Kaget ya dapet notif ini FF ada lanjutannya?

Hehe

Jadi ini sebenernya FF sudah setahun yang lalu.

Sebenernya juga chapter kemarin itu juga sudah end, sudah habis jalan ceritanya. Tapi Author lupa kalo masih nyantumin TBC (ingetnya pas baca review-an masuk, hehe)

Jadi ini biar nggak jadi PHP, akhirnya chapter epilog ini ada untuk menyempurnakan kisah ChanBaek. Kalau ada yang lupa jalan ceritanya bisa baca beberapa chapter sebelumnya. Anggap saja nostalgia gitu ya, hehe.

Semoga aja masih ada ini yang baca kelanjutannya hehe.

KALAU LUPA JALAN CERITANYA BACA CHAPTER SEBELUMNYA YA~

Jangan lupa review ya semuanya.

SELAMAT MEMBACA~

.

.

Baekhyun nyaris mengerang kesal saat ia meninggalkan kunci ruangannya di dalam studio. Padahal ini jam makan siang yang sangat singkat dan ia harus kembali dari ruangannya di lantai tujuh ke studio ke lantai sebelas. Sungguh, meskipun ia tidak harus berjalan kaki melalui tangga, tetap saja antre di depan lift sangat membosankan.

Bahkan ia belum sempat makan siang hari ini.

Liftnya berhenti di lantai dua belas dan ia satu-satunya orang yang berada di dalam lift karena semua orang tidak terlalu bodoh untuk menghabiskan waktu makan siang singkat mereka dengan tetap bekerja di studio. Sungguh, kalau bisa juga ia ingin kembali ke lantai satu dan makan siang dengan semua orang.

Sadar pintu studionya tidak tertutup, ia mempercepat langkah. Dalam hati mencoba mengingat siapa orang yang terakhir yang keluar dari sana dan tidak bertanggung jawab membuka pintu studio sembarang. Bukan apa-apa, hanya saja, peraturannya adalah studio tidak boleh ditinggal dalam keadaan terbuka.

Tidak akan ada orang yang cukup bertanggungjawab jika data-data pengambilan dari studio bocor ke dunia luar. Oh, itu mimpi buruk yang bisa mengubah siapapun, apapun kedudukannya di perusahaan ini, untuk bertemu dengan pihak perusahaan di meja hijau.

Mengerikan.

Dan sepertinya akan ada orang yang harus ia marahi siang ini.

"Park Chan, apa yang kau lakukan disini?" Baekhyun nyaris berteriak saat baru saja melangkah masuk ke dalam ruangan kedap suara senyap itu.

Chanyeol tersenyum lebar, duduk tenang di atas meja yang harusnya menjadi set pengambilan foto siang ini. Sementara Baekhyun hanya memutar bola mata sebal, mendorong pintu hingga tertutup rapat dengan sebelah kaki. Dengan instingnya yang tajam, ia melirik sekitar, dan perlahan mendesah lega karena tidak ada orang di dalam studio itu kecuali dirinya dan Chanyeol.

Bagaimanapun, akan lebih baik jika tidak ada orang yang melihat Chanyeol datang.

Disini, di ruangan ini, di perusahaannya, tempatnya bekerja, Chanyeol hanya mimpi buruk.

Jujur saja, setelah kegilaan yang Chanyeol lakukan saat melamarnya melalui wawancara majalah tempo hari, ia masih saja merasa canggung saat orang lain melihatnya bersama pria itu. Aneh memang, tapi dasarnya memang Chanyeol itu idiot, bagaimana bisa pria itu seolah-olah malah menyerukan ke seluruh dunia tentang hubungan ini.

Bukannya ia tak senang menjadi milik Chanyeol, hanya saja, rasanya seluruh dunia tak perlu tau tentang hal ini.

Dan tidak sedikit orang-orang yang mencercanya dengan ribuan pertanyaan penuh keingintahuan.

Itu menganggu, jujur saja.

Dengan cengiran lebar, Chanyeol melebarkan kedua tangan. "Aku merindukanmu," bisiknya dengan raut wajah bahagia berseri-seri, seolah pria itu baru saja menang undian berhadian ratusan juta dollar.

Baekhyun hanya memutar bola mata sebal, berjalan menyebrangi ruangan dengan beberapa langkah panjang hingga tubuhnya berada di depan Chanyeol. Ia mendengus ringan, menepis tangan Chanyeol yang hendak menyentuh pinggangnya. Kening pria itu berkerut dalam sedangkan bibirnya mengerucut sebal.

Tampak seperti anak kecil yang merajuk.

Bedanya, Chanyeol sama sekali tidak seperti anak kecil.

Dan melihat raut wajah Chanyeol yang seperti itu hanya semakin membuatnya malas.

"Dengar ya, sampai kapan kau akan mengacaukan pekerjaanku dengan datang kesini? Kau nyaris datang kesini setiap hari, jangan-jangan kau dipecat ya dari pekerjaanmu?" gerutunya sebal, ia sedikit menarik tubuh untuk duduk di meja, tepat di samping Chanyeol. "Aku mulai bosan melihatmu disini,"

Pria itu terkekeh ringan mendengar celotehannya yang panjang.

"Memang itu yang kuinginkan sebenarnya," balas Chanyeol.

"Kau sudah gila, ya?" ia nyaris berteriak. Bisa-bisanya idiot ini mengatakan hal itu sekarang. Bercanda atau tidak, itu tidak masuk akal.

"Tepat sekali," Chanyeol menjentikkan jari, mengedipkan sebelah mata padanya dan tersenyum manis. "Kalau aku dipecat, aku akan melamar pekerjaan disini dan dengan begitu bisa melihatmu setiap waktu,"

Baekhyun mengerang malas, hendak menepuk kepala Chanyeol dengan dompet yang dibawanya agar pria itu sadar, tapi ia urung melakukannya. Kalau Chanyeol gegar otak karena hal itu, pasti kejadiannya akan semakin rumit dari sekarang.

Siapa tau, kalau gegar otak, Chanyeol bisa menjadi lebih idiot lagi.

Double mimpi buruk.

"Apa tidak cukup melihatku di rumah, hah?" ia nyaris mengerang, tidak bisa menyembunyikan suaranya sendiri yang seolah menahan geraman kesal.

Kepala Chanyeol menggeleng kuat-kuat. "Ti-dak bi-sa," katanya dengan penekanan kuat. "Aku terlalu merindukanmu di siang hari,"

"Otakmu memang sudah rusak sepertinya, Park Chanyeol," balasnya, terlalu malas meladeni ucapan Chanyeol yang sebenarnya tidak penting itu.

"Kau kenapa jahat sekali sih padaku?"

Baekhyun mendesah ringan. "Kau itu menyebalkan. Jika ada kandidat orang paling menyebalkan sedunia, kau ada di nomor dua,"

"Oh ya?" Chanyeol sumringah. "Siapa yang pertama?"

"Kris," ucap Baekhyun dan keduanya tertawa. "Sungguhan, kau memang menyebalkan tapi Kris lebih menyebalkan lagi," tambahnya disela-sela tawa.

"Aku kesini juga karena Kris, kau tau,"

"Project kalian belum selesai?"

Chanyeol menggeleng ringan, menanggapi pertanyaannya.

"Sampai kapan kau akan berkeliaran di kantorku, hmm?"

Chanyeol mengendikkan bahu acuh. "Entahlah, rasanya cukup masuk akal kalau aku sering berada disini. Hampir setiap hari aku rapat dengan dewan redaksi,"

"Ada ratusan majalah ternama di dunia ini, kenapa kau memilih majalah tempatku bekerja untuk memasarkan barang?" protesnya.

Chanyeol hanya mengangkat bahu acuh, tersenyum manis padanya dengan sebelah mata mengedip. "Entahlah,"

Baekhyun mengerang lagi, membiarkan tangan itu menelusuri punggungnya. Chanyeol menarik tubuh untuk berdiri dan menangkup tubuhnya dalam gendongan. Ia hanya mengerang malas, berusaha menghindari tatapan mata penuh permohonan itu. Jujur saja, ini bukan kali pertama Chanyeol melakukannya.

Memang benar, mereka sering melakukan kegiatan dosa di ruangan kantor. Entah ruang kantornya atau ruang kerja Chanyeol.

Tapi studio bukan tempat yang tepat untuk menghabiskan siang panas.

Terlebih lagi, staff-nya bisa kembali kapan saja.

Dan ketahuan melakukan kegiatan itu di kantor sama saja dengan melepaskan pekerjaannya begitu saja. Ia masih punya pikiran waras untuk tidak serta merta dipecat dengan tidak hormat karena mengkuti kemauan Chanyeol yang gila.

"Chanyeol, stop," ia mengingatkan saat Chanyeol hendak mendekatkan wajah padanya. "Jangan gila, setelah ini aku ada jadwal,"

Chanyeol terkekeh ringan, mendekatkan wajah dan mengecup bibirnya sekilas. Bibir Chanyeol membentuk cengiran lebar, kemudian perlahan menurunkan tubuhnya dari gendongan hingga keduanya berdiri berhadapan.

Baekhyun memandangi pria itu dengan kepala miring, bingung.

"Kau ini selalu berpikir yang tidak-tidak," balas Chanyeol. "Aku kan cuma membantumu turun dari meja," ia nyengir, dan Baekhyun memukul lengan pria itu kuat-kuat dengan dengusan menahan kesal yang tak bisa ia sembunyikan lagi.

"Gila," bisiknya, perlahan merasakan pipinya merona karena ulah menyebalkan pria itu.

Tawa Chanyeol mengalun merdu, jemari pria itu dengan lembut mengusap pipinya. "Kapan kau bisa dapat cuti, hmm?"

"Kenapa kau selalu menanyakan hal itu?"

"Aku ingin honeymoon, Baekhyun. Sudah empat bulan sejak pernikahan dan kita belum honeymoon juga. Semua ini karena jadwal cutimu tidak keluar," rengeknya kesal, untuk kesekian ribu kali Chanyeol mengatakan hal itu.

Telinganya nyaris kebas mendengar hal itu.

Desahan berat keluar dari bibirnya, ia menarik jemari Chanyeol dan mengecupinya dengan lembut. Tangannya terulur untuk mengusap rambut pria itu dengan sayang. Kemudian terkekeh geli saat melihat bibir Chanyeol yang mengerucut lucu.

Untuk ukuran pria dewasa normal, Chanyeol sama sekali tidak lucu.

"Dengar ya sayang, kau hampir meniduriku setiap malam dan kau masih meminta honeymoon? Apa selama ini tidak cukup juga?"

"Bukan begitu," Chanyeol mendengus malas. "Aku hanya ingin liburan, Baekhyun. Menghabiskan waktu denganmu. Hanya ada kau dan aku,"

Baekhyun menggeleng ringan, mengernyit mendengar ucapan pria itu.

"Di rumah juga hanya ada kau dan aku, apa bedanya?"

"Kenapa sih kau tidak pernah mendengarkanku?"

Baekhyun hanya mengangkat bahu acuh, melepaskan jemarinya dari pria itu dan melangkah mundur. Ia melirik jam tangannya sekilas dan beruntung jam makan siang sudah nyaris habis. Itu artinya pekerjaannya akan dimulai sebentar lagi. Dan tidak ada alasan lagi untuk Chanyeol tetap berada disini.

"Jam makan siang sudah hampir selesai. Dan aku punya banyak pekerjaan untuk diselesaikan," bisiknya, berpura-pura sedih dan itu hanya membuat Chanyeol memutar bola mata sebal.

"Kau menghindariku lagi, kan?"

Ia menjentikkan jari dengan semangat. "Itu kau tau," serunya dengan cengiran lebar. "Kembali ke kantormu sana, jangan ganggu aku,"

Dan Chanyeol hanya membalasnya dengan dengusan kasar.

.

.

"Jam berapa ini? Kenapa pulang larut sekali?" gerutu Chanyeol saat Baekhyun baru saja membuka pintu rumah. "Biasanya jam pulangmu tidak semalam ini,"

Ia mendengus malas, meregangkan otot tubuhnya yang kaku dan berjalan menghampiri Chanyeol yang duduk bermalas-malasan di depan televisi yang masih menyala menayangkan siaran tunda pertandingan baseball minggu lalu. Ia menghempaskan tubuhnya dengan kasar, kemudian memejamkan mata, sama sekali tak menghiraukan apa yang suaminya itu tanyakan sejak tadi.

Pekerjaan di kantor cukup membuat tenaganya terkuras dan sekarang, ia tidak cukup bodoh untuk meladeni semua omongan Chanyeol yang tidak masuk akal.

"Kau mendengarku tidak sih?" protes Chanyeol lagi sadar Baekhyun sama sekali tidak menghiraukan.

Baekhyun mendesah ringan, melirik pria itu sekilas, kemudian kembali memejamkan mata. "Aku lelah, tak bisakah kau diam sebentar saja?"

"Aku kan hanya bertanya. Kau juga kan yang bilang sempat sakit beberapa minggu yang lalu karena kelelahan. Wajar saja aku khawatir,"

"Satu-satu hal di dunia ini yang membuatku lelah adalah kau, Park Chanyeol," rengeknya malas. Chanyeol membalas dengan erangan sebal, dan Baekhyun membuka mata saat kepala pria itu jatuh di atas pahanya. "Kau mau apa?" bisiknya malas, sedikit menundukkan kepala untuk menatap wajah Chanyeol yang nyengir padanya.

Ia menahan desahan malas.

"Akhir-akhir ini kau jahat sekali padaku,"

"Itu karena kau selalu menggangguku, Chanyeol,"

"Aku kan suamimu,"

Ia mengerang, ingin rasanya menarik rambut pria itu untuk menyadarkan seluruh kelakuan gila yang selama ini membuat Baekhyun muak. Ia tahu, Chanyeol melakukannya karena perasaan sayang yang berlebihan. Wajar saja, mengingat masa lalu mereka sungguh jauh dari kata indah. Tapi tetap saja ini keterlaluan.

Ia ingat betul saat beberapa hari pasca pernikahan dadakannya dengan Chanyeol, pria itu melarangnya pergi bekerja hanya karena minta ditemani sepanjang hari. Ini sungguh tidak masuk akal, saat itu juga, bahkan Baekhyun memiliki pemikiran pendek untuk menceraikan Chanyeol di hari ketiga pernikahannya.

Sungguh, sepertinya di dunia ini tidak ada pria yang lebih posesif dari Chanyeol.

Bahkan hanya perlu waktu dua minggu untuknya mempersiapkan diri pasca Chanyeol melamarnya. Pria itu ingin menikahinya saat itu juga dan ia tak punya pilihan lain selain mengiyakan dengan agak berat ia tak mencintai Chanyeol, hanya saja, sepertinya, obsesi pria itu terlalu berlebihan padanya.

Bagaimana tidak, ia benar-benar belum siap.

Baekhyun mendesah lagi, tapi sadar membuat Chanyeol menatapnya dengan raut wajah penuh pertanyaan. Ia mengangkat kepala, berusaha memalingkah wajah dan menonton tayangan tidak penting di televisi, menghindari tatapan Chanyeol.

"Kau benar-benar sedang ada masalah ya, Baekhyun?" mungkin Chanyeol sudah tidak tahan lagi melihat raut wajahnya yang ditekuk sejak tadi.

Ia menggeleng, berusaha memaksakan seulas senyum pada suaminya. "Kenapa?"

"Hanya saja, seolah kau benar-benar sedang membenciku sekarang," suara Chanyeol terdengar mengalun tipis.

Dan ia menganggapi dengan kekehan singkat. "Aku hanya kesal, bukan benci,"

"Aku melakukan ini kan untukmu juga. Aku hanya tidak ingin kau terlalu lelah karena pekerjaan," debatnya.

"Aku tahu, Sayang," ia tersenyum simpul, menatap suaminya tepat di mata dan mengusap surainya perlahan, berusaha menegaskan bahwa ia tidak membenci Chanyeol sama sekali. "Terima kasih sudah mengkhawatirkanku, tapi aku sungguh baik-baik saja,"

"Tetap saja, aku terlalu memikirkanmu jika bekerja terlalu keras. Kau bisa sakit kapan saja,"

"Selama ini aku baik-baik saja, kan?" tanyanya dan pria itu mengangguk kaku, merasa kalah mendebat Baekhyun. "Aku akan baik-baik saja,"

"Ya, aku tahu," ucapnya final, tidak mendebat lagi. "Ngomong-ngomong soal pekerjaan, apa Kris sudah mengatakan tentang acara perjanjiannya?"

Baekhun memutar bola mata malas, tanpa sadar satu dengusan sebal keluar dari bibir mungilnya saat mengingat hal itu "Aku sudah menyuruh Kris untuk tidak membuat acara besar, tapi kapan si brengsek itu mau mendengarkanku,"

"Tentu saja," Chanyeol tertawa, entah mengapa merasa sangat damai saat melihat wajah Baekhyun di depan matanya. "Kau jadi mewakili perusahaan untuk sambutan?"

"Ya, tentu saja. Dewan redaksi sedang ada di luar negeri dan aku –yang mana bertanggungjawab langsung dengan masalah teknis perjanjian dua perusahaan ini– harus mengambil alih. Kau pikir itu masuk akal?"

Tawa renyah Chanyeol kembali terdengar, kali ini bangkit dari paha Baekhyun dan duduk tegap menatap istrinya yang tampak sedang mengerucutkan bibir sebal. Senyum manis dari gadis itu entah lenyap kemana. Anehnya, wajahnya tetap saja terlihat cantik menakjubkan.

Atau setidaknya dimata Chanyeol, Baekhyun tampak seperti itu.

Selalu seperti itu.

Cantik dan mengagumkan.

"Kau pasti bisa,"

"Ya, aku tau pasti bisa," sahutnya malas. "Lagipula, kenapa sih kau ingin sekali bekerjasama dengan majalahku?"

Chanyeol mengangkat bahu acuh. Ia mengulurkan tangan untuk meraih tubuh Baekhyun dan sedikit memeluknya. Membiarkan gadis itu menyusupkan wajah dan meringkuk dalam pelukannya seperti seekor anak kucing.

"Aku suka Sehun," sahut Chanyeol asal.

"Hah, yang benar saja," balas Baekhyun malas, sedikit meninggikan suara. "Kalau kau ingin Sehun jadi model produkmu, bisa saja kau mengontraknya langsung, tak perlu melalui majalah,"

"Sudah kubilang kan, aku butuh media pemasaran,"

"Terserah kau saja, aku lelah bicara denganmu," ucapnya malas, kemudian memejamkan mata. "Setelah perjanjian itu resmi dibuat, akan ada orang lain yang mengurusi project ini,"

"Kris?"

Baekhyun menggeleng ringan. "Dewan redaksi menyuruh fotografer lain untuk pengambilan gambar dan urusan lain-lainnya juga akan dipindahtangankan,"

"Kau akan mengatakan hal ini saat acara perjanjian itu?"

Baekhyun mengangguk. "Ya, sekalian. Aku juga harus mengatakan yang sejujurnya tentang hal ini kepada mereka,"

"Lalu apa yang akan kau lakukan?" tanya Chanyeol, terlalu penasaran untuk tetap diam.

Baekhyun diam beberapa saat, membiarkan pikiran Chanyeol mengelana kemana-mana, membiarkan dirinya sendiri memikirkan kalimat yang tepat untuk menjawab pertanyaan itu agar tak membuat Chanyeol bertanya lebih jauh lagi.

"Aku ada pekerjaan lain," ucapnya setelah beberapa detik yang terasa panjang.

.

.

Malam pesta puncak untuk memperingati dua perusahaan yang sepakat untuk membuat perjanjian, resmi dimulai. Baekhyun berdiri diantara ratusan tamu dari dua perusahaan yang datang. Ia cukup gugup karena harus mewakili perusahaan majalahnya dalam acara ini. Mengingat sebenarnya ia hanya seorang fotografer yang menangani langsung project ini, rasanya tanggung jawab yang diberikan terlalu besar.

Ia bahkan sudah merengek pada Kyungsoo untuk menggantinya dengan orang lain, tapi jelas saja, Kyungsoo juga tidak akan mau mengabulkan permintaannya itu.

Sementara Kris, terlalu bahagia untuk melihatnya dipermalukan di depan semua orang sekarang.

Pria itu sejak tadi hanya memandanginya dari jauh, sedikit tertawa-tawa seperti orang bodoh saat melihatnya nyaris terjungkal karena memakai heels tinggi dan bandage dress yang luar biasa sesak. Sementara berusaha menahan umpatan sejak tadi, Baekhyun sedikit memaksakan senyum. Menyapa manusia-manusia bertuxedo mahal –yang sebenarnya tidak ia kenal sama sekali– dengan senyum dan juga cakap ramah.

Luar biasa menyiksa.

"Nyonya Park, kau tampak cantik dengan gaun itu," suara Kris dari balik tubuhnya membuat Baekhyun meloloskan satu umpatan pelan. "Kenapa aku tak melihat Chanyeol sejak tadi?"

"Kau bisa diam tidak sih? Aku sedang berusaha mengingat sambutanku, nih,"

Kris mencibir, mengangkat kedua tangan ke atas, kemudian nyengir. "Sorry, aku lupa kau kan jarang sekali bicara di depan umum,"

"Sial," bisiknya dengan suara tipis dan membuat tawa Kris terdengar cukup keras.

"Aku serius, dimana Chanyeol?"

Dengan satu dengusan malas, Baekhyun mengangkat bahu acuh. "Dia ada dipihak lawan, oke? Jangan tanya padaku,"

"Pihak lawan apanya? Kita mau bekerjasama bukan mau berduel,"

Baekhyun hanya menggelengkan kepala kesal. "Terserah kau saja, idiot. Sekarang kalau tidak keberatan, silahkan pergi, aku mau latihan speech-ku,"

Kris tidak menjawab karena pembawa acara di atas panggung sudah mulai berbicara dan disambut dengan tepuk tangan riuh dari seluruh penjuru. Sementara Kris tampak takjub dengan desain lampu panggung yang cantik disana, Baekhyun merasakan keringat dingin membasahi seluruh tubuhnya.

Ia mengulang doa-doa dalam hati sambil berusaha membuat dirinya sendiri tenang.

Tapi itu tak banyak membantu.

"Oh, itu Chanyeol," ucapan Kris mau tak mau membuat Baekhyun mengikuti arah tangan pria itu yang menunjuk ke atas panggung.

Ya, Chanyeol ada disana sedang berbicara melalui pengeras suara hingga semua orang dalam hall ini bisa mendengar suara beratnya. Dari jauh, Chanyeol tampak luar biasa menakjubkan di mata Baekhyun. Tuxedo hitam dan kemeja putih membalut pahatan tubuh sempurnanya yang luar biasa indah malam ini.

Wajahnya tampak berseri-seri dan penuh senyum bahagia sementara Baekhyun berusaha mengalihkan perhatian dari tubuh suaminya sendiri agar pikiran tidak blank. Jangan sampai ia melupakan seluruh speech yang sudah ia susun selama beberapa hari belakangan.

Dan saat namanya dipanggil, ditambah Kris yang menyenggol lengannya, tubuh Baekhyun mengejang.

"Byun Baekhyun, selaku perwakilan dewan redaksi untuk memberikan sambutan di atas panggung," ucap sang pembawa acara.

Baekhyun mengerjap beberapa kali sementara lampu sorot mulai mengarah padanya. Ia memaksakan seulas senyum. "Mengapa kau tidak bilang aku harus satu panggung dengan Chanyeol?" bisiknya pada Kris, berusaha tidak membuka bibir.

"Mana kutahu," balas Kris acuh, kemudian ikut bertepuk-tangan riuh bersama lainnya.

Ragu-ragu, gugup, Baekhyun berjalan menuju atas panggung. Menerima uluran tangan Chanyeol yang membantunya naik kemudian tersenyum pada audience yang datang.

"Well, selamat malam," bisik Baekhyun melalui pengeras suara. Ia berdeham sedikit. "Terima kasih saya ucapkan untuk semua orang yang hadir pada malam luar biasa ini. Saya selaku perwakilan dewan redaksi untuk project ini mengucapkan selamat datang di perusahaan majalah kami. Dan terima kasih–" ia tersenyum sedikit dan menatap Chanyeol. "–kepada Tuan Park Chanyeol sudah mempertimbangkan majalah kami sebagai partner kerja,"

Chanyeol nyengir dan itu membuat Baekhyun ingin meremas wajahnya. Dia begitu santai disaat Baekhyun nyaris mati sekarang.

"Mungkin ada beberapa dari Anda yang sudah tahu tentang hubungan saya dengan Tuan Park Chanyeol," ucap Baekhyun, sedikit tertawa canggung. Seluruh isi ruangan menjadi riuh, ada yang tertawa, memberikan tepuk tangan, dan ada yang memberitahu teman mereka tentang kejadian ini. "Sebenarnya Tuan Park lebih dulu bekerjasama dengan perusahaan ini daripada mengenal saya," ia berdusta, mengingat kejadian masalalunya yang tak perlu diketahui orang banyak.

Ia melirik Chanyeol yang tertawa-tawa tipis.

Sial.

"Lepas dari hubungan saya dengan Tuan Park sebagai suami-istri," ia berhenti sebentar untuk menarik napas dan membiarkan keriuhan di dalam ruangan semakin menjadi-jadi. "Perusahaan kita akan tetap melakukan perjanjian secara professional," ia menambahkan dengan satu cengiran lebar.

"Jadi saya berdiri disini untuk mengumumkan bahwa project ini ke depannya akan diambil alih oleh orang lain," Baekhyun bisa merasakan keterkejutan Chanyeol yang berdiri disampingnya. "Nona Do Kyungsoo yang berdiri di depan sana," ia menunjuk kearah dimana Kyungsoo yang berdiri dan sedikit membungkukkan badan. "Akan bertanggungjawab tentang project ini selanjutnya,"

Ia menarik napas dalam-dalam.

"Saya akan menyerahkan seluruh pekerjaan kepada Nona Do Kyungsoo untuk tetap menjaga professionalitas dalam kerjasama ini," Baekhyun tahu saat Chanyeol menatapnya tanpa suara, seolah protes, tapi ia tetap melanjutkan ucapannya. "Jadi berdirinya saya disini untuk pamit dari project ini dan ada beberapa alasan yang akan saya ungkapkan dalam video singkat di belakang," ia menunjuk kearah layar yang mulai menyala.

Semua orang tampak memandangi layar besar yang mulai menampilkan video. Raut wajah mereka tampak kebingungan, tapi kemudian merasa tidak asing saat layar menampilkan beberapa profil tentang kedua perusahaan. Video singkat itu menunjukkan foto-foto berbagai pertemuan untuk kerjasama ini, membuat semua orang di ruangan memperhatikan dengan senyum di wajah mereka.

"Kau tidak bilang kalau benar-benar akan keluar dari project ini," tanya Chanyeol ketika perhatian semua orang tak lagi mengarah pada keduanya.

"Aku kan sudah bilang," bisik Baekhyun.

"Tapi kupikir tidak langsung seperti ini,"

Dan mendadak saja ruangan terdengar riuh saat melihat slide foto pernikahan Baekhyun dan Chanyeol. Pria itu terbelalak menatap layar sementara Baekhyun tersenyum simpul, menyaksikan video yang menampilkan slide-slide foto keduanya.

Foto saat pernikahan maupun foto saat keduanya berada dalam satu ruangan rapat yang sama.

Chanyeol memandanginya dengan bingung, kemudian kembali menatap layar. Bibirnya membisikkan nama Baekhyun tipis, nyaris tak percaya dengan pengelihatannya.

Wajah Baekhyun tertera dilayar, dengan senyum dan raut berseri-seri. Ia mengatakan bahagia karena telah diberi kesempatan untuk mengenal project ini. Ia berterimakasih karena sudah diberikan kepercayaan dengan mengemban tanggung jawab ini. Tapi kemudian ia tersenyum lagi, mengatakan bahwa ada tanggung jawab besar yang harus ia lakukan.

Dan ini lebih penting dari apapun.

Chanyeol menatapnya bingung, dengan mulut sedikit ternganga, sementara Baekhyun mengabaikan, tetap memandangi dirinya sendiri di dalam layar, tersenyum tipis.

"Park Chanyeol," suara Baekhyun dalam video itu terdengar lantang. "You're going to be a daddy," ucap Baekhyun sambil menunjukkan foto USG bayi di depan kamera.

Seluruh ruangan menjadi berisik karena tepuk tangan riuh.

"Baekhyun," Chanyeol nyaris berbisik, ia menatap istrinya yang sedang tersenyum padanya, matanya berkata-kata. "Kau serius?"

Baekhyun mengangguk yakin. "Aku akan berhenti bekerja sementara agar kau tak khawatir lagi. Demi kau, demi calon bayi kita, aku akan melakukan apapun yang kau mau, Sayang,"

"Tapi kau sangat mencintai pekerjaanmu,"

"Ya memang, tapi tidak sebesar aku mencintaimu," ia berbisik, kemudian membiarkan Chanyeol memeluk tubuhnya di depan ratusan orang yang sedang bertepuk tangan riuh.

"Terima kasih, Baekhyun," bisiknya. "Aku mencintaimu,"

"Aku mencintaimu,"

Dan saat Chanyeol menciumnya didepan ratusan orang yang ada, Baekhyun kehilangan dunianya. Tidak ada yang bisa ia pikirkan selain sentuhan Chanyeol, selain sentuhan lembut bibir pria itu. Semua terasa riuh di telinganya, tapi damai melingkupi seluruh hatinya.

Ia tersenyum dalam ciuman itu.

Merasakan luapan perasaan bahagia yang nyaris menenggelamkannya.

Bersama prianya.

Suaminya.

Orang yang pernah ia benci dengan sepenuh hati.

Orang yang bahkan pernah membuatnya merasa benci dengan dirinya sendiri.

Dan juga orang yang memang ditakdirkan untuk menjadi bagian masa depannya nanti.

Ia cintai sampai mati.

Orang itu.

Park Chanyeol.

.

.

FIN

.

.

Habis sudah cerita ini ditambah dengan epilog. Jadi namanya juga epilog kan ya, jadi nggak ada konfliknya. Ini sebagai tambahan aja hehe, semoga tidak mengecewakan.

Terima kasih Author ucapkan untuk semua readers yang mau membaca, menunggu, dan juga mereview.

Lebih kurangnya Author mohon maaf jika ada kesalahan.

Jangan lupa tinggalkan komentar di kolom review ya semuanya~

With love,

lolipopsehun

SEMOGA KE DEPANNYA LOLIPOPSEHUN SEMAKIN SERING UPDATE.