Disclaimer : Masashi Kishimoto

Pairing : SasuNaru, NaruHina

Genre : Romance, Drama, School Life

Rate : T (sewaktu-waktu bisa berubah)

Warning : Shounen-ai, Yaoi, Typo, dll.

Semoga menikmati ceritanya...

AI WA KURUTTEIRU

Present by : yukka-keehl

Chapter 1

"Coba katakan sekali lagi," Naruto merasa ada yang salah dengan pendengarannya atau... "Sepertinya ada yang salah dengan bahasa jepangmu."

Sang lawan bicara mengerungkan dahinya. "Ini yang ketiga kalinya, adikku manis..." dia mendekatkan mulutnya di telinga kanan Naruto. "Bisakah kau menyamar menjadi aku untuk sementara waktu?"

"Yang benar saja, walaupun kau dan aku kembar, tapi kita berjenis kelamin berbeda." Protes Naruto pada kakaknya yang bernama Naruko. "Lagian kau mau kemana?"

"Tapi wajahmu itu yang penting, adikku. Dan untungnya tubuhmu tidak terlalu besar dan cocok untuk menyamar jadi perempuan. Tidak ada orang lain yang bisa aku andalkan selain kau, adikku." Sang kakak berusaha memuji meskipun itu sama sekali tidak membuat adiknya senang. "Kau tahu, aku ingin jadi artis terkenal, dan ada audisi mulai minggu depan, aku harus mengikutinya, namun sayangnya sekolah tak mengijinkanku untuk absen."

"Suruh siapa sekolah di sekolah elit itu." Naruto meminum air putih mencoba untuk tenang setelah mendengar ide gila dari kakaknya itu.

"Oh adikku sayang... tolonglah kakakmu ini..." dengan wajah memelas dia meminta adiknya.

"Jika aku melakukannya, harga diriku jatuh ke jurang." Tentu saja Naruto menolaknya, dia sama sekali tidak punya alasan untuk menerima permintaan itu.

Naruto bukan saudara yang baik yang akan menolong kakaknya dan menjatuhkan harga dirinya. Apalagi dengan alasan bodoh seperti audisi.

Ya, tidak ada keuntungan baginya. Yang ada hanyalah kerugian.

"Kau tahu, aku sekamar dengan Hinata. Kau bisa pacaran dengannya sepuas yang kau mau." Naruko masih mencoba membujuk Naruto. Dan sepertinya Naruko ini punya sedikit keuntungan. Dia berhasil membuat hati Naruto berubah. "Aku tahu kalian jarang bertemu karena jadwal Hinata yang padat. Tapi jika kau sekamar dengannya tidak ada yang bisa menghalangimu, Naruto. Dan kau bisa melakukannya dengan Hinata."

Wajah Naruto memanas. "Melakukan apa?!"

"Melakukan apa yang sedang kau pikirkan. Tentu saja."

"Jangan sembarangan! Hinata akan kujaga baik-baik. Aku akan melakukannya jika dia bersedia."

"Ya itu terserah kau saja, mau tidak menolongku?"

Naruto mengakui dalam benaknya, dia sedikit tertarik dengan itu. Ngomong-ngomong dia sangat kangen Hinata, pacar tercintanya. Sekolah yang berbeda adalah halangan terbesar baginya.

"Oke. Tapi bagaimana dengan sekolahku?"

Mata Naruko mulai berbinar, dalam sekejap saja wajah memelasnya tadi menghilang. "Aku akan berbicara dengan nenek Tsunade soal hal itu. Kau tak usah khawatir." Dia memegang pundak Naruto dengan wajah berseri. "Lagipula bukan berarti kau tidak akan belajar. Ya, kau belajar, hanya saja di tempat yang berbeda. Apa masalahnya, bukan?"

"Apa masalahnya? Tentu saja penuh dengan masalah. Aku harus menyamar jadi perempuan, dan aku harus mengingat nama teman-temanmu." Memikirkannya saja membuat Naruto lelah. "Tapi aku ingin bertemu Hinata."

"Oke. Berarti bukan masalah."

Naruto memutar bola matanya. Sepertinya otak kakaknya ini sedikit terkikis. Darimana datangnya ide gila itu? Mengapa dia tidak menyimpan audisinya saja untuk nanti setelah lulus SMA?

Dan mengapa dia sendiri menerima ide gila itu?

Mungkin ini mengapa banyak orang berkata bahwa cinta itu menyesatkan.

Sangat menyesatkan.

-0-0-0-0-0-

Tepat jam 6 pagi, Naruto bangun dibantu dengan semprotan air di mukanya. Naruto masih terbaring mencoba untuk mengumpulkan semua jiwanya yang masih berceceran.

"Ayo... banyak yang harus kau lakukan hari ini, Naruto." Sang kakak menarik tangan adiknya untuk setidaknya duduk di kasur.

"Gara-gara siapa itu?" Naruto kemudian menguap lebar-lebar. "Aku masih ngantuk."

"Oh, ayolah... kau mandi sekarang sana, jika tidak aku akan memandikanmu." Ancam Naruko membuat Naruto cepat-cepat mengambil handuknya dan pergi ke kamar mandi.

Naruto tahu bahwa Naruko tidak pernah bercanda. Jika sampai dia dimandikan oleh Naruko, hancur sudah hidupnya sebagai lelaki. Meskipun menyamar jadi wanita sudah sangat membuatnya hancur sebagai lelaki.

Naruko masih saja menganggap Naruto itu anak kecil. Oh ayolah Naruto sebesar dirinya, mengapa perbedaan dua menit saja bagi Naruko merupakan perbedaan yang sangatlah jauh?

"Jangan lupa, kau harus sangat wangi, Naruto! Sangat wangi!" teriak Naruko dari balik pintu kamar mandi.

Che, betapa merepotkannya menjadi wanita. Apa yang akan dikatakan orang tuanya nanti kalau sampai ketahuan? Untung saja orang tua mereka lagi bekerja di luar kota. Berharap saja mereka tidak akan buru-buru pulang.

Naruto merasa ingin terus berada di kamar mandi, namun keinginannya itu dia urungkan karena akan membuat kakaknya marah besar. Dia bisa saja mendobrak kamar mandi dan menarik Naruto keluar. Memikirkannya saja membuat Naruto ketakutan.

Wig, kemeja putih, rok pendek, jas, dan dasi menyambut Naruto ketika ia keluar dari kamar mandi. Dia tiba-tiba saja merasa terpukul. Harga dirinya terpukul.

Naruko cepat-cepat menarik adiknya itu dan memakaikannya baju hina itu.

"Kau harus ingat bagaimana memakai ini, karena nanti kau akan tinggal di asrama dari hari senin sampai jumat. Ya kau bisa pulang di hari sabtu dan minggu."

Selama Naruko memakaikannya baju dan mendandaninya, Naruto tidak banyak bicara. Dia berharap hari ini akan berjalan lancar. Dan dia sangat berharap akan bertemu Hinata sesegera mungkin.

Ya, tentu saja saat dia bertemu Hinata nanti dia akan menceritakan kejadian sebenarnya. Agar tidak terjadi kesalah pahaman. Dan dengan begitu dia bisa berpacaran dengan Hinata sepuasnya. Naruto pun berseri-seri, tidak dapat menutupi rasa bahagianya saat memikirkan itu.

"Beres!" kata Naruko bangga. Dia menarik Naruto ke depan cermin. "Lihat, kau benar-benar mirip denganku sekarang."

"Oh yeah..." Naruto sedikit kagum dengan kemampuan kakaknya yang berhasil membuat cowok tulen menjadi cewek.

Dengan begini, penyamaran ini akan berhasil. Semoga saja.

"Oke. mari duduk sebentar," Naruko berjalan menuju sofa di ruang tengah. "Kau harus mengenal semua yang akan menjadi temanmu nanti dan juga guru-gurumu."

Naruko menaruh buku sekolah di meja dan membukanya. "Mulai sekarang ini teman kelasmu yang paling dekat, Sakura dan Ino."

Naruto mengangguk dan mengingat-ngingat wajah mereka.

"Kemudian ini,"Naruko menunjuk ke arah lelaki berambut pantat ayam yang kelihatannya sok keren dan sok ganteng dengan mata berwarna onyx. "Mulai saat ini adalah pacarmu."

Naruto melongo. Otaknya terasa berputar-putar. "A-Apa?"

"Pa.car.mu."

"Mana ada..." Naruto masih tak percaya. "Kau tak pernah bilang kalau kau punya pacar."

"Well, kami baru jadian seminggu yang lalu." Naruko nyengir.

"Oke, dan hari ini kalian akan putus." Naruto tentu saja marah, apa yang harus dia lakukan dengan pacar kakaknya itu? Apa dia harus berkata yang sebenarnya? Yakin pacarnya itu tidak akan membongkarnya ke seluruh sekolah? Yang benar saja...

"Jangan! kau tahu, mendapatkannya sangatlah sulit, Naruto." Kakaknya cemberut. "Aku sempat bertengkar dengan Sakura dan Ino gara-gara dia."

"Ho... aku pikir dia murahan."

"Murahan? Dia sangat tinggi Naruto, sangat mahal. Jadi kumohon, tolong jangan buat kami putus, Naruto. Ya? Ya?" lagi-lagi Naruko memakai wajah memelasnya. "Kau hanya perlu tersenyum manis padanya, ok?"

"Hee...? mana mungkin aku bisa melakukannya pada lelaki."

"Kau pasti bisa. Aku percaya padamu."

"Jangan percaya padaku." Naruto merasa dongkol, dia benar-benar merasa harga dirinya akan terinjak-injak oleh dirinya sendiri. "Dan jangan menyemangatiku untuk hal bodoh itu."

Naruto merasa sebentar lagi dia akan gila. Oh tidak, dia memang sudah sinting dengan menerimanya permintaan kakaknya itu.

-0-0-0-0-0-

Walau ini bukan pertama kalinya Naruto melihat gedung mewah di depannya ini yang merupakan sekolah Kakaknya, Naruto masih saja terkagum. Benar-benar sekolah elit. Warna catnya selalu terlihat baru, tak ada yang cacat. Semua orang disini terlihat kaya raya. Dan mereka memang kaya raya. Sedangkan orang tua Naruto dan Naruko harus bekerja keras untuk menyekolahkan Naruko di sekolah ini. Jika tidak ada uang, kadang uang jajan Naruto dipotong sebagian untuk bayar sekolah kakaknya itu yang super mahal.

Saat Naruto memasuki gerbang, banyak wanita yang melambaikan tangannya kepada dia, untuk menyapa.

"Hai, Naruko. Kau cantik seperti biasanya."

"Terimakasih, kau pun sangat cantik." balas Naruto. Inilah perempuan, kerjaannya saling memuji. Walau di belakang saling memaki.

Dan banyak perempuan lagi yang menyapanya. Naruto baru tahu bahwa Naruko sangat terkenal. Tapi, Naruto juga dapat menangkap pandangan tidak menyenangkan dari perempuan lain. Ya, mungkin banyak orang juga yang membenci kakaknya itu. Tidak mengherankan karena dia sendiri pun membenci kakaknya.

Naruto mencoba mencari sesuatu dalam jas yang ia pakai, setelah menemukannya, ia menariknya keluar. Dia membaca lagi denah yang diberikan dari kakaknya itu, denah dimana kelasnya berada, denah dimana asramanya berada dan mengenai semua letak fasilitas di sekolahnya. Ya lengkap, tak ada yang terlewat.

Naruto berniat pergi ke asrama kakaknya yang-sekarang-akan-menjadi-asramanya sebentar untuk menyimpan barang bawaan tambahannya yaitu baju-bajunya dan pakaian dalamnya, kaos santai dan juga boxer. Ya Naruto memakai boxer di balik rok pendeknya. Naruto juga sedikit berharap akan bertemu Hinata disana. Terakhir bertemu Hinata adalah dua minggu yang lalu, itu pun tidak begitu memuaskan karena dia nampaknya terburu-buru dan resah. Naruto tidak tahu apa alasannya. Bukan berarti Naruto tidak menanyakan apa yang menjadi sumber keresahan Hinata. Hanya saja, ketika Hinata ditanya, dia dengan pintarnya mengalihkan pembicaraan.

Hinata tidak pernah menceritakan apa yang membuatnya resah, apa yang mengganggu pikirannya kepada Naruto. Naruto merasa bukan seorang pacar yang baik.

Ketika Naruto berjalan, sebuah mobil mewah melesat hampir menyerempet dirinya. Naruto tentu saja kaget mengingat dia hampir saja mati gara-gara mobil brengsek itu. Tapi yang ada orang-orang terutama wanita malah menghampiri mobil yang sekarang sedang parkir itu dan berteriak-teriak seperti sedang masa kawin ketika seorang laki-laki keluar dari mobil tersebut.

Naruto buru-buru menghampiri laki-laki sialan itu. Dia berusaha melewati kerumunan wanita dengan menyelip-nyelip dan sedikit mendorong beberapa wanita untuk minggir. Hingga dia sampai di hadapan laki-laki itu dan kemudian mendorong pundak laki-laki itu dengan kedua tangannya sampai si laki-laki itu terdorong ke belakang. Naruto masih punya pikiran jernih untuk tidak memukul wajahnya sampai babak belur.

"Kau hampir membunuhku, sialan." Naruto menatap galak laki-laki itu. "Jalankan mobilmu dengan benar kalau kau tidak mau mobil tersayangmu itu kupecahkan kacanya dan kukempeskan ban-nya!"

Wanita-wanita yang tadinya berteriak-teriak menjadi diam dan melongo kebingungan.

"Kalian sedang bertengkar?" tanya salah seorang wanita yang ada dikerumunan. Lalu wanita-wanita yang berkerumun itu girang sekali, berteriak-teriak senang.

Naruto menyipitkan matanya. Ada apa ini? Pikir Naruto. Naruto melihat wajah laki-laki itu sekali lagi.

"Sa-sasuke? Kau Sasuke?" Naruto kaget bukan main, selain masalah hampir keserempet itu yang bisa saja membunuh nyawanya. Tapi muncul masalah lainnya yang lebih mengancam nyawanya dan itu adalah kemarahan kakaknya.

Mati aku, mati aku. Aku bisa dibunuh Naruko. Mati aku. Naruto berkumat-kumat dalam hatinya.

Kemudian tangan Naruto ditarik oleh Sasuke. Naruto hendak dibawa ke suatu tempat, untung saja Naruto tidak lupa untuk membawa koper yang ia bawa yang berisi barang berharganya.

"Kalau kalian putus, kau jadian saja denganku, Sasuke!" teriak wanita yang ada disana. Dan wanita lainnya pun berteriak hal yang sama.

Kemudian Sasuke dan Naruto sampai disuatu tempat yang sepi dan jauh dari wanita-wanita itu.

"Maafkan aku soal hampir menyerempetmu." Kata Sasuke.

"Baiklah soal itu aku maafkan." Kata Naruto. "Kalau begitu, aku pergi dulu ya, sayang." Naruto hendak pergi namun tangannya ditahan oleh Sasuke.

"Nanti malam, kita pergi nonton." Ajak Sasuke. "Sebagai permintaan maaf."

"Baiklah." Jawab Naruto tanpa pikir panjang karena ingin pergi darinya secepat mungkin.

Naruto pun berlalu dari Sasuke, dengan berjalan cepat menuju asramanya. Kemudian dia bertemu dengan Hinata yang sangat ia cintai di koridor asramanya.

Lalu memeluknya erat.

Hinata kebingungan dengan apa yang terjadi. "Naruko?"

Naruto tetap tidak bergeming dan terus memeluk Hinata.

"Naruto?"

"Kau tahu itu aku, hm? Hinata..."

"Tentu saja." Hinata melepaskan pelukan Naruto. "Apa yang kau lakukan disini?"

"Ulah kakakku." Naruto menyandar di tembok. "Dia sinting sekali menyuruh aku untuk menyamar menjadi dirinya."

"Tapi kau baik-baik saja?"

"Aku baik-baik saja karena bisa bertemu denganmu Hinata."

Muka Hinata langsung memerah.

"Kau kemana saja, susah sekali bertemu denganmu, aku hampir mati karena kangen kamu, Hinata..."

"Dasar kau, suka berlebihan." Kata Hinata. "Kita hanya tidak bertemu dua minggu saja."

"Menurutku itu waktu yang panjang." Naruto mendekatkan wajahnya ke wajah Hinata lalu menempelkan bibirnya ke bibir Hinata. Kecupan ringan itu pun berakhir.

"Kita harus cepat masuk kelas." Ajak Hinata.

-0-0-0-0-0-

Naruto memasuki kelas seorang diri, memang kakaknya dan Hinata itu tidak sekelas. Tapi Naruto tidak bersedih diri karena dia tetap bisa bertemu Hinata di asrama nanti. Naruto tidak bisa menyembunyikan wajahnya yang berseri-seri sampai ia teringat kalau ia tidak tahu dimana tempat duduk Naruko.

Naruto melihat Sakura dan Ino yang tersenyum padanya. Dia pun melihat Sasuke yang sedang duduk dibangkunya sendiri.

"Kau sedang senang, Naruko? Kupikir kau putus dengan Sasuke." Tanya Sakura.

Naruto tertawa. Mengapa rumor tidak benar itu cepat sekali menyebar?

"Kenapa kau tertawa?" Ino bingung. Ino dan Sakura saling menatap dan mengangkat pundaknya.

Naruto melihat ada bangku kosong dekat Ino dan Sakura, dan memutuskan untuk duduk disana. Memang rupanya tempat duduk itu adalah tempat duduk Naruko.

"Jadi kau tidak putus dengan Sasuke, hm?" tanya Sakura.

"Tentu saja tidak. Sayang sekali bukan? Padahal jika aku putus kalian akan senang." Balas Naruto.

"Yang benar saja, kami tidak serendah itu yang senang ketika melihat teman kami bersedih." Bela Sakura.

"Ngomong-ngomong kau agak tinggian ya, Naruko." Ino memperhatikan Naruto dari atas sampai bawah.

Naruto tersentak kaget. "O-Oh ya? Perasaan kalian saja..."

Tinggi Naruto dan Naruko memang beda 10 cm. Wajar saja jika teman Naruko menyadarinya.

"Tapi bukankah kau memang sedang berusaha menambah tinggimu?" tanya Sakura.

"Kalau benar, berarti usahaku terbayarkan. Hahaha." Naruto tertawa merasa lega karena identitasnya tidak jadi diragukan.

Akan sangat bodoh sekali jika di hari pertama dia menyamar, identitasnya terbongkar.

Hari itu di kelas, Naruto tidak banyak bicara, dia tidak mengerti obrolan wanita. Selama mendengarkan Ino dan Sakura berbincang, dia hanya bertanya-tanya.

Mengapa hal seperti itu diobrolkan? Atau Mengapa mereka mengurusi orang lain sedemikian rupa?

Ino dan Sakura hanya diam ketika guru datang, selain itu mereka tidak berhenti berbicara. Naruto mulai tahu cerita mereka, bagaimana Sai mulai mendekati Ino akhir-akhir ini. Naruto tidak tahu yang mana Sai itu, yang pasti mendengar cerita dari mereka sepertinya dulu hubungan Sai dan Ino ini sangat buruk. Dan cerita-cerita lainnya yang menurut Naruto tidak penting.

"Ngomong-ngomong, aku punya cerita yang mengagetkan untukmu Naruko." Kata Sakura. "Tapi kau pasti sudah tahu dari orangnya langsung."

"Ha?" Naruto bingung.

"Ini mengenai Hinata..."

"Kenapa dengan Hinata?!" Naruto langsung tertarik dengan obrolan itu.

"Melihat dari reaksimu, kau pasti belum tahu."

"Tentu saja, bagaimana mungkin aku tahu."

"Akhir-akhir ini dia jarang tidur di asrama, bukan?" tanya Sakura.

"Hm... yeah... aku rasa..."

"Kenapa kau ragu? Kau kan yang sekamar dengan dia... bagaimana sih..."

"Tolong lanjutkan saja ceritanya."

"Aku dengar dia dijodohkan dengan anak pemilik perusahaan terkenal yang bernama Gaara." Bisik Sakura. "Dia harus sering ke rumahnya untuk membujuk ayahnya agar tidak dijodohkan, aku dengar dia punya pacar. Tapi pacarnya itu tidak dapat menjadi jaminan hidup Hinata nanti. Maka dari itu ayahnya bersih keras agar dia menikah dengan Gaara, demi majunya usaha kedua belah pihak."

"Yang benar saja..." Naruto tak dapat berkata-kata.

"Gaara sih memang mencintai Hinata, dia selalu memperlakukan Hinata sebaik mungkin." Lanjut Sakura. "Aku yakin mereka akan bahagia meskipun Hinata tidak punya perasaan apapun terhadap Gaara."

"Tidak bisa begitu!" Naruto menggebrak meja, membuat semua orang di kelasnya memandang dia termasuk Sasuke.

"Kau kenapa Naruko?" Sakura bingung dengan ulah Naruto. "Aku tahu kau temannya, ini hanya opiniku saja kok, kau tak perlu berlebihan seperti itu."

"Sudah cukup diam dan kembali ke tempat duduk kalian!" Teriak seorang guru yang baru saja masuk. "Kita akan mulai pelajarannya."

"Sensei! Aku rasa aku sakit perut, aku akan ke UKS dulu untuk meminum beberapa obat."

Guru yang baru saja datang itu memelototi Naruto, "Aku harap kau tidak berbohong."

Naruto langsung keluar tidak mempedulikan guru tersebut.

"Kenapa banyak sekali yang terjadi hari ini?" Keluh Naruto. "Dan semuanya buruk."

Naruto diam di koridor, dia keluar hanya butuh udara segar dan pikiran yang segar. Naruto sama sekali tidak marah pada Hinata, dia marah pada dirinya sendiri yang tidak mengetahui keadaan Hinata selama ini. Padahal Hinata sedang kesulitan, yang Naruto lakukan hanyalah sebal karena jadwal Hinata padat sekali sampai jarang ketemu. Dia malu pada dirinya sendiri.

Tapi jika dipikir-pikir ada benarnya juga perkataan Sakura. Naruto tahu mengenai Gaara, Gaara dan Hinata sahabat dari kecil. Gaara punya segalanya, Hinata akan bahagia bersama dia.

Lalu perut Naruto terasa sakit melilit, mungkin itu hukuman dari Tuhan untuknya karena dia baru saja berbohong. Dipikir-pikir dia belum makan pagi ini. Salah kakaknya perutnya jadi tinggi asam lambung, uang jajan dia selalu dipotong demi kebutuhan kakaknya, terpaksa makan dengan ramen, meskipun Naruto doyan tapi kalo ada lebihnya setidaknya dia akan makan ramen dengan hamburger untuk makan siang di sekolah.

Naruto selalu mengutuki kakaknya. Tapi dia tak pernah berani melawannya.

Naruko selalu lebih hebat, dia punya segalanya karena orang tuanya selalu mendukungnya, Naruto selalu kalah, dia dipaksa untuk ikut mendukung kakaknya. Suatu keberuntungan besar yang pernah Naruto dapat adalah mempunyai Hinata.

Naruto berjongkok kesakitan di koridor, perutnya yang melilit tak bisa diajak berkompromi untuk sementara waktu. Perutnya sama sekali tidak bisa diluruskan, dia jadi tak bisa berjalan ke UKS, sial sekali. Naruto tahu obatnya adalah makan. Tapi kondisi saat ini tidak memungkinkan untuk membeli makanan.

Kemudian suara pintu terbuka, Naruto menolehkan kepalanya menuju pintu kelasnya yang terbuka tersebut hanya untuk mendapati muka Sasuke.

Raut kecewa terlukis di wajah Naruto, dia paling tidak mau berurusan dengan Sasuke sang pacar kakak sialannya itu.

"Kau baik-baik saja, Naruko?" tanya Sasuke, dia menghampiri Naruto yang sedang berjongkok.

"Aku hanya butuh makan, itu saja."

"Baiklah, tapi kau lebih baik diam di UKS dulu, aku akan membawakan makanan untukmu."

"Aku tak bisa, kau bawakan saja makanan untukku kesini, dan aku akan sangat berterimakasih padamu."

"Rupanya kau tak bisa berdiri." Sasuke berjongkok di sebelah Naruto. Dia mulai menyisipkan tangan kanannya ke belakang kaki Naruto dan tangan kirinya ke punggung Naruto. Sasuke menggendong Naruto.

"Lepaskan aku!" Teriak Naruto. Tentu saja dia tidak mau digendong ala pengantin oleh Sasuke.

"Diamlah, jika kau berontak, kau bisa jatuh." Sasuke memperingatkan. "Dan itu akan sakit sekali."

"Kau akan sangat menyesal."

"Aku sudah sangat menyesal, karena kau ternyata berat juga."

"Kau akan lebih menyesal dari ini."

"Oke, aku mengerti, diam sajalah."

Dan kemudian penyesalan lain lain-daripada-yang-Naruto-pikirkan terjadi. Seorang siswi melihat mereka. Raut mukanya kaget, mulutnya membuka dan

"Kyaaaa...!" dia berteriak. "Sasuke menggendong Naruko!"

Semua orang ribut dan keluar dari bangkunya, mereka adalah orang-orang yang tidak merestui hubungan Sasuke dan Naruko, juga orang-orang yang hanya penasaran saja melihat kehebohan. Mereka berhamburan menghampiri objek dan mulai menggoncang-goncang hingga Naruto terjatuh dari gendongan Sasuke.

Naruto merasa punggungnya patah. Tapi rasa sakit itu hilang ketika dia dapat melihat celana dalam wanita-wanita yang sedang fokus pada Sasuke. "Pemandangan yang bagus." Kata Naruto tak sadar.

Perut yang melilit dan punggung yang sakit Naruto rasakan lagi ketika wanita-wanita itu memelototinya.

Naruto memelototi Sasuke, bisa-bisanya dia menjatuhkannya. Apakah benar lelaki itu mencintai kakaknya?

Sasuke yang sadar pelototan Naruto langsung membantu Naruto untuk berdiri, tapi Naruto hanya bisa membungkuk, perutnya masih sulit diluruskan, bahkan untuk berjalan pun dia sepertinya harus menahan sakit luar biasa.

Brengseknya, para wanita itu masih mengguncang-guncang tubuh Naruto.

Apa aku harus pura-pura pingsan disini?! Jerit Naruto dalam hati.

"Diam! Aku tidak akan pernah memaafkan kalian jika kalian terus mengangguku dan pacarku!" Teriak Sasuke yang membuat semua orang kaget dan terpatung. Mereka kaget karena baru pertama kali melihat Sasuke marah. Sedangkan Naruto kaget karena teriakan Sasuke keras sekali. Apa dia lupa sedang berada di sekolah dan para guru sedang melihatnya?

Tanpa aba-aba, Sasuke menggendong Naruto kembali, dia melewati orang-orang yang terpatung itu dan pergi menuju UKS.

"Apa tadi itu cukup berlebihan?" tanya Naruto.

"Yeah."

"Kau tahu sendiri, tapi kau melakukannya."

"Aku selama ini sabar menghadapi mereka, entah mengapa yang tadi itu buat aku emosi sekali."

"Kau pasti mulai gila, atau mulai normal."

"Gila dan normal itu jauh sekali."

"Ya..." Tapi itu karena Naruto tidak tahu bagaimana Sasuke sebelumnya.

Sasuke mendudukan Naruto di kasur UKS. Dia mengambil gelas lalu mengisinya dengan air, setelah itu membuka lemari obat, memilih satu obat lalu memberikan air dan obat itu pada Naruto.

"Minumlah, aku akan membawamu makanan, selama itu kau tiduran saja."

"Terimakasih, aku tidak tahu kau ternyata baik juga." Naruto lalu meminum obatnya.

"Kau jatuh cinta padaku?"

Naruto terbatuk-batuk, dia mulai bingung harus menjawab apa. "Tentu saja, itulah mengapa kita berpacaran bukan?"

Sasuke menyipitkan matanya pada Naruto. "Ya sudah, aku akan belikanmu makanan dulu."

"Ya, tolong bawa makanan enak ya."

Sasuke pun pergi dan seketika itu juga Naruto menghela nafas berat. Sepertinya ada yang salah dengan hubungan Sasuke dan kakaknya itu, tapi Naruto tidak tahu itu apa. Naruto menggelengkan kepalanya, dia tidak mau memikirkannya.

"Naruto, kau tidak apa-apa?" Pertanyaan itu keluar dari mulut Hinata yang baru saja datang.

Naruto tersenyum lebar melihat kehadiran Hinata.

"Hinata... aku tidak apa-apa, hanya butuh makan."

"Ah, aku terburu-buru kesini, lupa tidak bawa makanan untukmu. Maafkan aku." Hinata menghampiri Naruto.

"Tidak apa, Sasuke sedang membelikannya untukku."

"Jadi sekarang, kau harus bertindak sebagai pacar Sasuke juga ya?"

"Ya. Sial sekali kakakku itu."

Hinata tertawa. "Bagaimana jika dia menciummu?"

"Tidak mungkin, hubungan mereka belum jauh. Aku rasa."

Hinata pun duduk disebelah Naruto. Membuat Naruto ingin sekali memeluknya karena kangen sekali.

"Hinata..."

"Ya?" Hinata menoleh, dan Naruto langsung mencium bibirnya membuat wajah Hinata memerah. "Aku akan menemui ayahmu."

"Apa?! Kenapa?" Hinata kaget.

"Aku tahu kau dijodohkan dengan Gaara. Aku tidak mau itu terjadi, biarkan aku menemui ayahmu."

"Kau tahu ternyata..." Hinata menunduk. "Tapi jangan datang, Naruto. Aku mohon. Aku tidak tahu apa yang akan ayahku lakukan padamu jika dia melihatmu."

"Aku tidak masalah, aku tidak ingin kau menderita Hinata..." Naruto memegang tangan Hinata erat. "Kau selalu melakukan semuanya sendirian, kenapa tidak dari awal kau cerita padaku? Apa kau tidak mempercayaiku, hm?"

"Bukan begitu Naruto... tapi ini masalahku dengan ayahku."

"Tapi aku terlibat disana, Hinata... aku sangat mencintaimu, aku tidak tahu harus bagaimana jika tidak bersamamu."

"Tapi jika kau menemui ayahku... aku tidak tahu... aku tidak mau kau terluka Naruto..." Hinata mulai menangis.

"Bodoh sekali Hinata... kau itu bodoh sekali..." Naruto memeluk Hinata erat, mengusap-ngusap kepalanya lembut. "Jika itu demi kamu, aku akan melakukan segalanya. Aku tidak mau kau yang terluka Hinata..."

Naruto lagi-lagi mencium bibir Hinata lembut. Naruto memang tidak pernah menyia-nyiakan kesempatan.

Sedangkan di pintu UKS, berdiri Sasuke dengan roti yang baru saja ia beli, Sasuke daritadi berdiri disana karena tidak menemukan waktu yang tepat untuk masuk ruangan.

To be ContinueFoot's Note : Kapanpun dimanapun, mind to Review? Hehe