Sung Min berpikir setelah kejadian dimana ia tidak sengaja mendengar pembicaraan antara Jessica, Tiffany dan Jong Woon semua akan baik-baik saja, tapinyatanya tidak. Di sisa akhir hari itu Jessica atau Tiffany bergantian menoleh ke arahnya dengan tatapan mengintimidasi yang tak bahkan sesekali berbisik sambil melirik ke arah Sung Min.

Sung Min tak menginginkan kemungkinan jika kedua sahabat itu berpikir untuk memperingatan. Tentu saja tidak, mengetahui hal yang sama pernah terjadi pada salah satu teman sekelas mereka.

Saat itu Sung Min masihlah murid baru yang sama sekali tidak mengetahui apapun tentang keseluruhan sekolahnya kecuali apa yang bisa ia temukan di internet.

Itu Hari Selasa di mata pelajaran Sejarah yang kosong karena sang guru mendadak harus ke rumah sakit karena kerabatnya mengalami kecelakaan dan hanya meninggalkan sebuah tugas yang tidak begitu dihiraukan.

Sung Min terduduk di tempatnya, tidak melamun atau pun menyelesaikan tugas yang teralihkan pada Jessica dan Tiffany juga teman-temannya yang lain, mereka mengerumuni seorang siswi yang duduk sendiri. Entah apa yang sebenarnya terjadi saat itu tapi Sung Min jelas mendengar mereka sesekali tertawa terbahak atau berbisik riuh yang tak bisa Sung Min pahami.

Sung Min bahkan sempat melihat bagaimana ekspresi ketakutan yang ditunjukan gadis itu dari celah kerumunan teman-teman saat Tiffany mengatakan sesuatu seperti sebuah ancaman untuk tidak membuatnya jengkel atau marah, Sung Min menyadari untuk tidak berurusan dengan gadis bermarga Hwang tersebut. Karena ia merasa ucapan Tiffany tidak hanya ditunjukan untuk gadis malang itu saja, tapi mungkin juga untuk dirinya.

.

.

.

Miss Invisible

.

©Jejae Present

.

Cho Kyu Hyun

Lee Sung Min

.

Romance / Chapter / Songfiction

.

Warning!

GS! (Gender Switch), Typo(s), OOC! (Out Of Caracter)

.

Disclaimer: SJ's members are belong to their self, God and family. But the storyline is MINE!

.

Don't Like, Don't Read!

And please Don't be Silent Reader^^

.

.

.

Chapter 3

(Bully)

.

.

.

Pagi itu Sung Min bangun lebih siang dari biasanya, ia mondar-mandir ke seluruh kamar untuk mempersiapkan segala keperluan sekolahnya yang tak sempat ia siapkan tadi malam. Sambil menahan nyeri di pelipis kiri, lengan juga lutut kanan, Sung Min membawa langkah menuju lemari pakaian setelah sebelumnya ia memasukkan beberapa buku ke dalam tas.

Sung Min mengambil satu setel seragam lengkap dengan jas almamater kebanggaan Jeonghan Senior High School, lalu setelahnya ia menarik diri di depan sebuah cermin besar setinggi 180cm—yang lebih tinggi darinya, berbingkai kayu jati perpernis cokelat gelap. Pantulan bayangan dirinya yang masih mengenakan bath robe terpantul jelas di cermin, ia bahkan bisa melihat bagaimana bekas luka yang hampir empat hari ini ia tutupi terpampang jelas di sana.

Sung Min mengulurkan tangan untuk menyentuh memar keunguan di pelipis kirinya, menekannya sedikit hingga membuatnya meringis menahan sakit, lalu ia menyingkap bath robe-nya hingga memperlihatkan lengan sebelah kanan yang juga memiliki luka sayatan kering sepanjang 7 cm. Dan kemudian Sung Min meraih tali bath robe dan membiarkan jubbah mandi itu lolos dari tubuhnya.

Untuk beberapa saat Sung Min membiarkan waktu berlalu begitu saja, ia terdiam memperhatikan bagaimana cermin di hadapannya mengatakan tentang kondisinya yang tak banyak berubah sejak pertama kali ia mendapatkan rasa sakit di sekujur tubuhnya. Lalu tanpa bisa Sung Min cegah, setetes air mata lolos dan disusul dengan tetesan lainnya.

.

—oO𝔪𝔦𝔰𝔰.𝔦𝔫𝔳𝔦𝔰𝔦𝔟𝔩𝔢Oo—

.

Suasana belum begitu ramai saat Sung Min menyusuri koridor menuju kelasnya, hanya beberapa siswa yang bisa dihitung dengan jari. Sung Min baru melayangkan tangan untuk membuka pintu kelas saat seseorang dari dalam lebih dulu melakukannya.

"Oh!"

Sung Min dan orang tersebut sama-sama terperanjat, berdiri kikuk beberapa saat sebelum seseorang yang Sung Min kenal sebagai salah satu anggota kedisiplinanmenegurnya lebih dulu.

"Kau murid kelas ini?"

"Iya."

"Titip ini untuk Jessica Jung dan Tiffany Hwang."

Sung Min mengulurkan tangan dan menerima dua lembar amplop dengan logo sekolahnya.

"Baiklah, terimakasih atas bantuannya." Siswa tersebut membungkukkan badannya dan hampir beranjak pergi sebelum ia kembali berbalik menghadap ke arah Sung Min, membuat gadis itu berjengit dan menegakkan badannya segera.

"Ada, apa?" Sung Min menyernyit bingung saat siswa di hadapannya terdiam menatapnya dan tersenyum.

"Kau patut dicontoh." Lalu setelahnya ia berbalik pergi begitu saja meninggalkan Sung Min terdiam di tempat sambil menatap bingung ke arahnya.

Lalu setelahnya Sung Min memutuskan untuk masuk ke dalam dan mengambil duduk di tempatnya. Sung Min menjatuhkan tas miliknya begitu saja di atas meja dan duduk dengan menatap dua lembar amplop di tangannya, dalam hati ia bertanya-tanya mengapa anggota kedisiplinan sekolah sampai memberikan surat resmi atas nama sekolah untuk Jessica dan Tiffany?

"Sudahlah." Sung Min mengangkat bahu acuh dan meletakkan kedua amplop tersebut di atas tasnya, kemudian ia melipat kedua tangan di atas ruang meja yang masih kosong dan memangku kepala. Memejamkan mata sejenak beberapa menit sebelum bel masuk pelajaran pertama tidak begitu buruk.

Jadi Sung Min memutuskan untuk mengabaikan keadaan sekitar yang mulai riuh dengan suara beberapa teman sekelasnya, lagi pula tidak akan ada satu pun dari mereka yang mungkin mendekatinya tanpa keperluan yang sangat sangat mendesak. Dan keperluan yang sangat sangat mendesak seperti itu tidak pernah terjadi selama ini.

"Sung Min!"

Sung Min terperanjat luar biasa hingga tanpa sadar ia terpekik dengan suara yang sangat nyaring.

"Kau baik-baik saja Sung Min-ah?"Seseorang yang mengagetkan Sung Min bertanya dengan nada khawatir.

Sung Min mencoba menstabilkan napas juga detak jantungnya yang bergemuruh hebat, sudut matanya melirik pelaku utama yang menyebabkan kemungkinan ia terkena serangan jantung di pagi hari, Kim Da Som.

"Da Som-ah?"

"Nde."Da Som tersenyum canggung, tangannya terulur mengelus punggung Sung Min, berharap jika teman manisnya itu bisa lebih sedikit tenang.

"Ada apa?" Tanya Sung Min setelah ia berhasil menstabilkan deru nafas juga degup jantungnya.

"Ah itu…" Da Som leher dan rahangnya canggung."Sebenarnya aku hanya iseng saja, aku tak tahu jika kau benar-benar tidur tadi."

"Ah tidak, aku tidak benar-benar tidur tadi."Mungkin hampir jika saja Da Som tidak tiba-tiba dating dan membuatnya terkejut setengah mati. Kadang-kadang Sung Min bisa menjadi tak sabaran saat menghadapi tingkah Da Som, mungkin Sung Min bisa memiting lehernya tapi biar bagaimana pun Da Som pasti akan lolos. Mengingat Sung Min sebenarnya tidak lebih tinggi dari gadis itu.

"Benarkah?"Da Som menggeret sebuah kursi terdekat dan menempatkannya di samping Sung Min.

"Iya."Sung Min mendengus geli melihat tingkah bersemangat Da Som yang saat ini tengah melipat kedua tangannya di atas sandaran kursi dan menyandarkan kepala di atas lipatan tangannya.

"Eoh, itu apa?"

Sung Min menoleh ke arah dimana Da Som menunjuk, tepat pada dua buah amplop yang dititipkan padanya beberapa saat yang lalu. Sung Min baru saja akan membuka mulut untuk menjawab saat Da Som lebih dulu menyelanya.

"Sung Min, kau melakukan pelanggaran?" Da Som bertanya dengan nada heran yang tak bisa ditutup-tutupi.

"Tidak!"

"Lalu ini?" Da Som mengangkat dua amplop tersebut tepat di depan wajah Sung Min. "Kau bukan anggota kedisiplinan, bukan juga anggota organisasi sekolah, tidak memiliki prestasi mencolok, tidak sedang dan akan ikut lomba tertentu. Lalu ini?"

"Itu bukan milikku." Sung Min menjawab setengah berbisik, sesekali ia melihat sekeliling ruangan takut-takut ada yang memperhatikan mereka berdua. Walaupun sebenarnya Sung Min tidak perlu merasa begitu karena ia bahkan sama sekali tidak bersalah.

"Lalu ini milik siapa?Oh ya ampun!" Da Som terpekik tertahan saat salah satu dari amplop yang ia pegang terjatuh di atas meja. "Lee Sung Min." Da Som melotot heboh dan memanggil Sung Min dengan nada yang dramatis. "Ya Tuhan, satu saja sudah menjadi mimpi buruk dan kau dapat dua?Sebenarnya apa yang sudah kau lakukan sampai pihak sekolah memerikanmu dua surat teguran?"

Sung Min melihat sekeliling dengan panik saat Da Som semakin menaikkan volume suaranya."Da Som-ah, itu bukan milikku."Sung Min jelas berbisik saat memberi tahunya, bahkan Da Som sampai mendekatkan telinga ke arah Sung Min.

"Lalu ini milik siapa?"Tanya Da Som yang juga ikut berbisik.

"Itu milik Jessica dan Tiffany."

"AP—"

Sung Min membekap mulut Da Som saat gadis cantik itu hampir membuat gempar seluruh kelas dengan teriakkannya yang melengking.

"Ssstt…. Jangan berteriak."Sung Min memperingati.

Da Som menyingkirkan tangan Sung Min yang membekap mulutnya."Memangnya kenapa?"

"Ssstt…" Sung Min menempatkan telunjuknya di depan bibir, masih dengan menatap sekitar. "Aku merasa ini akan menjadi buruk."

"Aku tidak mengerti."Dasom menyernyit bingung.

"Entahlah." Sung Min menghela napas dalam dan meraih satu amplop yang berada di atas meja, atas nama Tiffany.

Sung Min sungguh tak ingin berurusan lagi dengan dua bersahabat itu namun entah mengapa lagi-lagi nasib buruk justru selalu berpihak padanya. Ini hanya masalah surat yang harusnya dengan mudah Sung Min sampaikan tapi mengingat peringai Tiffany yang naik turun seperti roller coaster membuat Sung Min merasa semuanya tidak akan berakhir begitu saja sebagaimana mestinya.

"Hey Sung Min."

Sung Min menoleh saat lagi-lagi Da Som memanggilnya.

"Dari mana kau mendapatkan ini?"Da Som bertanya sambil terus memutar-mutar amplop di tangannya.

"Anggota kedisiplinan yang memberikannya tadi pagi."

"Aaah, begitu."Da Som mengangguk-angguk lalu menyodorkan amplop itu ke pada Sung Min. "Segera kau serahkan pada dua orang itu."

Sung Min menatap ragu amplop dalam genggaman Da Som. "Da Som-ah, bisakahkau saja yang memberikan itu pada Jessica dan Tiffany?"

"Kenapa?"

"Ah tidak, hanya saja~"

Da Som meraih tangan Sung Min dan meletakan amplop itu di atasnya "Tidak apa-apa Sung Min-ah, hanya memberikannya saja tidak akan membuatmu terluka. Mereka memang suka sekali bersikap bossy tapi mereka tidak seburuk itu, percaya padaku."

Sung Min bisa melihat bagaimana Da Som mencoba meyakinkannya dengan tatapan bersahabat juga senyumnya yang manis, hingga Sung Min tak memiliki alasan lain utnuk menyanggahnya dan mengiyakan hal itu begitu saja.

Lalu setelahnya ia hanya bisa melihat bagaimana Da Som beralih pada meja lain untuk ia ganggu, menyisakan dirinya dan dua lembar kertas yang membuatnya tak nyaman.

.

—oO𝔪𝔦𝔰𝔰.𝔦𝔫𝔳𝔦𝔰𝔦𝔟𝔩𝔢Oo—

.

Itu adalah mata pelajaran kedua yang Sung Min abaikan, gadis itu terlalu sibuk dengan dua buah amplop yang ia sembunyikan di dalam tas sekolahnya. Sibuk melamun dan menebak-nebak terlalu jauh hingga jika seseorang mengetahui isi kepalanya sudah pasti Sung Min akan menjadi olok-olok besar, terlalu hiperbola dan mendramatisir.

Sung Min menghela napas dalam dan membuangnya perlahan-lahan hampir tanpa melirik jam di pergelangan tangannya, sisa lima belas menit sampai bel istirahat pertama berbunyi. Sung Min mengitung detik demi detik yang terlewati dengan perasaan bergemuruh. Bukan tanpa alasan mengapa ia merasa sangat enggan untuk berhadapan dengan Jessica dan Tiffany.

Empat hari yang lalu ia dan kedua sahabat itu saling berhadapan dalam arti yang sebenarnya di dekat hutan mini sekolah, ia hanya mendapat pesan jika itu adalah urusan yang penting dan Sung Min harus datang ke sana. Hari itu Sung Min sudah terlalu lelah dan ingin segera sampai di rumah begitu bel pelajaran terakhir berakhir dan saat mendapatkan pesan tersebut Sung Min tanpa pikir panjang segera menuju ke tempat yang telah diberitahukan hasilnya adalah luka dan memar yang belum juga hilang setelah empat hari berlalu.

Kali ini sebenarnya ia tak ingin mengambil resiko seperti yang lalu, jika mereka bisa menyakitinya tanpa Sung Min sendiri tahu apa kesalahannya bagaimana dengan kali ini? Mereka—terutama Tiffany, bisa saja salah paham padanya karena ia membawa surat yang seharusnya diserahkan oleh anggota kedisiplinan.

Sung Min berjengit kaget saat suara bel memenuhi seisi kelas, ia menoleh ke depan kelas dan mendapati sang guru telah menata buku juga perlengkapan mengajarnya, lalu tak lama ia berpamitan dan ke luar dari kelas.

Sung Min yang melihat suasana kelas mulai riuh karena kebanyakan di antara mereka tak sabar untuk seger menuju kantir kembali memperhatikan Jessica dan Tiffany yang duduk bersebelahan. Keduanya tengah sibuk menyisir rambut juga mengoleskan lip gloss dengan sebuah kaca kecil di tangan masing-masing.

Setelah hampir seluruh teman sekelasnya beranjak meninggalkan kelas Sung Min memantapkan hati mengambil dua lembar amplop di dalam tasnya, ia baru akan berdiri dari bangku saat Jessica dan Tiffany bahkan telah memulai langkah pergi.

"Jessica-ssi!"Sung Min berseru dengan suara lantang yang membuat tidak hanya Jessica yang menatap ke arahnya.

Dengan langkah hampir tergesa Sung Min menghampiri Jessica yang berdiri menunggu di depan kelas.

"Ada apa?"Itu bukan Jessica, melainkan berambut cokelat kemerahan yang didapatkan dari pewarnaan itu memandang iritasi pada Sung Min.

"I-ini."Sung Min mengulurkan dua amplop ke hadapan keduanya dengan ragu-ragu. "Seseorang dari anggota kedisiplinan menitipkannya padaku tadi pagi, maaf aku—"

"Lee Sung Min." Tiffany memanggil Sung Min dengan nada penuh intimidasi yang membuat Sung Min bergidik ngeri."Apa yang sudah kau lakukan?"

Tiffany mencengkram bahu Sung Min begitu kuat dan menatap Sung Min seperti singa betina yang siap mengoyak dan menerkam mangsanya bulat-bulat. Sementara Sung Min hanya bisa terdiam pasrah tanpa perlawanan, menundukkan kepala seperti kelinci kecil lemah yang terjebak dalam perangkap. Dan yang lain hanya bisa terdiam tanpa mau membantu atau bahkan membuat suasana terkendali.

"Lee Sung Min!"

Sung Min mengkeret di tempat saat Tiffany membentaknya tepat di depan wajah. Sung Min benar-benar berharap jika setidaknya Da Som melupakan dompetnya dan kembali ke kelas mereka, karena dengan begitu ia akan aman dari kesalah pahaman yang dibuat Tiffany.

"Selama ini kami tak pernah mendapatkan surat apapun, dan sekarang?" Jessica berucap dengan nada yang tidak tinggi sama sekali namun mampu membuat Sung Min dua kali lebih tak berkutik. Dengan sikap bossy yang telah menjadi umum Jessica merampas dua bua amplop dari tangan Sung Min dan menyobeknya menjadi serpihan kecil lalu ia sebar begitu saja.

"Jangan pernah mencoba menjadi pahlawan di sini." Jessica memperingati, lalu setelahnya ia berlalu begitu saja.

Sung Min telah kehilangan oksigen dan mungkin juga sebagian darah di wajahnya, ia menjadi begitu pucat dengan keringat dingin menetes melewati pelipisnya, juga tangannya yang terkepal gemetar. Ia tak yakin akan baik-baik saja bahkan setelah Tiffany juga mengambil sikap seperti sahabatnya untuk meninggalkan kelas setelah sebelumnya membisikan ancaman pada Sung Min tepat di telinga bahwa gadis manis itu akan menyesal telah ikut campur.

Sung Min mengabaikan bisik-bisik yang berkomentar atas apa yang baru saja terjadi. Dalam diam ia berjongkok dan memunguti serpihan kertas yang berserakan di lantai. Dan meskipun keadaan Sung Min saat ini patut untuk dikasihani dan mendapatkan pertolongan beberapa orang justru lebih memilih mengamankan diri dengan memilih untuk menjaga jarak dengan Sung Min, sementara sedikit sekali dari mereka yang membantu mengumpulkan serpihan kertas dalam diam.

Pada kenyataannya Jessica adalah anak dari salah satu orang berpengaruh di Korea, dan orangtuanya masuk ke dalam lima nama donator tetap Jeongham Senior High School. Sementara Tiffany, sekalipun orangtuanya tidak seberpengaruh orangtua Jessica namun itu bukan berarti jika Tiffany berasal dari kalangan biasa, setidaknya ayahnya merupakan seorang pengacara ternama di Korea.

Lalu Sung Min?

Tidak ada yang tahu siapa Lee Sung Min sebenarnya, ia bukan siswa beasiswa dari kalangan biasa tentunya. Tapi siapa orangtua dan latar belakang keluarganya, gadis bermarga Lee itu sangat tertutup dan mungkin hal itu hanya diketahui oleh dewan komite sekolah saja, karena bahkan guru pun tidak mengetahui hal itu.

Seorang gadis yang merupakan teman sekelas Sung Min menghampiri dengan menggenggam penuh serpihan kertas yang berhasil ia kumpulkan—sementara yang lain telah pergi setelah sedikit membantu, dan meletakkannya di dekat Sung Min.

"Maaf."Katanya dengan sedikit membungkuk lalu beranjak pergi.

Sung Min mendesah berat dan memperhatikan sekeliling, hanya tersisa dirinya di dalam kelas.

.

—oO𝔪𝔦𝔰𝔰.𝔦𝔫𝔳𝔦𝔰𝔦𝔟𝔩𝔢Oo—

.

Jong Woon di sana tepat ketika Tiffany membentak Sung Min di depan kelas, menjadi bahan tontonan bagi siswa yang lain. Ia tak bisa membayangkan betapa terlukanya Sung Min mendapatkan perlakuan seperti itu, terlebih teman-teman sekelasnya yang lain tak ada yang berani menyela kedua sahabat itu.

Jong Woon hampir melangkahkan kakinya untuk menghentikan tindakkan bully yang diterima Sung Min saat seseorang menahan lengannya.

"Ada apa?"

"Tidak perlu menjadi pahlawan."

Jong Woon menyernyit tak suka."Apa maksudmu?Sung Min membutuhkan bantuan, lagi pula hal seperti ini tidak sepantasnya terjadi."Jong Woon menyentak lengannya dan kembali mengambil langkah, namun baru dua langkah lengannya kembali ditahan.

"Kyu Hyun-ah."Jong Woon memperingati.

Laki-laki yang dipanggil oleh Jong Woon mengangkat kedua tangannya memberi gesture menyerah."Hyung, kau bahkan tak tahu apa yang sebenarnya terjadi bukan?"Kyu Hyun menurunkan kedua tangannya dan memasukkan salah satunya ke dalam saku celana.

Jong Woon menatap ke dalam kelasnya dengan pandangan menilai, ia memang tidak mengetahui apa yang sebenarnya terjadi tapi berdiam diri saat seseorang dalam kesulitan adalah sesuatu yang tidak benar juga. Terlebih jika itu berhubungan dengan Jessica dan Tiffany yang memiliki perangai yang buruk.

"Perhatikan dan cari tahu nanti, sekalipun kau kesana sekarang itu tidak merubah apapun kecuali memperburuk posisi gadis kelinci itu."

"Gadis kelinci?"

"Hmm, lihat bukankah dia seperti seekor kelinci yang berhadapan dengan dua rubah betina?"Ujar Kyu Hyun berkelakar masih terus memperhatikan situasi dari luar ruangan.

Jong Woon menatap hal yang sama, dari balik jendela ia bisa melihat bagaimana Sung Min tak berdaya menerima cercaan yang datang dari Jessica dan Tiffany. Hingga akhirnya Jessica lebih dulu beranjak lalu disusul oleh Tiffany di belakangnya, keduanya bahkan tak melihat keberadaannya saat ke luar dari ruang kelas.

"Hyung, bukankah mereka yang tempo hari berdebat denganmu?"Kyu Hyun bertanya sambil terus menatap punggung Jessica dan Tiffany yang menjauh.

"Ya, mereka biang masalah."

Kyu Hyun masih terus menatap kedua gadis yang ia ketahui tak memiliki sikap yang secantik rupanya sampai suara bisik-bisik penuh kekaguman mampir di telinganya. Kyu Hyun memperhatikan sekeliling dan menyernyit heran saat beberapa gadis berkerumun di dekatnya dan Jong Woon.

"Apa yang kalian lihat?"Kyu Hyun bertanya dingin, menatap tak suka pada kerumunan yang berbisik nyaring sambil sesekali berdecak kagum.

"Kau siapa?Kenapa memakai seragam berbeda?"Seseorang dari kerumunan itu memberanikan diri bertanya.

"Apa kau murid pindahan?"Gadis yang lebih tinggi dari yang pertama menyela.

Lalu setelahnya yang terdengar adalah suara-suara nyaring yang berebut bertanya pada Kyu Hyun, dan Jong Woon yang merasa jengah akan hal itu tanpa tedeng aling-aling langsung menyeret Kyu Hyun dari sana.

"Selalu, kau dan daya magnetmu Cho Kyu Hyun."Jong Woon berdumel kesal di sela langkahnya.

"Bukan salahku hyung."Kyu Hyun berujar santai sambil terus mengikuti langkah Jong Woon. Sesekali ia menatap sekeliling sekolahnya yang baru, ya sekalipun Jong Woon sudah mengajaknya enam hari yang lalu saat ia pertama kali menginjakkan kaki di Jeonghan Senior High School.

Kyu Hyun menghentikan langkah ketika tanpa sengaja manik matanya mengenali beberapa orang yang tengah bercengkrama santai di taman tengah.

"Ada apa?" Jong Woon menghampiri Kyu Hyun saat ia tak mendapati Kyu Hyun di belakangnya, iaberdiri di samping Kyu Hyun dan ikut melihat objek yang begitu menyita lelaki bermarga Cho tersebut.

"Mereka?"

Jong Woon mendengus remeh."Jangan menjadi bodoh."

"Yunho hyung, Jung Yunho, apakah Jessica itu a—"

"Jangan mencoba mengatakannya."Jong Woon menyergah melirik ke arah Kyu Hyun—yang menyiratkan kebingungan, sekilas lalu kembali melihat objek sebelumnya. "Apa lagi di depan Yunho."

"Aku mengerti."Kyu Hyun mengangkat bahu acuh dan memasukkan kedua tangannya ke dalam saku dan kembali mengikuti langkah Jong Woon yang telah beranjak."Aku juga masih ingin hidup lebih lama."Kyu Hyun melanjutkan.

.

.

.

.

To be continued

.

.

.

.

Saya mau minta maaf sebelumnya buat yang—mungkin, nunggu kelanjutan cerita ini karena menghilang sebulan kemaren /bow/

.

.

BIG THANKS FOR

Chjiechjie, PumkinEvil137, ovallea, Park RinHyun-Uciha, xxnunxxcan, Orange Girl, Guests, and All Silent Readers

.

HAPPY BIRTHDAY CHO KYU HYUN! \(*O*)/

.

.

.

Januari / Februari 2017