.
.
.
The Mafia's Diamond
.
Romance, Drama
.
EXO Members OT12
.
GS for UKE
.
Rated M
.
HunHan and Other EXO Official Pairings
.
DISCLAIMER: Author hanya memiliki jalan ceritanya. Cast bukan milik author. Jika ada kesamaan dalam cerita atau penulisan, itu hanya kebetulan semata.
.
.
.
Chapter 3
.
.
.
.
.
Luhan baru kali ini merasa sangat nyaman dalam tidurnya. Kasur yang ia tiduri sangat empuk dan hangat. Bantalnya pun juga sangat empuk. Bahkan rumahnya yang berada di Cina tidak memiliki kasur yang senyaman ini.
Ditambah dengan tangan besar yang memberikan usapan halus di rambutnya membuat Luhan semakin nyaman dalam tidurnya.
Tunggu... Tangan?
Luhan membuka matanya perlahan dan ia menemukan Sehun dengan setelan jasnya. Ia sedang duduk di sisi ranjang yang ia tiduri.
"Pagi Luhan..." Sebuah senyuman tipis terlihat di wajah Sehun. Tangannya dengan lembut mengusap puncak kepala Luhan.
"Sehun...?" Luhan dengan perlahan mendudukkan dirinya di kasur itu sambil mengucekkan kedua matanya dengan lucu. Sehun menahan dirinya untuk tidak memeluk Luhan yang terlihat sangat manis ketika bangun tidur.
"Ini... dimana?"
"Ini kamarmu."
Luhan mengedarkan pandangannya pada kamar yang ia tempati. Ruangan ini sangat luas. Perpaduan warna krem dan coklat membuat kamar ini terasa semakin hangat. Kamar ini mempunyai 3 buah sofa yang berada di sudut ruangan. Kasur yang Luhan tiduri pun berukuran King Size.
"Kamarku?" Sehun tersenyum geli melihat Luhan yang terlihat kebingungan dengan rambut khas orang bangun tidur. Menurutnya Luhan sangat manis dan terlihat seperti anak anak saat ini. Tidak seperti biasanya yang terlihat dewasa.
"Kau tinggal dirumahku sekarang. Kau ingat?" Sehun mengusak rambut Luhan dengan cepat karena gemas. Membuat rambut Luhan terlihat semakin berantakan dan decakan sebal yang keluar dari mulut Luhan.
"Tumben sekali aku melihat dirimu sediam ini..." Gumam Sehun. Ia berpikir Luhan masih trauma karena kejadian semalam.
Padahal sebenarnya Luhan diam karena efek baru bangun tidur dan takut mulutnya akan mengeluarkan bau khas orang baru bangun.
Sehun kemudian berdiri dan berjalan mendekati meja yang tak jauh dari Luhan. Mengambil satu buket yang berisikan bunga mawar.
Ketika ia berjalan kembali ke arah Luhan. Dirinya melihat Luhan yang sedang melihat ke arah perban yang berada di tangannya.
"Aku menyuruh seseorang untuk mengobati lukamu. Apakah terasa sakit?" Luhan hanya menggeleng sebagai jawabannya.
Sehun kemudian kembali duduk di pinggir kasur Luhan dan menyodorkan buket bunga yang ia pegang kepada Luhan.
"Ini..."
"Aku sebenarnya ingin memberikan ini padamu tadi malam..."
Luhan mengambil buket bunga itu. Melihat bunga yang menurutnya sangat indah.
"Mawar ini.. berwarna ungu.." Luhan memainkan jemarinya pada kelopak bunga mawar berwarna lavender yang menarik perhatiannya.
"Kau suka?" Luhan mengangguk senang. Kemudian ia menatap pada wajah Sehun.
"Terima Kasih."
Sehun tertegun melihat senyuman Luhan yang sangat indah dan matanya yang menyipit membentuk eye smile.
Sehun berharap Luhan akan tersenyum seperti itu padanya setiap saat.
"Well... Aku senang jika kau suka." Sehun kemudian bangkit berdiri dan merapihkan jasnya yang terlihat sedikit kusut.
"Kau hari ini ke kampus kan?" Tanya Sehun.
"umm... Ya. ada." Jawab Luhan. Kemudian raut wajah Luhan berubah menjadi sedih. Teringat akan beasiswanya yang telah dicabut oleh pihak kampus.
"Ada apa?" Sehun menyadari tatapan Luhan yang terlihat meredup.
"O-ohh.. tidak ada." Sehun memandang Luhan dengan pandangan menyelidik namun ia melihat jam weker di samping tempat tidur Luhan yang menunjukkan pukul 09.45
"Aku harus pergi ke kantor sekarang." Sehun kemudian mencium kening Luhan. Mengesampingkan hal yang ia yakini ada sesuatu yang tidak beres dari Luhan. "Kau aman disini bersamaku." Lalu ia berjalan keluar dari kamar itu.
Meninggalkan Luhan dengan muka yang memerah karena perlakuan Sehun barusan.
.
.
.
Luhan berdiri di dekat kasurnya dan memandang bunga mawar di tangannya dengan bingung.
'Apa arti dari bunga mawar berwarna lavender?'
Luhan ingin mencarinya di internet dengan ponselnya namun ia tidak menemukan ponselnya diruangan ini.
Luhan mengela nafasnya dan menaruh buket bunga mawar di atas meja kecil di samping kasur.
Tidak hanya penasaran dengan arti bunga itu namun juga dirinya penasaran dengan Sehun yang menyuruhnya untuk tinggal dirumahnya.
Matanya melihat pada ruangan besar dan mewah yang Sehun bilang sebagai kamarnya.
Ia sebenarnya bukan tipe orang yang pesimis, Tetapi ia tidak bisa menahan pemikiran pesimis itu karena ia merasa dirinya tidak pantas berdiri di ruangan ini.
Apalagi dirinya baru saja tidur di kasur empuk itu.
Bahkan dirinya merasa kecil ketika melihat dan menggunakan kamar mandi yang mewah di kamar itu.
Suara ketukan pintu terdengar dan pintu terbuka. Luhan terkejut mendapati seorang gadis yang sangat dikenalnya berada di hadapannya saat ini.
"Selamat pagi, Nona Luhan."
"Mi-Minseok?!" Gadis berambut pendek itu hanya tersenyum melihat Luhan yang terlihat sangat terkejut.
"K-Kenapa..." Luhan sangat terkejut hingga ia tidak bisa melanjutkan pertanyaannya.
"Sebenarnya saya diperintah oleh Tuan Sehun untuk menjaga anda. Maka dari itu semua jadwal kuliah anda sama persis denganku."
"Dan juga ketika anda terkena masalah di kampus, Saya dengan cepat langsung datang membantu anda." Lanjut Minseok.
Luhan tersentak. Sejak awal dirinya memang sedikit heran dengan Minseok ketika dirinya terkena masalah. Baik ketika dirinya kehilangan beasiswanya maupun ketika Tiffany datang mengganggunya, Luhan -yang secara anehnya- bertemu dengan Minseok ketika dirinya dalam keadaan susah.
Semuanya sudah masuk akal sekarang.
"Jadi Sehun-"
"Ya, Setelah kalian berdua bertemu untuk pertama kalinya. Sehun mencari tau tentang diri anda. Lalu ia menyuruh saya untuk masuk dengan mengambil jurusan yang sama dengan anda." Minseok berjalan mendekati Luhan dan memberikannya pakaian yang sudah ia pegang sejak awal ia masuk ke kamar ini.
"Ini pakaian milik anda, Nona. Siang ini kita memiliki jadwal kuliah. Sebaiknya kita segera berangkat karena jarak rumah ini dengan kampus lumayan jauh. Anda dapat menanyakan pertanyaan lainnya dalam perjalanan." Luhan dengan perasaan yang campur aduk, Ia mengganti pakaiannya dan setelah itu mengikuti Minseok yang berada di depannya.
Sepanjang perjalanan Luhan mengedarkan pandangannya pada isi rumah Sehun. Perabotan dan model ruangan di rumah itu sangat luas dan mewah. Beberapa pelayan yang sedang bekerja menyempatkan diri untuk memberi hormat kepada Luhan yang dibalas dengan senyuman canggung karena pertama kalinya ia diperlakukan seperti ini.
Saat ia berada di depan rumah. Seseorang membungkuk dan membukakan pintu mobil padanya. Luhan pun segera masuk kedalam mobil itu setelah mengucapkan terima kasih.
Luhan sedikit tercengang melihat dengan jelas rumah yang disebut oleh Sehun di dalam mobil. Bangunan ini lebih tepat disebut sebagai mansion daripada rumah.
"Minseok?" Tanya Luhan ketika mobil yang ia tumpangi bersama Minseok telah melewati pagar rumah itu.
"Ya, nona?"
"Mengapa kau berbicara sangat formal kepadaku?"
"Tentu saja karena saya adalah pengawal pribadi anda nona."
"Pengawal pribadi?!"
"Saya ditugaskan oleh Tuan Sehun untuk menjaga anda."
"Menjagaku?! Memangnya aku anak kecil?! Berhenti berbicara formal padaku. Apakah Sehun yang menyuruhmu berbicara formal kepadaku?" Omel Luhan. Minseok hanya tersenyum mendengar omelannya.
"Tidak. Itu keinginan saya sendiri." Luhan memalingkan wajahnya pada jendela mobil disampingnya. Melihat kota Cambrigde yang ramai karena jam makan siang.
Keheningan terjadi diantara mereka hingga mobil itu berhenti di persimpangan karena lampu merah didepannya.
"Jadi... Kau adalah pengawal pribadiku?" Tanya Luhan memecahkan keheningan diantara mereka.
"Ya."
"Apa itu berarti kau akan menuruti semua keinginanku?"
"Tentu saja, jika tidak membahayakan diri anda sendiri."
"Maka berhentilah berbicara formal kepadaku." Luhan menatap kearah Minseok yang sejak tadi memperhatikannya.
"Tapi nona-" Luhan kemudian menggenggam kedua tangan Minseok.
"Minseok, kita itu teman. Aku tidak peduli sekalipun jika kau seorang gelandangan. Berbicaralah padaku seperti ketika kau berada di kampus kemarin." Minseok tersentak mendengar ucapan tulus yang keluar dari mulut Luhan.
"Baiklah jika itu maumu, Luhan." Minseok tersenyum dan kemudian ia kembali memfokuskan dirinya pada jalanan didepannya.
"Nah, begitu lebih baik." Ucap Luhan. Puas mendengar Minseok yang tidak lagi berbicara formal kepadanya.
"Kau ingin menanyakan sesuatu?" Tanya Minseok.
"Banyak yang ingin kutanyakan namun aku tidak tahu harus memulai darimana."
"Tanyakan saja apa yang ingin kau tanyakan. Aku akan sebisa mungkin menjawabnya." Luhan menggigit bibirnya sebelum bertanya pada gadis di sampingnya.
"Jadi... Sehun itu sepupumu?"
"Bukan. Aku hanya bawahannya. Aku berpura pura menjadi sepupunya untuk penyamaran jika orang orang ingin mengecek latar belakangku." Kening Luhan sedikit mengerut mendengarnya.
"Jadi... Apakah nama aslimu bukan Minseok?"
"Itu memang nama asliku. Aku hanya menutupi sebagian latar belakangku saja."
"Kenapa?" Minseok diam sesaat sebelum menjawab.
"Itu... Karena gadis jalang yang berada di jurusan yang sama dengan kita. Waktu itu aku menjadi sekretaris Tuan Sehun untuk proyek kerjasamanya dengan perusahaan miliknya. Akan terlihat aneh jika jalang itu mengenalku sebagai orang biasa." Luhan merasa Minseok seperti menutupi sesuatu namun ia menepis pikiran negatifnya.
"Gadis Jalang?"
"Tiffany."
"Minseok, Tiffany bukan gadis jalang-"
"Seriously? Ia sudah mem-bully-mu habis habisan dan kau masih saja membelanya."
"Minseok."
"Huh... Fine... Adalagi yang ingin kau tanyakan?" Luhan berpikir sesaat sebelum kembali bertanya.
"Sudah berapa lama kau bekerja dengan Sehun?"
"Hampir 6 tahun. Aku menjadi salah satu sekretaris tuan Sehun sebelum ia menugaskanku untuk menjadi pengawal pribadimu. Sejak hari pertama hingga kemarin, aku mengawasimu dari kejauhan."
"Wow, kau seperti seorang stalker sejati." Minseok tertawa mendengar gerutu Luhan. Terdengar jelas nada kesal di dalam ucapannya.
"Tapi aku tidak mengawasimu 24 jam. Tuan Sehun terkadang masih menyuruhku untuk menjadi sekretarisnya untuk pekerjaannya." Luhan terdiam sesaat ketika mobil yang ia naiki sudah memasuki area kampus.
"Apa hanya dirimu saja yang menjadi pengawal pribadiku?" Tanyanya kembali.
"Ya, kenapa? Kau ingin menambahnya?"
"Apa?! Tidak! Aku bukan bayi yang harus dijaga oleh orang lain." Minseok terkekeh mendengarnya.
"Nah kita sudah sampai." Ucap Minseok ketika dirinya sudah memarkirkan mobilnya di parkiran kampus.
Minseok kemudian mengambil barang yang berada di kursi belakang dan memberikannya pada Luhan.
"Ini tasmu dan ini ponselmu." Ucap Minseok sambil memberikan kedua barang itu pada Luhan.
"Minseok."
"Ya?"
"Ini bukan ponselku." Ucapnya seraya menunjukkan ponsel yang ada di genggamannya pada Minseok.
Ponsel itu tidak memiliki retakan di layarnya. Dan juga ia tahu ponsel di tangannya sama dengan ponsel yang dipakai Sehun. Hanya saja berbeda warnanya karena ponsel di tangan Luhan berwarna putih.
"Ponselmu yang lama rusak karena kejadian tadi malam. Untung saja datanya tidak hilang. Jadi aku dapat memindahkan data itu pada ponsel barumu."
"Rusak?"
"Tadi malam ponselmu terjatuh dan sudah tidak dapat dihidupkan lagi."
Luhan kembali mengingat pada kejadian tadi malam. Ia baru sadar ponselnya terjatuh ketika ia menahan pisau pada tangannya.
"Tapi Min-"
"Tuan Sehun yang memberikannya padamu. Lebih baik kau terima saja. Akan merepotkan jika kau tidak bisa dihubungi karena tidak memiliki ponsel." Potong Minseok ketika Luhan akan melakukan protes padanya.
Luhan hanya dapat mengehela nafasnya mendengar ucapan Minseok. "Baiklah." Ia kemudian menyimpan ponselnya pada saku coatnya. Membuat catatan di benaknya untuk berterima kasih pada Sehun nanti.
"Ah ya aku hampir saja lupa." Minseok lalu mengeluarkan sebuah amplop coklat tebal dari tasnya. Ia lalu memberikannya pada Luhan
"Apa ini?"
"Ini gaji dari pekerjaan pekerjaanmu bulan ini." Luhan membelalak ketika ia mengecek isinya dan melihat lembaran uang dolar didalamnya.
"Bagaimana kau..."
"Tadi pagi aku mengurus pengunduran dirimu dari semua pekerjaanmu."
"APA?!" Minseok menutup kupingnya mendengar Luhan berteriak disebelahnya. Dirinya sudah menduga Luhan akan marah mendengar berita ini.
"Apa kau gila?! Bagaimana aku dapat melanjutkan kehidupanku kalau aku tidak bekerja?!"
"Secara teknis, Tuan Sehun yang menyuruhku untuk mengurus pengunduran dirimu dan Sehun yang akan membiayai kebutuhanmu." Luhan sudah tidak habis pikir dengan jalan pikiran Sehun yang seenaknya mengatur hidupnya.
"Kalian mengasihaniku?" Pertanyaan Luhan lebih terdengar seperti pernyataan.
"Gajiku lima ribu dollar asal kau tahu."
"Lima ribu dollar memang banyak. Jika kau tidak memakai sebagian besar uangmu untuk membayar sewa bulanan flat mu."
Minseok kemudian memegang pundak Luhan.
"Kau hanya memiliki sisa seribu lima ratus dollar untuk kebutuhan sehari harimu. Kau tahu sendiri biaya hidup disini sangat mahal. Uang sebesar itu hanya bisa menghidupimu sampai pertengahan bulan."
"Kau melihat sendiri uang sebesar itu dapat membuatku bertahan hidup hingga saat ini." Gigi Luhan bergemeletuk menahan amarah yang ada pada dirinya.
"Kau pikir aku tidak tahu kalau kau tidak makan dengan benar beberapa hari ini karena kekurangan uang? Lihat dirimu sudah sekurus ini." Luhan yang awalnya ingin protes, terdiam mendengar penuturan Minseok.
Memang benar 2 minggu terakhir dirinya tidak makan dengan teratur karena menahan budget kebutuhan sehari hari untuk membeli tiket ke Cina.
"Luhan. Aku, Yixing dan Tao merasa sedih melihatmu seperti ini. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana perasaan Tuan Sehun saat ia melihatmu disaat seperti ini." Minseok berharap penuturannya mampu meluluhkan Luhan.
Namun karena memang pada dasarnya Luhan adalah orang yang keras kepala. Ia justru merasa semakin kesal. Ia segera keluar dari mobil itu dan membanting pintu mobil dengan keras. Tidak ingin mendengar perkataan Minseok lebih lama lagi.
"Luhan?! Kau mau kemana?!" Minseok segera turun dari mobil dan mencoba mengikuti langkah Luhan yang sudah terlampau jauh.
"Aku ke kelas! Dan jangan mengikutiku!" Minseok hanya menghela nafasnya melihat kemarahan Luhan yang seperti anak kecil. Ia hanya berdiam diri melihat sosok Luhan yang berjalan jauh memasuki gedung kampusnya.
Minseok tidak habis pikir. Bagaimana Luhan bisa tidak marah dengan Tiffany yang selalu membullynya namun ia marah karena Sehun memutuskan untuk tidak memperbolehkan Luhan bekerja?
ia masih berdiri disana. Tidak mengikutinya karena ia tahu Luhan butuh waktu sendiri dan ia juga satu kelas dengan Luhan. Percuma saja Luhan menghindari dirinya.
Dan juga karena bukan hanya Minseok yang menjadi pengawal pribadinya.
Minseok memijat pelipisnya. Jika Luhan tau kalau saja ia memiliki pengawal yang hampir sama banyaknya dengan milik Sehun dan sudah membaur dengan orang orang di kampus ini. Maka sudah dipastikan Minseok akan terkena amukan dari gadis berparas cantik itu.
.
.
.
Petang menjelang. Sehun yang hari ini tidak terlalu sibuk dengan pekerjaannya segera pulang ke rumah miliknya. Dirinya sudah tidak sabar melihat gadisnya yang saat ini sudah tinggal dirumahnya.
Namun ketika ia sampai dirumahnya, Minseok memberitahukan kondisi Luhan. Sehun yang sejak awal sudah memprediksikannya, dengan segera masuk ke kamar Luhan yang sebelumnya ia ketuk pintu kamar itu terlebih dahulu.
"Sehun, Aku harus bekerja." Ucap Luhan ketika ia melihat Sehun berjalan mendekatinya.
"Tidak. Aku tidak mengizinkanmu." Sehun hanya menatap Luhan dengan wajah datarnya. Membuat Luhan kesal setengah mati.
"Memangnya kau siapa yang berhak mengatur hidupku?!"
"Aku kekasihmu." Luhan sesaat terdiam dan tersipu malu mendengar ucapan pria di depannya. Namun ia langsung mengubah ekspresinya kembali.
Sungguh, Sehun menahan dirinya untuk memeluk dan mencium gadis mungil di depannya. Luhan ketika sedang marah benar benar sangat manis.
"Tidak ada kekasih yang tidak memperbolehkan kekasihnya untuk bekerja."
"Ada. Aku." Kesal, Luhan mengepalkan tangannya dan memukul Sehun berulang kali. Tetapi Sehun masih bergeming di tempat. Menurutnya, pukulan Luhan tidak terasa kuat atau menyakiti tubuhnya.
"Memangnya kenapa jika aku bekerja?! Apa kau mengasihaniku?! Aku tidak perlu belas kasi-"
Tiba tiba saja tangan Luhan yang sedang memukul badan Sehun ditahan oleh pria itu. Luhan mencoba menariknya kembali namun Sehun memegangnya dengan erat.
"Aku tidak mengasihanimu."
"Kalau begitu biarkan aku bekerja."
"Tidak."
Luhan yang sejak tadi mencoba menarik tangannya dari genggaman Sehun akhirnya dapat terlepas -Sehun sengaja melonggarkan pegangannya-. Namun karena terlalu kencang luhan menarik diri, dirinya tidak dapat menyeimbangkan tubuhnya dan membuatnya jatuh ke belakang.
Luhan memejamkan matanya ketika terjatuh. Menunggu bagian belakang kepalanya terkena lantai yang keras.
Namun lantai keras itu tidak pernah menyentuh kepalanya. Luhan membuka matanya dan melihat wajah Sehun tepat di depannya. Dengan lengan kanannya yang menahan pinggang rampingnya.
"S-Sehun..." Luhan mencoba kembali menarik diri dari Sehun. Posisinya saat ini sangat dekat dengan Sehun. Hidung mereka saling bersentuhan. Luhan memandang objek lain selain manik hitam milik Sehun yang selalu melihat ke arah matanya.
"Kau marah?"
"T-Tentu saj-ja aku m-marah" Posisi mereka saat ini membuat Luhan gugup. Detak jantungnya berdetak dengan kencang dan ia berharap Sehun tidak mendengarnya.
Sehun terdiam mendengar jawaban Luhan dan terus menatap kearah Luhan yang sedang memalingkan wajahnya yang memerah.
Lelaki tinggi itu kemudian menghela napasnya dan memundurkan diri dari posisinya saat ini. Tidak intim seperti tadi.
"Baiklah..." Luhan yang sudah dapat menetralkan jantungnya menatap pria didepannya ketika Sehun berbicara.
"Aku akan membiarkanmu kembali bekerja."
"Benarkah?!" Luhan hampir memekik senang mendengarnya.
"Hanya satu pekerjaan. Yaitu di minimarket tempat kau kerja part time." Luhan kembali cemberut ketika mendengar lanjutan kalimat Sehun.
"Tidak. Aku ingin bekerja seperti biasanya."
"Pilih itu atau tidak sama sekali."
"Apa?! Tapi-"
"Aku melakukan ini bukan semata mata karena mengasihanimu." Potong Sehun.
"Aku tidak akan melakukan ini jika kau dapat menjaga kesehatanmu dengan benar. Lihat ini." Jari Sehun perlahan mengelus pipi Luhan yang terlihat semakin tirus.
"Tidak ada yang bisa kucubit disini." Luhan terdiam mendengar ucapan Sehun.
"Kapan terakhir kali kau makan dengan benar? seminggu yang lalu? Ketika kita makan malam bersama? Kalau seperti ini terus, bisa kupastikan kau akan collapse dalam waktu kurang dari 3 hari." Luhan sedikit terkejut Sehun mengetahui itu semua. Ia memutar otaknya bagaimana Sehun bisa tau sampai sedetail itu.
"Aku tahu dari Minseok." Sehun menjawab pertanyaan Luhan di kepalanya karena wajah Luhan mudah ditebak.
"Kau bahkan belum makan hari ini. benar bukan?"
"Um... itu..." Luhan tidak dapat melanjutkan jawabannya.
Keheningan menghampiri mereka berdua. Sehun yang berkutat pada pikirannya dan Luhan yang menghindari tatapan Sehun.
"Jadi bagaimana? Kau ingin kembali bekerja atau tidak sama sekali?" Tanya Sehun memecahkan keheningan diantara mereka berdua.
"...Baiklah." Luhan akhirnya menyetujui tawaran Sehun. Menurutnya lebih baik bekerja daripada tidak sama sekali dan menggantungkan biaya hidupnya pada Sehun.
Menjadi beban dalam hidup orang lain adalah hal yang tidak diinginkan Luhan dalam hidupnya.
Sehun kemudian mengambil ponselnya dan menelpon Minseok agar Luhan dapat kembali bekerja. Berharap pilihannya kali ini tidak membuatnya menyesal. Melihat Luhan sakit karena pekerjaannya bukanlah keinginannya.
Setelah selesai, Sehun kemudian menarik tangan Luhan dan menuntunnya keluar dari kamarnya.
"Sekarang ayo kita makan malam." Ucapnya sambil berjalan keluar ke ruang makan di rumah itu.
.
.
.
Saat ini Luhan sedang berada di kamarnya.
Sebelumnya, Luhan makan malam bersama dengan Sehun di ruang makan. Luhan baru kali ini makan dengan berbagai jenis makanan yang tersaji di depannya. Dilihat dari cara penyajian dan rasa, tanpa Luhan bertanya pada Sehun, ia mengetahui jika Sehun mempunyai juru masak yang banyak dan bersertifikat di rumahnya.
Sehun dengan senang hati menaruh hampir semua jenis makanan ke dalam piringnya walau perutnya sudah sangat penuh. Sehun pun menyuapi luhan karena tangan kanannya yang terluka dan tidak dapat memegang sendok dengan benar. Tertawa ketika dirinya berhasil menggoda Luhan. Membuat pipi Luhan kembali memerah untuk kesekian kalinya karena dilihat oleh beberapa pelayan yang berada disana.
Bahkan Minseok memotret dan memberikan acungan jempol padanya.
Ia kemudiam berjalan menuju pintu yang berada di depannya. Minseok bilang jika itu adalah lemari pakaian. Ia ingin segera berganti baju menjadi baju tidur karena ia lelah.
Luhan tercengang ketika ia membuka pintu itu. Didalam ruangan yang luas itu semua pakaian dari baju biasa, dress hingga jaket musim dingin sudah berbaris dengan rapih di dalamnya. Bahkan ada lemari khusus untuk perhiasan yang terlihat sangat berkilau didalamnya.
Luhan kemudian berjalan ke arah tumpukan kaos yang berada disana. Dia melihat brand kaos yang Luhan tau sangat terkenal dan mahal. Ia mengecek kepakaian yang berada di dekatnya memiliki brand yang ternama bahkan untuk pakaian dalam sekalipun.
Dan membuat luhan tersedak air ludahnya sendiri karena melihat lingerie dengan design dan motif yang bermacam macam yang bahkan dirinya tidak mengetahui kalau benda seperti itu ada.
Luhan hanya tersenyum miris. Menjadi orang kaya sangat mudah. Makanan dan barang dapat mereka dapatkan hanya dengan menjentikkan jari mereka sementara dirinya harus bekerja susah payah untuk makan dan membeli barang sebanyak itu.
Setelah ia berganti pakaian ia kemudian berjalan keluar dari ruangan itu.
Pintu kamarnya diketuk dan terbuka. ia mendapati Minseok berjalan masuk dengan beberapa pelayan wanita yang mengekorinya dengan membawa beberapa box di tangan mereka.
"Malam, Nona Luhan." Ucap Miseok. Para pelayan di belakangnya membungkuk hormat kearah Luhan.
"Minseok." Gadis berambut pendek itu tertawa melihat Luhan yang memutar kedua bola matanya. Terdengar tidak suka Minseok memanggilnya nona.
"Aku hanya bercanda." Minseok kemudian melangkah masuk kedalam kamar Luhan. Mata luhan mengarah pada para staff yang berada di belakang Minseok.
"Dibelakang ku ini adalah para pelayan pribadimu yang akan memenuhi kebutuhan dan keinginanmu di rumah ini selama 24 jam." Ucap Minseok sambil menunjuk pada 7 orang pelayan dibelakangnya.
"Aku membawa barang - barangmu dari flat seperti pakaian dan buku. Kalian bisa membereskannya sekarang." Minseok memerintahkan pelayan dibelakangnya untuk segera bekerja.
Para pelayan itu kemudian mulai membereskan barang barang Luhan.
"Bukankah kau saja sudah cukup?" Ucap Luhan yang sejak tadi diam saja. Terlihat raut tidak suka yang tercetak jelas di wajah cantiknya.
" Tergantung... Siapa tau kau menginginkan banyak hal secara bersamaan. Lagipula ini perintah dari tuan Sehun." Luhan hanya menghela napasnya.
"Dan kau sudah dapat bekerja di minimarket itu besok." Lanjutnya.
"Terima kasih, Minseok."
"Itu sudah menjadi tugasku." Minseok kemudian memperlihatkan foto Luhan dan Sehun pada saat makan malam pada Luhan di tablet nya.
"Kau tau... kalian sangat romantis." Luhan tersipu malu melihat foto itu.
"Apa kau mau aku mencetak foto ini?"
"Untuk apa?"
"Untuk kenang kenangan tentu saja. Sangat jarang melihat bos ku yang tersenyum dan tertawa selebar itu." Jelas Minseok.
"Memangnya Sehun seperti apa ketika ia bekerja?" Tanya Luhan. Ia cukup penasaran dengan Sehun ketika pria itu tidak bersama dengannya.
"Sangat Serius dan jarang berbicara. Tidak hanya ketika bekerja namun juga ketika ia sedang bersantai. Jangankan tertawa, Tersenyum saja hampir tidak pernah. Sedikit saja kesalahan yang tidak disengaja oleh bawahannya maka kau akan tamat. Tidak ada toleransi untuk kami."
"Benarkah?" Luhan tentu saja cukup terkejut mendengar Sehun yang sangat strict pada bawahannya. Padahal ketika bersama dengannya Sehun terbilang cukup santai.
"Yep. Kau tau semua staff yang bekerja di rumah ini sangat terkejut melihat Sehun yang tertawa lepas tadi."
Tak lama kemudian semua staff telah selesai membereskan barang Luhan yang tidak banyak. Mereka dan Minseok kemudian mengundurkan diri dari Luhan.
Namun seorang pelayan tetap berdiri di tempatnya.
"Nona Luhan. Nama saya adalah Yeri. Terima kasih telah menyelamatkan saya kemarin malam." Ucapnya sambil kembali membungkukkan badannya.
"Kau..gadis itu?!" Luhan baru menyadari orang yang ia selamatkan berdiri di depannya.
"Kau baik baik saja?"
"Saya baik baik saja nona. Terima kasih sudah menghawatirkan saya. Saya ingin meminta maaf karena saya, tangan nona Luhan-"
"Ini tidak apa apa, hanya tergores." Ucap Luhan menenangkan gadis didepannya.
"Setelah saya diselamatkan nona, Saya diselamatkan oleh nona Minseok. Kemudian saya memilih untuk mengabdikan hidup saya pada nona Luhan." Lanjut Yeri.
"Kau tidak perlu melakukan itu. Lebih baik kau kembali kepada keluargamu. Mereka mungkin sedang mencarimu saat ini."
"Sebenarnya... Keluarga saya menjual saya ke pelelangan manusia karena mereka membutuhkan uang. saya kemudian dibeli oleh pria itu dan menjadi..." Yeri tidak dapat melanjutkan perkataannya namun Luhan mengerti kelanjutan cerita itu.
"Maafkan aku..."
"Ah.. tidak apa apa nona itu bukan salah anda..."
"Nona Luhan, apakah ada yang bisa kubantu lagi saat ini?" Matanya berbinar, Terlihat berharap Luhan akan memberinya beberapa pekerjaan padanya.
"Terima kasih tapi kurasa tidak." Pandangan yeri meredup ketika Luhan menjawabnya.
"A-ah baiklah nona Luhan kalau begitu saya mohon undur di-."
"Tunggu." Luhan tidak tega melihat Yeri yang terlihat sedih, Ia berjalan ke arah meja yang berada di dekat kasurnya dan mengambil bunga mawar di meja itu.
"Aku baru ingat. Bisakah kau taruh ini didalam vas dan mengisinya dengan air agar tidak layu?" Yeri tentu saja sangat senang dan dengan segera mengambil bunga itu dari tangan Luhan.
"Tentu saja Nona Luhan. Saya akan segera kembali." Yeri kemudian keluar dari kamar itu.
Luhan hanya tersenyem melihat sikap Yeri. Ia kemudian mengambil ponsel di sakunya dan membuka situs pencarian di situ.
Ia baru ingat dirinya penasaran dengan arti dari mawar ungu yang diberikan oleh Sehun tadi pagi. Luhan yakin Sehun memberinya bunga bukan hanya karena bunga itu terlihat indah semata.
Mawar berwarna ungu atau lavender memiliki arti tentang cinta pada pandangan yang pertama. Warna ungu pada bunga mawar juga melambangkan kekuatan misterius yang membuat seseorang tertarik dan jatuh cinta yang sangat dalam pada pandangan pertama.
Pada zaman kuno, bunga mawar berwarna ungu juga melambangkan pemujaan dan kesetiaan pada kerajaan. Namun pada zaman modern, bunga ini melambangkan pemujaan dan kesetiaan pada orang yang disukainya.
Pipi Luhan memerah ketika membaca kalimat di ponselnya. Ia kembali membaca ulang kalimat itu dan mencarinya kembali di beberapa situs yang berbeda karena tidak yakin. Namun semua situs menjelaskan makna bunga itu dengan poin yang sama.
'Benarkah Sehun mencintaiku seperti itu?" Batin Luhan.
Luhan tidak terlalu bodoh untuk mengerti arti tatapan Sehun yang ia lihat dimata pria berwajah datar itu. Bahkan perlakuaan pria itu pada dirinya hingga ia dapat tidur di rumah mewah milik Sehun.
Tatapan Sehun yang menjelaskan bahwa Sehun mencintainya.
Namun ia tidak menyangka Sehun memiliki perasaan sedalam ini padanya.
"Nona Luhan?"
Luhan terkejut ketika ia melihat Yeri di depannya dengan vas yang berisi bunga mawar.
"Y-Yeri?!"
"Nona baik baik saja? Saya sudah mengetuk pintu sejak tadi namun tidak ada sahutan sehingga saya tanpa izin masuk ke kamar nona. Maafkan saya nona atas kelancangan saya."
"U-Uhhh tidak apa-apa Yeri. Berikan vas bunga itu padaku. Biar aku saja yang menaruhnya." Yeri pun memberikan vas bunga itu pada Luhan.
"Nona baik baik saja? Wajah anda memerah... Apakah nona sakit?" Yeri bertanya dengan raut cemas yang terlihat di wajahnya.
"Ohh a-aku tidak apa apa. H-hanya kelelahan..." Kening Yeri semakin mengerut mendengar penjelasan Luhan.
"Perlukah saya memanggil seseorang untuk mengecek kesehatan anda nona?"
"A-Aku baik baik saja... Aku akan memberitahukanmu besok jika terjadi apa apa."
"Baiklah nona. Kalau begitu saya mohon undur diri." Yeri pun pergi dari kamar itu setelah ia memberi hormat pada Luhan.
Luhan kemudian berbaring di kasurnya setelah ia menaruh vas bunga di meja pada samping kasurnya. Kepalanya menoleh kearah bunga mawar di sampingnya.
Tangannya terulur pada kelopak mawar itu dan mengelusnya perlahan. Tanpa sadar tersenyum melihat bunga mawar itu.
'Aku juga mencintai Sehun...'
Namun tak lama kemudian, senyuman yang berada di wajahnya menghilang. Berubah menjadi raut sendu.
'Tetapi... apakah aku pantas berada disampingnya?'
.
.
.
Sehun saat ini sedang duduk di ruang kerjanya. Dengan Jongdae dan Minseok yang berdiri di depannya.
"Pengiriman senjata yang anda kirim untuk Tuan Mishimoto sudah dikirimkan tanpa ada halangan Tuan. Lalu, Besok Tuan Kim akan datang untuk membicarakan kesepakatan tentang kerjasama dalam bidang kamera lebih lanjut. Kemudian dua hari lagi anda ada pertemuan dengan Tuan Gonzales di Meksiko untuk menandatangani surat kerja sama untuk proyek tablet terbaru."
Sehun hanya menganggukkan kepalanya ketika Jongdae sudah menyelesaikan kalimatnya. Kemudian matanya memandang kearah Minseok sebelum melihat ke berkas yang sedang ia baca.
"Saya sudah memberitahukan nona Luhan perihal pekerjaannya dan saya sudah memperkenalkannya pada pelayan yang anda minta untuk keperluan luhan dirumah ini." Minseok tetap menyebut Luhan dengan sebutan nona di depan Sehun.
Ia tidak ingin mati konyol jika Sehun mendengar dirinya memanggil nama Luhan tanpa formalitas di depannya.
"Nona Luhan tidak menyukainya." Ucap Minseok ketika bosnya memandang dirinya dengan tatapan penasaran yang terlihat di matanya.
"Sudah kuduga. Lalu?"
"Para FBI sudah meninggalkan Universitas Harvard perihal mayat yang kami buang ke sungai Charles. Awalnya mereka ingin mendekati nona Luhan untuk di interogasi namun mereka tidak dapat melakukannya karena saya dan yang lainnya berada di dekat nona Luhan setiap saat."
"Pria yang menyerang nona Luhan beberapa hari yang lalu sudah saya bereskan. Hanya seorang pria biasa yang suka berjudi." Lanjut Minseok.
"Hm..." Sehun kembali memandang berkas yang berada di mejanya dan menandatanganinya. "Ada lagi?" Tanya Sehun.
"Umm... Universitas Harvard mencabut beasiswa nona Luhan."
Pulpen yang bergerak cepat dikertas itu langsung berhenti. Sehun langsung menatap kearah Minseok. Bahkan Jongdae terlihat syok dengan ucapan kekasihnya.
"Beberapa hari yang lalu nona Luhan dijebak oleh beberapa jalang-maksudku teman kampusnya karena melakukan tindak kekerasan terhadap mereka."
"Sayangnya bukti yang saya kumpulkan tidak cukup kuat untuk menarik kembali pencabutan beasiswa tersebut. Mereka membuat video yang cukup meyakinkan pihak kampus."
"Siapa yang melakukannya?" Tanya Jongdae
"Kim Tiffany."
"Anak dari pemilik Kim Corp.?"
"Ya dan juga saudari kembar dari Jung Corp. dan Song Wendy. Anak dari Duta Besar Korea Selatan di Amerika."
"Tidak hanya kali ini saja mereka melakukan Bullying pada Nona Luhan. Hanya saja nona Luhan tidak pernah membalas perbuatan mereka." Tambah Minseok.
Sehun yang sejak tadi mendengarkan cerita Minseok hanya terdiam. Telunjuknya beberapa kali mengetuk meja yang berada didepannya. Terlihat sedang memikirkan sesuatu.
"Jongdae, Batalkan pertemuanku dengan tuan Kim besok dan bilang padanya untuk mengganti waktu pertemuan. dan Minseok, urus biaya pendidikan Luhan. Kalian boleh pergi."
"Baik Tuan." Kemudian mereka berdua keluar dari ruangan tersebut. Sehun kemudian memandang foto Luhan yang berada di ponselnya. Diambil oleh salah satu anak buahnya yang selalu menjaga Luhan.
Akhirnya mengetahui penyebab raut sedih yang terlihat di dalam foto foto itu beberapa hari terakhir.
Hunhan.
"Jadi Luhanie... Ceritakan kepadaku kenapa kau keluar dari pekerjaanmu di restoran itu?"
Saat ini Luhan, Minseok, Yixing dan Tao sedang berada di kafetaria kampus setelah kelas mereka berakhir. Kafetaria kampus itu terlihat cukup ramai karena waktu menunjukkan jam makan siang.
Ketika Luhan dan Minseok duduk di tempat Yixing dan Tao tempati. Yixing langsung bertanya pada Luhan tentang dirinya yang sudah tidak bekerja di restoran tempat Luhan dan Yixing bekerja.
"Um... Ceritanya cukup panjang."
"Tak apa. Hari ini aku hanya mempunyai satu kelas. Aku dapat mendengar ceritamu hingga nanti malam." Balas Tao.
Luhan pada akhirnya menceritakan semua kejadian yang ia alami 2 hari yang lalu. Yixing dan Tao tentunya terkejut namun ketika Luhan mengatakan bahwa sekarang ia bersama dengan Sehun dapat membuat mereka berdua tenang.
"Luhan aku senang Sehun ada disana untuk menjagamu waktu itu... Kau pasti sangat ketakutan." Ucap Yixing.
"Jadi kau tinggal dirumahnya saat ini? Apakah kalian tidur bersama?" Tanya Tao dengan seringaian jahil diwajahnya.
"Huh? T-tidak aku tidak tidur bersama dengan Sehun. Dia memberikanku kamar sendiri."
"Yahh..." Tao terlihat kecewa dengan jawaban yang diberikan Luhan. Minseok kemudian memukul kepala Tao pelan.
"Dasar mesum. Kau ini masih kecil. Siapa yang mengajarimu berpikiran seperti itu?" omel Minseok.
"Aku hanya bertanya apa mereka tidur bersama, bukan melakukan sek- Ow!" Tao kali ini kembali di pukul oleh Minseok.
"Hei, Luhan. Kau sudah mencari kostum untuk pesta yang akan diadakan besok?" Yixing mengalihkan perhatiannya kepada Luhan. Mengabaikan pertikaian antara Tao dan Minseok.
"Pesta? Pesta apa?"
"Duh... Tentu saja pesta Hallowen. Pesta apalagi yang akan terjadi pada bulan oktober ini." Setiap tahunnya, Universitas Harvard mengadakan berbagai macam perayaan seperti Hallowen, Prom Night dan sebagainya.
"Kau tahu... Aku sudah menemukan kostum Hallowen ku. Kostumku sangat keren... Bagaimana denganmu?" Luhan terlihat ragu sebelum menjawab.
"Umh... Kurasa aku tidak akan datang..."
"Lagi?! Tapi Luhan selama satu tahun kau disini kau tidak pernah ikut pesta... Kecuali pesta penerimaan mahasiswa baru."
"Kau tau aku sibuk-"
"Sekarang kau hanya mempunyai satu pekerjaan dan kau bilang itu sibuk?"
Luhan tidak ingin menghadiri pesta apapun karena ia merasa ia tidak pantas mengikuti suatu pesta. Lagipula membeli kostum dan gaun itu butuh uang lebih. Lebih baik uangnya ia pakai untuk kebutuhan yang lebih penting.
"Sorry, Yixing. Tapi aku tidak dapat menghadiri pesta itu... Mungkin lain kali." Yixing mempoutkan bibirnya mendengar ucapan Luhan.
"Kau selalu bilang begitu setiap ada pesta... Baiklah. Aku tidak akan memaksamu... Tapi aku ingin kau juga ikut bersenang senang seperti gadis lainnya." Luhan tersenyum mendengar ucapan Yixing.
"Terima kasih... Tapi aku sudah senang jika bersama dengan kalian-"
"Kau itu seharusnya belajar... Bukannya melihat konten dewasa!" Perkataan Luhan terputus karena Minseok dan Tao yang masih berdebat.
"Itu juga masuk dalam pembelajaran. Aku yakin kau juga pernah menontonnya dan mempraktekkannya dengan pacar-UMPH!" Minseok langsung memasukkan sandwich nya kedalam mulut Tao yang tidak dapat berhenti berbicara. Yixing dan Luhan hanya menggelengkan kepala mereka melihat kelakukan kedua temannya.
.
.
.
Keesokan harinya
Luhan saat ini sedang memakan sarapannya di ruang makan. Bisa dibilang ia sedang makan siang karena ia bangun pada pukul 11 siang. Hanya ada bunyi sendok dan garpu yang beradu dengan piring karena Luhan memakan makanannya sendirian disana dengan beberapa pelayan yang berdiri di dipinggir ruangan.
Tadi malam setelah ia pulang dari tempat kerjanya, Sehun tengah bersiap siap dengan pakaian formalnya. Ia bilang ia sedang ada pertemuan penting di Meksiko terkait dengan proyek tablet terbarunya hari ini.
Luhan menghela nafasnya pelan. Ia tidak terbiasa dengan suasana hening yang berada diruangan ini.
Selama ia tinggal disini, Sehun selalu menemaninya ketika ia sedang makan. Sehun memang tidak berbicara banyak namun keberadaannya membuat Luhan tenang diruangan besar ini.
Tangannya sudah dapat memegang sendok dengan benar. Ia sangat senang karena Sehun tidak perlu lagi menyuapinya karena akan sangat memalukan baginya dilihat oleh pelayan pelayan yang bertugas disana.
Bukan berarti ia tidak masalah jika Sehun menyuapinya hanya ketika ia sedang berduaan dengannya.
"Disini kau rupanya."
Luhan menoleh dan melihat Minseok yang sedang berjalan kearahnya. Pakaian yang dikenakannya hari ini terbilang cukup santai. Kaus berlengan panjang dan hotpants. Tidak seperti biasanya yang terlihat sangat rapih dan semi formal.
"Tumben sekali berpakaian seperti itu... Apa karena Sehun tidak ada disini kau berpakaian santai begini?"
"Oh tidak... Sehun tidak masalah jika aku memakai pakaian non formal. Tetapi Jongdae akan membunuhku jika aku berpakaian santai di depan Sehun."
"Jongdae?" Minseok menaikkan satu alisnya. Terlihat malas karena menjawab pertanyaan yang menurutnya sudah sangat jelas.
"Duh... Pacarku. Ia-"
"Pacarmu?! bekerja disini juga?!"
"Kau tidak tahu?! teman macam apa kau tidak mengenal pacar-"
"Kau tidak pernah memberitahuku."
"A-ah... benarkah? Kalau begitu aku akan menjelaskan tentang pacarku secara singkat. Namanya Kim Jongdae dan ia berumur 23 tahun. Ia yang berwajah kotak dan menjadi sekretaris Sehun. Kau pasti mengenalnya karena ia hampir selalu mengikuti Sehun selama 24 jam. Ia tampan dan... "
Luhan mendengar penjelasan Minseok sambil memakan sarapannya yang tersisa sedikit.
Dan ia tahu pria yang dimaksud oleh Minseok. Jongdae sering menemui Sehun pada saat mereka bersama dan tadi malam ketika Sehun ingin berangkat ke Meksiko.
"Kau sudah selesai sarapan?" Tanya Minseok mengalihkan topik pembicaraan.
"Ya. Aku baru saja selesai."
Minseok tiba tiba saja menarik tangan Luhan dan dengan langkah cepat berjalan ke kamar Luhan.
"M-Minseok?! Kenapa kau terburu buru sekali?"
"Kita akan bersiap siap ke pesta Hallowen." ucap Minseok ketika mereka berdua telah memasuki kamar Luhan.
Dengan para pelayan yang sudah berbaris rapih di dalam kamarnya.
"Apa?! aku tidak mau!"
"Ck. Kau ini selalu serius. santailah sedikit... bersenang senang dengan temanmu tidak membunuhmu." Minseok kemudian menjentikkan jarinya dan pelayan di belakang Luhan dengan sigap menarik Luhan kedalam kamar mandi.
"H-Hei! lepas-skan." Luhan mencoba melepaskan pegangan dari para pelayan yang mulai menariknya pelan menjauh dari Minseok.
"Maaf Luhan tapi aku tidak menerima penolakan darimu. Selamat bersenang senang." Ucap Minseok tersenyum seraya melambaikan tangannya kepada Luhan yang masuk kedalam kamar mandi.
.
.
.
Gila adalah kata yang tepat untuk mendeskripsikan situasi yang tadi siang dialami oleh Luhan.
Di dandani oleh para pelayan selama 6 jam.
Luhan sejak dulu tidak mengerti mengapa wanita selalu lama jika ia sedang berdandan. Menurutnya itu hanya membuang buang waktu belajarnya.
Luhan saat ini sedang berjalan menuju gedung kampusnya. Dengan memakai pakaian tradisional Cina bernama Hanfu yang berwarna biru muda dengan ornamen ornamen berwarna emas yang berada di pakaiannya. Rambutnya yang dikepang dan disanggul memperlihatkan leher jenjangnya. Serta dipasangkan perhiasan berbentuk bunga di kepangannya. Wajahnya yang di make up natural membuatnya terlihat semakin cantik.
"Kau ini akan semakin cantik jika wajahmu tidak cemberut, Luhan." Ucap Minseok yang berjalan disebelahnya sambil mengaplikasikan lipstik berwarna merah di bibirnya.
Gadis itu memakai dress seperti putri salju. Menurut Luhan dress itu sangat cocok dipakai oleh Minseok karena warna kulit putihnya dan rambut pendeknya yang menyerupai putri salju.
"Ini berlebihan." Ucap Luhan sambil menunjuk pakaiannya.
"Oh ayolah. Kau selalu mengatakan itu setiap saat. Lagipula ini hallowen. Hampir semua orang memakai kostum yang sangat berlebihan hanya untuk mendapatkan gelar kostum terbaik tahun ini."
Mereka berdua telah memasuki gedung kampusnya. Hanya ada lilin yang menerangi koridor kampusnya. Hiasan dinding kampus ini terlihat menyeramkan dengan kain putih yang menyerupai hantu. Aroma labu mendominasi koridor karena banyak buah labu yang sudah dibuat dengan berbagai macam ekspresi wajah dan diisi dengan lilin agar terlihat semakin menyeramkan.
"Sepertinya aku salah kostum. Bukankah Hallowen harus memakai kostum yang menyeramkan?" Ucap Luhan kepada Minseok.
"Tidak. Nanti lihat saja ketika sudah berada di aula. Akan ada banyak gadis yang memakai dress."
Tak lama kemudian mereka berdua telah sampai di depan pintu aula kampus. Minseok memutar kenop pintu namun pintunya terkunci. Pintu di depan mereka tidak bisa dibuka.
"Ck. Kenapa pintu ini dikunci?" Minseok kembali mencoba membuka pintu didepannya.
"Kau yakin pestanya diadakan disini?" Luhan terdengar tidak yakin pestanya diadakan di ruangan itu.
"Ya. Semua poster dan undangan di sosial media kampus menuliskan aula kampus sebagai tempat diadakannya pesta Hallowen."
Mereka berdua terlalu fokus dengan pintu didepannya. Tidak menyadari dua orang yang berjalan dengan pelan di belakang mereka.
"Hmm... Apa harus kudobrak pintu ini?"
"Jangan! Kau tidak boleh merusak properti kampus!"
"Tapi pintu ini tidak akan terbuka-"
"Boo!" Tiba tiba saja seseorang dengan memakai topeng hantu muncul di samping Luhan.
"-Kyaaaaa!"
"Woah, woah... Calm girls! Ini aku. Jackson." Pria itu melepaskan topengnya dan memperlihatkan wajahnya ketika Minseok ingin melemparkan buah labu yang berada disampingnya kearah Jackson.
"Hahaha... Trick or treat! Hei girls. Namaku Amber. Eum... putri salju... sebaiknya kau turunkan labu itu dari tanganmu." Minseok menurutinya. Luhan yang berada disampingnya hanya dapat menaruh telapak tangannya pada dadanya untuk menetralkan keterkejutannya.
"Aku dan Jackson disini mengabsen para mahasiswa yang ingin mengikuti pesta hallowen kali ini. Jadi sebutkan nama dan fakultas yang kalian ambil." Lanjut Amber.
"Putri salju itu adalah Minseok. dia satu fakultas denganku. dan gadis di sampingnya ini adalah... Luhan?!" Jackson tidak dapat mengedipkan matanya ketika melihat Luhan yang terlihat tersenyum malu padanya.
"Hai, Jackson." Jackson termasuk mahasiswa yang sangat aktif. Tidak heran jika ia dapat mengenali hampir semua mahasiswa yang berada di kampus ini termasuk Minseok yang notabene adalah mahasiswa pindahan.
"Astaga, Luhan! Kau akhirnya mengikuti pesta! Oh gosh! Kau terlihat sangat cantik malam ini! Aku tidak percaya kau datang!"
"Terima kasih."
"Oke, Jack. Sebaiknya kau buka pintu itu segera. Mark memberitahuku bahwa ada lagi yang datang." Ucap Amber yang sedang memegang interkom ditangannya.
"Oh baiklah. Senang bertemu dengan kalian, girls. Selamat bersenang senang!" Ucap Jackson seraya membuka pintu aula dan mendorong mereka berdua masuk ke dalam.
"Oh, Luhan. Jika ada vote untuk kostummu. Ingat kalau itu adalah aku yang mem voting mu untuk kostum terbaik malam ini. Bye!" Jackson kemudian langsung menutup pintu aula itu.
Bunyi alunan musik dance terdengar dengan keras di kuping Luhan. Makanan dan minuman tersaji di setiap meja. Banyak mahasiswa dan mahasiswi lainnya yang tidak terganggu mengobrol dan tertawa ditengah alunan musik yang keras sambil makan dan minum.
Aula kampus yang besar dan dekorasi yang unik menjadikan pesta ini terlihat semakin meriah. Di tengah lantai dansa ia melihat Yixing -yang memakai kostum penyihir- dan teman temannya sedang berdansa. Banyak orang yang menonton di pinggir bertepuk tangan melihatnya.
Luhan melihat sekitar dan ia melihat banyak gadis gadis memakai dress maupin kostum seperti dalam cerita Disney Princess. Walau tidak jarang ia melihat mahasiswa lainnya yang memakai kostum yang lumayan menyeramkan.
"...sesuatu Luhan?"
"Apa?!" Luhan sedikit berteriak dan mencondongkan badannya kepada Minseok karena suaranya tidak terdengar jelas, teredam oleh alunan musik.
"Kubilang apa kau ingin memakan sesuatu Luhan?! Kau belum makan sejak siang tadi." Minseok berbicara dengan suara yang lebih kencang.
"Tidak perlu. Aku tidak lapar." Balas Luhan sambil menggelengkan kepalanya.
"Kau yakin?"
"Ya."
"Baiklah, kau tunggu disini ya? Aku ingin mengambil sesuatu. Perutku sudah minta diisi makanan." Minseok kemudian berjalan ke meja terdekat untuk mengambil makanan.
Luhan kemudian berjalan menuju sudut ruangan dan melihat banyak bangku kosong yang tidak diduduki. Ia pun mendudukkan dirinya di sana.
Banyak teman teman Luhan yang mendatanginya dan meminta foto bersama dengannya yang tentunya dibalas oleh anggukan dan senyuman. Semuanya memuji kecantikannya dan dibalas Luhan dengan ucapan terima kasih dan senyum malu. Mereka tidak menyangka Luhan akan menghadiri pesta dan terlihat sangat luar biasa cantik malam ini.
Bahkan Tao dan Yixing kegirangan melihat Luhan yang datang menghadiri pesta.
"Astaga aku tidak percaya kau datang! Kau tahu, Aku menceritakan semuanya pada Minseok dan ia bilang padaku bahwa ia akan membawamu ke pesta Hallowen kali ini." Yixing memeluk Luhan dengan erat karena terlalu senang melihat Luhan.
"Memaksaku, lebih tepatnya." Tao tertawa mendengar nada sarkastik dalam ucapan Luhan. Tao memakai kostum putri Jasmine yang berwarna ungu.
"Ya... Minseok bilang ia akan menyeretmu jika kau tetap tidak setuju." Tambah Tao.
"Dia bahkan tidak bertanya dulu padaku." Gerutu Luhan yang dibalas oleh tawa dari dua sahabatnya.
"Ngomong - ngomong dimana Minseok? Aku sejak tadi belum melihatnya." Tanya Yixing.
"Dia sedang mencari makanan." Jawab Luhan dengan kening mengkerut. Sudah hampit 30 menit Minseok pergi untuk mencari makanan. Namun hingga saat ini gadis mungil itu juga belum kembali.
"Lebih tepatnya mencicipi semua makanan yang tersaji disini." Ujar Tao. Luhan terkekeh mendengar itu.
"Aku tidak percaya gadis semungil itu mempunyai nafsu makan yang besar. Berat badanku saja langsung naik jika aku menambah satu porsi makanan. Ini tidak adil." Lanjutnya.
"Haah... Dia sangat beruntung. Akupun harus diet ketat agar latihan dance ku tidak terganggu. Bagaimana denganmu Luhan? Aku yakin kau pasti melakukan diet agar mempunya tubuh langsing seperti ini." Tanya Yixing.
"Umm... Aku tidak pernah melakukan diet." Luhan hanya tersenyum gugup ketika mereka berdua membelalakkan matanya.
"What?!" Yixing dan Tao kemudian saling berpandangan satu sama lain.
'Tidak adil!' Batin mereka.
"Okay, Ladies and gents. Bisakah aku meminta waktu kalian sebentar?" Suara salah satu pembawa acara mengalihkan banyak orang yang sedang fokus pada acaranya masing masing. Termasuk Luhan dan keduan temannya.
"Terima kasih. Hallo semua! Namaku Jane. Aku adalah pembawa acara kalian untuk pesta Hallowen kali ini. Mulai detik ini hingga 15 menit ke depan kalian dapat melakukan voting untuk kostum terbaik untuk pria dan wanita tahun ini. Kalian dapat memasukkan vote kalian ke dalam kotak yang berada di setiap meja di ruangan ini." Ucap gadis berambut pirang itu sambil menunjuk ke beberapa kotak di depannya.
"Ingat! Satu orang satu vote. Jika kami menghitung jumlah vote lebih dari jumlah mahasiswa yang hadir malam ini. Maka pemberian gelar kostum terbaik tahun ini akan saya batalkan. 30 menit lagi kami akan mengumumkan pemenangnya. Terima kasih atas perhatiannya."
Orang orang kemudian kembali mengobrol. Banyak orang yang langsung memasukkan vote mereka. Namun tidak sedikit orang masih memikirkan kostum terbaik untuk diberi vote.
Luhan dan Yixing serta Tao langsung memberikan vote mereka dan memasukkan kertas yang bertuliskan nama pilihannnya kedalam kotak di meja terdekat.
Tak lama setelah mereka bertiga kembali duduk. Minseok datang dengan kedua piring yang berada di tangannya. Walaupun terlihat biasa saja, Minseok terlihat cukup gelisah. Matanya selalu melirik ke segala arah.
"Darimana saja kau?" Tanya Tao.
"Aku baru saja selesai mencicipi dessert di ujung sana. Oh ya Luhan ini makanan untukmu. Kau harus mencobanya ini sangat enak." Luhan mengambil salah satu piring yang dipegang oleh Minseok sambil mengucapkan terima kasih. Kemudaian memakan makanan yang berada di piring itu.
"Dan piring itu untuk Luhan juga?" Tanya Yixing sambil menunjuk piring yang masih berada ditangan Minseok.
"Bukan. Ini untukku." Yixing dan Tao hanya tercengang melihat Minseok yang masih memasukkan makanan kedalam mulutnya.
Sambil memakan makanannya, Luhan melihat Minseok yang kembali mengedarkan pandangannya pada sekelilingnya.
"Min-"
"Wah wah... lihat siapa yang datang kesini malam ini..." Tiffany beserta teman temannya datang ke arah Luhan. Tiffany memakai dress seperti Cinderella dengan gaun berwarna biru dan bahkan sepatunya yang terbuat dari kaca.
Nafsu makan Minseok tiba tiba saja hilang melihat wajah gadis itu.
"Jika kau kesini untuk mengganggu Luhan lagi aku tidak akan segan untu-"
"Ah tidak... justru aku berada disini untuk menyemangati Luhan." Perkataan Minseok terputus oleh Tiffany.
"Aku ingin memberitahukan Luhan bahwa aku dan juga teman temanku disini memberikan vote ku pada Luhan untuk gelar kostum terbaik tahun ini." Perkataan Tiffany jelas membuat Minseok, Tao dan Yixing heran. Bahkan Luhan mengerutkan keningnya karena heran dengan sikap Tiffany kali ini padanya.
"Kau tahu... Aku berfikir ia datang pada pesta kali ini karena dia tahu dia tidak akan bisa menghadiri pesta yang di adakan di universitas ini kedepannya. Bukankah benar begitu, Luhan?" Luhan menunduk dan tidak sadar menggenggam erat pada pinggiran piring yang sedang ia pegang.
"Apa maksudmu?" Tanya Yixing
"Ah... kalian tidak tahu?" Tiffany berpura pura terkejut. "Bukankah kalian berteman dekat? Kenapa kau belum mengetahui berita bahwa Luhan-"
"Tiffany, Jika kau mengeluarkan satu kata lagi dari mulutmu, aku akan meminta sepupuku, Sehun untuk membatalkan proyek kerjasamamu dengan perusahaan ayahmu." Ucap Minseok sambil memberikan tekanan pada kata 'sepupuku'. Tiffany langsung terdiam ketika mendengar ucapan Minseok. Sedangkan Luhan langsung mengalihkan pandangannya pada Minseok ketika mendengar nama Sehun dari mulut gadis itu. Begitupula dengan Yixing dan Tao yang terlihat terkejut mendengar Minseok bebicara seperti itu dengan Tiffany.
"Y-yah... Kurasa kalian harus menanyakan langsung kepada Luhan. Anyway, Aku harus pergi sekarang. Selamat bersenang senang. Terutama untukmu Luhan."
Tiffany dan teman temannya dengan cepat langsung pergi dari tempat Luhan duduk.
"Luhan, Apa maksud perkataan jalang itu?"
"Apa ada sesuatu yang kau tutupi saat ini?"
Luhan menghela napasnya sebelum ia menceritakan kejadian yang menimpa dirinya beberapa hari yang lalu dimana ia kehilangan beasiswanya. Perkataan Luhan tentunya membuat Yixing dan Tao terkejut setengah mati mendengarnya.
"Jalang itu benar benar..." Gerutu Tao.
"Luhan... Aku menyesal mendengarnya. Seharusnya aku, Tao atau Minseok berada disana bersamamu." Ucap Yixing sambil menggenggam tangan Luhan.
"Itu bukan salahmu."
"Tapi bukankah kau dapat memberikan bukti pada rektor itu jika kau tidak bersalah?"
"Aku sudah mencobanya, namun rektor itu tidak percaya dengan bukti yang kukumpulkan." Jawab Minseok.
"Bisakah... kita mengganti topik pembicaraan kita saat ini?" Pinta Luhan pada ketiga temannya. Minseok, Yixing dan Tao memakluminya dan mulai mencari topik pembicaraan yang lebih ringan.
"Minseok, apa maksud perkataanmu tadi dengan Tiffany? Apakah benar kau dan Sehun adalah sepupu?!" Tanya Tao ketika ia mengingat perkataan Minseok pada Tiffany.
"Ya... itu benar."
"What?!"
"No way!"
"Ya ampun dunia ini sangat sempit."
Luhan hanya menaikkan satu alisnya pada Minseok yang dibalas dengan kedipan mata dari gadis berambut pendek itu.
"Baiklah semuanya. Para juri sudah menghitung vote nya dan kami sudah mendapatkan hasil berdasarkan hasil voting kalian." Semua mata terfokus pada MC yang berdiri di atas panggung dengan dua buah amplop berwarna biru dan pink yang berada di tangannya.
"Tanpa basa basi kita langsung saja panggil untuk kostum terbaik tahun ini! Seperti biasa, Ladies first." sang Mc kemudian membuka amplop berwarna pink.
"Dan kostum terbaik wanita tahun ini jatuh kepada..."
Semua orang mulai fokus pada mc di depan mereka. Beberapa berbisik dengan teman sebelahnya tentang siapa yang akan memenangkan gelar ini.
"Xi Luhan!"
"Huh?" Luhan terkejut namanya disebut.
Semua orang memberikannya tepuk tangan yang meriah dan bersorak gembira. Bahkan beberapa pria ada yang bersiul dengan kencang.
"Kyaa! Luhan kau menang!" Minseok memeluk Luhan dengan erat.
"Selamat Luhan!" Ucap Tao
"Kau memang pantas mendapatkannya." Yixing bertepuk tangan dengan kencang ketika mendengar nama Luhan disebut oleh sang MC.
"Baiklah Luhan silahkan naik keatas panggung." Luhanpun kemudian naik keatas panggung dan menerima sebuah mahkota di kepalanya.
"Sekarang, mari kita panggil kostum terbaik pria untuk tahun ini. dan gelar kostum terbaik tahun ini jatuh kepada..."
"Kim Jongin! Selamat! silahkan naik keatas panggung untuk mendapatkan mahkotamu." Pekikan wanita terdengar dengan sangat jelas ketika pria yang bernama Kim Jongin naik ke atas panggung dan berdiri di sebelah Luhan. Jongin memberikan senyum ramah pada Luhan yang dibalas sama oleh gadis itu.
Pria berkulit gelap itu mengenakan pakaian ala kerajaan. Wajahnya yang tampan juga membuat dirinya terlihat begitu mencolok. Bahkan banyak wanita yang mengambil foto Jongin dengan ponsel mereka masing masing.
Setelah mereka difoto bersama diatas panggung. Mereka berdua kemudian turun dari panggung. Luhan kemudian berjalan kearah ketiga temannya sedangkan Jongin berjalan kearah teman temannya.
"Yixing, siapa Jongin? Kenapa ia bersama dengan temanmu?" Luhan memiringkan kepalanya. Ia mengenal teman teman Yixing walau hanya sebatas nama namun ia tidak pernah melihat Jongin.
"Oh, dia mahasiswa baru di jurusanku hampir sebulan yang lalu." Luhan hanya menganggukkan kepalanya mendengar penjelasan Yixing.
Tak terasa mereka berempat mengobrol cukup lama hingga Luhan mengundurkan dirinya untuk pergi ke kamar mandi. Minseok pun mengikuti Luhan karena kebetulan ingin pergi ke kamar mandi juga.
Sepanjang perjalanan Luhan melihat Minseok yang terlihat sedang melihat ke sekitar koridor dan berjalan sangat dekat dengan Luhan. Sejak ia kembali dari acara mencicipi makanan, Minseok terlihat gelisah walau hanya sebentar.
Ketika ia masuk kedalam kamar mandi, Minseok dengan cepat langsung mengecek semua bilik toilet disana.
"Eum... Minseok.. apa kau baik baik saja?" Minseok diam saja hingga ia yakin tidak ada orang didalam kamar mandi ini.
"Ya. Aku baik baik saja." Jawabnya ketika ia sudah selesai mengecek seluruh isi kamar mandi. Kemudian Minseok memegang kedua pundak Luhan.
"Luhan, dengarkan aku baik baik. Berjanjilah padaku. Apapun yang terjadi, jangan pernah keluar dari kamar mandi ini kecuali jika aku menjemputmu."
"H-huh? Apa maksudmu?" Luhan hanya dapat mengedipkan matanya beberapa kali ketika mendengar minseok berbicara.
"Berjanjilah. Aku akan memberitahumu jika masalah ini sudah selesai."
"Ma-masalah?" Luhan sedikit takut ketika melihat Minseok yang terlihat selalu ceria tiba tiba saja terlihat sangat serius. Ditambah dengan kata masalah yang keluar dari mulutnya membuat Luhan menjadi gelisah.
Minseok hanya terdiam. Tidak berniat memberikan Luhan informasi apapun padanya.
"Baiklah." Minseok kemudian melepaskan pegangannya dan tersenyum, menenangkan Luhan. "Ingat. Jangan pergi kemanapun sebelum aku menjemputmu, oke?" Kemudian Minseok keluar dari kamar mandi setelah melihat Luhan menganggukkan kepalanya.
'Apakah yang terjadi?' Pikiran Luhan berkecamuk ketika Minseok berbicara seserius itu padanya.
Apapun itu, ia berharap masalah itu cepat selesai dan tidak ada pihak yang dirugikan.
Tak lama setelah ia menggunakan toilet. Ia keluar dari bilik dan mencuci tangannya.
Namun ketika ia sudah selesai dan membalikkan badannya, Luhan membelalakkan matanya dan jantungnya terasa akan berhenti berdetak.
.
.
Ketika ia melihat seorang pria menodongkan pistol tepat di keningnya.
.
.
.
.
.
TBC
Author's Note:
Halooo! Maaf saya baru update dikarenakan minggu kemarin saya baru saja menyelesaikan pentas drama saya. omg akhirnya selesai juga acara gue.
tinggal UAS saya saja T_T
SAYA TIDAK AKAN UPDATE SAMPAI AWAL BULAN DEPAN KARENA UAS JADI MOHON MAKLUM YA GAIS
UAS saya paper semua... ada yang 2 halaman ada yang 5 halaman dan ada yang 10 halaman T_T saya ingin menangos karena ketikannya bahasa inggris semua TAT dan saya sudah disuruh buat latar belakang untuk skripsi saya T_T novelnya aja blm tau mau yang mana yang mau di pake buat skripsi udah disuruh buat latar belakang aje TT
DIBAWAH INI ADALAH SPOILER (engga juga sih)
Anyway mulai chapter depan ketegangannya semakin keras/? (mikir apa hayooo)
jadi siap siap ya gais... semakin ke depan romance dan actionnya semakin bertambah.
dan chapter depan hanya baru permukaannya saja wkwkwkwkw.
anyway kalau sampai bulan maret saya gak update silahkan kontak saya di IG thexothingy soalnya gue kalo dm dibalesnya 6 bulan kemudian wakakakakakak. Di hape gak ada DM masuk soalnya heheee
sampisin aja di salah satu kolom komentar foto. tak apa pasti gue baca kok.
oke itu saja.
terima kasih buat yang baca. Maaf kalo banyak Typo
Jangan lupa kritik dan saran yang membangun dan juga like dan follow story gue kalau memang suka dengan TMD oke?
Terima kasih and see ya in the next chapter