sepanjang tikungan. Hal sinting yang hanya mampu dilakukan oleh dua orang berurat nyali putus.
"Ini gila," seru Naruto tidak percaya. Jarak mereka sedekat itu. Dia merasa bila tidak didukung dengan mesin mobil yang mumpuni dia sudah kalah dari tadi.
Takumi sama terkejutnya, teknik andalannya tidak efektif. Calon dokter memotong jalur serangan sebelum dirinya berhasil mendahului. Sangat jelas di mata Takumi, Naruto bukan pembalap mentah yang asal bicara. Dia memutar otak, hanya tersisa empat tikungan dan bila dia tidak mengambil tindakan lain kemungkinan dia akan kalah.
Sebuah ide terlintas di kepalanya. Mungkin dia perlu mencoba hal gila itu lagi untuk mengecoh Naruto. Tangannya secara sigap memutar pengatur lampu. Mematikan lampu adalah langkah terakhirnya.
Efeknya terasa menakutkan bagi Naruto. AE 86 menghilang dalam pandangan. Calon dokter terkejut bukan main, kemampuan Takumi sudah tidak masuk dalam logikanya. Bocah itu hanya mengandalkan naluri untuk membayangi Naruto.
Kejutan belum berakhir, memasuki tikungan AE 86 telah masuk dari dalam lalu menyalip si pirang. Naruto baru menyadarinya ketika lampu milik Takumi sudah dinyalakan.
Tamatlah sudah, mungkinkah semua berakhir disini?
Menunggu adalah hal yang membosankan. Siapa saja tahu akan hal itu terlebih jika kau sendirian. Untunglah Gaara tidak sendiri menunggu hasil balapan Takumi dan Naruto. Mereka berbincang banyak topik namun masih seputar balapan.
"Apakah Naruto-san pernah kalah?" Sampai juga mereka pada topik itu. Pemuda Akina sudah mendengar banyak cerita kehebatan Naruto dari Gaara dan tentu saja mereka penasaran apakah Naruto pernah kalah.
"Pernah." Gaara menjawab pertanyaan Itsuki.
Wajah bahagia seketika terpapar jelas dari Itsuki, Kenji dan Iketani. Itu artinya Takumi ada harapan. Gaara menatap mereka sebal.
"Berapa kali?" Kenji bergantian bertanya.
"Berkali-kali."
"Itu artinya Takumi punya kesempatan menang." Ketiganya terlonjak bahagia meninggalkan sang pemuda setengah musuh sendirian. Gaara diabaikan. Ingat diabaikan itu rasanya sakit.
"Berbahagialah kalian. Karena sesungguhnya kalianlah yang jadi taruhan disini," kata Gaara sinis. Efeknya langsung terasa, pemuda Akina terdiam. Bukannya tadi mereka tidak membicarakan apapun tentang taruhan.
Itsuki panik. "Hei-hei, kita tadi tidak membicarakan taruhan!"
Pria merah mengabaikan wajah tegang di depannya. Seringaianya terlalu mencurigakan. "Oh, jadi kalian akan lari? Sungguh tidak berterimakasih. Balapan tanpa taruhan adalah hal yang hambar seolah kau tidak punya tujuan lagi. Kalian harusnya mengerti itu?"
Sayangnya suasana tegang dihentikan oleh dering smartphone miliknya. Nama Naruto tertera di layar.
"Halo, Naruto," jawabnya tenang. Percakapan keduanya hanya singkat, tidak lebih dari satu menit. Mempertahankan wajah seriusnya dia kemudian menoleh ke Itsuki dan kawan-kawan.
"Kita harus cepat pergi dari sini. Ada tiga mobil yang akan naik dan tampaknya mereka pembalap," ucap Gaara cepat. "Itsuki-san aku menumpang mobilmu, kita menuju pusat Yamada sekarang."
Iketani bingung. "Eh, kenapa kita kesana?"
"Naruto dan Takumi sedang perjalanan ke sana. Pertandingan sudah selesai. Kita harus turun sekarang, atau kalian lebih memilih mengurusi para pembalap itu? Kalau aku jadi kalian aku akan lebih memilih bersantai di kedai kopi. Ayo Itsuki-san."
Akhirnya mereka hanya menurut kepada Gaara. Tiga mobil turun dari gunung Akina secara beriringan. Dipertengahan jalan mereka berpapasan dengan tiga mobil yang menuju arah berlawanan. Para pemuda Akina cukup familiar dengan mobil-mobil itu.
Jenis mobil Land Evo dan dari stikernya mereka tahu mereka dari tim Emperor. Untuk saat ini mereka sangat setuju dengan Gaara. Bersantai di kedai kopi lebih terdengar menyenangkan.
Sekitar tiga puluh menit kemudian mereka sampai di sebuah kedai kopi di pusat Yamada. Mobil Takumi dan Gaara telah terparkir. Dari luar mereka bisa melihat dari balik dinding kaca Takumi tengah menunggu sendirian di sebuah meja panjang.
Takumi tampak melamun ketika mereka datang. Takumi tampak benar-benar larut dalam pikirannya hingga tidak menyadari mereka datang.
"Takumi-san kau disini sendirian? Mana si pirang bodoh?" Sapa Gaara sambil bertanya dimana keberadaan makhluk pirang berisik sahabatnya.
Tunggal Fujiwara berpaling dengan terkejut mendapati Gaara, Itsuki dan para senpainya telah tiba.
"Ah, Naruto-san sedang ke toilet." Ada yang salah dengan Takumi! Mereka bisa membaca itu.
Gaara dan yang lain duduk berseberangan. "Takumi-san ada apa?" Gaara membuka percakapan.
Belum sempat Takumi membuka mulut Itsuki sudah menyela. "Ne-katakan pada kami bagaimana hasil pertandingannya?"
"Aku kalah."
Tapi jawaban itu bukan keluar dari mulut Takumi melainkan dari Naruto yang baru saja datang. Naruto tampak riang seperti biasa seolah tidak terjadi apa-apa antara keduanya.
Gaara langsung mengulas senyum."Hah, sudah kuduga. Itu artinya aku menang taruhan."
Naruto terlihat pasrah. "Baiklah Namikaze Naruto tidak akan ingkar janji."
Pemuda Akina memucat, mereka ingat bahwa mereka terlibat. Takumi langsung panik. Dia tidak tahu apa-apa soal taruhan tapi apapun itu taruhan dalam dunia balap tidak akan berakhir bagus. Seketika dia cemas pada Naruto.
"Tunggu, Gaara-san. Jangan dengarkan Naruto-san. Pertandingan kami tidaklah selesai."
Gaara menoleh pada Naruto minta penjelasan. Tampaknya ada klaim sepihak dari Naruto.
"Yeah, pertandingan kami memang tidak selesai karena ada interupsi dari mobil yang baru datang. Tapi, sepenuhnya kemenangan milik Takumi, dia ada diposisi depan sebelum penganggu datang," ucap Naruto santai lalu duduk disamping Gaara.
"Tapi setelah itu Naruto-san lebih mampu menangani situasi. Dia berhasil menghindar dan lebih bisa mengendalikan kecepatannya melebihiku."
Sekarang Gaara paham situasinya. Iris jadenya menatap tajam Naruto. "Hampir lagi, heh! Seperti yang bisa diharapkan dari Naruto. Maaf, tapi aku harus tidak setuju denganmu Takumi. Kaulah yang menang, faktor lain tidak masuk hitungan meskipun dia mendahuluimu."
Kepala merah tersenyum tulus pada Takumi, dia benar-benar mengakui kemenangan pemuda Fujiwara karena bisa menebak kemungkinan yang terjadi.
Tapi Takumi tidak merasa seperti itu, kemenangan ini rasanya aneh karena tidak tertuntaskan. Sama seperti ketika melawan Joshima, dirinya tidak merasa Fujiwara menggeleng. "Tidak, aku lebih suka menganggap ini seri dan Gaara-san aku mohon batalkan taruhan dengan Naruto-san. Sungguh aku tidak ingin Naruto-san terkena masalah hanya karena balapan."
Iketani dan kawan-kawan mengangguk setuju. Itsuki ikut menyuarakan pikirannya. "Terlebih Gaara-san bilang ini menyangkut kita juga."
Heh?
Dua sahabat saling memandang bingung. Bola safire Naruto berkedip beberapa kali. Tawa Gaara langsung meletus tanpa bisa ditahan.
"Kenapa aku harus terkena masalah?" Si pirang menunjuk wajahnya sendiri dengan bingung.
Oh! Jadi ini yang tiba-tiba membuat pemuda Akina mendadak diam saat Gaara berbicara tentang taruhan. Kesalah pahaman ini benar-benar lucu.
"Ya, taruhan ini memang melibatkan kalian tapi tidak seperti yang kalian pikirkan. Kami bertaruh, jika Naruto yang menang aku yang harus mentraktir kalian dan sebaliknya jika Naruto yang kalah dia harus mentraktir kalian. Kalian memang objek taruhan, taruhan menguras kantong kami berdua."
Begitulah kesalah pahaman diluruskan. Tetap saja pemuda Akina menganggap Naruto dan Gaara adalah anomali lain dalam dunia balap mobil jalanan. Percakapan panjang terus mengalir pada malam itu. Kesalah pahaman lain juga diluruskan seperti mengapa Sai, Gaara, Ino menantang pembalap di Gunma.
Itu adalah sebuah proyek lelucon pribadi dari ketua Akatsuki. Pein ingin membuka mata ketua Project-D bahwa di empat wilayah yang konon dikuasai Akatsuki masih banyak pembalap lain yang setara. Tidak ada niat unsur provokative.
"Lalu, bagaimana jika ada yang menantangmu balapan Gaara-san? Apa kau akan menerimanya?" Rasa penasaran Itsuki tidak terbendung lagi setelah mengetahui tentang keseharian mereka yang lebih memilih berkarir di dunia professional bidang lain.
"Sejauh ini belum ada yang menantangku selain teman-teman. Hmmm, tapi mungkin bisa kupertimbangkan jika yang menantangku mau menggunakan jasaku lebih dahulu."
"Dasar otak bisnis," cibir Naruto pada Gaara. Dua sahabat akhirnya ribut sementara Takumi dan kawan-kawan lebih suka mentertawakan mereka. Tanpa terasa tengah malam telah lewat, mereka memutuskan untuk segera pulang.
"Terimakasih semuanya, malam ini sangat menyenangkan sekali. Lain kali kita harus balapan lagi Takumi! Lain kali dengan kalian juga!" Ucap Naruto penuh kejujuran.
Takumi mengangguk kecil. Dia juga senang melawan Naruto.
"Oh, ya mengenai Project-D melawan tim gabungan Akatsuki. Kau harus berhati-hati." Sang dokter berubah ke mode seriusnya. Semua mendengarkan baik-baik bahkan Gaara ikut terdiam.
"Irama jalan disana mirip Gunung Akina, aku yakin jalanan bukan masalah untukmu. Ryosuke-san mungkin sudah menyiapkan strategi untukmu tapi ada baiknya kau juga mendengarkan saran kami."
Gaara melipat dua tangannya. Dia turut menambahi, "Lawanmu antara Menma atau Sasuke. Dua tipikal yang sangat berbeda dengan Naruto. Jangan menunjukkan apapun sampai pertengahan, mereka akan mudah meniru gerakanmu."
Naruto berjalan mendekat ke Takumi dan behenti tepat di samping sang pemuda. Dia membisikkan sesuatu.
Salah satu malam yang mengesankan. Takumi masih tidak bisa melupakan detik-detik terakhir pertandingannya melawan Naruto. Dia masih belum bisa tidur meski waktu telah menunjukkan pukul tiga. Setiap menutup mata, dia hanya terbayang S2000 yang meluncur diantara tiga mobil yang mereka berdua hindari.
Takumi meremas rambutnya karena gemas. Walau mereka mengaku kalah tetap saja rasanya janggal.
"Arghhhhhh!" Takumi melempar bantal. Naas, bantal menabrak jam beker dan beberapa benda di meja. Kegaduhan segera terjadi di pagi buta.
Tidak lama terdengar suara langkah kaki sang ayah. Gawat! "Takumi, kau sudah bangun?"
Takumi mengabaikan panggilan sang ayah. Dia pura-pura tidur. Perjanjiannya adalah minggu pagi ini sang ayahlah yang harus mengantar tahu. Bila ketahuan sudah bangun, pasti tugas akan beralih pada dirinya. Bukan tidak mau, tapi Takumi benar-benar lelah.
Di lain tempat, Naruto dan Gaara masih belum menunjukkan tanda-tanda mengantuk. Di depan televisi mereka berdua tengah menonton siaran sepak bola yang tengah berlangsung. Di meja tersedia kopi dan beberapa kue manju yang mereka beli tadi.
Mereka duduk di sofa dengan tenang menikmati pertandingan liga luar yang tersaji. Sesekali mereka saling menyindir pedas karena mendukung tim yang berbeda. Pertandingan melawan Takumi seolah terlupakan begitu saja jika Gaara tidak mengungkit.
"Kenapa bisa kalah dari Takumi?"
Naruto yang tengah asyik menonton tanpa berpaling menjawab dengan ringan. "Kalah nyali dengannya."
Gaara heran saja, skill Naruto bisa dikatakan sama dengan Menma. Dan bukan sembarang orang yang bisa mengalahkan si pirang. Gaara sangat penasaran. "Kukira urat nyalimu sudah paling putus diantara kami. Masih ada yang menyaingimu?"
Naruto mengangkat bahu. "Aku tidak senekat Takumi yang sampai mematikan lampu untuk membayangi. Bocah itu sinting."
Si pirang kemudian melahap kue manjunya dengan nikmat lalu menyesap secangkir kopi. Setelah itu dia mulai bercerita. "Dia pengemudi alami. Dia sudah mengemudi sejak kelas 7 dan mempelajari semuanya secara otodidak tanpa sengaja. Bayangkan saja dia mengemudi membawa tahu setiap hari ke hotel di danau Akina tanpa boleh rusak."
"Bukankah itu sulit?"
"Lihat ini." Naruto mengambil secangkir kopi milik Gaara yang masih utuh untuk memberikan demonstrasi. Iris jade milik Gaara memandangi baik-baik ketika Naruto menggoyangkan kopi itu perlahan. Sekilas kopi itu akan tumpah namun dengan perlahan pula Naruto menyeimbangkannnya dengan menggoyangkan ke arah lain.
"Setiap membawa tahu dia juga membawa segelas air yang dijadikan indikator untuk membuat tahu tetap utuh. Itu bukan sulit lagi tapi hampir di luar nalar. Dia mengendalikan mobil hampir seperti tangan dan kakinya sendiri. Aku bisa melihat dia akan jadi pembalap yang luar biasa bila terus berlatih. Pembalap Project-D tidak bisa diremehkan begitu saja."
Sampai titik ini Gaara cukup mengerti. Tapi dia masih tidak mengerti kenapa Takumi tampak tidak puas. "Lalu mengapa Takumi tampak tidak puas jika dia menang."
Naruto berdecih sebal. "Ada hama penganggu ditikungan terakhir. Takumi tampak terkejut dengan tiga mobil yang datang, kami menghindarinya dengan baik tapi dia kehilangan kecepatan. Aku tidak bisa menganggap itu sebuah kemenangan meskipun aku berhasil mendahuluinya. Itu bukan sebuah kemenangan yang pantas. Takumi masih terlalu polos untuk balapan liar yang sesungguhnya."
Gaara menyeringai aneh. "Yah, setidaknya jangan mempengaruhinya untuk coba balapan di tol. Kau akan merusak kepolosannya."
Naruto memasang wajah sinis. "Memangnya siapa yang mengajariku, ya?"
Namikaze muda tidak mau mengingatnya lagi. Titik dimana dia paling merasa jadi anak nakal. Jalan tol, jalan raya, pegunungan sudah mereka coba semua. Ajaibnya mereka belum pernah tertilang sekalipun. Sangat menyenangkan tapi jika diingat lagi dia jadi takut sekarang.
"Sialan kau Gaara." Naruto melempar bantal sofanya pada Gaara. Selesai bertengkar tidak jelas, keduanya melanjutkan acara menonton bola yang sempat tertunda. Malam yang sempurna. Taruhan putaran kedua mereka berakhir gagal. Takdir seolah sedang tidak ingin memihak siapapun karena pertandingan bola berakhir imbang.
Waktu berjalan terasa semakin cepat, lebih-lebih bagi Takumi. Sejak pertandingan melawan Naruto dia berusaha terus memperbaiki skill. Naruto dan Gaara tetap menjaga hubungan baik dengan kru pengisian bahan bakar semenjak saat itu. Bahkan sekarang, Gaara punya proyek pribadi bersama Takumi. Entah mengapa dua makhluk itu bisa akrab ketika membicarakan dunia fotografi.
Awalnya Takumi hanya dimintai tolong Gaara untuk menemani ke tempat-tempat menarik di Gunma sebagai warga lokal. Kebetulan Gaara terlibat dalam proyek pembuatan buku wisata Perfektur Gunma dan dia ditunjuk sebagai fotografernya. Seminggu bersama membuat mereka akrab, terlebih dalam urusan fotografi. Tidak disangka Takumi yang awam punya selera bagus juga dalam menentukan tempat foto.
Kehidupan Takumi semakin berwarna karena dia makin banyak teman. Latihan dengan Project D juga semakin intensif. Sebelum melawan tim Akatsuki, Project D berhasil meraih beberapa kemenangan dengan perjuangan yang keras. Disela-sela kegiatan itu dia masih bisa membantu pekerjaan Gaara. Dia belajar perlahan dari Gaara dan kepala merah dengan sukarela mengajari. Harus diakui, pekerjaan sampingan bersama Gaara menyenangkan dan lebih menggiurkan dalam hal pendapatan.
Tidak dipungkiri Naruto, Gaara dan Takumi semakin akrab. Seperti sekarang, seminggu sebelum Project D melawan tim gabungan Akatsuki ketiganya masih bisa bersantai di flat milik Naruto. Selama Gaara mendapat proyek di Gunma dia menumpang di tempat si pirang dan Takumi secara tidak resmi jadi asisten Gaara.
Sebenarnya tidak bisa dibilang bersantai juga, Naruto sibuk membuat laporan sementara Takumi dan Gaara tengah memilih foto yang baru kemarin mereka ambil. Foto itu harus segera dicetak dan diserahkan kepada konsumen secepat mungkin, jadi keduanya tidak ingin menyia-nyiakan waktu.
Hari Sabtu itu terasa singkat sekali karena ketika semua pekerjaan selesai waktu telah menunjukkan pukul dua siang.
"Aku sudah memesan makan siang untuk kita bertiga. Kau jangan pulang dulu Takumi, aku tidak akan mengontakmu lagi jika kali ini kau pulang tanpa makan." Tertangkap sudah. Tadinya Takumi langsung ingin berpamitan pulang setelah menyelesaikan pekerjaannya tapi Gaara telah berdiri di pintu depan milik Naruto dengan tatapan tajam.
Bukan tidak mau, tapi dia tidak enak hati. Dia sudah diberi bayaran cukup tinggi dari Gaara. Si merah terlalu murah hati hingga membuatnya sungkan.
"Tidak usah sungkan." Tambah Gaara sebelum Takumi angkat bicara. Mau tidak mau akhirnya Takumi harus disana lebih lama lagi. Mereka kemudian duduk di ruang tamu.
"Oh, ya bagaimana persiapan balapanmu?" Anehnya topik balapan jarang dibahas ketika ketiganya berkumpul. Jadi, Takumi agak kaget ditanyai Naruto.
"Aku terus berlatih, tapi aku masih tidak yakin beberapa hal." Raut wajah Takumi selaras dengan ekspresi wajahnya yang tampak ragu.
Alis milik si pirang terangkat sebelah, dia lalu mengusap dagunya. "Hmmmm, ayolah kau pasti bisa. Entah lawanmu Menma atau Sasuke kau tidak boleh ragu."
Takumi mengangguk mengiyakan. "Apa Naruto-san dan Gaara-san akan datang juga?"
Gaara dan Naruto saling pandang untuk melihat siapa yang ingin menjawab lebih dahulu. "Apa kau akan datang Naruto?" Rupanya Gaara sama tidak tahunya dengan Takumi.
Naruto meringis. "Aku ingin tapi tidak bisa, kegiatan akademisku disini lebih penting." Naruto tidak bohong. Dia mendapat tugas dadakan.
"Sepertinya kami tidak bisa menonton, Sabtu depan aku ada pekerjaan di Saitama."
Sebenarnya terbesit harapan dari Takumi keduanya bisa hadir. Entah mengapa dia ingin mendapat dukungan moril dari dua pemuda Konoha itu. Takumi sadar jika mereka hadir tentu mereka akan hadir di pihak musuh tapi sungguh dia tidak merasa terganggu.
"Kukira kalian akan datang mengingat pertandingan akan berlangsung di Konoha."
"Takumi, hidup kami tidak hanya tentang balapan. Balapan memang menyenangkan tapi kami juga punya mimpi lain yang harus diraih."
Ucapan bijak dari Gaara didengar baik oleh Takumi. Gaara-san ada benarnya juga, hidup mereka tidak hanya tentang balapan. Naruto dan Gaara mempunyai impiannya masing-masing yang harus diraih.
Betapa irinya dia! Dia belum punya impian yang jelas dengan masa depannya. Dia menyukai balapan mobil tapi dia belum mempunyai rencana untuk terjun ke dunia professional.
Tangan Naruto menepuk pundak Takumi. Wajahnya sumpringah seperti biasa dengan iris biru laut yang menyala kekanakan. "Kau tidak boleh kalah sampai aku mengalahkanmu."
Bola mata Takumi membulat lebih lebar. Biasanya dia tidak terpengaruh tapi kali ini berbeda.
Tunggal Fujiwara merasa tersanjung.
"Lihatlah penghianatan nyata ini Takumi, kami mendukungmu. Menanglah untuk kami, tidak hanya Naruto kau juga harus melawanku," ucap Gaara menambahi seraya menunjuk wajah pemuda Akina.
Takumi tidak bisa lebih bahagia "Hai!"
Sabaku no Gaara dan Namikaze Naruto adalah partner in crime yang nyata. Penghianatan macam apa itu? Takumi tidak ambil pusing.
Dua hari menjelang pertandingan semua anggota Project D telah tiba di Konoha. Mereka bertemu Pein pimpinan dari Akatsuki dan malam itu mereka mencoba medan jalan. Benar apa yang dikatakan Naruto-san dan Gaara-san, irama jalan disini sangat mirip.
Malam itu juga, untuk pertama kalinya dia bertemu dengan calon lawan yaitu Menma dan Sasuke. Ryosuke benar, hanya sekilas berpandangan dia bisa mengetahui keduanya bukan lawan yang mudah. Sedikit berbeda dari biasanya, lawan dari kedua tim akan ditentukan dengan cara undian. Ini permintaan dari Akatsuki. Entah apa maksudnya.
"Lawan Keisuke adalah Uzumaki Menma dan lawan Takumi adalah Uchiha Sasuke. Kita masih satu malam untuk mempersiapkan diri. Kalian tahu apa yang harus dilakukan bukan?"
Semua tim mengangguk begitu pula Takumi. Tidak diragukan lagi mereka membawa tekad yang kuat untuk menang. Hal itu mereka buktikan dengan pertandingan melawan tim gabungan Akatsuki.
Pertandingan pertama adalah pertandingan antara Takumi dengan Sasuke. Pertandingan itu sangat seru dan sayangnya Sasuke harus mengalami kekalahan. Takumi terlalu tangguh untuk Sasuke. Namun sepertinya pertandingan antara Akastuki dengan Project D memang ditakdirkan untuk seri. Keisuke harus mengakui kemampuan Menma di sesi selanjutnya.
Pertandingan menegangkan itu akhirnya berakhir dan sampai detik ini Takumi benar-benar tidak melihat batang hidung dari Gaara ataupun Naruto. Harapannya pupus, duo pirang merah tidak muncul.
"Adik kecil brengsek benar-benar tidak datang." Sepertinya bukan hanya Takumi yang kehilangan sesuatu. Diseberang sana Takumi dan Project D bisa mendengar umpatan dari Uzumaki Menma.
Di tempat lain Naruto tiba-tiba bersin saat tangannya menyentuh pintu mobil. Reflek dia menggosok hidungnya yang tiba-tiba gatal. Mengabaikan keanehan yang terjadi, dia segera masuk ke mobil Corolla kesayangannya.
Bagian dalam mobilnya jauh terasa lebih hangat bila dibandingkan dengan kondisi di luar. Dia lalu melepas jas prakteknya lalu dilipat rapi dan diletakkan di bagian belakang.
Sebelum menyalakan mobil, dia mengambil air mineral di tasnya. Pemuda itu lalu menuangkan ke gelas kertas di tempat minum samping mobil. Dia menatap lekat-lekat gelas kertas disampingnya.
Apa yang sedang dia lakukan adalah meningkatkan skill mengemudinya. Dia ingin datang sebagai lawan Takumi yang tertangguh.
Suara panggilan telephone berhasil menginterupsi lamunannya. Dengan sigap dia mengambil smartphone miliknya di dalam tas.
"Ojii-san?" Dia agak terkejut mendapati panggilan tidak biasa dari kepala klan Uzumaki. Orang tua itu jarang menghubunginya kecuali keadaan penting.
"Moshi-moshi Ojii-san," jawabnya secara sopan.
Awalnya hanya percakapan biasa, menanyakan kabar, merengek pada Naruto seperti biasa dan akan diakhiri dengan obrolan tidak penting. Tapi kali ini berbeda, kalimat terakhir dari sang kakek berhasil membuatnya terperangah.
"Apa kau sedang mabuk lagi Ojii-san?"
End
Omake
Bulan telah berlalu. Pertandingan Project D dan Akatsuki telah berlalu dan kini Project-D menghadapi musuh yang disebut Ryosuke sebagai musuh terkuat.
Pertandingan Takumi melawan Shinji baru saja selesai. Pertandingan sesama mobil AE 86 mungkin jadi pertandingan bersejarah yang paling diingat. Pertandingan terakhir Project-D sebelum dibubarkan dan terakhir kali legenda AE 86 Akina tampil.
Pada tikungan terakhir mesin mobil AE 86 milik Takumi meledak. Suasana berubah sangat menegangkan karena berlangsung ditengah pertandingan. Drama menengangkan tersaji, cemas, ketakutan dan kekaguman tercampur aduk menjadi satu.
Cemas dan takut akan nasib keduanya. Dua mobil melaju dalam kecepatan tinggi, ketika mobil Takumi mulai mengeluarkan asap hingga menutupi pandangan dari Shinji. Kecelakaan benar-benar sudah ada di depan mata. Untunglah, keduanya lihai mengendalikan mobil dan detik-detik akhir menjadi drama lain.
Kepalang tanggung! Takumi tidak mau mengakhiri pertandingan dengan cara seperti ini. Tidak lagi! Dan dia tahu harus melakukan apa. Dalam posisi mobilnya yang salah, dia melihat jalan lurus dibelakangnya yang jadi titik akhir. Takumi lalu menginjak kopling dan membebaskan ban mobilnya. Dia melaju mundur dengan kecepatan tinggi hingga sampai garis finish.
Keheningan yang mencekam berubah menjadi teriakan histeris ketika AE 86 dari Akina menyentuh garis akhir. Semua pendukung Takumi larut dalam sukacita sementara sang pemuda hanya bisa menghela nafas lega. Dia memang bahagia tapi dia lebih lega karena sampai dengan selamat.
"Naruto-san tidak pernah cerita melaju dengan cara tadi menakutkan." Tunggu disaat seperti ini dia malah memikirkan si dokter muda? Tikungan terakhir tadi bagi Takumi terasa de ja vu. Cara menang Takumi sama persis dengan cara Naruto dulu mengendalikan keseimbangan mobilnya yang sempat hampir bertabrakan dengan tiga mobil.
Pengalaman yang membuat Takumi menang.
Dia senang sekaligus sedih. Senang karena menang dan sedih karena AE 86 miliknya rusak. Entah bisa diperbaiki atau tidak.
Ckrek!
Takumi mengedip-ngedipkan matanya. Sinar blitz menganggu pandangannya sesaat. Semua yang ada disitu terheran, karena tidak ada yang tahu tiba-tiba sinar blitz memancar ditengah kerumunan.
Tunggal Fujiwara mengedarkan pandangan untuk mencari pelakunya. Di sudut paling kanan dia melihat dua kepala merah dan kuning. Sepertinya mereka memang sengaja mengerjai Takumi.
Begitu Takumi sadar, Gaara benar-benar memotretnya lagi.
"Yo, Takumi." Naruto melambaikan dua tangan sementara Gaara menyeringai menang.
Kecuali Takumi dan teman-temannya mereka asing dengan sosok pirang dan merah yang menyapa Takumi. Tim Project D hanya mengenal Naruto dan tidak tahu siapa si pemuda merah.
Diantara wajah-wajah penonton hanya Kyouichi Sudo yang paling tampak tegang.
.
.
Rumah Sakit Umum Ibaraki
Joshima mendesah pasrah ketika keluar dari ruang dokter Midorima Shintaro. Hasil rekam medisnya tidak sebagus yang dia harapkan. Kolestrol masih jadi musuh utamanya. Memegangi resep obat, pria paruh baya itu menyusuri lorong Paviliun Himawari dengan perasaan kesal. Jika Kozo sampai tahu dia pasti akan ditertawakan lagi.
Pria tua berkacamata berjalan dengan gontai hingga dia tidak memperhatikan lalu lalang orang disekelilingnya.
"Aduh!" Keduanya mengaduh bersamaan saat Joshima tanpa sengaja menabrak seseorang hingga jatuh.
"Maafkan, aku tuan. Aku tidak sengaja-." Hendak mengulurkan tangan dia dibuat terkejut dengan sosok yang ditabrak.
"Aku tidak apa-apa. Aku juga kurang hati-hati." Joshima ingat betul wajah dokter satu ini. Dokter berambut pirang itu bangkit untuk berdiri.
"Dokter Minato?"
Pemilik nama terlihat bingung. "Ya, tuan. Apa anda mengenalku?"
Joshima mengulas senyum. "Aku pernah jadi pasienmu di Rumah Sakit Tokyo dua tahun lalu. Toshiya Joshima."
Nama itu seperti bola lampu yang menghidupkan ingatan Minato. "Argh, tuan yang malas olahraga!"
Seketika panah imajiner menusuk hati Joshima. Apa itu yang hanya diingat dari dokter pirang satu ini.
"Ne, aku bukan tuan malas lagi Dokter Minato. Oh, ya ngomong-ngomong apa yang anda lakukan disini?" Joshima menjawab dan bertanya layaknya kawan lama.
"Aku ada keperluan penting disini untuk beberapa hari," jawabnya sopan. Beberapa mantan pasien terkadang sering menyapanya bila bertemu dan itu hal wajar baginya.
"Tetap sibuk seperti biasanya," tanpa sadar Joshima melihat name tag milik dokter bersurai pirang. Namikaze Minato. Tunggu rasanya dia familiar!
Dia menatap dokter Minato baik-baik. Rambut pirang, mata biru, kulit tan, nama depan Namikaze. Apakah ini kebetulan ada hubungan dengan Namikaze Naruto yang mengomelinya. Pria berkacamata dari Ibaraki terusik rasa penasarannya.
"Dokter, boleh aku bertanya. Apa kau kebetulan punya hubungan darah dengan seorang dokter muda bernama Namikaze Naruto?"
"Itu putraku Joshima-san," jawab Minato bangga.
Toyota 86 GT warna merah meluncur mulus dari pengisian bahan bakar. Setelah memberi ucapan terimakasih dia pamit mengundurkan diri. Dengan terpenuhinya bahan bakar maka dia siap untuk bersenang-senang malam ini.
Yeayyyyyyy, akhirnya selesai juga. Saya tahu ini lama, katanya kalau dijemur sudah kering. Saya hanya ucapkan terimakasih. Terimakasih sudah membaca, memberi review, kritik dan saran. Terimakasih.