Disclaimer: Naruto Masashi Kishimoto

Not own anything of Naruto.

This story is originally made by me.


Please Stay Beside Me

Written by Shady (DeShadyLady)


Chapter 8

Will You Seek for Revenge?

-Akankah Kamu Balas Dendam?-


Pagi itu merupakan pagi yang sempurna. Ya, bagi Sasuke, tidak ada yang lebih membahagiakannya selain melihat istrinya yang sedang mengandung buah cinta mereka itu tertidur pulas. Saat ini kalian sudah dapat melihat Sasuke tersenyum dengan tulus. Senyum yang hanya diperuntukkan untuk keluarganya, orang yang dicintainya. Namun senyum itu hilang saat ia menyadari dirinya masih haus akan sesuatu. Tubuhnya masih meminta asupan barang terlarang itu.

"U-ukh" tiba-tiba Sasuke merasakan sakit kepala yang hebat. Ia berusaha menjangkau ponselnya yang berada di atas nakas.

BRUK

PRANG

Lampu tidur di atas nakas terjatuh.

"U-um.." Sakura terbangun. "Sasuke-kun!"

"A-argh.." Sasuke masih memegang kepalanya dan berusaha menahan sakit.

Sakura berlari ke depan pintu dan berterika "Juugo! Juugo!"

"Sa-kura.. Ka-u.. sedang hamil, bo-doh. argh!" ujar Sasuke sambil memegang tangan Sakura. Ia ternyata berhasil menahan sakit kepalanya dan bangkit dari tempat tidur.

"A-ada apa, Sakura?" Juugo datang dengan nafas terengah-engah. "Astaga, Sasuke-sama!" Juugo berteriak saat melihat Sasuke yang tergeletak di lantai dan Sakura yang sedang menangis tak tahu harus berbuat apa.

"Tunggu sebentar, aku segera kembali!" teriak Juugo kemudian ia menghilang dari pandangan Sakura.

"A-anata.. hiks.." Sakura tak dapat menahan air matanya. Ia mengusap pelan kepala Sasuke. Rasanya seperti ia pun ikut merasakan rasa sakit yang sedang Sasuke rasakan.

"Sa-kura.. Ma-afkan aku..ergh.." Sasuke masih memegang kepalanya dan mengerang pelan.

"Tidak, tidak apa-apa." Sakura menggelengkan kepalanya dengan cepat, ia menghapus tangisannya "Semua akan baik-baik saja, Anata.." Sakura berusaha tersenyum. Melihat hal itu, Sasuke juga ikut tersenyum meski pandangannya semakin kabur.

"Sasuke-sama!" Juugo buru-buru masuk dan langsung membuka penutup sebuah suntikan yang ia bawa di tangannya. Dengan perlahan ia suntikkan pada nadi tangan kiri Sasuke.

Sasuke tampak jauh lebih tenang setelah menerima suntikan itu, ia tak lagi memegang kepalanya.

"Sa-kura.. Maaf.." ujar Sasuke kemudian ia tertidur.

"Tidak apa-apa, Sasuke-kun.." Sakura mengelus pelan kepala Sasuke. "Semua akan baik-baik saja." Sakura mendekap kepala Sasuke yang tertidur di pangkuannya.

:

"Juugo, bolehkah aku bertanya sesuatu?" Sakura menghampiri Juugo setelah Juugo membantunya untuk mengangkat Sasuke ke tempat tidur.

"Boleh, silahkan apa saja." Juugo mengangguk.

"A-apa.. Sasuke-kun masih mengonsumsi barang terlarang itu?"

"Hm, awalnya iya." Juugo menundukkan kepalanya. "Namun, sesuai dengan anjuran dokter, kami mengurangi jumlahnya sedikit demi sedikit. Hingga hari ini, kami hanya memberinya obat penenang yang dicampur dengan sedikit obat itu."

"Hm, begitu ya. Apa aku boleh tahu siapa dokter yang menangani Sasuke?" tanya Sakura.

"Tentu saja. Kalau Sakura mau, aku bisa menjadwalkan pertemuan dengannya." Juugo mengeluarkan ponselnya.

"Bailah, siang ini. Biarkan Sasuke-kun tidur, aku ingin menemuinya siang ini." Sakura tersenyum pada Juugo. "Dan tolong, rahasiakan hal ini dari siapa pun. Aku tidak ingin para orang tua khawatir, terutama Sasuke."

"Baik, akan aku atur pertemuannya." Juugo membungkukkan badannya. "Jika tidak ada apa-apa lagi, aku permisi, Sakura."

"Ya, terima kasih atas bantuannya." Kedua orang itu saling membungkuk. Juugo melangkah pergi, sedangkan Sakura memilih untuk menemani Sasuke sebentar sebelum dia pergi sarapan dan memberitahukan kondisi Sasuke kepada para orang tua.

:

Di tempat lain, tampak seorang wanita berambut merah yang sangat berantakan. Rambutnya tidak tersisir rapi seperti biasanya, tidak ada wangi parfum yang biasa ia gunakan setiap hari. Hanya ada dia yang tergeletak lemas di sofa, tidak makan ataupun minum sedari kemarin malam.

CLEK

Seorang pria berambut putih memasuki rumah tersebut. Ia mendecih dan menggeleng melihat betapa mirisnya wanita itu. Ia meletakkan sebungkus plastik berisi beberapa makanan hangat yang dibungkus di atas meja di dekat sofa.

Wanita itu terbangun karena mencium bau makanan. Ia tak bisa membohongi naluri laparnya yang sudah sejak kemarin ia tahan karena tidak nafsu makan.

"S-sui.." ujar wanita itu dengan suara yang sangat lemah. Pria itu mendengarnya, tapi ia tidak berniat untuk menjawab. Ia hanya memandangi wanita itu dengan raut kesedihan, namun tak lama berubah lagi menjadi raut kebencian.

"Sayang, kenapa kau lama sekali!" Terdengar teriakan wanita lain dari luar rumah.

Pria itu tidak berkata apapun, ia membalikkan badan, berjalan menjauh dan menutup pintu rumah itu kemudian menguncinya. Tampak kegelisahan menganggunya saat ia akan melepas knop pintu itu.. tapi untuk saat ini, ia tetap memilih untuk meninggalkan wanita yang ia cintai untuk sesaat.

:

"Sakura, ibu sungguh minta maaf padamu." Mikoto menghela nafas panjang. Ia sudah tahu apa yang terjadi pada Sasuke saat Juugo bergegas mengambil sesuatu yang sejujurnya sangat tidak ingin ia simpan di rumah ini. Sebenarnya ia sangat ingin menyusul, namun hal itu dihentikan Fugaku.

"Kaa-san, jangan begitu.. Aku mencintai Sasuke. Aku tulus mencintai segala kekurangan dan kelebihannya. Jadi tolong, jangan ucapkan hal seperti itu lagi." Sakura memegang pundak Mikoto.

"Syukurlah. Sasuke sungguh beruntung." Mikoto berusaha tersenyum meski hatinya sangat sakit.

"Sakura, aku harap kau mau memeriksa kandunganmu secepatnya pada Tsunade. Karena.., kau tahu kan, darah Sasuke tidak bersih." Fugaku berkata dengan tegas.

"Ya, tou-san aku mengerti." Sakura mengangguk sambil mengelus perutnya.

"Baiklah, akan aku jadwalkan pertemuan kalian." Fugaku berdeham.

"Sakuraku, kau tidak apa-apa nak?" Kizashi memeluk putri semata wayangnya.

"Hei, dia sudah akan jadi ibu. Jangan bertingkah konyol seperti itu." Mebuki mencubit perut Kizashi.

"Tou-san, Kaa-san, aku dan bayiku tidak apa-apa. Saat ini aku justru lebih mengkhawatirkan Sasuke." jawab Sakura.

"Sasuke berkata padaku bahwa kalian akan berangkat malam ini, apa itu benar?" Mebuki mengelus pundak Sakura dan memandangnya dengan lekat. Seolah tak ingin anaknya itu meninggalkan mereka.

"Ya, dia berkata padaku kami akan berangkat hari ini. Tapi aku tidak tahu persis jam berapa."

"Sakuraaa, jangan lupakan ayahmu nak, huaaa" Kizashi memeluk erat Sakura.

"A-aya-h!" Sakura berusaha melepaskan diri dari ayahnya yang terkadang tidak tahu malu itu.

"Hei, Kizashi! Hentikan sikapmu itu! Kau bisa melukai bayi Sakura!" Mebuki memukul kepala Kizashi.

"Eehhh! aduh maaf cucuku." Kizashi segera melepas pelukannya dan mengelus pelan perut Sakura yang masih rata.

"Hihi, kalian memang selalu lucu ya." Mikoto tertawa melihat keharmonisan keluarga Sakura. Terkadang ia iri dengan Mebuki. Fugaku sangat kaku dan susah diajak bercanda.

Fugaku hanya berdeham pelan dan membuat Mikoto beralih memandanginya. Ia hanya tersenyum tipis kepada Mikoto. Meski begitu Mikoto sangat senang dan memeluk lengan Fugaku. Sakura terkekeh pelan melihat ayah mertuanya yg sedang tersipu malu karena dipeluk oleh ibu mertuanya.

:

"Sakura, kita sudah sampai." ujar Juugo yang mengantar Sakura ke rumah Kakashi.

"Terima kasih." ujar Sakura sambil tersenyum.

"Baiklah, aku akan menunggu mobil." balas Juugo.

Sakura melangkahkan kakinya, melewati pagar yang tidak ditutup. Rumah itu bertingkat dua dengan cat coklat muda. Perkarangan rumah terlihat rapi, bunga-bunga menghiasi bagian kiri dan di bagian kanan hanya ada sebuah mobil terpakir di garasi yang dibuka.

Sakura berjalan hingga pintu utama, kemudian menekan bel dengan perlahan. Tidak perlu lama menunggu, ia sudah dapat melihat siapa yang membukakan pintu.

"Sa-kura?" Kakashi tidak percaya apa yang ia lihat.

"Kaka-shi?" Sakura pun begitu. Sepertinya kehidupan sedang bermain dengannya. Ia bertemu dengan orang yang amat sangat tidak ingin ia jumpai. Untung saja ia sudah tidak trauma seperti dulu lagi.

"Mobil itu.. Apa kau kemari dengan orang dari keluarga Uchiha?" tanya Kakashi saat melihat mobil sedan hitam dengan emblem klan Uchiha di depannya.

Sakura mengangguk pelan.

"Baiklah, masuklah terlebih dulu. Kita bicara di dalam."

Setelah mendengar perkataan Kakashi, Sakura masuk ke dalam rumah itu dan mengikuti Kakashi ke ruang tamu. Sakura sempat heran dengan sebuah ruangan yang berada di dalam rumah tersebut. Ruangan yang tampak di sebelah kiri jika masuk dari pintu utama. Seperti sebuah ruangan yang dikhususkan. Tapi ia memilih untuk tidak bertanya.

Kakashi mempersilahkan Sakura untuk duduk terlebih dulu, kemudian ia memilih duduk di sofa tunggal yang berada di sebelah kanan sofa panjang yang diduduki Sakura.

"Jadi Sakura.." Kakashi memulai pembicaraan.

"Berhenti. Biarkan aku bicara terlebih dulu." tegas Sakura.

"Baiklah."

"Aku kemari untuk menanyakan kondisi suamiku, Uchiha Sasuke."

"A-apa? Su-suami?" Kakashi tampak sangat terkejut.

"Ya." Sakura mengangguk dengan tegas.

"Sakura, aku kira kau masih ingat dengan kita yang dulu-"

"Hentikan omongan ini, Kakashi. Kurasa seharusnya aku tidak datang kemari."

"Tidak, Sakura. Kita harus menyelesaikan apa yang belum selesai."

"Apa? Apanya yang belum selesai?" Nada Sakura meninggi. "Apa kau akan memintaku untuk memaafkanmu karena kau sudah menyelamatkan suamiku?"

"Bukan seperti-"

"Asal kau tahu saja, aku tidak akan melupakan perlakuanmu terhadapku!" Sakura menunjuk Kakashi dengan jari telunjuknya.

"Sakura aku hanya ingin minta maaf!"

"Oh, jadi kau kira, maaf bisa mengembalikan keperawanan seorang gadis?"

"Sa-Sakura.."

"Kau kira minta maaf dapat menyelesaikan penderitaan yang harus aku rasakan sampai harus pindah sekolah berkali-kali dan menemui psikiater setiap hari?! Dan sampai saat ini aku masih baik hati untuk tidak melaporkanmu ke polisi!" teriak Sakura. Ia sudah tidak peduli. Persetan dengan tetangga atau Juugo yang mungkin dapat mendengar teriakannya.

Saat itu juga Kakashi sungguh merasa amat sangat bersalah. Ia tahu bahwa minta maaf tidak dapat memutar balikkan waktu, tapi niatnya tulus. Ia bahkan tidak tahu mengapa ia sebrengsek itu dulu. Memperkosa adik kelas yang masih sangat polos.

Waktu itu, dia masih duduk di bangku kelas 1 SMA dan gadis merah muda itu kelas 2 SMP. Gadis itu sangat menarik perhatiannya. Hingga ia terus menerus berfantasi liar mengenai gadis itu. Sampai suatu hari, ia termakan omongan temannya untuk merealisasikan fantasi liarnya tanpa memikirkan akibat dari perbuatannya.

Kakashi tak berkata, ia berdiri, kemudian menjatuhkan kedua lututnya di hadapan Sakura. "Sakura.. Aku sungguh minta maaf."

"Terima kasih, kau menjadikanku lebih kuat saat ini. Dan, aku juga tidak butuh permintaan maafmu." Sakura memberi tatapan menusuk.

"Setidaknya, biarkan aku menyembuhkan Sasuke." Kakashi menunduk, tak berani melihat wajah Sakura.

"Terima kasih, aku tidak butuh dokter cabul. Aku minta semua laporan kesehatan Sasuke."

"Baiklah, tunggu sebentar." Kakashi tidak punya pilihan lain selain menuruti kemauan Sakura sebagai wujud penebusan dosanya.

"Ini, semua berkas kesehatan Sasuke." Kakashi menyerahkan sejumlah map kepada Sakura.

"Baiklah, terima kasih." Sakura mengambil map itu dan kemudian berjalan menuju pintu utama rumah tersebut. Ia membuka pintu, kemudian berhenti sejenak, "Tunggu saja sampai Sasuke tahu kau itu siapa." Sakura keluar dari rumah itu, menutup pintu utama dengan membantingnya.

Kakashi hanya menggeleng dan menyesali perbuatan kejinya di masa lalu. Sebenarnya ia berniat menikahi Sakura apabila bertemu lagi dengan gadis itu. Tapi ternyata gadis itu malah sudah menikah, dengan seorang Uchiha Sasuke.

Mendengar nama Uchiha saja, Kakashi sudah cukup merinding. Dan saat ini ia jelas punya masalah besar dengan keluarga itu. Kakashi hanya dapat merutuki masa mudanya yang begitu bodoh karena termakan omongan temannya.

:

"Sa-kura.." Sasuke baru saja sadar. Matanya masih kunang-kunang. Dan ia sedikit heran, tak mendapati istrinya. Kemana perginya dia?

Meski samar, ia dapat mendengar suara pintu kamar dan seorang wanita berambut merah muda berjalan masuk, hmm, pakaiannya bukan pakaian rumah.

"Sakura, kau keluar?" Sasuke mulai merasa tidak dihargai.

"Iya, aku pergi menemui doktermu." ujar Sakura sambil mendudukkan dirinya di samping ranjang.

"Hm? Untuk apa?"

"Untuk mengambil berkasmu. Aku sungguh tak mengira doktermu itu.. Kakashi." terdapat keraguan saat menyebut nama itu.

"Ada apa dengannya?" tanya Sasuke penasaran.

"Aku akan memberitahumu sesuatu, tapi berjanjilah jangan gegabah dan jangan marah padaku." Sakura sedikit cemas.

"Apa itu?"

"Berjanjilah dulu."

"Baiklah, iya aku berjanji tidak akan marah pada istri cantikku."

"Yang satunya lagi?"

"Baiklah. Aku berjanji tidak akan gegabah."

"Hm, begini.. Kakashi.. dulu pernah memperkosaku, saat aku masih duduk di bangku kelas 2 SMP dan dia kelas 1 SMA."

Sasuke terdiam. Tunggu.. Ia butuh waktu untuk mencerna semua ini. Apa yang dikatakan Sakura? Per-ko..sa?

"Apa katamu?" teriak Sasuke tiba-tiba. Ia bangkit dari tidurnya.

"Sasuke-kun.. Kau sudah berjanji padaku kan? Aku mohon, aku hanya ingin hidup tenang." Sakura memegang tangan Sasuke, berusaha menahan emosinya.

"Lalu apa kau tidak marah Sakura? Apa kau tidak ingin membalasnya?" Sasuke menghela nafas kasar. Emosinya masih di ubun-ubun, tangannya mengepal keras.

"Memangnya apa yang akan ku dapat dengan balas dendam? Apakah segala sesuatu akan kembali seperti awal? Apakah keperawanan ku akan kembali? Kita tahu bahwa jawabannya adalah tidak, Anata." Sakura memandang dalam pada kedua netra hitam di hadapannya.

"Setidaknya biarkan mereka merasakan penderitaan yang kita rasakan." balas Sasuke sambil memalingkan wajahnya.

"Sasuke.. Jangan bilang kau mau balas dendam pada Karin."

"Hn, suatu hari nanti, mungkin." Sasuke bangkit dari tempat tidur, berjalan dan menatap ke luar jendela.

"Aku mohon jangan. Demi aku, demi anak kita, demi keluarga Uchiha. Kau satu-satunya penerus, Sasuke." Sakura mengikuti pergerakannya dan memeluknya dari belakang.

"Hn, seandainya kakak masih hidup, aku sungguh ingin berbagi semua ini dengannya." mata Sasuke menerawang ke arah taman, dimana terletak sebuah kursi panjang berwarna putih. Dulu ia dan Itachi sering sekali bermain di kursi tersebut. Mereka sering berlarian mengejar satu sama lain dan jika ada yang terjatuh, maka itu adalah Sasuke. Dan Itachi selalu dimarahi ibu mereka, dan diberi hukuman oleh ibu untuk mengobati luka Sasuke. Meski dimarahi, Sasuke dan Itachi selalu tertawa bersama. Tidak ada rasa saling menyalahkan satu sama lain. Hal itulah yang tidak dapat Sasuke lupakan hingga kini dan mungkin untuk selamanya.

Sakura memeluk tubuh Sasuke semakin erat, seolah ia mengerti Sasuke sedang sedih. Meski tubuh itu masih kurus, kehangatan yang ia rasakan tidak pernah berubah. Aroma maskulin yang menusuk justru menyenangkan indera penciuman Sakura. Dia menutup mata dan menikmati keadaannya saat ini.

Sasuke membalikkan badannya, hal ini membuat pelukan Sakura terlepas. Namun Sasuke balas memeluk Sakura dan mencium kening istrinya dengan lembut. "Terima kasih, Sakura. Aku tidak tahu apa jadinya aku tanpa kehadiranmu."

"Kalau begitu, sayangilah aku dan anak kita dengan segenap hati dan jiwamu. Kami akan selalu ada untukmu, Anata." Sakura meletakkan lengan kiri Sasuke pada perutnya yang masih rata namun sudah berisi itu. Sasuke mengelus pelan perut istrinya dan saling tersenyum tulus satu sama lain.

"Hn, mungkin aku akan membuat sedikit perhitungan dengan Hatake."

"Sasu-"

"Diam. Tidak ada seorang pun yang bisa menghentikanku. Sudah aku mau mandi dulu." Sasuke melepas pelukannya.

Sakura hanya tertunduk lemas. Dan merutuki dirinya. Semua jadi terasa serba salah. Jika ia tidak bercerita maka ia bersalah karena telah menyembunyikan sesuatu dari suaminya. Dan sekarang ia sudah menceritakan segalanya, suaminya malah ingin balas dendam. Sakura hanya dapat berharap semoga saja Sasuke tidak segila itu sampai membunuh Kakashi, semoga.

:

"Maaf tuan, kami belum bisa menemukan nona Karin." ujar seorang pria berpakaian setelan jas hitam dengan kemeja putih dengan dua kancing atas yang dibuka. Tampak juga 3 orang lain berdiri di belakang pria tersebut.

PLAK

Sebuah tamparan mendarat di pipi pria itu.

"Dasar tidak berguna, mencari seorang anak remaja saja kalian tidak bisa? Apa lagi yang bisa kalian lakukan? Dasar tidak berguna!" teriak seorang pria paruh baya yang terlihat memakai setelan jas yang lebih mahal 10 kali lipat dari pria yang ditamparnya.

"Ma-maafkan kami, tuan Jiraiya. Kami benar-benar tidak tahu dimana nona muda." Pria yang ditamparnya tadi hanya bisa tunduk dan meminta maaf.

"Dasar sampah. Pergilah, aku akan menyuruh orang lain."

"Kami permisi, tuan" Pria yang ditampar tadi pergi bersama beberapa orang yang berada di belakangnya.

Setelah sampai diluar rumah megah itu, pria yang ditampar tadi tampak sangat tidak senang dengan perlakuan tuannya kepadanya.

CRAK

Pria itu menumbuk dinding pagar yang ada di sampingnya. Terdapat retakan batu kecil yang keluar dari dinding tersebut.

"Ketua Kimimaro, harusnya kita bertanya pada Suigetsu tadi." ujar salah satu anak buahnya yang berbadan gempal, Jirobo.

"Kau kira Suigetsu akan mau mendengarkanku? Dia saja entah dimana, tak bisa dihubungi." Kimimaro masih mengepalkan tangannya.

"Jujur saja selama ini aku sedikit curiga dengan hubungan Suigetsu dengan nona Karin." ujar Kidomaru.

"Ah iya, aku juga curiga. Mereka sering pergi berdua tanpa sepengetahuan tuan Jiraiya." Tayuya ikut mengiyakan.

"Sebenarnya aku tahu apa yang terjadi pada mereka." balas Kimimaro dengan santai.

"Hah? Ada apa diantara mereka?" tanya Kidomaru.

"Benarkah? Apa benar mereka sepasang kekasih?" tambah Tayuya.

"Atau jangan-jangan sudah menikah diam-diam?" Jirobo ikut serta.

"Diamlah kalian." Kimimaro merasa sangat terganggu. "Akan aku jelaskan kalau sudah waktunya." Kimimaro memasuki mobilnya dan melesat tanpa mempedulikan anak buahnya yang masih menunggu penjelasannya.

"Dasar ketua, tidak pernah mau berbagi. Sudahlah mari kita pulang saja." ajak Tayuya.

"Tu-tunggu! Aku melihat seseorang berjalan ke arah sini!" Penglihatan Tayuya memang yang terbaik diantara keempat orang kepercayaan tuan Jiraiya.

"Siapa itu? Tetap siaga." Kidomaru memberi aba-aba.

"Itu.. Bukannya nona Karin?" Jirobo menyipitkan matanya.

"Eh, iya itu nona Karin!" Tayuya segera pergi ke arah gadis yang berjalan sebatang kara menuju rumah tuannya. Dan benar, itu memang Karin. Jirobo dan Kidomaru juga segera menyusul Tayuya.

"No-nona.. Apa nona baik-baik saja?" tanya Tayuya sambil menopang Karin yang terlihat sangat lemas.

Karin tidak berkata apa-apa, tidak lama setelah itu, Karin pingsan. Ketiga orang itu sangat terkejut dan segera membawa Karin masuk ke dalam rumah.

:

"Anata, aku masih agak berat berpisah dengan orang tuaku." ujar Sakura sambil mengecek koper yang akan dia dan Sasuke bawa ke Singapura.

"Hn, aku juga. Tapi apa boleh buat Sakura." balas Sasuke yang terlihat sangat sibuk di depan komputer lipatnya.

TOK TOK

Sakura membuka pintu.

"Hai, Sakura! Aku akan ikut kalian ke Singapura." ujar Tsunade sambil memegang pundak Sakura.

"Benarkah? Aku sangat senang." Sakura tidak dapat menahan rasa senangnya dan memeluk Tsunade.

"Dasar anak ini, hati-hati dengan kandunganmu." Tsunade melepas pelukan Sakura perlahan dan mengelus perut Sakura yang masih rata.

"Um, apa tidak merepotkan Tsunade-san untuk ikut bersama kami?" tanya Sakura.

"Astaga, tidak perlu begitu formal. Aku sudah menganggap kalian seperti anakku sendiri. Dan anak yang dikandungmu tentu saja kuanggap cucuku." ujar Tsunade tersenyum tulus.

"Terima kasih." ujar Sasuke yang berjalan mendekati mereka.

"Sama-sama, Sasuke. Kalian tidak perlu sungkan, panggil saja aku Mama." Tsunade membalas dengan ramah.

Sasuke tersenyum tipis.

Tsunade sedikit terkejut melihat anak itu tersenyum, namun Tsunade membalasnya dengan senyuman juga. Dan sebenarnya Sakura sungguh sangat senang bahwa ia akan segera meninggalkan Jepang, meski harus berpisah dari orang tua. Ia tidak perlu lagi mengingat masa lalunya yang pilu. Sasuke juga tidak perlu bertemu dengan Karin lagi. Dan semuanya akan baik-baik saja setelah ini.

Mereka bertiga berjalan hingga pintu utama, mobil yang akan mengantar mereka ke bandara sudah disediakan. Tentu saja disana juga ada kedua orang tua mereka. Kizashi dan Mebuki menitikkan air mata, meski sedikit berat melepas putri mereka, namun tidak apa karena putrinya sudah bahagia. Fugaku dan Mikoto juga berat akan terpisah dengan anak mereka satu-satunya. Mereka tahu Sasuke tidak akan pergi hanya untuk sementara. Anak itu sudah membulatkan tekadnya untuk sembuh dan menjadi penerus Uchiha, maka dia harus berobat hingga sembuh total.

"Hn, Sakura. Kau dan Mama berangkatlah ke bandara terlebih dulu. Aku ada sedikit urusan." ujar Sasuke.

"Hah? Baiklah. Jangan terlalu lama." Sakura mencium pelan pipi suaminya.

Sakura dan Tsunade masuk ke dalam mobil sedan hitam yang dikendarai Juugo. Mobil itu kemudian melesat pergi ke tempat tujuan, bandara.

Karena melihat tingkah laku Sasuke yang tidak seperti biasanya, Mikoto mulai khawatir. "Sasuke, ada apa? Kenapa kamu tidak mengikuti mereka?"

"Ya, Sasuke mengapa kamu tidak ikut Sakura?" Kizashi juga ikut bertanya.

"Hn, aku.. sudah tahu bahwa Hatake Kakashi dulu memerkosa Sakura." ujar Sasuke dengan santai. Dan hal ini tentu membuat orang tuanya terkejut.

"A-apa.. Kakashi... maksudmu Kakashi yang akan menjadi doktermu?" tanya Mikoto. Fugaku hanya berdeham.

Sasuke mengangguk pasti. Saat ini tiga pasang netra hitam itu menatap ke arah Mebuki dan Kizashi meminta penjelasan.

Mebuki dan Kizashi tertunduk. Sungguh mereka sebenarnya tidak ingin hal ini diketahui oleh keluarga Uchiha.

"Maaf. Sebelumnya kami sungguh minta maaf. Aku gagal menjadi seorang ibu. Hari itu, dia pulang terlambat. Aku mengira ia mengerjakan tugas kelompok dengan temannya. Ta-tapi, sa-at pulang.. hiks.." Mebuki berusaha menahan tangisannya. Hatinya serasa dicabik-cabik jika kembali mengingat hari itu, hari dimana Sakura pulang dengan pakaian berantakan dan mata yang kosong. Tidak ada senyuman dan candaan yang biasanya ia lontarkan. Sakura bahkan takut jika melihat ayahnya akan memeluknya, padahal biasanya Sakura yang suka memeluk Kizashi.

Selama sebulan, Sakura tidak mau berbicara mengenai apa yang menimpa dirinya. Beruntung Mebuki dan Kizashi segera membawa putri mereka ke psikiater. Dan selama setahun berobat, Sakura dapat sembuh dari traumanya, dan sama sekali tidak takut lagi pada laki-laki.

"Sakura selalu kuat. Kami membawanya ke psikiater, dan dia sembuh dengan pengobatan selama 1 tahun. Kami sungguh minta maaf tidak menceritakan hal ini lebih awal." Kizashi membungkuk meminta maaf pada keluarga Uchiha.

Fugaku menepuk pundak Kizashi, "Sudahlah, hal itu merupakan kecelakaan. Kita sebagai orang tua, tentu tidak ingin hal buruk terjadi pada anak. Namun kita juga tidak bisa melawan takdir."

"Fu-Fugaku.." Kizashi terharu mendengar perkataan Fugaku.

"Perkataan Fugaku itu benar." Mikoto mendekati Mebuki yang masih menangis, memeluknya perlahan. "Tidak apa, kami mengerti."

"Terima kasih." hanya perkataan itu yang dapat keluar dari mulut Mebuki.

"Eh, kemana perginya Sasuke?" Mikoto menyadari anaknya menghilang dari pandangan.

BRUUMM

Ya, ini suara mobil ini membuat Fugaku sangat terkejut. Mobil sedan coupe yang sengaja diwarnai biru tua dilengkapi velg berwarna hitam. Mobil itu.. merupakan mobil kesayangan anak emas Uchiha yang sudah sangat lama tidak dinyalakan karena Sasuke sakit selama ini. Dan sekarang, anak itu mengendarainya. Ini sungguh tidak baik, Fugaku punya firasat buruk.

"Sasuke! Sial anak itu! Kita kejar dia." Fugaku segera berlari ke arah mobil diikuti oleh Mikoto, Kizashi dan Mebuki. Fugaku tidak bisa memikirkan apa-apa lagi. Yang jelas ia harus mencegah tindakan gila Sasuke. Semoga saja masih sempat, jangan sampai anaknya berbuat sesuatu yang akan ia sesali seumur hidupnya. Fugaku juga tidak lupa untuk menelepon beberapa anak buahnya untuk mengikuti mobilnya.


To be Continue


Ah haii minna-san ! :D

Maaf update nya kelamaan :( author sangat sibuk di real life.

Tapi masih curi-curi waktu utk lanjutin ini hehe. Semoga belum pada lupa ya XD

Baiklah, ini balasan review.

d3rin: ahh iya author juga ngerasa gitu lho, Sui kesannya imut gimana gitu hahaha dia bahkan mau Karin berubah. Thanks sudah read dan review :D

Blueberry Bluenette: iya ini baru bisa lanjut, maaf lama. Thanks sudah read dan review :D

wowwohgeegee: hahaha XD itu aslinya gak ada lho, waktu baca ulang kepikir buat adegan bertengkar itu, yauda tancap aja hahaha. Thanks sudah read dan review :D

Lets Matcha: iya nanti aku bantu sadarkan ya XD aduh justru ujan badai mana bisa apdet, cucian belum angkat XD hahahaha. ah iya diusahakan yaa kalau soal panjang gak nya chapter. Thanks sudah read dan review :D

Ingrid Patricia: iya :D Thanks sudah read dan review :D

sarahachi: waduh hati2 sembelit XD hahaha, iya lho beruntung banget heheh. Iya ini fighting curi2 waktu untuk ngetik :( Thanks sudah read dan review :D

Guest: ah iya tuh udah mulai balek dia, hn hn hn nya balek ntr hahaha. Thanks sudah read dan review :D

Orang: belum tamat. masih jauh tamatnya. Thanks sudah read dan review :D

Yueaoi: sebenarnya awal buat fic ini juga gak tega sih author bikin sasunya menderita, tapi kalau sasunya seneng terus kan ga asik XD hahaha. Thanks sudah read dan review :D

Ingrid Patricia: waduh sampai review 2x, makasih banyak lho nungguin cerita ini. Thanks sudah read dan review :D

Yak, thats all. Reviewnya berkurang :( Udah pada lupa kali ya? Atau ceritanya makin ga seru? :(

Yang jelas author tetap lanjut dan tunggu review dari semuanya :D

Thanks all :D

Sincerely,

Shady.