Felson Spitfire

Presents

A Naruto Fanfiction

"Painkiller"

Disclaimer:

Naruto © Masashi Kishimoto

Pairing:

Kakashi Hatake X Sakura Haruno

Warnings:

Not a good story, so don't like don't read. Typos (maybe).

Summary:

Hatake Kakashi, dengan perlahan tapi pasti telah menciptakan sebuah tempat untuk mengukir namanya di dalam hati Sakura, namun akankah gadis itu menyadarinya? Akankah hubungan sensei dan murid mereka berubah?

Enjoy reading, hope you like it.

Chapter 1: White Day?

13 Februari

Haruno Sakura berusaha secepat mungkin menyelesaikan laporan kesehatan pasien-pasiennya di rumah sakit bukan tanpa alasan. Mata emerald gadis itu kembali melirik jam dinding di ruangannya untuk yang kesekian kalinya. Sakura mempercepat gerakan tangannya yang menyalin deretan angka dan huruf acak-acakan khas seorang dokter ke dalam bentuk laporan yang lebih sistematis seiring dengan gerakan jarum-jarum jam dinding yan gsemakin menunjukkan bahwa hari telah mendekati senja.

Gadis itu memasukkan laporan terakhirnya dalam sebuah map cokelat kemudian menyusunnya bersama laporan-laporan lain yang dikerjakannya hari ini dengan rapi dalam sebuah folder. Sekali lagi ia melirik jam dinding sebelum menggeser kursinya ke belakang dan beranjak dari sana. Dengan langkah yang sedikit tergesa-gesa, ia berjalan keluar dari rumah sakit Konoha.

Beberapa tahun setelah Perang Dunia Shinobike empat berakhir, Sakura memang lebih banyak menghabiskan hari-harinya untuk bekerja di rumah sakit. Kemenangan yang dibawa sahabatnya saat itu telah membuat dunia shinobi jauh lebih damai daripada yang pernah dirasakannya dulu. Dan itu berarti misi-misi kelas A dan S pun semakin berkurang, dan Rokudaime Hokage sangat jarang sekali mengusik shift-nya di rumah sakit hanya untuk sebuah misi kelas B ke bawah.

Namun tentu saja, selain membawa kedamaian, perang juga pasti menyebabkan duka dan kehilangan yang mendalam. Gadis itu juga ikut merasakan kepedihan yang tak tertahankan saat mengetahui Uchiha Sasuke, pria yang entah sudah berapa tahun menempati posisi tak tergantikan di dalam hatinya, harus gugur di medan perang. Meskipun berat rasanya untuk menerima kenyataan, tapi Sakura bersyukur karena Sasuke gugur bukan sebagai musuh ataupun ninja pelarian, melainkan sebagai seorang pahlawan yang membantu Naruto untuk menyelamatkan dunia kala itu, dan sebagai sensei mereka, Hatake Kakashi yang saat ini telah menjabat sebagai Rokudaime Hokage telah membersihkan nama Sasuke, dan memberikan pria itu tempat peristirahatan terakhir yang layak di Konoha bersama dengan pahlawan-pahlawan perang lainnya.

Sakura menghentikan langkahnya tepat di depan sebuah toko penjual bahan kue dan coklat. Sebuah desahan yang menunjukkan kelegaan meluncur keluar dari bibirnya sebelum kaki gadis itu melangkah masuk. "Sakura-chan, selamat datang." sapa si pemilik toko. Wanita tua itu memberikan senyuman lembut ke arah Sakura.

"Ah, hai, obaa-san. Aku pikir tadi toko ini sudah tutup."

"Kami selalu tutup lebih lama setiap tanggal tiga belas Februari, Sakura-chan. Memberi kesempatan untuk orang-orang yang sibuk sepertimu."

Sakura melemparkan senyuman mendengar ucapan si pemilik toko. Kalau tahu begini, mungkin dia bisa sedikit bersantai tadi. "Arigatou na, obaa-san." Ia membungkukkan badannya dengan sopan. "Kalau begitu aku akan mulai berbelanja." Sakura meraih sebuah keranjang dari tumpukkan yang terletak di dekat pintu masuk dan mulai mencari bahan-bahan yang dibutuhkannya dari rak-rak yang sebagian besar sudah dia hafal letaknya.

Setiap tanggal tiga belas Februari, berbelanja bahan dan membuat coklat sudah seperti ritual tahunan untuknya. Sejak beberapa tahun terakhir, sudah menjadi kebiasaan bagi Sakurauntuk memberikan coklat pada rekan-rekannya di Tim Kakashi di saat hari valentine tiba. Walaupun dia tak memiliki tambatan hati, tapi entah kenapa gadis itu selalu ingin melakukannya seperti gadis lain. Karena itulah, dia memutuskan untuk memberikan coklat buatannya pada orang-orang terdekat yang ia miliki. Lagipula, hari kasih sayang bukan hanya untuk sepasang kekasih kan? Sahabat dan orang-orang terdekat juga harus masuk hitungan.

Setelah membayar semua belanjaannya, Sakura segera bergegas menuju rumahnya. "Tadaima." Serunya dengan suara penuh semangat begitu langkah kakinya telah memasuki rumah.

"Kau akan membuat coklat lagi, Sakura?" Haruno Mebuki tak lagi kaget saat melihat anak semata wayangnya pulang dengan membawa kantung belanjaan di tanggal ini. Walaupun belum bisa dikatakan sepenuhnya feminin, tapi putrinya itu sudah jauh berubah dibandingkan dengan dulu. Sakura sudah tidak lagi membiarkan kamarnya berantakan, ia selalu menata rapi sepatunya setiap kali memasuki rumah, dan gadis itu juga mulai menyukai berada di dapur walaupun tak sesering yang dilakukan ibunya.

"Tentu saja, Kaa-san. Besok kan valentine." Ia meletakkan kantung belanjanya di meja dapur dan mengeluarkan isinya satu persatu. "Kaa-san mau membantu?" Sakura mencuci tangannya sebelum mulai mencampurkan bahan-bahan yang dibutuhkannya ke dalam wadah yang sudah ia persiapkan.

"Kaa-san hanya akan membantumu jika salah satu coklat itu nantinya akan kau berikan pada kekasihmu." Kalimat yang diucapkan Mebuki serasa menohok hati Sakura. Memang benar semenjak Sasuke pergi, gadis yang bulan Maret nanti akan genap berusia dua puluh tahun itu seolah tak pernah tertarik untuk memikirkan tentang cinta lagi, tapi bukan berarti Sakura tidak berniat untuk mencari pendamping hidup. Ia hanya belum siap untuk merasakan sakit yang sama. Karena itu kali ini ia tak ingin terburu-buru. Ia tak ingin cinta bertepuk sebelah tangan yang pada akhirnya akan berujung dengan kepahitan lagi. "Sakura, apa diantara keempat pria yang kau buatkan coklat itu tak ada yang menarik hatimu?" Mebuki kembali mengeluarkan suara karena tak mendapat respon dari anak gadisnya.

Sakura mendengus pelan sebelum menghentikan kegiatannya. "Kaa-san, Naruto sudah aku anggap seperti saudara sendiri, lagipula dia sudah dengan Hinata sekarang. Sai adalah kekasih Ino. Yamato-taichou, aku tidak pernah berpikir untuk mengencaninya―dia di urutan terakhir anggota Tim Kakashi yang dekat denganku. Dan Kakashi-sensei.." Sakura menggantungkan kalimatnya karena tak menemukan alasan untuk menyingkirkan Kakashi dari daftar pria yang bisa dikencaninya. Hatake Kakashi, Sakura yakin pria itu memiliki paras yang tak kalah tampan dari Sasuke walaupun wajahnya selalu tertutup masker. Dia juga ninja yang hebat, keren, dan seorang Hokage. Kecuali usia mereka yang terpaut jauh, rasanya tak ada alasan untuk menyingkirkan Kakashi dari daftar.

"Dan Kakashi-sensei?" Mebuki mengulang kalimat putrinya, membuat gadis itu tersadar dari lamunannya.

Tanpa disadarinya, rona merah telah menghiasi pipi Sakura. Mebuki mengulum senyum melihat reaksi putrinya hanya karena ia menyebut nama mantan sensei-nya. "Dia Hokage, Kaa-san. Mana mungkin aku mengencaninya."

"Ah, jadi begitu." Ujar Mebuki dengan nada menggelikan yang kentara sekali dalam suaranya. "Padahal menurut kaa-san statusnya sebagai Hokage justru menjadi poin plus." Lanjutnya dalam gumaman pelan yang tak digubris Sakura. Pembicaraan mereka tak berlanjut karena di menit-menit berikutnya Sakura sebisa mungkin menghindari tatapan menyelidik dari ibunya. Sadar tatapannya tak membuat Sakura membuka mulut, Mebuki memutuskan untuk ikut berkecimpung di meja dapur, memasak makan malam sebelum suaminya pulang.

Tak ada yang spesial dalam makan malam keluarga Haruno kecuali saat Mebuki kembali mengungkit-ungkit masalah percintaan putrinya yang kemudian membuat sang suami, Haruno Kizashi menjadi sangat antusias. Lagi-lagi nama mantan sensei Sakura disebut-sebut di sini. Gadis itu berusaha mati-matian menyangkal kalau dia tidak mungkin mengencani orang nomor satu di Konoha itu, tapi dua lawan satu, tentu saja orang tuanya yang menjadi pemenang. "Kalau bukan Hokage-sama lalu siapa, Sakura? Kau bahkan tidak terlalu dekat dengan lelaki manapun kecuali teman-teman satu timmu dulu."

Kalimat terakhir dari Kizashi sukses membuat anak gadisnya kehilangan nafsu makan. "Aku sudah kenyang." Sakura membawa piringnya yang masih setengah penuh ke dapur, membuang makanannya yang belum tersentuh ke tempat sampah dan mulai mencuci piringnya sendiri. Mata gadis musim semi itu melirik coklat buatannya yang telah siap. Diraihnya coklat-coklat itu, dan dalam diam dia memutuskan untuk pergi ke kamarnya.

Mengesampingkan pikiran-pikiran tak masuk akal yang sejak tadi diutarakan oleh kedua orang tuanya, Sakura mulai menyiapkan kertas-kertas pembungkus untuk coklat buatannya. Tiga dengan motif serupa dan satu yang berbeda, dan itu adalah untuk sensei-nya. Tidak ada hal yang khusus mengenai kertas pembungkus itu. Sakura hanya menggunakannya sebagai pembeda karena berbeda dengan tiga orang lainnya yang menyukai coklat dengan rasa manis yang meleleh di mulut, Kakashi lebih menyukai couverture chocolate yang memiliki sensasi rasa pahit di dalamnya. Bagaimana Sakura mengetahui hal ini? Tentu saja karena gadis itu bertanya pada mereka sebelumnya. Ia tak ingin coklat buatannya teronggok sia-sia. Walaupun harganya agak lebih mahal daripada yang lain, tapi Sakura tak keberatan, mengingat pria berambut perak itu telah melakukan banyak hal untuknya.

)))))oOo(((((

14 Februari

Cahaya matahari pagi yang menerobos masuk melalui jendela yang tak tertutup gorden membangunkan Sakura dari alam mimpinya. Jam enam lewat tiga puluh menit. Gadis itu meregangkan tubuhnya sejenak sebelum beranjak bangun dari kasurnya yang terasa sangat nyaman. Hari ini dia memang memiliki shift sedikit siang, tapi ada hal yang harus dikerjakannya sebelum kembali melakukan aktifitasnya di rumah sakit.

Setelah membersihkan diri dan bersiap-siap, Sakura memasukkan coklat-coklat buatannya ke dalam satu kantung kertas berukuran sedang kemudian membawanya keluar langsung menuju pintu depan. "Tou-san, Kaa-san aku berangkat dulu."

"Kau tidak sarapan dulu?"

"Aku sarapan di rumah sakit saja." Mebuki mendengus mendengar jawaban putrinya. Agaknya gadis itu masih enggan menghabiskan waktu di meja makan bersama ia dan suaminya karena kejadian semalam. Sementara itu, tanpa menghiraukan dengusan ibunya, Haruno Sakura menghirup udara pagi yang masih terasa segar sebelum melangkahkan kaki menyusuri jalanan Konoha. Tujuan pertamanya adalah toko bunga Yamanaka.

"Pig." Sapa Sakura begitu kakinya menginjak bagian dalam toko bunga milik keluarga sahabatnya. "Berikan aku buket bunga lili putih. "Ia mendudukkan dirinya pada kursi yang terletak tepat di depan meja konter yang biasa ditempati Ino saat gadis pirang itu menjaga toko.

"Kau akan menemuinya lagi, jidat?" Ino berjalan ke tempat dimana ia meletakkan bunga lili putihnya, mengambil beberapa tangkai dan mulai menatanya membentuk sebuah buket cantik. Tangan cekatan gadis itu menunjukkan bahwa ia dapat dikatakan sebagai seorang expert dalam hal ikebana―seni merangkai bunga khas Jepang.

"Tentu saja, pig. Bagaimanapun juga dia kan bagian dari kita." Mengetahui pesanannya telah siap, Sakura mengeluarkan beberapa lembar ryo untuk membayar bunganya dan meletakannya di meja konterbersama sebuah bungkusan. "Aku titip untuk Sai."

"Baiklah, akan berikan padanya nanti, untung aku bukan tipe pencemburu." Ino yang notabene merupakan kekasih Sai membuat wajah pura-pura merajuk yang sama sekali tidak mempan bagi Sakura. Alih-alih merasa bersalah, gadis itu justru mencubit kuat-kuat pipi sahabatnya, membuat Ino memekik kesakitan. "Akh, dengan tenaga monstermu itu kau bisa membuatku kehilangan pipi, kau tau?"

Sakura melepaskan tangannya dari pipi Ino dan terkikik geli melihat bibir gadis itu semakin mengerucut ditambah dengan pipinya yang memerah bekas cubitan. Dalam hati Sakura bersyukur Ino tidak seterpuruk dirinya yang mencintai Uchiha Sasuke sampai mati. Setidaknya dengan menyerah di tengah jalan, Ino tidak akan merasa sehampa dirinya saat berita kematian Sasuke sampai di telinganya. Dia juga bersyukur untuk Sai yang telah berhasil memenangkan hati sahabatnya. Pria pucat itu butuh banyak sekali bimbingan untuk membaca karakter seseorang, dan Ino adalah ahlinya dalam hal ini. Hal itulah yang membuat Sakura merasa nyaman untuk menyampaikan keluh kesahnya pada Ino. "Gomen na, Nyonya Shimura. Kalau begitu aku pergi dulu. Banyak yang harus kuantarkan." Sakura mengangkat tangan kirinya yang memegang kantung kertas dan tangan kanannya yang memegang buket lili secara bersamaan.

"Ck, dasar kau ini seperti kurir saja."

Tanpa menyahuti gurauan sahabat pirangnya, Sakura meninggalkan toko bunga Yamanaka dan menuju ke kompleks pemakaman Konoha. Langkah kakinya terhenti pada sebuah makam dengan nama Uchiha Sasuke terukir pada nisannya. Gadis itu meletakkan bunga yang dibawanya di bawah nama Sasuke. Sakura duduk berlutut, mengusap batu nisan itu dalam diam. Membawakan bunga lili putih pada Sasuke di setiap hari valentine juga merupakan salah satu ritual tahunan yang selalu dilakukan Sakura.

Ino memberitahunya bahwa bunga lili putih melambangkan ketulusan, pengabdian dan juga persahabatan. Itulah alasan mengapa ia selalu memilih bunga ini untuk Sasuke. Walaupun pria itu tak lagi berada di dunia yang sama dengannya, namun Sakura ingin tetap mengabadikan ketulusannya mencintai pemuda itu, mengenang pengabdian yang ia berikan demi menyelamatkan dunia, dan mengabadikan persahabatan mereka yang tak akan pernah berubah menjadi cinta. "Selamat hari kasih sayang, Sasuke-kun. Maaf aku jarang mengunjungimu, kau tahu shift-ku di rumah sakit cukup menguras waktu." Sakura mengusap air mata yang telah meleleh di pipinya. Gadis itu menghabiskan beberapa menit di sana, menceritakan tentang kesehariannya dan anggota Tim Kakashi yang lain di depan nisan Sasuke seolah pria itu duduk di hadapannya dan mendengarkan dirinya. Tanpa ia sadari, seseorang mengawasinya dari jauh dengan sebuah tatapan sendu.

)))))oOo(((((

Gedung Hokage adalah pemberhentian Sakura selanjutnya. Ia berjalan gontai menyusuri koridor menuju ruangan utama yang terletak di lantai tertinggi gedung itu. Senyuman sesekali terkembang di wajah cantiknya kala menanggapi sapaan siapa saja yang berpapasan dengannya. Senyuman gadis berambut merah muda itu kian melebar saat netranya mendapati wajah yang sudah sangat dikenalnya. "Shikamaru," sapanya berjalan mendekat. Pria yang saat ini telah menjadi kakak ipar Gaara itu baru saja keluar dari ruangan yang dituju Sakura. "Apa Kakashi-sensei ada di dalam?"

"Dia baru saja tiba, mau menemuinya?"

Sakura mengangguk sebagai jawaban sehingga Shikamaru menghindar dari pintu kemudian berpamitan pada Sakura sambil membawa beberapa gulungan di tangannya. Ia tidak bilang pada Sakura hendak pergi kemana, yang jelas pria itu kelihatan sangat sibuk. Sejak memutuskan untuk menjadi asisten seorang Hokage, tampaknya Shikamaru sudah tidak lagi berteman dengan sifat pemalasnya. Sakura mengangkat bahu menyadari perubahan yang nyata pada salah satu teman satu angkatannya itu. Tangannya kemudian memutar kenop pintu dan mendapati Kakashi menunduk menatap sebuah gulungan yang tergelar di meja kerjanya.

"Ohayou, sensei." Ruangan Hokage tidak banyak berubah meskipun kejadian beberapa tahun terakhir membuat Konoha harus membangun ulang hampir seluruh bangunan yang ada di desa. ruangan itu masih sama simpelnya seperti dulu, tak banyak perabotan kecuali meja kerja Hokagedan tumpukan dokumen yang memenuhi sudut-sudut ruangan, namun sekarang terdapat tambahan satu set sofa dan sebuah meja untuk memanfaatkan ruang kosong yang cukup lebar di sana.

Kakashi mendongak mendapati mantan muridnya berdiri di ambang pintu. Gadis itu berjalan menyebrangi ruangan setelah menutup pintu yang ada di belakangnya dan berdiri di depan meja Kakashi. "Aku selalu sulit mempercayai kau bisa bertahan dengan dokumen-dokumen ini tanpa ingin menyentuh novelmu."

"Percayalah bahwa aku mati-matian menahan diri untuk tidak menyentuhnya selama bekerja, Sakura." Pria dengan masker menutupi sebagian wajah itu menghela napas kemudian menyandarkan punggungnya ke kursi.

Sakura tersenyum melihat tingkah sensei-nya. "Lagipula aku yakin kau sudah membacanya ribuan kali, sensei." Ia meletakkan kantung kertasnya di atas meja Kakashi dan merogohkan tangannya ke dalam, mengambil sebuah bungkusan yang berbeda dari dua bungkusan lain. "Ini, hadiah karna sensei sudah bekerja keras." Ujarnya mengulurkan bungkusan itu pada Kakashi.

Sang Rokudaime Hokage menatap bungkusan di tangan Sakura dengan wajah mengantuk yang menjadi ciri khasnya sebelum menerimanya. "Apa sekarang tanggal empat belas?"

Sakura menganggukkan kepalanya. "Dan ini," gadis itu mendorong kantung kertasnya ke depan Kakasi, "untuk Naruto dan Yamato-taichou. Hari ini mereka pulang dari misi kan? Jadi tolong nanti sensei berikan pada mereka."

Kakashi meletakkan bungkusan miliknya di samping foto Tim Tujuh yang ada di mejanya kemudian meraih kantung kertas yang berisi coklat untuk Naruto dan Yamato. Ia tersenyum sangat tipis hingga tak kentara dari balik maskernya saat mengetahui miliknya dibungkus dengan kertas berbeda. Jelas sekali mantam muridnya itu masih mengingat seleranya. "Sepertinya kau memiliki banyak waktu senggang, eh Sakura? Ku kira kau iryoo-nin tersibuk di Konoha." Ia terkekeh mendengar leluconnya sendiri.

Gadis itu melemparkan tatapan yang-benar-saja pada sensei-nya. "Aku menyempatkan diri untuk membuat semua ini. Karena itu kalian harus memperlakukanku dengan baik."

Memang benar, sebagai satu-satunya perempuan dalam timnya, Sakura adalah sosok yang selalu memperhatikan anggota yang lainnya. Walaupun gadis itu cenderung kurang feminin, tapi dia adalah gadis yang penuh perhatian dan kasih sayang, dan Kakashi sendiri mengakui kebenaran hal tersebut. Ditambah lagi, sebagai medic-nin, Sakura adalah orang pertama yang akan terjun langsung untuk merawat mereka setiap kali ada yang terluka. "Baiklah, baiklah. Arigatou na, Sakura." Kakashi tersenyum hingga matanya menyipit. Senyuman tulus yang selalu disukai Sakura dari sensei-nya itu.

"Kalau begitu aku pergi dulu. Shift-ku di rumah sakit sebentar lagi dimulai. Jaa, Kakashi-sensei."

Kakashi kembali melirik bungkusan coklat dari Sakura setelah gadis itu meninggalkan ruangannya. Itu tentu saja bukan satu-satunya coklat yang diterima Kakashi di hari valentine. Statusnya yang masih lajang sementara ia menempati posisi tinggi di Konoha membuat tak sedikit gadis yang menaruh hati padanya. Alhasil, setiap hari kasih sayang tiba, Shikamaru akan membawa banyak sekali bingkisan coklat untuknya, namun Kakashi tak pernah menyentuhnya, kecuali milik Sakura. Ia lebih memilih memberikan coklat-coklat itu pada bawahannya dengan alasan anak mereka mungkin akan lebih senang menerimanya dibandingkan dengan dirinya. Alasan itu tidak sepenuhnya bohong, karena walaupun dia tidak membenci makanan manis seperti halnya Sasuke, namun Kakashi juga bukan pecinta coklat. Memakan satu bungkus sudah cukup baginya, dan untuk itu ia memilih coklat buatan Sakura. Wanita yang paling dekat dengan dirinya.

)))))oOo(((((

13 Maret

Naruto baru saja menyelesaikan misi solonya saat ini dan dia tengah berada di ruangan Kakashi untuk melaporkan hasilnya. Seperti biasa, pria berambut pirang itu lebih suka menggunakan kata-kata daripada menulis rincian hasil misinya dalam sebuah gulungan. Setelah menjelaskan semuanya secara terperinci pada Kakashi, Naruto segera undur diri dengan dalih ia harus membeli sesuatu untuk Hinata dan Sakura karena besok adalah white day.

White day ya? Kakashi tentu tahu apa artinya, hanya saja selama ini pria itu tak pernah memikirkan hal-hal seperti itu. Namun pertanyaan Naruto tadi mampu membuatnya kepikiran juga. Sensei mau membelikan apa untuk Sakura-chan? Kata-kata itu kembali terngiang di benaknya. Walaupun selalu menerima banyak coklat di setiap valentine, tapi Kakashi tidak pernah berpikiran untuk memberikan hadiah balasan pada wanita-wanita yang memberinya coklat. Tidak juga dengan Sakura. Tapi jika dipikir-pikir, Sakura berbeda dengan wanita lainnya. Sakura adalah satu-satunya murid wanitanya. Sakura adalah wanita yang paling dekat dengannya. Bisa dibilang, Sakura sedikit―atau mungkin sangat―spesial jika dibandingkan wanita lain yang memberinya coklat. Mungkin tidak ada salahnya memberikan sesuatu untuk gadis itu. Lagipula Sakura sudah sering berjasa dan menyembuhkan dirinya memutuskan untuk melanjutkan kembali pekerjaannya. Hadiah untuk Sakura itu perkara mudah, bisa dipikirkannya nanti.

Nyatanya pendapat Hatake Kakashi sangat salah. Memilih hadiah sama sekali bukan perkara mudah. Ia tidak tahu apa yang cocok untuk Sakura. Bahkan seumur hidup dia tidak pernah memberikan hadiah pada orang lain. Hokage yang pelit, eh? Kakashi terus memikirkannya hingga jam kerjanya selesai, namun ia belum menemukan jawabannya. Pria bermasker itu bahkan masih memikirkannya saat dia berjalan pulang hingga tanpa sadar ia tak menanggapi beberapa orang yang menyapa dirinya hingga saat ia melewati sebuah toko dan matanya tertuju pada benda cantik yang dipajang di etalase. Tanpa berpikir lebih panjang lagi, Hatake Kakashi telah memutuskan hadiah apa yang akan dia berikan pada mantan muridnya.

Setelah beres dengan hadiahnya, Kakashi melangkah keluar dari toko itu dengan mata menyipit menandakan bahwa ia sedang tersenyum di balik maskernya. Hokage yang amat dihormati warga desa itu menolak untuk menjawab pertanyaan pemilik toko mengenai untuk siapa benda itu akan diberikan. Dengan langkah ringan Kakashi kembali menyusuri jalanan Konoha. Ada satu tempat lagi yang harus ditujunya sebelum pulang ke rumah.

)))))oOo(((((

14 Maret

Matahari senja membuat pemandangan di luar jendela ruang kerja Sakura seperti diguyur cat oranye yang sangat tipis. Gadis itu melirik jam yang tergantung di salah satu dinding ruangannya dan tersenyum tipis pada dirinya sendiri. Tidak banyak pasien hari ini, dan itu berarti pekerjaannya selesai lebih cepat. Sakura merapikan laporan-laporan kesehatan yang baru saja diselesaikannya dan meletakkannya di folder yang diperuntukkan bulan itu. Ia beranjak berdiri dan meregangkan tubuhnya sebentar sebelum berjalan meninggalkan ruangannya.

Suara langkah kaki Sakura diselingi oleh sapaan-sapaan yang terlontar untuknya. Sebagai murid Godaime Hokage, nama Sakura cukup tersohor di rumah sakit ini. Bukan hanya karena dia mendompleng pada kehebatan gurunya, namun kemampuan gadis itu juga sudah diakui banyak orang. Meskipun begitu, Sakura tidak pernah menyombongkan diri dengan kemampuannya. Ia selalu ramah pada siapa saja yang menyapanya, dan tak jarang gadis itu juga menyapa lebih dulu, apalagi jika suasana hatinya sedang baik seperti sekarang ini. Baginya, di kehidupan yang sekarang, tak ada yang lebih membahagiakan selain pulang kerja lebih awal.

Langkah Sakura terhenti beberapa meter di depan pintu rumah sakit saat mata emerald-nya menangkap sosok yang sangat familiar baginya. "Kakashi-sensei."

"Yo!" Jujur saja, sapaan khas pria bermasker itu kadang membuat Sakura sedikit jengkel.

"Apa yang sensei lakukan di sini?"

"Bisa ikut aku sebentar?"

"Tentu, tapi kita mau kemana?"

"Ada yang ingin kubicarakan denganmu." Kakashi berjalan meninggalkan pelataran rumah sakit, membuat Sakura mau tak mau melangkah mengikutinya. Menjadi Hokage rupanya membuat pria berambut perak itu lebih menyebalkan dari biasanya. Sebagai seorang murid Sakura tentu saja menghormatinya. Gadis itu bahkan sangat bangga saat Kakashi ditunjuk sebagai salah satu kapten yang memimpin pasukan aliansi shinobi saat Perang Dunia Ninja ke empat berlangsung. Tapi tetap saja, pada dasarnya Kakashi itu sedikit menyebalkan bagi Sakura. Ia bahkan tidak menjawab satupun pertanyaan yang diajukannya.

Tidak banyak yang mereka bicarakan selama perjalanan kecuali seputar masalah pekerjaan dan kesibukan anggota Tim Kakashi yang lain hingga mereka tiba di sebuah kursi taman dekat gerbang utama Konoha. Tempat dimana Sasuke pertama kali meninggalkannya dulu. Sakura tidak pernah bisa melupakan malam yang sangat menyakitkan itu. Tanpa bisa ia kontrol, pikirannya selalu melayang ke sana setiap kali ia menatap bangku itu.

"Duduklah." Suara berat Kakashi mengembalikan kesadarannya. Entah sejak kapan pria itu sudah duduk di sana dan menepuk tempat kosong di sebelahnya, mengisyaratkan agar Sakura duduk di sana. Gadis itu menurutinya tanpa berkata-kata. "Kau masih terganggu dengan hal itu?" Sakura mengangguk. Gadis itu mendongak menatap Kakashi saat tangan berat pria itu menimpa kepalanya. "Kadang memiliki ingatan kuat itu juga bermasalah, eh?" Kakashi tersenyum menyipitkan mata.

"Jadi apa yang ingin sensei bicarakan denganku?" Lagi-lagi Kakashi tak menjawab, namun tangan pria itu merogoh ke dalam saku yang terletak di bagian dalam jubah kebesarannya, mengeluarkan sebuah kotak kecil dan menyerahkannya pada Sakura. Gadis itu melemparkan pandangan bertanya. "Apa ini?"

"White day?"

Hanya dua kata dari Kakashi namun sukses membuat Sakura tertawa mendengarnya. Butuh beberapa menit baginya sebelum bisa kembali menguasai diri. "Seorang Hokage jauh-jauh mengajakku datang kemari hanya untuk hal seperti ini?" Lagi-lagi Sakura tertawa. "Sensei kau membuatku terharu."

"Selesaikan dulu tertawamu." Kakashi menyandarkan punggungnya ke kursi.

"Gomen, gomen." Gadis itu menarik napas menenangkan diri. "Baiklah boleh aku buka?"

"Tentu saja, itu milikmu sekarang."

Ini adalah hadiah pertama yang didapatnya dari Kakashi walaupun ia tak pernah absen dalam membuatkannya coklat. Ia bahkan tak pernah mengharapkan balasan, karena coklat itu murni sebagai bentuk terima kasihnya atas semua kebaikan Kakashi selama ini. Perlahan tangannya mulai mengendurkan pita yang membungkus kotak itu dan matanya sukses terbelalak saat mendapati apa yang berada di dalamnya. "Cincin?"

Kakashi menghindari tatapan bertanya yang dilemparkan Sakura padanya. "Tadinya aku mau memberimu kalung, tapi aku ingat kau sudah punya satu dengan liontin berbentuk bunga sakura."

Iryoo-nin berbakat itu menunduk menatap kotak pemberian Kakashi. Cincin putih itu bertengger dengan indah di sana. Sangat indah. "Tapi, sensei, ini terlalu mahal jika hanya untuk membalas coklat buatanku."

"Kau membuat coklat untukku setiap tahun tapi aku tidak pernah memberimu apa-apa. Anggap saja itu total hutangku padamu."

Sakura memutar bola matanya. Alasan macam apa itu. "Sensei, sebuah cincin bisa memiliki arti yang kompleks jika diberikan oleh seorang pria pada seorang wanita. Kau setiap hari membaca novel mesum tapi kurasa kau benar-benar kurang memiliki pengalaman dengan wanita." Gadis itu kembali tertawa kemudian menutup kotak cincin pemberian Kakashi. "Ini," ia meletakkan kotak itu pada tangan Kakashi dan memaksa pria itu menggenggamnya. "Kau perlu mencari pendamping agar lebih memahami hubungan antara pria dan wanita. Dan kalau sudah ketemu, berikan cincin itu padanya."

"Aku baru saja melakukannya, tapi gadis itu sudah menolakku." Kakashi berkata dengan nada menyedihkan yang dibuat-buat.

"Maksud sensei?" Sakura mengernyitkan alisnya. Jujur saja ia semakin tak mengerti kemana arah pembicaraan ini.

Kakashi kembali menyerahkan kotak cincin itu pada gadis di sebelahnya. "Sepertinya aku memang terlalu tua. Tapi bagaimanapun ini sudah menjadi milikmu. Kau bisa menjualnya kalau kau tidak suka."

"Sensei, kau tidak menjawab pertanyaanku. Dan kenapa aku harus menjualnya?" Tanya Sakura mulai gusar. Gadis itu memijit-mijit pelipisnya karena bingung dengan cara bicara Kakashi yang berputar-putar.

"Karena kau menolakku."

Menolak? Maksudnya menolak hadiahnya? Sakura tidak langsung menjawab. Ia memutar kembali kata-kata yang sore ini diucapkan Kakashi di dalam kepalanya dan menghubungkannya dengan cincin yang sekarang berada di tangannya. Tidak mungkin. "Sensei, jangan bilang kau.." gadis itu sedikit ragu untuk mengucapkan kata terakhirnya, namun ia merasa tak punya pilihan jika ingin tau tujuan sebenarnya dari pria di sampingnya. "Melamarku?"

-To be continued-

Alohaaaa, saya balik lagi dengan fic aneh lainnya kkk~

Buat penggemar sasusaku maaf ya, Sasuke saya bunuh di sini. Saya juka Sasusaku Lovers kok, seriously. Tapi entah kenapa karena mereka sudah official, dan saya merasa posisi Sakura sudah aman sama Sasuke, saya jadi pingin masangin dia sama chara lain kkk~

Dan sebenernya saya juga kepikiran bikin projek Sasusaku tapi masih jauh dari kata selesei, makanya buat sementara Sakura dipinjem sama yang lain dulu ya

Gomeeeeen~

Tadinya fic ini mau dibikin oneshoot tapi jadinya kepanjangan, nyampe 7400an kata, dan rasanya mungkin readers bakal bosen bacanya soalnya cerita ini gak bagus-bagus amat, jadi akhirnya saya bikin twoshoot atau mungkin bisa jadi multichapter juga, kita lihat respon readers di chapter 2 nanti kkk~

So, mind to give me some reviews?

Omake

14 Maret

Kakashi berjalan menyusuri kompleks pemakaman Konoha dengan dua tangkai bunga lili putih di tangannya. Ada dua orang yang harus dia kunjungi hari ini. Ia berhenti di depan sebuah makan bertuliskan Hatake Sakumo pada nisannya. Pria itu berlutut, meletakkan setangkai lili putih di sana. "Tou-san." Gumamnya pelan. "Aku menemukan seseorang yang bisa mengisi kekosongan hatiku selama ini. Dia gadis yang cantik, kuat, pemberani, dan tidak pernah meninggalkan teman-temannya. Dia.." ia memberi jeda sejenak. "Sepertimu. Kurasa kau akan menyukainya." Kakashi tersenyum seorang diri kemudian bangkit bediri. Ia membungkuk singkat sebagai tanda penghormatan. Ia kembali melangkah, menyusuri deretan lain dan mencari nama salah satu mantan muridnya.

Uchiha Sasuke. Kakashi membungkuk untuk meletakkan lili putih terakhirnya di sana. Ia memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana sebelum mulai berbicara. "Aku tahu kau tidak pernah benar-benar tidak peduli pada perasaan Sakura kan, Sasuke? Ijinkan aku menjaganya." Semilir angin menggoyangkan helai-helai rambut keperakan Kakashi. Pria itu terdiam cukup lama seolah menunggu jawaban atas pernyataannya. Setelah merasa diyakinkan entah oleh apa, ia segera melesat pergi dari sana.