Criminal Fall In Love

(Chapter I)

Sasuke.U , Sakura.H

Original Character in NARUTO

Disclaimer by : Masashi Kishimoto

Rated : Mature

Genre : Hurt/Comfort , Romance

#Warning : (Fanon), DLDR.

-00000-

Akhir perang besar ketiga dunia Shinobi…

Kelompok 7 berhasil kembali dengan formasi sempurna mereka dengan Sasuke berada di tengah mereka. Hal itu membuat Naruto dan Sakura lega luar biasa. Mereka pun pada akhirnya mampu mengalahkan musuh paling kuat, Kaguya Ootsutsuki.

Mengalahkan Kaguya membuat chakra mereka habis terkuras. Terutama Sakura, seluruh chakra-nya sudah dikerahkan untuk membantu kedua temannya dan juga melindungi dan mengobati para shinobi lain yang terluka di medan perang. Itu membuatnya amat kelelahan. Bahkan untuk berdiri pun, kunoichi cantik itu tak mampu menahan berat tubuhnya dan sempoyongan.

BRUUKK-

Sakura tak dapat lagi menahan berat tubuhnya. Rasanya energinya sudah lenyap entah kemana. Tapi sebelum tubuh gadis itu terhempas mengenai tanah, sesosok tubuh telah dengan sigap menangkapnya dan memeluknya.

Uchiha Sasuke -

Pemuda itulah yang menolong Sakura. Dalam dekapan lengan Sasuke, membuat Sakura merasa dirinya begitu kecil dan rapuh. Tapi juga begitu… bahagia.

"Sakura, kau baik-baik saja ?" seraut wajah tertutup masker dengan helaian rambut perak muncul di pelupuk mata Sakura. Kakashi sensei, jounin pembimbing mereka di tim 7 saat mereka masih menjadi genin.

"Sakura… !" teriak pemuda kuning kawan karibnya dengan penuh kecemasan. Naruto terlihat sangat mengkhawatirkan gadis merah jambu kesayangannya itu.

"Aku tidak apa-apa, Baka…" jawab Sakura lemah, berusaha mengejek si kuning kawan karibnya untuk menenangkan orang-orang di sekitarnya. Melalui iris emerald-nya, gadis merah muda itu melihat sosok yang selama ini begitu dia rindukan. Satu lagi temannya saat mereka berada di tim 7. Uchiha terakhir yang masih tersisa. Uchiha Sasuke. Tetapi ekspresi pemuda tampan itu justru tampak sangat dingin. Tak ada gurat kekhawatiran di wajahnya seperti kedua orang yang lain, Naruto Uzumaki dan Kakashi Hatake.

Aaahhh Sasuke… kau masih belum berubah. Wajah dinginmu itu. Tapi kau disini. Bersama kami. Itu sudah Kami-Sama, terima kasih telah membawanya kembali…

-0000-

Saat dirinya tersadar, gadis berhelai merah jambu itu telah berada di rumah sakit Konoha. Pikirannya pun langsung melayang beberapa saat sebelum dia jatuh pingsan. Dia berada dalam dekap hangat pemuda yang selama begitu dia cintai dan rindukan.

DEG-

Gadis itu tiba-tiba tersentak. Bagaimana jika pemuda tampan berambut raven itu memutuskan pergi lagi? Sama seperti saat terakhir kali Sasuke meninggalkan desa untuk mengikuti kebencian dalam hatinya. Pemuda itu pergi dengan menolak tawaran Sakura untuk emmbawa serta dirinya juga tanpa mengucap apapun pada Sakura kecuali sebuah kata maaf.

Sakura memaksa tubuh lemahnya untuk bangkit. Rasa khawatirnya pada pemuda keturunan terakhir klan Uchiha itu lebih besar dari rasa sakit yang dirasakan tubuhnya. Dan betapa kagetnya gadis merah muda itu ketika melihat sosok yang dikhawatirkan tengah duduk sambil menatap tepat ke arahnya di salah satu sudut ruangan.

"Sasuke-kun… "desahnya pelan. Sasuke tak bergeming dari tempatnya. Begitu pula dengan tatapannya. Meski tidak menggunakan sharingan, sepasang onyx sehitam malam pemuda raven itu tetap sedalam samudera. Luas dan tak terbacan saat menatap emerald miliknya.

Sakura berusaha untuk berdiri, tapi tubuhnya terlalu lemah hingga dia kembali terhuyung dan nyaris terjatuh. Entah kapan pemuda raven itu bergerak, yang jelas dia telah menangkap tubuh Sakura sebelum membentur lantai.

"Sasuke-kun... ku pikir kau telah pergi lqgi." Gadis merah muda itu terisak pelan. Sebuah isakan lega dan bahagia karena pemuda tampan itu masih ada di sini bersamanya. Sakura menenggelamkan diri dalam dada bidang pemuda yang amat dicintainya meski sang pemuda tak membalas pelukannya. Dan meski cintanya pun tak pernah terbalas.

GREK-

Pintu kamar perawatannya terbuka. Seraut wajah manis yang selalu mempesona dengan senyuman yang hampir selalu terpasang di wajahnya tampak memasuki kamar perawatan gadis itu. Sai, pemuda dari 'Ne' Anbu yang ditugasi untuk melengkapi kelompok 7 mereka saat Sasuke tak ada, seorang teman yang kembali menemukan jati dirinya yang telah lama menghilang.

"Aaahh kau rupanya, Sai-kun. Ayo masuk…" ujar Sakura malu-malu. Malu karena teman satu kelompoknya itu melihatnya tengah memeluk Sasuke. Meski Sai sendiri telah mengetahui perasaan gadis musim semi itu pada pemuda dihadapannya. Semua orang mengetahui betapa dalam cinta Sakura pada Uchiha terakhir itu.

Sai tersenyum lembut. Senyum yang selalu menghiasi wajah manisnya. "Kau sudah baikan, Sakura-san ?" tanya pemuda berambut hitam kelam itu sambil menyerahkan bingkisan berupa seikat mawar biru pada Sakura.

"Aaahh terima kasih Sai-kun, kau tidak perlu repot-repot. Aku sudah tidak apa-apa…" jawab gadis musim semi itu sambil tersenyum manis padanya dan Sai pun membalasnya dengan senyuman yang sama.

Sementara Sakura tengah menata bunga pemberian Sai di meja, pemuda manis itu menatap sang Uchiha tetap dengan senyum manis yang selalu terukir di wajahnya.

"Apa kabar Sasuke-san…?" sapa Sai dengan nada sopan. Meski ini bukan kali pertama mereka bertemu, tapi tetap saja melihat pemuda raven itu dalam jarak dekat membuat perasaan Sai berdesir seketika. Mengingat pertemuan pertamanya dengan sang Uchiha di markas rahasia Orochimaru yang membuat sang Uchiha menunjukkan 'kelas' nya sebagai salah satu keturunan dari klan ternama Konoha tersebut. Sasuke tidak menjawab sapaan Sai. Wajahnya tetap dingin tanpa ekspresi apapun.

Sai kembali tersenyum walaupun Sasuke tak membalas sapaannya. Tapi entah mengapa, di mata pewaris sejati sharingan itu, Sai tampak sedang tersenyum mengejeknya dengan senyum palsunya.

Iris mata Sasuke berubah menjadi sharingan seketika. Berbentuk indah dan rumit seperti kelopak bunga yang sedang mekar.

Sakura yang baru saja berbalik setelah menata bunga pemberian Sai, kaget setelah menyadari perubahan mata Sasuke. Sasuke tampak telah siap menyerang Sai dengan sharingan sempurna di kedua bola matanya.

"Sasu-ke…" panggil gadis musim itu takut-takut. Takut jika Sasuke kalap dan menyerang Sai secara tiba-tiba. Dia tidak ingin ada yang terluka, baik Sai maupun Sasuke. Keduanya adalah teman satu kelompoknya. Merasa namanya dipanggil, pemuda tampan itu menoleh ke arahnya.

FYUUTTT-

Seketika sepasang iris mata Sasuke kembali normal, tidak berbentuk sharingan lagi. Hanya sebuah iris onyx sehitam malam yang terasa begitu dingin.

Dan tiba-tiba Sasuke menghambur keluar ruangan begitu saja dengan langkah cepat. Dalam sekejap, pemuda tampan berambut raven itu telah menghilang dari pandangan mata tanpa memberi kesempatan bagi gadis merah muda itu untuk berkata-kata.

Sakura kembali mendesah. 'kau memang bagaikan segara tanpa riak Sasuke..tenang dan tak pernah bisa terbaca.

Sasuke terlihat gelisah saat kembali ke rumahnya. Jejeran rumah milik klan Uchiha yang kini sudah sepi tanpa seorang pun penghuni dan hingga saat ini masih diberi batas pengaman, Sasuke kembali ke tempat dimana dia dilahirkan dan menjalani masa kanak-kanak yang bahagia bersama keluarganya.

Ibu yang menyayanginya dengan lembut, Ayah yang selalu membanggakannya di belakang dan Kakak yang mencintai dirinya dalam diam. Sasuke merasa beruntung memiliki itu semua meski semua itu telah direnggut tanpa pernah dia ketahui kebenarannya.

Di rumah tempat masa kecilnya dihabiskan itulah sang pemuda mengenang segalanya. Segala yang pernah dimiliki namun dipaksa berakhir begitu saja.

Sasuke mengerang. Mengapa semuanya harus berakhir seperti ini? Mengapa Uchiha menjadi klan terkutuk yang membawa takdir kebencian pada desa? Dan kenapa dia harus terlahir dalam lingkaran klan terkutuk itu?

Sasuke ingin menghentikan semua ini. Ingin mengulang semuanya dari awal. Ingin merengkuh kembali apa yang masih bisa dia miliki. Bukankah dia belum kehilangan semuanya? Bukankah masih ada guru dan teman yang menunggunya dan seorang gadis yang selama ini tulus mencintainya?

Yaa… Sasuke sudah merasa lelah dengan semua ini. Sudah muak dengan segala lingkaran benci yang memporak-porandakan klan dan hidupnya. Bisakah dia beristirahat sejenak dari semua ini?

"Tou-san, Kaa-san, Itachi …"gumamnya lirih. Kalimat yang terus diulang dan diulang kembali hingga dia tertidur lelap.

Hingga satu mimpi menariknya kembali ke alam nyata

-0000-

Mimpi itu terasa begitu nyata…

Ada dia, ada Ayah dan Ibunya, ada pula Kakak semata wayangnya. Mereka bersama, duduk berdampingan di tepi danau tempat sang Ayah dahulu pertama kali mengajarkan jurus elemen api padanya. Kali pertama dia gagalsaat sang Ayah mengajarkannya padahal dia sendiri yang meminta diajarkan jurus sulit tersebut. Betapa malunya, ternyata dia tak seistimewa sang Kakak yang dijuluki si jenius pewaris sejati darah Uchiha.

Namun dia berusaha keras, untuk menjadi lelaki yang sesuai untuk menyandang nama Uchiha. Seperti kakak semata wayangnya.

Lalu kali kedua, dia berhasil. Betapa bangganya… Tapi mengapa sang Ayah terlihat biasa saja? Sang Ayah tidak membanggakannya, seperti yang selama ini dilakukan kepada kakak lelaki satu-satunya. Dia kecewa, dia marah, dia benci. Kenapa harus selalu kakaknya? Bukankah dia juga anak Ayah dan Ibunya meski tidak istimewa seperti sang Kakak?

Tapi amarahnya menguap, bagai embun pagi. Hilang tanpa bekas. Karena wajah teduh kakaknya yang selalu membela dan membantunya. Yang selalu menyambutnya dengan kasih sayang. Yang selalu melindunginya, apapun yang dia lakukan.

Betapa bahagianya… dia dalam dekap hangat Ibunya, dengan Ayah dan Kakak disampingnya…

Jika ini mimpi, dia tak ingin terbangun lagi.

Lalu di seberang danau terlihat seorang pengguna sharingan seperti keluarganya. Membentuk sharingan sempurna seperti kelopak bunga. Lebih indah dari iris mata Kakak dan Ayahnya. Namun juga begitu dingin dan kejam. Mata yang penuh dengan kebencian.

Orang itu mengenakan jubah hitam. Serba hitam dari kaki hingga kepala. Wajahnya tak terlihat jelas. Hanya bola mata sharingan sempurnanya yang terlihat berpendar berwarna merah pekat di kegelapan.

Siapa dia? Apa yang dia inginkan?

SYYUUUTTTT-

Orang asing itu tiba-tiba menggunakan Amaterasu. Api hitam yang seketika membakar sekelilingnya. Api hitam yang tiba-tiba melalap kebahagiaan keluarganya. Tanpa sisa…

Ayah, Ibu dan kakaknya, semuanya hangus terbakar. Hanya dia yang selamat. Dia ingin menjerit, ingin meronta, namun kenapa lidahnya begitu kelu? Dia seolah lumpuh dengan kejadian yang begitu cepat memporak-porandakan hidup indahnya.

Sosok berjubah hitam itu mendekat. Menghampirinya, ingin menggapainya. Dia berusaha menghindar, tapi tak ada gerakan yang sanggup dirinya dilakukan. Tubuhnya seolah mati rasa. Membeku dalam diam.

Sharingan sempurna itu hanya berjarak beberapa meter darinya. Makin dekat dan semakin dekat…

Tak ada yang bisa dia lakukan. Pasrah sudah. Mungkin inilah akhir hidupnya.

Tiba-tiba sosok itu membuka jubah penutup kepalanya. Memperlihatkan wajahnya untuk pertama kalinya juga memamerkan sharingan sempurna pada kedua iris matanya.

Sosok itu adalah,

Dirinya sendiri…

-0000-

Sasuke terbangun dengan bermandikan peluh di sekujur tubuhnya. Nafasnya tersengal-sengal. Wajah tampannya terlihat pucat pasi. Pemuda berambut raven itu tampaknya baru saja terbangun dari sebuah mimpi buruk yang selalu saja menghantui mimpi-mimpinya.

Pemuda keturunan terakhir klan Uchiha itu mengatur nafasnya. Sesak. Bingung. Kalut. Terasa begitu nyata untuk sebuah mimpi.

Tapi apa sebenarnya maksud dari mimpinya itu? Ayah, Ibu dan kakak yang hangus terbakar akibat Amaterasu-nya, dia yang ketakutan dengan dirinya sendiri. Apa maknanya?

Mungkinkah mimpi itu pertanda bahwa dia harus menuntaskan rasa bencinya? Pada desa? Pada teman-temannya? Pada gadis yang selama ini selalu mencintainya?

Tidak. Karena hanya dengan memikirkan gadis berhelai merah jambu itu saja sudah membuat hasrat bencinya menguap seketika. Dan dengan menatap sepasang emerald teduh milik gadis musim semi itu, sudah membuat sharingan miliknya kembali ke bentuk semula.

Apa yang salah dengan dirinya? Apa api balas dendam telah padam dari lubuk hatinya? Tentu saja tidak. Di salah satu sudut kelam dalam dirinya Sasuke tahu, benci yang dirasakannya teramat mendarah daging.

Apalagi jika ingat orang-orang yang mengetahui kebenaran tentang kakak semata wayangnya lalu selama ini hanya diam dan membiarkan nama klan-nya tercoren oleh dosa yang tak pernah ada. Itachi dipaksa membantai seluruh klan dan membereskan sendiri kekacauan yang dibuat oleh para petinggi desa dan negara Hi. Itachi yang begitu baik hanya menjadi pion dalam permainan kotor mereka. Bahkan pemuda itu yang harus menanggung segala dosanya tanpa pernah diberikan kesempatan untuk meluruskan salah paham ini

.

Tapi kenapa pada gadis musim semi rekan satu kelompoknya itu Sasuke merasakan hal yang berbeda? Bukankah dulu ketika mereka masih kanak-kanak dan bersama dalam kelompok 7, dirinya selalu dapat mengabaikan perasaan dan perhatian sang gadis merah jambu padanya ?

Mungkin itu dulu. Saat Sasuke masih terlalu kecil untuk mengenal cinta. Terlalu dini untuk merasa tertarik dengan lawan jenisnya. Tapi sekarang semua berbeda. Seiring bertambahnya usia, pemuda tampan itu pun makin dewasa.

Ada hasrat yang menggelak setiap kali sepasang onyx milikknya beradu dengan emerald sang gadis. Hasrat yang menarik sisi kelelakiannya. Harus diakui, matanya kalah jeli dengan seniornya si alis tebal yang berpenampilan norak, Rock Lee. Lee sudah sejak dulu bisa melihat betapa menariknya gadis musim semi itu dan menyukai Sakura. Lee sudah bisa melihat sisi lain Sakura yang tidak bisa dilihat oleh dirinya yang masih begitu bernafsu untuk menuntaskan kebencian yang salah pada kakak kandungnya sendiri.

Dan, baru kali ini dia bisa melihat sosok Sakura sebagai seorang wanita. Baru kali ini pula Sasuke menganggap rekan masa kecilnya itu sebagai gadis yang menarik minatnya sebagai seorang pemuda. Gadis itu tidak hanya sukses berkembang sebagai seorang kunoichi hebat yang setara dengan sang guru, Godaime Senju Tsunade, tetapi juga tumbuh sebagai seorang gadis cantik dengan sejuta pesona yang menarik hasrat kelelakiannya.

Tiba-tiba pintu rumahnya diketuk oleh seseorang. Seingatnya, tak ada seorang penduduk Konoha yang berani memasuki kawasan klan Uchiha. Selain karena kawasan terlarang, kengerian akibat pembantaian seluruh klan yang dilakukan Itachi Uchiha, Kakak semata wayangnya masih menjadi momok yang menakutkan bagi penduduk desa.

"Sasuke… apa kau di dalam ?" satu suara terdengar memanggil namanya. Pemuda tampan berambut raven itu pun segera keluar dan membuka pintu.

"Sakura…" ucapnya pelan. Sosok di hadapannya ini sudah menyunggingkan sebuah senyuman manis yang terlihat gugup. Gadis bersuai merah jambu yang baru saja mengusik pikirannya, kini telah ada di depan mata.

"Sasuke-kun kau baik-baik saja ?" ujarnya, terlihat khawatir karena wajah pemuda di depannya tampak pucat. Sasuke masih tak bergeming dari posisinya.

Karena dilihatnya pemuda di depannya ini diam saja, naluri kunoichi Sakura bekerja. Dimajukannya tubuhnya merapat pada tubuh pemuda tampan itu. Memeriksa suhu tubuhnya.

"Tubuhmu panas Sasuke-kun…" ujarnya cepat. Ada nada khawatir di tiap kata-katanya.

Sakura memapah pemuda yang dicintainya itu dan membaringkannya di futon kemudian menyelimutinya dengan selimut tebal

"Sudah makan ?" tanya gadis bersurai merah muda itu. Sasuke hanya menggelengkan kepalanya, pelan. Tatapan onyx nya tetap melekat ke arah gadis di depannya tanpa bisa mengalihkan tatapan.

Jantung Sakura berdebar kencang. Belum pernah rekan semasa kecilnya ini menatapnya sedemikian intens.

Gadis cantik itu bergegas pergi ke dapur. Kalau hanya sekedar membuatkan bubur orang sakit, dirinya yang tak jago memasak pun bisa.

Sasuke menunggu gadis bersuai mereh jambu itu dalam diam. Sakura masih sama seperti dulu, selalu mengkhawatirkannya. Tak ada yang berubah dari gadis itu meskipun yang bisa Sasuke lakukan padanya hanya memberikan rasa sakit.

Masih segar dalam ingatan pemuda raven tampan itu bagaimana Sakura menangis kala dirinya terluka pada saat ujian Chuunin di hutan Shi no Mori akibat ulah Orochimaru.

Sakura… masih seperti dulu. Mungkin di antara kita bertiga, hanya aku yang berubah…

-000000-

Gadis musim semi itu datang dengan membawa semangkuk bubur panas yang masih terlihat mengepulkan uapnya. Wajah cantiknya tampak berseri bahagia.

"Ini, makanlah…" gadis itu menyodorkan hasil masakannya ke depan Sasuke. Pemuda itu hanya diam saja.

"Mmmmm.. mau aku suapkan?" tawar Sakura malu-malu. Sasuke masih diam, namun rasanya secara samar gadis itu melihat sebuah anggukan.

Pelan, disuapinya pemuda yang telah lama dicintainya itu penuh kesabaran. Sesuap demi sesuap. Mencintai pemuda ini sempat membuat gadis itu merana. Meski rasanya semua rasa sakitnya kini terbayar lunas hanya dengan kehadiran pamuda tampan itu di sisinya. Ini adalah segala yang Sakura minta. Sasuke kembali ke desa. Tidak ada lagi yang gadis itu inginkan. Karena berharap sang Uchiha membalas cinta masa kecilnya… Sakura sama sekali tak berani memikirkannya.

Dia tidak akan meminta lebih dari ini. Dia berjanji tidak akan mengharapkan Sasuke membalas perasaannya. Cukup seperti ini… cukup dengan pemuda itu ada disampingnya sehingga gadis itu bisa merawat semua lukanya.

"Ada apa kau kemari?" satu suara bernada dalam itu memecah kesunyian yang dominan terasa di antara mereka.

"Aaahhh, i-itu…" gadis berhelai merah jambu itu tampak kesulitan berbicara. Mungkin sedang mencari alasan yang tepat dan masuk akal bagi pertanyaan pemuda di depannya ini.

"Aaahh ya, soal pemakaman Hyuuga Neji besok hari, Nona Tsunade memintaku memberitahumu…" jawab gadis itu sambil tersenyum lega. Akhirnya dia mendapatkan alasan yang diminta. Meski bukan itu alasan sebenarnya gadis itu datang kemari. Dia hanya mencemaskan keadaan Sasuke. Itu saja.

"Aku tidak datang…" jawaban pemuda di hadapannya ini sukses membuat Sakura terperangah beberapa saat.

"Kenapa ?" tanya gadis musim semi itu, bingung.

"Aku tidak memiliki urusan untuk hadir disana…" jawab pemuda tampan itu dingin. Sakura tampak kecewa dengan jawaban Sasuke namun berusaha untuk tak diperlihatkan di hadapan sang pemuda.

"Baiklah…"desah gadis merah jambu itu dengan senyum dipaksa.

'Sasuke… kau masih enggan berbaur dengan kami, Apa kau masih terjebak dalam duniamu sendiri? Tak bisakah kau melepaskan semua benci dan amarahmu? Tak bisakah kau kembali bersama kami seperti dulu lagi?' pikir Sakura sedih.

Jantung Sakura terasa mau meledak manakala dilihatnya Sasuke memajukan tubuhnya dan mempersempit jarak diantara mereka. Tatapan dalam sepasang onyx-nya, aroma maskulin yang menguar dari tubuhnya, helai raven yang jatuh menutupi wajah tampannya, semua itu membuat Sakura merasa gila.

Sasuke menatapnya semakin intens seiring dengan tubuh mereka yang kian merapat. Dua mahluk berlainan jenis kelamin, di bawah satu atap, di dalam temaramnya cahaya…

Tangan dingin Sasuke menyentuh lengan mulus milik Sakura. Ada desiran perasaan aneh yang menyelimuti gadis musim semi itu.

"Pergilah…" kata Sasuke tiba-tiba. Sakura kaget, antara bingung dan malu. Bingung karena Sasuke tiba-tiba menyuruhnya pergi, dan malu mengingat bagaimana dirinya melayang hanya dengan sentuhan ringan pemuda tampan itu dan nyaris mengharapkan Sasuke akan menciumnya.

Tanpa bertanya apapun lagi, gadis berhela merah jambu itu segera pamit pergi. Meninggalkan sang pangeran Uchiha seorang diri.

Pergilah… bila kau terlalu lama disini, aku mungkin akan melakukan sesuatu yang akan kau sesali…

-0000-

TO BE CONTINUED-

Thor, bukannya ini fict lama yang pernah di apdet? Yes. Tepat sekali. Ini memang fict laamaaaa banget yang odes publish ulang. Salah satu fict SS pertama yang odes buat.

Tanpa mengurangi rasa terimakasih dan puji syukur atas partisipasi teman-teman di apdetan sebelumnya yang telah mencapai sekian Fav/Follow dan Reviews, odes memutuskan me-republish (disertai dengan beberapa perbaikan ).

Alasannya tentu saja demi kenyamanan pembaca. Odes menyadari versi apdetan sebelumnya terasa buruk karena yah… apalah kemampuan menulis saya ini yang masih sangat rata-rata :D

Thor, bakal ada yang berubah gak ? Iyap, dari segi alur dan cerita juga konflik bakal ada yang odes ubah. Meski gak akan merubah ending yang udah ada :*

Sekali lagi, makasih buat kalian yang udah berkenan membaca lagi atau sekedar bernostalgia dengan cerita ini

Salam sayang,

odes