.

.

.

The Fourth Husband

.

.

.

Pair: Haehyuk

Rate: T (semi M)

Warning: BL/Family/ Married /Humor(sedikit)

Summary: Istrimu pernah menikah sebelumnya, itu biasa. Tapi bagaimana jika pernah menikah dan bercerai sebanyak 3 kali sebelumnya? Menjadikanmu suami keempatnya. Bagaimana Donghae akan berdamai dengan kenyataan itu?

.

.

.

.

Kata orang, selalu ada yang namanya pertama kali dalam segala hal. Pertama kali bisa berjalan, pertama kali naik sepeda, pertama kali minum soju, pertama kali jatuh cinta. Bahkan khusus untuk asmara ada istilah untuk orang yang pertama kali mencuri hati kita. Cinta pertama.

Tak peduli berapa kalipun kau menjalin kasih, hanya ada satu yang benar-benar kau ingat selain cinta terakhirmu, yaitu cinta pertamamu.

Hal ini menjadi alasan yang kuat bagi Donghae untuk bertemu dengan orang yang pertama kali mengikat Hyukjae dalam tali pernikahan. Orang yang pertama kali menjadikan Hyukjae sebagai istrinya. Suami pertama Hyukjae, atau mungkin sekarang adalah mantan suami pertama Hyukjae.

Seperti penyakit yang selalu dimulai dari gejala awal, Donghae yakin segalanya pasti dimulai dari pernikahan pertama istrinya. Semua hal yang tak ia ketahui tentang istrinya.

Kebenarannya.

"Aku tak bisa membantu untuk yang satu ini, Donghae."

Satu kalimat itu mampu merobohkan semangat dan harapan Donghae. Seperti api membara yang disiram air dingin, padam begitu saja.

"Wae?!"

Yesung menegakkan tubuhnnya, sorot matannya lebih serius dari yang biasannya Donghae lihat.

"Mantan suami pertama istrimu ini bukanlah orang yang mudah ditemui."

"Dua yang sebelumnnya juga sama, Hyung. Tapi nyatannya aku bisa bertemu dengan mereka."

Kepala koran kota itu segera membuka laptopnnya. Tangannya dengan cermat mengetik beberapa kata kunci. Matannya lalu dengan awas membaca tiap deretan kalimat yang muncul.

"Tidak yang satu ini Donghae, kau akan berurusaan dengan seorang pemimpin perusahaan global. Salah satu yang terbaik di asia."

"Dua yang sebelumnya juga pemimpin perusahaan besar."

"Masalahnnya, mantan suami pertama istrimu itu tidak menetap disatu negara!"

Donghae langsung terbengong-bengong. Yesung memutar layar laptopnnya, memperlihatkan hasil pencariannya itu pada temannya. Iris cokelat itu mengerjap melihat sosok laki-laki berwibawa disana.

Ini benar-benar diluar dugaan Donghae. Orang ini benar-benar berbeda dari dua mantan suami istrinnya yang sebelumnnya. Orang ini terlihat jauh lebih tua dari ia ataupun istrinya.

"Kim Youngwoon. Presdir AEON Contruction, perusahaan kontruksi terbesar diasia. Ia adalah orang yang hanya bisa kau temui dalam mimpimu karena kesibukannya yang luar biasa."

"Dia tidak ada di Korea?"

"Dia bahkan belum tentu ada di benua asia sekarang, Donghae."

"Lalu bagaimana caraku menemuinya?" Yesung menghela nafas mendengarnnya.

"Lupakan saja. Lebih baik kau jalani pernikahanmu seperti sedia kala, tak ada gunanya mengungkit yang sudah lalu."

"Bagaimana aku akan menjalani pernikahan dengan tenang kalau kenyataan istriku bercerai hingga tiga kali tidak kuketahui kenyataannya!"Seru Donghae hampir berteriak pada Yesung.

Yesung hanya diam sebelum menghela nafas. Donghae adalah salah satu orang yang sulit sekali dimengerti maunya. Seseorang yang akan memilih jalan berbatu ketimbang jalan mulus yang tepat didepan matannya.

"Tidak ada cara lain, kau harus bicara pada istrimu."

"Aku tidak bisa! Harus berapa kali kukatakan aku tak bisa bertannya padannya. Setiap melihat wajahnya semuannya serasa hilang, aku sama sekali tak berani bertannya."

Donghae menunduk setelahnya.

"Aku takut, Hyung. Aku takut Hyukjae meninggalkanku."

Donghae takut ia akan menjadi salah satu jajaran mantan suami Hyukjae berikutnya. Ia takut laki-laki itu akan pergi dari hidupnya, meninggalkan Donghae begitu saja. Tanpa peduli jika Donghae sangat mencintainnya, tanpa peduli jika Donghae tak bisa hidup tanpanya.

"Aku harus tahu alasannya, Hyung. Sehingga aku bisa mempertahankan istriku. Mempertahankan pernikahan kami."

Kepala koran kota itu berdiri lalu menghampiri temannya. Satu tangannya menepuk pundak Donghae mencoba menguatkan.

"Aku mengerti Donghae. Tapi kau tak harus bertanya langsung, kau bisa melakukannya secara perlahan. Bicara pada istrimu pelan-pelan."

"Tapi Hyung-"

"Ini satu-satunnya cara jika kau ingin mengetahui alasannya. Menemui suami pertama istrimu akan lebih sulit dari bicara dengan istrimu, percayalah padaku kali ini."

Donghae terdiam. Apa ia memang harus bertanya pada istrinya?

.

.

.

Tangan mungil itu menyantuh kedua pipi Hyukjae, membuat laki-laki itu tertawa sebelum mencium gadis kecil dipangkuannya dengan gemas. Tawa renyah balita berusia tiga tahun itu terdengar, gadis kecil itu balas mencium Hyukjae.

"Aw, kyeopta."

Dengan cepat Hyukjae bangkit dari sofa dengan gadis kecil itu digendongannya. Berjalan menuju dapur membuka kulkas untuk mengambil satu pak buah strawberry. Baru ia akan kembali kesofa ruang tengah tepat saat ia melihat suaminya pulang. Hyukjae hanya tersenyum saat Donghae terbengong-bengong melihatnya dengan gadis kecil digendongannya.

"Namanya Haru, anak tetangga sebelah kita. Ibunya harus ke rumah sakit mengurus kakaknya yang opnam jadi dia menitipkan Haru disini."Terang Hyukjae seperti mengerti isi pikiran suaminya.

Donghae sendiri yang sudah bertahun-tahun tinggal diapartemen ini baru tahu tetangganya memiliki anak kecil. Maklum saja Donghae hanya dirumah saat pagi dan malam hari, sisanya ia habiskan di rumah sakit.

Hal berikutnya Donghae mendapati diri duduk bersebelahan dengan Haru dimeja makan sembari menunggu Hyukjae menyiapkan makan malam. Iris cokelat dokter itu sedari tadi melihat tingkah laku bocah disebelahnya. Dahinya sesekali mengernyit melihat bagaimana gadis kecil ini berusaha menggigit buah strowberi dengan mulut kecilnya.

Mata bulat itu melihat Donghae sebelum tangan mungilnya mengulurkan buah merah asam itu pada Donghae. Donghae membuka mulutnya, menerima suapan gadis kecil didepannya. Haru terkikik setelahnya, membuat Donghae mengusap lembut rambut gadis kecil itu sembari ikut tersenyum. Tentu hal itu tak lepas dari penglihatan Hyukjae.

"Jadi bagaimana menurutmu?"

"Hah? Apanya?"

Dagu Hyukjae menunjuk Haru yang masih sibuk mengunyah

"Anak."

Heh?

Pikiran Donghae blank sejenak saat mendengarnya. Apa Hyukjae baru saja menyinggung soal anak? Iris cokelatnya kembali melihat Haru lalu kembali lagi melihat Hyukjae.

"Apa tidak terlalu cepat?" Hyukjae tersenyum mendengarnya.

"Aku bukan ingin anak sekarang, Donghae. Aku hanya bertanya pendapatmu tentang anak-anak."

Oh, Donghae kira apa. Tangan besar itu kembali mengusap rambut Haru. Membuat mata bulat itu melihatnya dengan tatapan polos tanpa dosa. Murni tak bersalah.

"Aku selalu menyukai anak-anak."

"Jadi kau juga ingin kita memiliki anak?"

"Tentu saja! Mungkin kita bisa mengadopsi tiga atau empat anak jika kau mau."

Donghae mendengar tawa istrinya, apa ia mengatakan hal yang salah?

"Kita coba satu dulu, Donghae. Kalau kita bisa mengatasi satu anak dengan baik baru pikirkan yang berikutnya."

Hyukjae benar. Bagaimana bisa mereka mengurus tiga sampai empat anak sekaligus? Itu pasti akan sangat merepotkan. Tapi dada Donghae terasa hangat membayangkan melihat Hyukjae mengurus anak mereka kelak. Itu akan menjadi hal paling indah yang pernah Donghae lihat.

Tunggu dulu. Tiba-tiba saja Donghae menyadari sesuatu.

Jika Hyukjae ingin memiliki anak dengannya bukankah itu berarti Hyukjae ingin pernikahan mereka berjalan selamanya? Berarti Hyukjae tak akan bercerai dengannya? Donghae langsung tersenyum seperti orang bodoh setelahnya.

Ngomong-ngomong soal perceraian, Donghae menjadi ingat perkataan Yesung. Mengenai dirinya yang harus bertanya pada istrinya perlahan. Bicara pada Hyukjae pelan-pelan mengenai perceraiannya sebelum-sebelumnya. Itu terdengar lebih sulit dilakukan dari pada dikatakan.

Seluruh makanan sudah tersaji dan Hyukjae sudah duduk didepannya sembari mulai memakan makanannya. Waktu yang paling berkualitas bagi suami istri untuk bicara adalah saat makan malam. Biasanya suami istri akan bicara apa saja saat di meja makan untuk mengobati rindu setelah seharian tak bertemu. Jadi Donghae akan memulainnya. Yosh!

"Hyuk."

"Hem?"

Donghae langsung merasa udara menghilang saat iris hitam menawan itu menatapnya langsung. Mata Hyukjae itu seperti mempunyai mantra hipnotis, bisa membuat isi pikirannya menghilang tak berbekas. Kata berikutnnya tak keluar, mulut Donghae terbuka tanpa ada kata yang mampu ia ucapkan.

"Daging..."

"Ya?"

"Daging panggang buatanmu sangat enak!"Bodoh! Dalam mental Donghae menampar dirinya sendiri.

Istrinya itu hanya tersenyum sembari menyuapkan daging padanya sesekali. Benar bukan, istrinya terlalu tangguh untuknya. Mampu membuat Donghae tak berkutik. Inilah sisi buruk saat kau terlalu mencintai seseorang, kau akan seperti budak saat berhadapan dengannya. Budak cinta.

Tidak-tidak! Ia tak boleh menyerah sekarang! Jadi Donghae akan mencoba lagi.

"Hyuk!"Kali ini nada suaranya lebih keras dengan tekat kuat.

"Aku-"

Klontang.

Suara tangis Haru segera mengalihkan perhatian mereka. Anak itu tak sengaja menumpahkan gelasnya dan membuat genangan air tercecer dimana-mana. Tentu istrinya langsung tanggap situasi.

"Aigo, tidak apa-apa sayang. Jangan menangis."

Iris cokelat itu hanya bisa menatap istrinya yang pergi dari meja makan sembari menggendong Haru, ingin mengganti pakaian anak itu yang basah. Meninggalkan Donghae yang kini memasukan apapun kemulut lalu mengunyahnya dengan emosi. Ya Tuhan, kenapa sulit sekali!

Satu jam kemudian Donghae mendapati diri duduk disofa melihat Haru yang bermain lego di atas karpet. Ia menoleh ke arah dapur, tepat pada istrinya yang kini sibuk mencuci peralatan makan mereka. Donghae sedang berencana akan melakukan hal yang pernah ia lihat di TV, tapi hal ini ternyata sedikit canggung bila dilakukan dikenyataan.

Dengan ragu Donghae beranjak menghampiri istrinya. Berdiri tepat dibelakang istrinya sebelum memeluknya dari belakang. Iya, Donghae tahu ini memalukan! Tapi biasanya suami istri akan lebih nyaman bicara saat sedang bermesraan. Siapa tahu cara ini berhasil.

"Hae, nanti Haru lihat!"

"Dia sibuk bermain, tidak akan lihat."

Dokter itu tetap kukuh melingkarkan tangannya dipinggang istrinya tak peduli Hyukjae yang menggeliat mencoba melepasnya. Namun pada akhirnya Hyukjae membiarkannya, meneruskan membersihkan piring kotor yang menumpuk dengan suminya yang memeluknya dari belakang. Donghae menyandarkan kepalanya di pundak istrinya.

"Hyuk."Mulainya tak jauh beda dengan yang tadi.

"Apa?"

"Aku ingin bertanya sesuatu."

"Tentang apa?"

Tentang perceraianmu! Lagi-lagi itu hanya keluar dibenak saja. Bagaimana Donghae harus menanyakannya? Tentu aksi diam Donghae membuat Hyukjae heran.

"Donghae?"

"Aku ingin bertanya tentang-"

Suara bel pintu depan menggagalkan semuanya. Hyukjae segera pergi kepintu depan untuk membukanya, meninggalkan suaminya yang mematung tak percaya karena kembali kehilangan kesempatanya bicara. Donghae mengeram frustasi, tak dipedulikannya ibu haru yang datang menjemput putrinya.

Yang selanjutnya juga sama saja. Hyukjae sama sekali tak medengarkannya saat ia mulai mencoba bertanya ketika mereka menonton TV, ia malah memecahkan lampu meja saat mencoba bertanya ketika Hyukjae memindahkan buku-bukunya di rak, bahkan ia tersedak pasta gigi saat mencoba bertanya saat mereka menyikat gigi bersama di kamar mandi.

Tak ada satupun yang berhasil.

Selama hidupnya baru kali ini Donghae merasa betapa sulitnya bertanya pada seseorang. Setiap kalimat terakhir sudah diujung mulutnya, ada saja yang menggagalkannya. Seperti nasib sedang bermain-main padanya.

Kesempatan terakhir adalah bertanya saat mereka ditempat tidur. Semua orang tahu obrolan sebelum tidur selalu bersifat sensitif karena suami istri biasanya bicara dari hati ke hati saat itu. Saling berbagi masalah mereka agar mendapat solusi terbaik hasil pemikiran bersama.

Hal tersebut membuat Donghae yakin bahwa ini adalah waktu yang paling tepat untuk bertanya. Waktu yang paling tepat untuk mengungkap kebenaran. Iris cokelatnya melirik istrinya yang duduk bersandar di kepala ranjang sembari membaca novelnya. Donghae yang sebelumnya sudah berbaring nyaman ikut duduk menyebelahi istrinya.

"Apa yang kau baca?" Kali ini Donghae memulai dengan cara lain.

"Cerita psikologi."

"Pembunuhan?"

"Tidak, lebih ke romance. Ceritanya menarik, temanya sederhana hanya tentang pentingnya bicara satu sama lain."

Kenapa Donghae merasa novel ini menyindirnya. Tidakkah lihat Donghae juga sedang berusaha bicara pada istrinya! Kenapa pula ia marah-marah pada benda mati yang tak salah apa-apa?!

Donghae mulai merapatkan diri pada Hyukjae, pundak mereka bersentuhan karena jarak yang begitu dekat. Merasa kurang nyaman, Dokter itu memindahkan satu lengannya ke belakang istrinya membuat Hyukjae bersandar nyaman padanya kini.

Langkah pertama, buat istrimu merasa senyaman mungkin.

Jemarinya perlahan mengelus lengan atas istrinya. Ciuman singkat pun ia tebar di sepanjang pelipis hingga leher Hyukjae. Sesekali bahkan membukakan lembar di novel itu untuk istrinya.

Langkah kedua, lakukan sedikit skinship untuk menciptakan suasana romantis.

"Sayang, ada yang ingin aku tanyakan."

Langkah ketiga, langsung bertindak!

Hyukjae yang sedari tadi diam membaca berbalik melihat suaminya. Raut wajah keheranan terlihat jelas dari ekspresinya.

"Dari tadi kau bilang ingin bertanya-ingin bertanya, tapi kau tak mengatakan apa-apa selanjutnya."

Hyukjae pikir ini mau Donghae apa?! Kalau bisa sudah dari tadi kalimat sakral itu keluar dari mulutnya. Salahkan kesialannya yang kadang kambuh disaat yang kurang tepat. Dapat Donghae rasakan sentuhan dingin dari jemari ramping istrinya. Mengusap lembut kerutan didahinya yang sedari tadi berkerut karena berfikir keras.

"Apa yang ingin kau tanyakan, hem?"

Dokter itu menelan ludahnya. Apa ini saatnya? Jantungnya berdebar sangat keras sekarang seperti menunggu detik-detik eksekusi. Mata bulat didepannya yang menatapnya itu serasa membuatnya lemas, lidahnya mendadak kram.

"Katakan saja Donghae, aku tak akan marah."Mencoba mengurai benang kusut yang tergambar jelas diekspresi suaminya, Hyukjae tersenyum lembut menenangkan. Dia tidak tahu bahwa hal itu justru berefek sebaliknya untuk Donghae, pikirannya semakin kacau.

"Aku-aku ingin bertanya, ap-apakah kau..."

"Ya?"

"Kau... kau."Tolong siapa saja tampar Donghae sekarang!

"Apa Donghae? Jangan membuatku penasaran!"

Andai Hyukjae tahu ia sudah mengerahkan seluruh tenaganya untuk bicara, bahkan butiran keringat telah mengalir dipelipisnya. Ayolah mulut sialan! Bicaralah!

"Donghae!"

"Kau mau melakukannya denganku hingga pagi?"

Hyukjae terdiam. Suaminya barusan mengatakan apa? Melakukan hingga pagi?

Mata beriris cokelat itu terbelalak, sadar apa yang telah ia katakan. Apalagi saat melihat ekspresi istrinya yang tak menentu. Tembok! Mana tembok? Ingin Donghae benturkan kepalanya disana.

"Kau ingin mencoba melakukannya hingga pagi?" Tanya Hyukjae hati-hati membuat Donghae mengusap wajahnya kasar karena frustasi.

Kenapa segalanya selalu berakhir seperti ini!

Menyerah dengan keadaan, dokter itu tiba-tiba saja membaringkan istrinya diranjang lalu menduduki perutnya. Membuat istrinya yang masih mencerna tindakannya hanya mengerjab dibawahnya tak berdosa. Buku yang tadi ditangannya pun sudah terbengkalai dilantai.

"Ne, kita lakukan sampai pagi! Kajja!"

Dengan emosi Donghae melepas kaosnya. Biar saja berakhir seperti ini, biar saja ia terlihat seperti orang bodoh. Donghae tak peduli! Nasip sialnya ingin ia meniduri istrinya? Fine, akan Donghae tiduri hingga puas!

Masalah perceraian istrinya? MASA BODOH!

.

.

.

Mobil Mercedes hitam mewah itu berhenti tepat didepan loby utama gedung megah rumah sakit itu. pintunya terbuka memperlihatkan Cho Kyuhyun yang melangkah keluar dari sana. Dengan aura perfeksionisnya melangkah memasuki gedung.

Sebenarnya ia benci menjalani pemerisaan rutin seperti ini, tapi ibunya yang selalu berlebihan akan sesuatu selalu memaksanya kerumah sakit jika melihat sedikit saja hal yang salah padanya. Belum ada satu bulan sejak pemeriksaan sebelumnya, sudah merengek kembali ibunya itu.

Raut wajah dinginnya berangsur berubah saat melihat dokter yang berjalan dari arah berlawanan darinya. Senyumnya terukir, bukan senyum yang layak ditiru tentu saja.

"Lee Donghae-shi, senang melihatmu lagi."

Donghae yang sedari tadi fokus pada map ditangannya langsung terbelalak melihat sosok mantan suami ketiga istrinya.

"Cho Kyuhyun-shi."

Jelas Donghae tak mengira akan bertemu kembali dengan orang ini. Pikiran Dokter itu sudah dipenuhi dengan cara bertemu dengan mantan suami pertama istrinya setelah gagal mencoba bertanya dengan istrinya. Kehadiran Kyuhyun membuat harapan baru pada Dokter itu.

"Permisi Dokter Lee, aku ada janji dengan Dokter Kim."

"Tunggu!"

Langkah Kyuhyun terhenti, ia kembali melihat Donghae.

"Bisa kita bicara sebentar?"

Tumpukan baju kotor itu Hyukjae letakkan di keranjang samping mesin cuci. Secara selektif ia mulai memeriksa kantung baju dan celana suaminya sebelum memasukannya ke mesin cuci. Baru setengah tumpukan pakaian selesai ia periksa, Hyukjae berhenti. Laki-laki itu mengelus lehernya dan pinggangnya yang pegal.

Hari ini banyak sekali hal yang ia kerjakan membuatnya cukup lelah padahal ini belum ada setengah hari. Mempercepat pekerjaannya, akhirnya setelah semua cucian masuk kedalam mesin cuci Hyukjae memutuskan untuk beristirahan sejenak.

Tubuh kurus itu terbengkalai diatas sofa nyaman. Memejamkan mata, ia mencoba untuk rileks barang sejenak. Hyukjae kembali membuka mata, melihat apartemen sedang yang ia tempati bersama suaminya. Melihat dekorasi dan berabotan sederhana namun begitu nyaman.

Seperti pernikahannya, begitu sederhana.

Mungkin memang ia harus bekerja lebih keras sekarang, mengerjakan segalanya sendiri untuk mengurus rumah dan suaminya. Tak jarang ia akan kelelahan seperti sekarang, tapi Hyukjae tak keberata. Hyukjae menikmati hidupnya yang sederhana dengan suami yang apa adanya.

Hyukjae sama sekali tak menyesal.

Iris hitam itu melihat cincin kawin di jarinya. Menyentuhnya dengan tangan lainnya sebelum tersenyum ringan. Semakin dilihat, semakin membuatnya merindukan Donghae.

Suaminya yang sederhana.

Suaminya yang menerimanya apa adanya.

.

.

.

Ini bukan pertama kalinya keduanya berhadapan, tapi sungguh Donghae selalu tak menyukai aura orang didepannya ini.

"Jadi, apa yang ingin kau bicarakan denganku? Jika itu mengenai Hyukjae sudah kukatakan semuanya sebelumnya."

"Tidak, ini bukan tentang Hyukjae."

"Lalu?"

Dokter itu terdiam sejenak. Sejujurnya ia tak yakin dengan semua ini tapi tak ada yang bisa menolongnya selain orang ini. Menelan ludah, Donghae tak sadar tangannya otomatis tercekram saat mulai bicara.

"Aku ingin bertanya soal mantan suami pertama Hyukjae."

Kyuhyun cukup terkejut mendengarnya. Apa yang keluar dari mulut dokter didepannya ini cukup diluar dugaan. Tapi tentu saja semua keterkejutannya itu tertutupi oleh wajahnya yang datar.

"Apa yang ingin kau tahu mengenai mantan suami pertama Hyukjae?"

"Bagaimana cara untuk bertemu dengannya?"

"Maaf?"Tanya Kyuhyun kurang yakin dengan apa yang ia dengar.

Donghae tak terkejut dengan respon Kyuhyun. Ia tahu orang yang ingin ia temui itu bukan orang sembarangan, hampir sesulit bertemu Presiden. Tapi Donghae tak punya jalan lain, jalan lain untuk mengungkap kebenaran mengenai istrinya.

"Aku tahu mungkin bisnis yang kau geluti berbeda dengan mantan suami pertama istriku. Tapi kurasa kalian berada di tingkat sosial yang sama. Karena itu kau pasti tahu bagaimana menemuinya."

"Kau ingin menemuinya untuk bertanya alasannya bercerai dengan Hyukjae?"

"Ya."

Kyuhyun terkekeh pelan membuat dahi Donghae mengernyit karena heran. Direktur perusahaan game itu tak menyangka bibit yang ia tanam tengah berkembang menjadi pohon yang kuat. Yang perlu ia lakukan hanya memupuknya supaya subur lalu berbuah.

"Untuk dokter sepertimu akan sangat mustahil menemui Presdir perusahaan kontruksi terbaik di Asia."

Seperti api lilin yang ditiup, harapan Donghae padam begitu saja saat mendengar hal yang sama kedua kalinya. Apa memang tak bisa?

"Tapi..."Donghae otomatis mendongak saat Kyuhyun kembali bicara.

Senyum itu terlihat penuh makna, makna tak baik tentu saja.

"Aku bisa membantumu."

Donghae terbengong. Apa yang tadi orang ini katakan? Apa Donghae tak salah dengar?

"Kau akan membantuku?"Tanyanya tak yakin.

"Kami pernah bekerja sama jadi tak akan sulit membuat janji meeting dengannya."

Nyala api harapan Donghae kembali hidup, wajahnya yang kusut kembali cerah. Dokter itu segera mengucapkan berkali-kali terima kasih pada Cho Kyuhyun tanpa tahu ia sedang melangkah ke kandang singa. Sama sekali tak mempertanyakan pertolongan cuma-cuma yang diberikan Kyuhyun. Sama sekali tak sadar senyum seringaian yang penuh akan kelicikan itu.

Sudah Kyuhyun katakan, balas dendam itu menyenangkan.

.

.

.

Donghae merasa bersalah.

Pagi ini ia terbangun lebih pagi dari biasanya dan menemukan wajah indah terlelap istrinya tepat disebelahnya, dan rasa bersalah itu muncul begitu saja. Rasa bersalah karena melakukan semua hal ini dibelakang istrinya.

Tapi Donghae tak bisa berhenti, ia harus tahu kebenarannya.

Selang dua minggu setelah pembicaraannya dengan Cho Kyuhyun, kemarin Direktur perusahaan game itu mengirim orang ke kantornya dan mengatakan bahwa hari ini Donghae bisa bertemu dengan suami pertama istrinya. Cho Kyuhyun itu sudah membuat janji katanya.

Donghae sangat gugup, bahkan semalam ia hampir tak bisa tidur.

Ketegangannya berdampak pada tingkah lakunya. Hyukjae berkali-kali bertanya kenapa ia begitu pendiam sejak bangun, atau kenapa Donghae terus saja memandanginya sejak tadi. Donghae tentu tak akan mengatakan sebenarnya, ia hanya tersenyum sembari menjawab bahwa ia tak apa-apa.

Meski kenyataannya pikiranya begitu penuh.

Donghae menegakkan tubuhnya setelah selesai memakai sepatunya. Ia mengambil tasnya dari istrinya lalu terdiam memandangi paras didepannya. Hyukjae tersenyum padanya, senyum yang selalu ia berikan pada Donghae setiap harinya. Dokter itu mendekat sebelum dengan lembut mencium kening istrinya.

"Saranghae."

Senyum indah itu kembali terukir dibibir istrinya.

"Nado."

Setelah itu Donghae berjalan keluar apartemennya. Iris cokelatnya berubah tajam. Ia akan melakukan ini, ia akan mengungkap kebenarannya. Entah akan buruk atau sangat buruk yang akan ia dengar nantinya, Donghae sudah siap. Jadi tanpa ragu ia masuk kemobilnya, sebelum meluncur dari sana.

.

.

.

Itu hampir jam makan siang saat Donghae memarkirkan mobilnya di basement hotel bintang lima itu. Ia langsung keluar dari rumah sakit saat bawahan Cho Kyuhyun memberitahunya tempat pertemuannya. Mencoba menenangkan detang jantungnnya yang serasa menggila, akhirnya ia keluar dari mobilnya menuju lif tak jauh darinya. Ponselnya berdering saat ia menunggu lif, itu Yesung.

"Wae, Hyung?"

"Dimana kau? Aku kekantormu tapi kau tak ada."

Donghae menghela nafas, ia ada janji temu dengan Yesung untuk membahas perihal dia yang tak bisa bicara terus terang pada istrinya hari ini, ia lupa karena terlalu fokus akan bertemu mantan suami pertama suaminya.

"Maaf, tidak jadi Hyung. Aku sudah memutuskannya."

"Memutuskan apa?"

"Aku akan menemui mantan suami pertama Hyukjae."Dapat Donghae dengar umpatan Yesung di teleponnya.

"Harus berapa kali kukatakan! Itu mustahil Donghae! Tanyakan saja pada istrimu! Kenapa kau begitu keras kepala?!"

"Ani, itu tidak mustahil Hyung. Aku akan menemuinya sebentar lagi."

Ada jeda sejenak sebelum Yesung kembali bersuara.

"Apa maksudmu?"

"Maksudku, aku benar-benar akan menemui mantan suami pertama Hyukjae."

"Ya! Jangan bercanda!"

"Aku tidak bercanda."Suara serius Donghae mampu membuat kecemasan Yesung semakin menjadi.

"Dimana kau sekarang?"

"Hotel Namsan."

"Dengarkan aku Donghae, batalkan hal itu! Kau tidak tahu seperti apa orang yang akan kau temui, masalah ini bisa semakin rumit dan-"

"Nanti Kutelpon lagi, Hyung. Aku harus pergi."Ucap Donghae saat melihat pintu lif terbuka sembari menutup telphonnya secara sepihak tanpa peduli teriakan Yesung disana. Ia bahkan mematikannya setelah itu agar tak ada yang menganggunya.

Dengan yakin ia menekan tombol lantai paling atas hotel itu. Untuk sekarang tak ada yang bisa menggoyahkan tekatnya.

Ponsel di meja makan itu berbunyi membuat Hyukjae yang sedang menata sayuran didalam kulkas berjalan untuk meraihnya. Dia sempat heran saat melihat siapa yang menelphonnya, pihak rumah sakit tempat suaminya bekerja.

"Yabaseo?"

"Yabaseo, Hyukjae-shi?"

"Ne? Ada apa menelphonku?"

"Kami ingin memberitahu bahwa dokter Lee harus memimpin operasi siang ini."

Tentu saja hal itu membuat Hyukjae heran, kenapa pihak rumah sakit memberitahu jadwal operasi suaminya padanya? Bukankah mereka bisa memberitahukan pada suaminya dikantornya?

"Bukankah ia ada dirumah sakit sekarang?"

"Justru itu yang ingin kami tanyakan, dokter Lee belum datang kekantornya sejak pagi. Tidak ada yang melihatnya sejak pagi."

Raut wajah Hyukjae langsung berubah, ia tahu ada sesuatu yang tidak beres. Jelas-jelas ia melihat Donghae berangkat bekerja tadi pagi lalu tiba-tiba sekarang pihak rumah sakit mengatakan suaminya tak ada sejak pagi?

Lalu dimana dia?

"Aku akan coba menghubunginya."Ucapnya sebelum menutup teleponnya dengan sopan dan mulai mengontak suaminya, tentu saja hanya operator yang menjawabnya.

Deretan mobil mewah berhenti tepat di depan hotel berbintang itu. Salah satu dari orang-orang berjas itu membukakan pintu pada limousine hitam disana.

Laki-laki gagah berkharisma itu keluar dari sana, dengan setelan rapi yang begitu memancarkan kedewasaannya. Sekali lihat pun orang tahu ia adalah pria sejati dengan pengalaman luar biasa dalam bisnis.

Kim Youngwoon. Presdir AEON Contruction.

Salah satu orang terkaya didunia.

Dengan pelayanan nomer satu ia menuju lantai teratas hotel itu, mendapat sambutan langsung dari Cho Kyuhyun yang menawarkan kesepakatan resmi padanya. Mereka akhirnya memasuki ruang VVIP segera.

Sikap mereka sangat profesional meski keduanya sama-sama tahu kesamaan masa lalu mereka yaitu pernah menikahi orang yang sama.

"Sebelum kita bicara tentang bisnis, ada seseorang yang ingin kukenalkan dengan anda, Kim Youngwoon-shi."

Pintu itu terbuka mengungkapkan Donghae yang berjalan perlahan mendekati mereka. Berjalan mendekati para laki-laki yang pernah menjadi bagian hidup istrinya.

.

.

.

Langkahnya sangat ringan saat melewati lorong hotel itu, Cho Kyuhyun benar-benar bahagia. Menyesatkan orang lain ternyata sangat mudah. Direktur itu tak hentinya tertawa membayangkan seberapa buruk masalah yang ia kirimkan khusus untuk mantan istrinya.

Oh indahnya balas dendam.

Namun tawanya langsung berhenti saat melihat sosok yang berdiri tak jauh disana, matanya terbelalak tak percaya dengan apa yang ia lihat.

Lee Hyukjae ada disana, dengan raut wajah dingin dan mata penuh permusuhan.

Kyuhyun sama sekali tak bisa mengelak saat mantan istrinya itu meraih kerah kemejanya, mencengkramnya erat hampir mencekiknya dan membuatnya susah bernafas. Demi Tuhan selentik apapun tangan mantan istrinya ini, Hyukjae masihlah seorang laki-laki. Ia masih memiliki tenaga yang sama dengannya.

"Katakan padaku, dimana mereka?"

Dua laki-laki itu kini duduk berhadapan. Iris cokelat itu melihat laki-laki berwibawa didepanya. Laki-laki pertama yang menikahi istrinya.

Berbeda dari Cho Kyuhyun atau pun Choi Siwon, mantan suami pertama istrinya ini terlihat jauh lebih tua darinya. Mungkin sekitar sepuluh tahun diatasnya. Membuat Donghae merasa begitu kecil dihadapanya. Seperti ia adalah ikan badut dan orang ini adalah ikan paus dilautan, begitu jelas perbedaanya.

Bahkan pandangan bak mata elang itu membuat Donghae tak bisa berkutik. Butuh usaha keras hanya untuk menatapnya.

"Nuguseyo?"Donghae tanpa sadar menelan ludahnya saat orang itu bicara dengan suaranya yang besar.

"Lee Donghae inmida, suami Hyukjae sekarang."

Bola mata kelam Youngwoon melihat Donghae dengan tak biasa meski fokusnya sama sekali tak goyah, terlihat jelas ia tak menduga hal ini. Dengan tenang ia menyilangkan kakinya, duduk nyaman dengan seluruh wibawanya.

"Lalu apa yang kau inginkan dariku?"

Dokter itu terdiam. Ini saatnya, ia akan mendapatkan jawaban dari orang ini. Semua tentang Hyukjae. Semua tentang masa lalu istrinya. Kebenaranya.

"Aku-"

Suara keributan itu menghentikan Donghae, ia melihat pintu utama itu terbuka mengungkap sosok istrinya. Donghae terkejut luar biasa.

Sungguhan istrinya?! Bagaimana istrinya sampai disini?!

Iris hitam itu melihat suaminya dengan tajam. Mencengkram tangannya untuk menahan kemarahannya. Pandangan Hyukjae teralih pada sosok lain di sana, sosok yang sama sekali tak asing. Perlahan ia menunduk sopan pada orang itu.

"Tinggalkan kami dan tungu diluar."Perkataan istrinya itu menyadarkan Donghae dari keterkejutannya.

"Mw-mwo?"

"Aku bilang tunggu diluar."

Itu bukan bentakan tapi terdengar dingin luar biasa hingga terasa sampai kebelakang tulang punggung Donghae. Alaram bahaya dalam otaknya mengatakan jika ia tak menuruti istrinya maka sesuatu yang mengerikan akan terjadi padanya. Jadi akhirnya Donghae melangkah meninggalkan ruangan itu.

Meninggalkan mantan suami istri itu sendiri.

Ini sudah begitu lama sejak terakhir kali mereka melihat satu sama lain. Sudah begitu lama sejak mereka saling bicara. Namun segalanya tetap sama, bagaimana tembok tak kasat mata itu berdiri tegak diantara mereka.

"Maaf untuk ketidaknyamanan ini. Ada sedikit kesalah pahaman yang terjadi sehingga semuanya menjadi sedikit rumit seperti ini."

Kim Youngwoon melihat mantan istrinya yang bahkan tak ingin repot-repot untuk duduk itu. Melihat bagaimana kedewasaan terlihat jelas pada sosoknya yang ramping. Bagaimana kematangan terlihat jelas di iris hitam itu.

"Dia suamimu?"

"Ya."

Kekakuan itu sangat terasa di interaksi mereka.

"Sejujurnya aku cukup senang bertemu suamimu. Aku tak akan bertanya alasan ia menemuiku jika memang kau tak ingin aku membahasnya."

"Sekali lagi maaf untuk semua ini."

Youngwon menghela nafas.

"Bukankah sudah kukatakan untuk berhenti meminta maaf padaku? Sudah tak ada yang perlu dimaafkan."

Iris hitam itu melihat mantan suaminya, mengingat perkataan mantan suaminya ini sebelum mereka bercerai. Ya memang benar, sudah tak ada yang perlu dimaafkan lagi diantara mereka. Semuanya sudah berlalu.

Hyukjae menarik nafas sebelum dengan perlahan menunduk untuk memohon diri. Istri Donghae itu berbalik akan berjalan keluar.

"Hyukjae."Panggilan itu membuat langkahnya terhenti sebelum berbalik melihat kembali mantan suaminya.

"Senang meilhatmu bahagia sekarang."

Hyukjae terdiam mendengarnya sebelum senyum tipisnya terlihat. Ia kembali menunduk sebelum keluar dari ruangan itu.

.

.

.

Donghae dengan cepat keluar dari mobilnya setelah berhasil terparkir dibasement, iris cokelatnya melihat mobil istrinya saat akan memasuki lif. Tentu saja istrinya tiba duluan setelah menyelipnya saat tadi dijalan raya. Ia tak pernah tahu Hyukjae mempunyai kemampuan mengemudi segila itu.

"Kita bicara diruman."

Itu yang dikatakan istrinya saat keluar dari ruangan tempat mantan suami pertamanya berada. Membuat mereka berlomba sampai ke apartemen mereka. Donghae membuka pintu apartemennya sebelum berjalan masuk kedalam dan menemukan istrinya berdiri bersedekap di ruang tengah dengan tatapan tajamnya.

Siapa yang menyangka situasinya akan berakhir seperti ini.

Hyukjae sendiri masih belum percaya dengan apa yang dilakukan suaminya ini. Tadi siang ia mencoba menghubungi suaminya yang menghilang tanpa jejak, bertanya pada ibu mertuanya yang akhirnya memberikanya beberapa nomor teman Donghae yang ia ketahui. Dari sana ia tersambung dengan Yesung.

Dan saat itulah kepala koran kota itu memberitahu semuanya. Semua yang dilakukan suaminya tanpa sepengetahuannya.

"Apa yang sebenarnya kau lakukan, Donghae?"

Donghae tak menjawab, bahkan ia memalingkan wajahnya tak ingin menatap iris hitam istrinya.

"Apa kau sudah gila?! Kau pikir apa yang kau lakukan dengan menemuinya? Melakukan semua hal bodoh tanpa sepengetahuanku?!"

Hal bodoh? Bagaimana mungkin istrinya menganggap masalah rumah tangga mereka sebagai hal bodoh?!

"Benar, aku sudah gila! Aku gila selama beberapa hari belakangan ini karena kau tak pernah mengatakan jika kau pernah bercerai tiga kali sebelumnya!"

Akhirnya hal itu bisa keluar dari mulut Donghae. Keterkejutan itu tergambar jelas diwajah istrinya akibat nada tinggi yang dia gunakan.

"Aku tidak tahu bagaimana harus menghadapimu saat tahu semua hal itu. Aku bahkan tak tahu bagaimana dirimu sebenarnya! Semuanya membuatku bingung!"Donghae melanjutkan.

"Ini aku yang sebanarnya! Aku tak pernah menutupi apapun!"

"Tapi kenyataannya kau tak memberitahuku!"

"Hal itu bukanlah sesuatu yang membuatku bangga memberitahukannya padamu!"

"Itulah masalahnya! Aku mencoba membuat pernikahan ini sempurna! Tapi semua tentangmu sangat sulit kuterima!"

"Tidak ada pernikahan sempurna didunia ini, Donghae! Tidak ada yang seperti itu!"

Donghae begitu terkejut mendengarnya. Bagaimana rasa sakit itu menembus tepat dihatinya. Bagaimana mungkin Hyukjae menilai begitu rendah pernikahan mereka?

"Kau tak tahu bagaimana rasanya saat aku mendengarnya dari orang lain tentang semua kenyataanya! Aku bahkan harus berpura-pura tak tahu apa-apa saat bersamamu!"

"KAU BISA BERTANYA PADAKU!" Hyukjae hampir menjerit mengatakannya, membuatnya terengah setelahnya.

"Kau bisa bertanya padaku dan aku akan mengatakan semuanya padamu!"

Hyukjae melihat suaminya yang terdiam, memalingkan wajahnya tak ingin melihatnya. Hal itu membuat Hyukjae menyadari apa yang ada dibenak suaminya.

"Kau tak mempercayaiku?"Tanyanya tak percaya pada Donghae.

Rasa sesak itu terasa sampai kehulu hati saat mengetahui orang yang kau cintai bahkan tak mempercayaimu. Donghae tak bertanya padanya karena takut Hyukjae membohonginya. Donghae tak bertanya karena ia tak mempercayai dirinya, istrinya sendiri. Tak ada jawaban dari suaminya membuat Hyukjae semakin yakin dengan semua itu. Matanya berkabut sebelum ia berbalik berjalan memasuki kamar mereka dan menutup rapat pintunya. Meninggalkan Donghae yang masih terdiam di sana.

Karena percumah bicara pada suaminya yang bahkan tak mempercayainya.

Dokter itu mengeram frustasi hampir menjambak rambutnya sendiri. Namun selanjutnya ia justru berjalan menuju pintu apartemenya. Keluar dari rumah dengan membanting pintu begitu keras.

.

.

.

Wanita paruh baya itu menuruni tangga menuju pintu depan rumahnya yang belnya terus saja berbunyi. Ia dirumah sediri sekarang karena suaminya dinas keluar kota hingga dua hari mendatang.

"Sebentar! Astaga, siapa yang bertamu malam-malam begini?"

Dan ia begitu terkejut begitu membuka pintu, wajah kusut anaknya lah yang tersaji didepannya.

Ibu dan anak itu kini duduk dimeja makan. Donghae perlahan melahap sup rumput laut buatan ibunya panas-panas. Dia tahu ini memalukan dengan datang kerumah orang tuamu saat kau bertengkar dengan istrimu. Tapi Donghae tak tahu lagi harus kemana. Hanya tempat ini yang terpikirkan.

Ibunya itu masih diam tak merespon apapun. Donghae sudah menceritakan semuanya. Tenang istrinya, tentang pertengkaran mereka.

"Pertengkaran pertamamu setelah menikah, itu perkembangan yang bagus. Bertengkar itu sehat."

Donghae melihat ibunya tak percaya.

"Ibu, dia bercerai tiga kali sebelumnya!"

"Ibu sudah tahu, bahkan sebelum kalian menikah."Tentu hal itu mengejutkan Donghae.

"Kenapa ibu tak memberitahuku?!"

"Apa gunanya? Tidak akan ada bedanya aku memberitahumu atau tidak, Hyukjae tetaplah Hyukjae."

Ingin sekali Donghae menbenturkan kepalanya kemeja sekarang. Wanita itu melihat anaknya, ia tahu perasaan Donghae. Anaknya itu hanya perlu bantuan untuk mengurai benang kusut di kepalanya. Wanita itu menegakkan tubuhnya.

"Kau mencintai istrimu?"

"Tentu saja aku mencintainya!

"Lalu apa masalahnya, Donghae?"

"Tapi-"

"Masa lalu adalah masa lalu, tak ada yang bisa merubahnya. Suka atau tidak, itu adalah bagian dari hidup Hyukjae. Kita tak bisa menyalahkannya."Potong ibunya.

Perkataan itu membuat Donghae kembali berfikir, tentang dirinya yang justru menyalahkan istrinya.

"Coba pikirkan tentang kenyataan masa lalunya yang tak ingin kau terima dengan bagaimana Hyukjae mencintaimu sekarang, apakah itu sebanding?"

Dengan cepat ingatan Donghae kembali tentang betapa lembut istrinya, setiap sentuhannya, senyumnya, kasih sayangnya, dan cintainya untuk Donghae. Hanya Donghae seorang.

"Apakah itu sebanding dengan kemarahan yang kau rasakan?"

Bagaimana Donghae tersadar bahwa hal itu tak bisa dibandingkan. Cinta istrinya terlalu besar. Terlalu murni.

Ya Tuhan, kenapa ia tak berfikir sejauh itu?!

"Menjalani pernikahan memang sulit, tidak akan pernah ada yang berjalan mulus. Akan selalu ada kesulitan yang datang sehingga kau dan istrimu perlu bekerja keras. Bertengkar itu wajar, tapi jangan membuatnya bisa menghancurkan yang sudah susah payah kalian bangun."

Tangan ramping ibunya itu menyentuh jemarinya.

"Hanya selalu ingat bahwa kau mencintainya dan dia mencintaimu maka semuanya akan baik-baik saja, percayalah."

Ya, ibunya benar. Mereka saling mencintai, lalu apa masalahnya? Segalanya tak akan sebanding dengan cinta mereka.

Telephon rumah itu berdering membuat wanita itu beranjak untuk mengengkatnya. Ia segera melirik Donghae saat mendengar nada panik di ujung saja.

"Donghae, kurasa kau harus pulang sekarang, Hyukjae sedang kebingungan mencarimu."

Perkataan ibunya itu membuat Donghae ingat ia meninggalkan rumah begitu saja. Meninggalkan istrinya sendirian tanpa kabar. Ia merogohi saku bajunya, ia tak membawa ponsel. Lee Donghae bodoh!

Dokter itu hempir melompat sebelum berlari keluar rumah sebelum ibunya sempat memberikan ganggang telepon. Setidaknya Donghae bisa bicara pada Hyukjae ditelepon untuk menenangkannya, tapi anaknya itu malah sudah menghilang seperti ninja.

Mobil hitam itu meluncur dengan serampangan, untung saja lalu lintas sudah lenggang karena hampir tengah malam. Donghae tak jadi masuk ke basement apartemennya saat melihat istrinya yang berdiri didepan gedung apartemenya. Berjalan kesana kemari sembari melihat sekitar dengan cemas. Ia segera memparkirkan mobilnya sembarangan sebelum berjalan mendekati istrinya yang kebingungan sembari terus berusaha menelphonya.

Sejenak ia bisa melihat keterkejutan istrinya saat melihatnya sebelum berubah menjadi tatapan tajam. Dengan penuh amarah Hyukjae berjalan kearahnya.

"Hyuk apa yang-"

Kata-katanya terpotong saat istrinya itu melempar ponsel ke arahnya, bersyukur Donghae memiliki reflek yang bagus sehingga ponsel itu kini remuk menghantam beton, bukanya di wajahnya yang tampan ini.

"Jangan. Pernah. Pergi. Saat. Kita. Bertangkar."

Hyukjae menekan setiap kata yang ia ucapkan, kemarahan itu masih terlihat jelas. Ia bahkan terengah setelahnya.

"Jangan pernah lakukan hal ini lagi."

Nada suaranya melemah sebelum iris hitam itu mulai mengabut. Bukan lagi kemarahan yang terlihat tapi luka yang menganga.

"Jangan meninggalkanku seperti ini."

Airmata itu mengalir dari mata indah istrinya, rasanya sesak melihat kesedihan diparas indah itu. Donghae perlahan mendekat merengkuh tubuh lemah itu kepelukannya. Membelai rambut halus itu saat isakan itu terdengar.

"Maaf."Ucap Donghae penuh penyesalan.

"Jangan tinggalkan aku, Donghae."

Permohonan itu terdengar ditengah tangisnya. Ada ketakutan disana, ada kesedihan disana, dan ada cinta Hyukjae disana. Donghae mengeratkan pelukannya, seerat Hyukjae berpegang padanya.

"Aku tak akan meninggalkanmu, tak akan pernah."

Janji itu terucap di bawah langit malam yang begitu redup. Ditengah derai airmata istrinya. Disaat mereka saling berpegang satu sama lain.

.

.

.

Setelah scene penuh airmata didepan gedung apartemen mereka, kini suami istri ini duduk bersama di sofa ruangan tengah. Hyukjae bersandar nyaman dipelukannya, membuat Donghae bisa leluasa membelai rambut dan wajahnya. Sesekali ia akan mencium kening dan pelipisnya, sebagai usaha menenangkan hati lembut istrinya.

Iris hitam itu terus melihat iris cokelat suaminya, bagaimana ia begitu merindukannya seakan mereka tak bertemu dalam waktu yang begitu lama.

"Siap bercerita?" Tanya Donghae lembut sembari membelai wajahnya.

Hyukjae menarik nafas lalu menyamankan diri dipelukan Donghae. Ini bukan sesuatu yang mudah ia katakan, ini seperti membuka luka lama.

"Seperti yang kukatakan sebelumnya, ini bukan sesuatu yang aku banggakan." Tentu saja, siapa yang akan bangga gagal sebanyak tiga kali? Tidak ada.

Donghae mencium kening istrinya lagi, mengirim pesan bahwa segalanya akan baik-baik saja pada istrinya.

"Pertama kali aku menikah saat usiaku masih dua puluh tahun. Keluargaku menjalin kerja sama dengan AEON Contruction dan untuk membuat hubungan yang erat mereka menikahkanku dengan pemiliknya, Kim Youngwoon. Suami yang sepuluh tahun lebih tua dariku."

"Kau setuju begitu saja?"

"Aku masih sangat muda saat itu. Aku begitu berambisi sehingga aku tak keberatan asalkan perusahaan keluargaku semakin berkembang. Aku tak bisa membantu mereka dengan ikut menjalankan bisnis karena aku tak menyukai hal-hal berbau perusahaan. Jadi kupikir menikah adalah satu-satunya cara."

Donghae mengerti, saat itu Hyukjae begitu percaya diri dengan apa yang ia lakukan dan tak memikirkannya dengan pajang. Ia hanya berfikir keuntungannya saja.

"Lalu kenapa kau bercerai?"

Sejujurnya Hyukjae tak pernah suka mengingat perceraiannya. Tapi ia harus membuat hal ini jelas dimata Donghae.

"Keluarganya. Tekanan yang aku terima dari keluarga Kim lebih tepatnya."

"Tekanan?"

"Mereka keluarga yang begitu menjunjung tinggi harkat dan martabad. Mertuaku selalu ingin diperlakukan sangat hormat, ia ingin dilayani oleh menantunya hampir dalam segala hal. Ia bahkan membatasi hal-hal yang ingin kulakukan dan mengatur hidupku sesukanya. Ia membuatku mengikuti puluhan kursus hanya agar aku tak terlihat memalukan dimata orang."

"Awalnya kupikir aku akan terbiasa, aku akan baik-baik saja. Namun semakin lama justru jiwaku semakin tertekan. Aku seperti hidup dipenjara. Dan semuanya semakin buruk karena suamiku yang begitu dingin dan tak peduli padaku."

"Lalu kau menggugat cerai?"

"Tidak, dia yang menggugat cerai."Jawaban itu mengejutkan Donghae tentu saja.

"Setelah setahun menjalani itu semua akhirnya aku tak bisa menahannya lagi dan mulai berontak. Aku membangkang pada mertuaku dan mempermalukan mereka. Tentu tekanan yang aku terima semakin hebat, dan membuatku hampir pergi ke pskiater. Tapi sebelum itu semua terjadi, aku justru digugat cerai."

"Mwo?!" Bukannya Donghaae tak senang Hyukjae bercerai, hanya saja kondisi Hyukjae saat itu sedang sangat buruk dan sangat tidak tepat menceraikannya saat itu.

"Tapi itu tak seburuk kelihatannya. Tentu aku juga tak terima pada awalnya. Aku berteriak pada suamiku untuk pertama kalinya dan menuntut penjelasan. Namun yang kudengar setelahnya merubah pikiranku."

"Apa yang ia katakan?"

"Ia ingin aku bahagia."

Sebuah jawaban yang mencengangkan.

"Siapa yang menyangka bukan? Dibalik sikapnya yang begitu dingin ia masih menyayangiku. Ia menceraikanku karena tahu aku tak pernah bahagia disisinya. Ia melepasku agar aku bebas mencari kebahagianku sendiri. Ia melakukan itu untuk kebaikanku."

Masih jelas diingatan Hyukjae saat untuk pertama kalinya melihat tatapan lembut suami pertamanya dulu. Melihat kasih sayang yang ia sampaikan dengan jalan perceraian. Membuat Hyukjae selalu mengingatnya. Membuat Hyukjae menghormati orang itu lebih dari siapapun didunia ini.

"Lalu Choi Siwon?"

Hyukjae tersenyum mendengarnya.

"Itu mungkin bisa dikatakan aku menikah karena jatuh cinta."

"Kau mencintainya?"

"Tentu saja! Kalau tidak untuk apa aku menikahinya?!"

Bibir Donghae maju beberapa centi mendengarnya. Cemburu? Tentu saja!

"Kami bertemu saat aku baru lulus universitas di salah satu pesta amal. Semuanya berjalan natural dimana kami mengobrol lalu berpacaran dan menikah. Keluarganya juga memerlakukanku dengan baik, sangat baik malah. Saat itu kupikir ini mungkin akan berjalan selamanya karena aku mencintainya."

"Lalu kenapa kalian bercerai?"

"Karena dia tidak pernah mencintaiku."

"Apa!? Lalu bagaimana kau bisa menikahinya?"

"Aku tahu hal itu saat kami sudah menikah."

"Bagimana bisa? Maksudku, bagaimana kau bisa tak menyadarinya?"

"Katakanlah aku orang lugu yang pertama kali jatuh cinta, membuatku buta akan segalanya asalkan ia bersamaku."

"Lalu kenapa ia menikahimu?"

"Untuk perusahaannya, ia menikahiku untuk menyelamatkan perusahaanya yang hampir bangkrut."

Itu diluar dugaan. Secara personal Choi Siwon terlihat seperti pria sejati, bukanlah tipe yang akan memanfaatkan orang lain. Ini membuat kemarahan Donghae terbangun pada manusia yang tak lebih tampan darinya itu.

"Aku mengetahui ia tak mencintaiku saat kekasihnya menemuiki dalam kondisi hamil. Ia memohon untuk melepas Siwon untuknya."

"Hamil?!"

"Ya, itu menjelaskan alasan ia kerap pulang malam. Ia meminta maaf padaku tentu saja tapi nyatanya tak menyangkal hal itu sama sekali. Ia mengatakan sangat menyesal dan sudah berkali-kali mencoba mencintaiku namun tak pernah berhasil."

"Lalu kalian bercerai?"

"Ya, aku menceraikannya. Aku sakit hati dan terluka saat itu. Tapi aku berbuat kebaikkan untuk kekasih dan calon anaknya, aku mengembalikan Siwon pada mereka."

Dari semua mantan suaminya Hyukjae paling tak ingin menemui Siwon, meski cinta itu sudah hilang, sudah memaafkan tindakannya, tapi sakit hati itu masih ada.

"Lalu kenapa kalian bertemu dicafe saat itu?"

"Bagaimana kau tahu kami betemu dicafe?"Tentu saja Hyukjae heran suaminya mengetahuinya.

"Aku mengikutimu, aku melihatnya memegang tanganmu! Bahkan memberimu sesuatu!"

Donghae kesal, istrinya pernah mencintai Choi Siwon itu! Ia hanya takut perasaan itu masih ada. Iris cokelatnya melihat Hyukjae mengambil sesuatu di lipatan majalah disamping sofa. Sebuah amplop cokelat yang dulu pernah dilihatnya.

"Maksudmu ini?" Dengan cepat Donghae menyerobotnya dari tangan istrinya lalu membukanya. Ia terdiam saat melihat apa isinya.

Tiket perjalanan ke eropa?

"Itu kado pernikahan darinya. Ia mengetahui aku menikah lagi dan memberiku itu untuk kita berdua. Untuk bulan madu katanya."

"Kenapa kau menerimanya?"

"Ia terus memaksa, jadi aku setuju bertemu dan menerimanya agar ia berhenti menganggu."

"Kanapa ia masih sangat peduli padamu? Ia tidak mencintaimukan?"Hyukjae tersenyum mendengarnya.

"Tidak. Ini rasa bersalah. Ia selalu merasa bersalah padaku sehingga begitu memperhatikan hidupku sampai sekarang."

Meski Hyukjae menolaknya berkali-kali mantan suaminya yang ke dua itu tak akan berhenti memberinya perhatian. Hanya perhatian sebatas orang yang pernah hidup bersama tentu saja, tak lebih.

Hyukjae mengerjab saat melihat Dongae dengan emosi merobek tiket itu hingga menjadi potongan kecil lalu membuangnya asal. Ia tak suka istrinya menerima hadiah dari pria lain, belum lagi kelakuan Chio Siwon itu pada istrinya dimasa lalu membuatnya semakin sebal.

"Lalu bagimana kau menikah dan bercerai ketiga kalinya?"

Hyukjae merengut tak suka. Ia benci bagian ini.

"Itu murni kesalahan."

"Apa maksudmu?"

"Aku dan Kyuhyun adalah teman sejak kecil, kami cukup akrap meski ia lebih muda dariku. Sebenarnya ia menyukaiku sejak dulu tapi aku tak pernah menanggapinya karena sifatnya yang kekanakan. Bahkan hingga aku bercerai dua kali ia tetap mengatakan jika ia mencintaiku."

"Lalu bagaimana kalian sampai menikah?"

"Kurasa karena rasa kecewa dari pernikahanku sebelumnya membuat aku menganggap akan lebih baik bersama dengan orang yang mencintai kita dari pada bersama orang yang kita cintai tapi tak mencintaimu. Jadi aku setuju menikah dengannya."

"Itu terdengar seperti pelarian."

"Ya, itu memang pelarian. Pada akhirnya aku sadar bahwa pernikahan ini juga tak akan berhasil karena satu pihak yang memiliki cinta. Aku tanpa sadar menjadi seperti Siwon dalam pernikahanku dengan Kyuhyun karena sekeras apapun aku mencoba mencintainya, aku tidak bisa."

"Lalu dia menceraikanmu?"

"Mwo? Siapa yang bilang dia menceraikanku? Aku yang menceraikannya."

"Tapi dia bilang dia yang menceraikanmu!"

Hyukjae berdecak mendengarnya.

"Anak nakal satu itu. Jangan percaya kata-katanya, dia itu iblis! Sifatnya sangat buruk dan menjengkelkan. Aku tak akan heran jika ia menjelek-jelekanku didepanmu."

Huh? Itu memang benar, Kyuhyun melakukan itu didepannya. Donghae hanya bisa terbengong-bengong karena baru sadar ia masuk kedalam perangkap iblis selama ini.

"Mungkin aku tetap akan bersamanya meski tak mencintainya, tapi sifatnya itu benar-benar membuatku tak tahan. Dia sama sekali belum siap menikah, dia begitu kekanakan dan seenaknya sendiri. Ingin menang sendiri. Kyuhyun sama sekali tak mengerti bagimana menjalani pernikahan dengan baik. Bagaimana hidup bersama dengan orang lain."

Donghae melihat istrinya yang masih bersungut-sungut mengumpati Kyuhyun. Ia sudah mendengar semuanya, dan itu bukan salah istrinya. Istrinya hanya menjalani pernikahan seperti orang pada umumnya namun mungkin nasib tak berpihak padanya. Membuatnya gagal hingga tiga kali sebelum menikah dengannya.

Tangan kuat itu kembali merengkuh istrinya, membuat Hyukjae kembali menaruh perhatian padanya.

"Aku tak akan menyangkal bahwa aku memang pernah gagal sebelumnya Donghae. Tapi aku tak pernah menyesalinya. Pernikahanku sebelumnya membuatku belajar banyak hal. Membuatku menjadi orang yang lebih baik. Mereka semua mengajarkanku pengorbanan, kesabaran, rendah hati, dan memafkan. Itu semua berarti banyak hal untukku."

Tangan pucat itu menyentuh wajah suaminya.

"Memang semua pernikahan itu banyak mengandung rasa sakit juga. Hingga membuatku memutuskan untuk tak akan menikah lagi sejak perceraianku yang ketiga. Kurasa tiga kali sudah lebih dari cukup, dan aku tak ingin mencoba lagi."

Lalu kenapa Hyukjae setuju menikah denganya? Donghae menjadi mempertanyakannya.

"Tapi pertemuanku dengan seorang dokter yang merupakan anak dari seorang ibu yang kutolong saat ditoko bunga, merubah segalanya. Ia membuatku ingin mencoba lagi, membuatku yakin bahwa kali ini pasti berhasil."

Cara Hyukjae mengatakan hal itu dengan binar mata kebahagiaan membuat hati Donghae menghangat. Membuatnya teringat bagaimana pertama kali mereka bertemu.

"Aku mencintainya sejak pertama kali melihatnya. Aku mencintainya sejak ia memandangku dengan mata cokelatnya yang indah. Meski dia sedikit pemalu tapi tingkahnya sangat manis. Dia mencitaiku apa adanya, begitu sederhana namun penuh makna."

Cinta yang membuat Hyukjae setuju menikahi Donghae. Cinta yang membuatnya tak ragu menerima lamaran laki-laki ini meski mereka belum lama saling mengenal. Cinta melakukan semuanya.

"Dia selalu mengatakan cinta padaku tanpa lelah, menemaniku menonton drama, menelponku kareana merindukanku, membelaku didepan keluarganya, dan selalu menyayangiku tak beduli apa."

Iris hitam itu menatap tepat diiris cokelat didepannya.

"Dia mungkin bukan yang terbaik, tapi dia selalu memberiku yang terbaik."

Senyum indah istrinya terukir. Senyum tulus untuk Donghae seorang. Donghae mencium hidung Hyukjae membuat istrinya tertawa.

"Aku juga mencintaimu sejak pertama melihatmu."

"Aku tahu, kau harus melihat betapa bodohnya wajahmu saat melihatku dulu."Hyukjae tertawa setelahnya membuat Donghae ikut tersenyum.

Namun senyum Donghae menghilang saat mengingat kelakuannya dibelakang istrinya selama ini. Ia merutuki kebodohannya, merutuki kesalahannya.

"Maafkan aku, Hyuk. Untuk semuanya, seharusnya aku bertanya padamu sejak awal, seharusnya aku jujur sejak awal. Bukanya malah melakukan hal bodoh, tidak mempercayaimu, juga melukaimu. Kalau kau marah tidak apa-apa, ingin memukulku juga tak apa-apa, tapi-"

Kecupan singkat dibibir itu menghentikan cerocosan Donghae.

"Dimaafkan." Jawab Hyukjae lalu tersenyum.

Hal itu membuat Donghae kehabisan kata-kata. Bagaimana mudahnya istrinya ini memaafkannya, bagaimana berlimpahnya kasih sayang istrinya untuknya.

Betapa beruntungnya dia memiliki Hyukjae disisinya.

Detik berikutnya ia menarik tubuh istrinya, menyatukan bibir mereka dengan cara yang paling penuh kebutuhan.

Kebutuhan untuk menyalurkan cintanya.

Untuk menyalurkan kasih sayangnya.

Hyukjae sendiri bisa mengerti suaminya. Berbeda denganya, ini merupakan pernikahan pertama Donghae. Dan ia mengerti jika Donghae tak bisa menerima masa lalunya pada awalnya. Itu normal, itu bisa dimaklumi asalkan Donghae tetap mencintainya.

Pungutan itu terlepas membuat mereka melihat bola mata pasangan mereka sebelum tersenyum satu sama lain.

"Kau lihat, yang perlu kau lakukan adalah bertanya padaku Donghae. Jika ada sesuatu yang mengganggumu kita hanya perlu bicara dan aku berjanji tak akan pernah berbohong padamu. Tak akan pernah."

Komunikasi.

Kepercayaan.

Pengertian.

Donghae belajar banyak tentang itu sekarang. Ia belajar bahwa pernikahan tak sesederhana yang terlihat. Butuh kerja sama luar biasa dari kedua belah pihak. Butuh cinta yang dalam dari kedua belah pihak. Cinta yang ia miliki bersama istrinya.

Mungkin benar apa yang dikatakan istrinya bahwa tak ada pernikahan yang sempurna didunia ini. Namun ketidak sempurnaan itulah yang akan membuat mereka menjaga satu sama lain lebih dari siapapun. Saling memegang dan menguatkan untuk menghadapi semua halangan. Itulah yang terpenting.

Ia kembali memeluk istrinya.

"Aku sangat mencintaimu."Ucapnya manis.

"Aku juga mencintaimu."

.

.

.

Orang-orang dirumah sakit itu hanya melihat dengan padangan tak biasa pada pasangan yang kini berjalan bergandengan tangan di sepanjag lorong rumah sakit. Bahkan para suster itu hanya bisa mengeluh dalam hati karena lagi-lagi melihat mereka saling mencium satu sama lain.

Istri Dokter Lee itu memang sedang rajin-rajinya datang kekantor suaminya setiap jam makan siang. Mengantar bekal sebelum diantar suaminya sampai ke loby dengan sederet adegan mesra.

"Aish, hentikan! Banyak yang melihat!"

"Satu kali saja!"

Hyukjae mendorong Donghae yang lagi-lagi mencuri ciuman di pipinya di tengah loby rumah sakit yang banyak orang. Meski begitu ia sebenarnya tak keberatan, terlihat jelas dari senyumnya yang tak henti tersunging di bibirnya.

"Sudah sampai disini saja, aku akan mengambil mobil sendiri." Ucap Hyukjae akan melepas tautan tangan mereka namun Donghae justru megenggamnya erat sembari cemberut.

"Tapi aku masih merindukanmu." Rengek dokter itu.

"Aw suamiku yang malang, aku juga merindukanmu. Nanti malam kita bisa bertemu lagi, yeobo."

Menangkup pipi suaminya, Hyukjae mencium bibir suaminya ringan. Sudah lupa dimana mereka berada sekarang.

Ini memang pemandangan yang akrab terlihat akhir-akhir ini. Seperti gula yang diberi madu, mereka begitu manis satu sama lain. Pengantin baru ini memang sedang mesra-mesranya. Interaksi mereka membuat orang lain jengah dan kata-kata rayuan mereka untuk satu sama lain membuat orang ingin muntah.

Yah, ini bisa dimaklumi karena setelah masalah yang menghampiri mereka pekan lalu membuat mereka lebih mengerti satu sama lain, lebih cinta dengan satu sama lain. Jadi bukan hal mengagetkan jika mereka lebih lengket satu sama lain sekarang.

Sedang asik-asiknya berpacaran tiba-tiba saja iris cokelat Donghae melihat Cho Kyuhyun yang memasuki rumah saki untuk pemeriksaan rutin. Direktur itu begitu terkejut melihat keduanya sebelum berbalik arah untuk melarikan diri dari sana.

"Ya! Bocah tengik! Kemari kau! Akan kuberi pelajaran!"

Hyukjae hanya tersenyum melihat suaminya yang kini berlari sebelum menerjang Kyuhyun dengan tendangan mautnya. Sama sekali tidak memberi kesempatan mangsanya kabur. Orang lain mungkin menganggap suaminya sedikit aneh dengan tingkah lakunya. Tapi itulah Lee Donghae, suaminya. Laki-laki yang dicintainya.

Suami dipernikahan keempatnya.

Yang memberinya harapan. Yang membuatnya kembali percaya akan cinta dan pernikahan.

Teriakan kesakitan Kyuhyun menyadarkan Hyukjae dari lamunanya. Kembali melihat suaminya yang kini sedang mengigit telinga Kyuhyun dengan beringas. Ia segera bersorak menyemangati.

"Ya benar begitu, tendang patatnya! Cekik saja lehernya! Iya begitu yeobo... aaaww itu baru suamiku!"

.

.

.

.

END

Yeah! Satu selesai!

Maaf jika jelek dan mengecewakan endingnya hehe

Terima kasih untuk kalian semua yang mengikuti ff yang gak seberapa ini. Love you all muah muah!

See U Next Story

Special thanks: Ray han, lovehyukkie19, aassttrriidd, Xiao yueliang, DE, Guest, D HHS, kartikawaii, Justhaehyuk, nanaxxxx, Aadc, eunhaehyuk44, senavensta, Eka Elf, Park RinHyun-Uchiha, Kimi, isroie106, ness, Kyungxe, Kei Tsukiyomi, Lusianti, elf forever, JewELF, HAEHYUK IS REAL , Nhac3ss, xianhae86 , Reiran kateshiro, sweetgalaxy, BeeHyuk.