Title : LIBRARY

Rated : T

Genre : Drama/Romance/School Life

Cast : Kristao as Always

Claim/Disclaimer : Zitao belong to Kris

Warning : YAOI, BL/Boys Love

.

.

Jadi, apa yang kau pikiran jika aku mengatakan, library?

Such a boring place

Mungkin itu yang dipikirkan kebanyakan orang mengenai tempat ini..

Tapi percayalah, Kris Tao bisa mematahkan persepsimu itu

.

.

©TAOKYU PRESENT

.

Library – First Meet

.

.

Kris Wu melangkah pongah sepanjang lorong lantai 1 Hanyoung High School diiringi tatapan memuja dari segelintir gadis yang ia lewati. Helai platina menakjubkan miliknya berdansa dengan semilir angin sepoi sore itu. Sama sekali tak terganggu dengan sinar matahari yang menyilaukan. Lengan kekarnya terekspose akibat seragam basketnya yang buntung. Memamerkan tattoo scorpion di lengan kirinya. Entah apa yang ada dipikirannya hingga ia nekat membuat tattoo tersebut padahal jelas-jelas pihak sekolah telah melarang warganya tanpa kecuali.

Ia melewati jejeran ruang ekstrakulikuler dan menemukan sahabatnya, Kevin Shin, di ruang musik lengkap dengan partitur-partitur yang berserakan di sekitarnya. Kris mengerutkan dahi. "Kau ada latihan?" tanyanya melenggang masuk ruang music dan berdiri di samping piano.

Kevin Shin mendongak dan melepas baseball capnya. "Ya.." jawabnya singkat seraya menyisir rambut hitamnya kebelakang. "Aku sedang mengaransemen lagu untuk Ballad Music Fest antar sekolah seminggu lagi," jelasnya kemudian.

Kris berdecak lalu berkata, "tim basket juga berlatih gila-gilaan untuk turnamen bulan depan. Man, bahkan kita baru sebulan menjejakkan kaki di tingkat 3. Aku tidak tau apa yang ada di pikiran kepala sekolah."

"Berambisi menambah jumlah piala di rak kaca hingga rela mengumpankan siswa-siswi berprestasi sebelum mereka lulus?" ujar Kevin Shin lalu mengibaskan tangannya di depan Kris. "Tidak ada lagi siswa dengan semangat seperti kita." Ia menaikkan sebelah alisnya menatap Kris dan berkata, "kulihat kau sedang tidak sibuk."

Kris hanya mengangkat bahu dan membenarkan letak backpack di punggungnya. "Aku akan pulang dan kebetulan melihatmu sedang mengerayai tuts-tuts piano," ujarnya asal lalu melangkah keluar.

Kevin tersedak liurnya sendiri. Ia memincingkan mata kearah Kris dan tiba-tiba teringat sesuatu. "Bisa kau pinjamkan literature music karya Beethoven atau Mozart di perpustakaan?"

"Aku?" Kris berujar tak percaya. Menghentikan langkah dan menatap horror ke arah Kevin. "Maksudmu, ke perpustakaan?"

"Ada yang salah? Aku sedang berkonsentrasi saat ini. Akan gawat jika ideku tiba-tiba hilang saat menyusuri rak buku," Kevin mengangkat bahu dan kemudian berpaling dari Kris. "Cepatlah."

.

Kris tidak tau apa yang membuatnya memenuhi permintaan sang sahabat. Ia kini menyusuri rak buku bagian musik di sudut perpustakaan. Sudut ruangan yang sering terlupakan. Keping coklat madunya yang tajam menilik barisan buku berbagai ukuran. Jemari kurusnya mengetuk-ngetuk punggung buku dengan irama detik jarum jam.

"Mozart.. Mozart.." Desisnya berulang kali layaknya mantra. Berharap setumpuk literature music yang ia butuhkan terbang kearahnya dan mendarat dikakinya. "Ahhh sialan.. Kenapa aku harus menuruti kata-katanya."

Ia mengacak surai platinanya dan kemudian beralih ke sisi rak yang lain. Ia bisa saja mengumpat dan memaki siapa saja yang dengan tidak sopan menyenggol bahunya jika ia tidak ingat ada kepala sekolah yang sedang membaca harian sore di deret bangku dekat jendela.

Well, jika orang itu bisa menyenggol bahunya, bukankah berarti dia memiliki tinggi yang sama?

Kris berbalik dan bersiap meluncurkan kalimat warna-warni dengan nada serendah mungkin kepada sosok dengan rambut segelap langit malam itu jika saja ia tak menangkap sorot mata lugu yang berhasil mendebarkan hati Kris dengan cara yang aneh.

Love at the first sight, ehh

"Err, Maaf, Yifan sunbae," desisnya rendah sambil menunduk. "Aku tidak sengaja," ujarnya lagi lalu membungkuk ribut hingga tak sengaja kepalanya beradu dengan dada Kris. "Ohh Tuhan, Wu Yi Fan sunbae," teriaknya tak sadar. "Maaf sekali lagi," ulangnya.

Kris tidak tau harus tertawa atau mengeram marah atas tingkah laku pemuda di depannya ini. Ia juga tidak tau siapa pemuda itu. Jadi, ia hanya menepuk-nepuk punggung lebar itu dan kemudian berjalan menjauhinya. Kembali ke kegiatan awalnya.

Looking for that fucking books and then throw them to his fucking face

5 menit ia habiskan untuk bercumbu dengan rak buku dan Kris sudah tak tahan lagi. Ia merogoh saku celana basketnya dan mencari nama Kevin Shin di kontaknya. Baru saja ia menempelkan benda warna hitam itu di telinga, suara seindah alunan genta angin itu tiba-tiba mengintrupsi.

"Sedang mencari apa, sunbae?"

Dan Kris tidak bisa untuk tidak menoleh. Suara itu menyihirnya seperti lantunan lullaby yang siap mengantarkannya menuju alam mimpi.

And that awesome guy standing right infront his very own eyes

Pemuda dengan postur dan tinggi badan yang nyaris menyamainya. Kecuali pinggangnya yang sempit dan bahunya yang tidak selebar milik Kris. Matanya di hiasi berlian cair yang berkilau menakjubkan. Bibirnya membentuk senyum kaku yang terkesan takut.

Ohh.. Tapi Kris tetap berpendapat bahwa senyum itu tetap senyum paling elok yang pernah ia lihat selama 17 tahun ia menghirup udara di dunia.

"Mozart.. err.. Beethoven?" jawabnya tak yakin. Ia menjatuhkan tangannya dan menekan beberapa kali tombol end calling kemudian kembali menyimpan ponselnya. "Aku butuh literature Mozart atau Beethoven. Temanku membutuhkannya untuk aransemen."

Pemuda tadi menganguk dan kemudian meletakkan buku-buku yang ia bawa dilantai. "Mau kubantu?" tawarnya. "Aku lihat dari tadi sunbae kesulitan."

Kris mengangkat alis. Menatap sosok didepannya dengan bingung. "Dari tadi?"

Jemari lentik itu tiba-tiba berhenti menyusuri punggung buku. Kaget dengan pertanyaan tiba-tiba dari sunbaenya. Dan seakan belum cukup, sosok angkuh di depannya itu kembali membuka suara. Menanyakan hal paling memalukan yang pernah ia dengar.

"Kau diam-diam memperhatikan aku?"

Dia berbalik dan menatap Kris dengan tatapan anak kucing yang menggemaskan. "Aku memperhatikan sunbae dari tadi," ujarnya merasa bersalah. Lalu rona merah muda menjalar sampai ke telinga miliknya. "Kulihat sunbae sedang kesulitan."

Kris tersenyum samar dan melipat tangannya di dada. "Jadi, kau tertarik padaku, ehh?" Tanyanya dengan kadar percaya diri yang tinggi.

Pemuda tadi merenggut kesal dan hendak beranjak dari tempat sebelum tangan Kris menahan lengannya.

"Aku.. Kris Wu. Tapi ku rasa kau sudah mengenalku," kata Kris. Perlahan melepas cengkramannya dari lengan sang pemuda yang semulus bodi mobil miliknya lalu mengaruk tengkuknya yang sama sekali tidak gatal.

"Huang Zi Tao, sunbae," cicit Zitao, pemuda tinggi dengan warna kulit emas itu tersenyum samar. "Dan ya, aku tau sunbae. Aku juga pernah melihat sunbae."

Kris berkedip beberapa kali sebelum akhirnya berdehem penuh wibawa. "Melihatku?" tanyanya. Nyaris tidak bisa menutupi perasaan mengelitik di dadanya.

Zitao mengangguk seraya menarik keluar buku tebal dari rak. "Di mading ada foto tentang ekstrakulikuler dan juga ketuanya. Dan aku melihatnya. Sunbae kapten tim basket kan? Kalau dipikir-pikir, sunbae terlihat seperti vampire."

Ada 4 buah siku-siku yang muncul secara gamblang di benak Kris. Baru kali ini dia dipuji dengan kata benda yang diluar dugaannya. Kebanyakan orang akan memujinya seperti Siwon Super Junior yang terkenal dengan ketampanannya yang diatas rata-rata. Atau memujanya bagaikan ia adalah Putra Zeus. Bukan dengan kata benda yang mewakili makhluk pucat yang takut dengan matahari dengan taring panjang dan berjubah hitam yang sering memangsa manusia.

Jadi, ketika mendengar kata vampire keluar dari belah bibir kissable itu, Kris lagi-lagi dibuat mengernyit heran.

"Aku, vampire?" katanya dengan tatapan aneh di sertai pikiran tentang –lalu aku akan menyedot darahmu dan menjadikanmu pasangan abadiku seperti yang di lakukan Edward Cullen kepada Bella-

Dan ia meringis secara tak sadar hingga sodokan diperutnya membawa ia kembali dari khayalannya.

"Beethoven yang kau butuhkan, sunbae," Zitao menyodorkan buku tebal dengan sampul seorang pria berambut klimis yang merenggut kearah Kris.

Kris menerimanya. Sengaja menyentuh jemari milik Zitao dan ia merasakan seperti diserang oleh ribuan volt arus listrik yang siap membuat jantungnya berhenti. "Terima kasih, Tao." Kris –yang pelit senyum- menarik kedua sudut bibirnya. "Dan, apa kau murid tahun pertama?" Pertanyaan bodoh sebenarnya. Kris jelas-jelas tau jika garis berwarna hijau di dasi yang dipakai Zitao menunjukan jika ia adalah tingkat 1.

2 tahun dibawahnya.

Apa salahnya basa-basi

Zitao berjongkok dan menyusuri jajaran buku di rak paling bawah. "Ya. Aku kembali ke Korea setelah 3 tahun menetap di China, kampung halamanku sebenarnya."

Dan Kris bersiul dengan tidak elitnya mengetahui bahwa pemuda manis itu juga berasal dari kampung halamannya. "Aku juga dari China."

Belah bibir sewarna Cherry milik Zitao mengulas sebuah senyum tipis kala mendengarnya. "Ohh ya?" Ia kembali berdiri dan menyerahkan 3 buku karya Mozart kepada Kris. "Kalau begitu semoga kita bisa berteman dengan baik, Kris gege."

Breathtaking..

Dan sekali lagi, Kris dengan mudahnya membalas senyuman secerah matahari itu.

"Jadi," Zitao mengedarkan atensinya dan menatap jam dinding digital yang terpaku di dinding seberang, pukul 4.43 PM, "ada yang bisa ku lakukan lagi untukmu, sunbae?"

Ya… Bisakah aku kerumahmu dan melamarmu sekarang… "Tidak. Ini lebih dari cukup. Kau tau, selama 3 tahun disini, baru 3 kali saja aku masuk perpustakaan. Terima kasih."

Kris benci sekali dengan perpustakaan. Ia tidak suka membaca. Ia tidak suka menenggelamkan kepalanya ke ratusan lembar buku dan duduk terpekur di sudut ruangan. Ia tidak bisa berdiam diri. Alih-alih basket yang menurutnya mampu memacu adrenalinnya.

Jadi pikiranya melayang dan ngelantur dengan pertanyaan seperti, bagaimana bisa ada malaikat di tempat seperti neraka ini.

"Bukan masalah, sunbae. Tanyakan padaku jika kau membutuhkan bantuan. Aku petugas piket perpustakaan, kok." Zitao entah kenapa merasa itu adalah ucapan paling konyol yang ia lontarkan kepada sunbaenya ini. Dan setelah ini ia berjanji akan mendaftarkan diri sebagai pengurus perpustakaan paling aktif seangkatannya.

"Apa itu pesan tersirat?" Kris berujar tatkala pipi chubby itu kembali memerah. Ohh.. Kris suka sekali menggoda manekin hidup didepannya ini.

Absolutely, he's gay..

Zitao tidak menjawab. Ia membungkuk hendak mengambil buku-bukunya saat kalimat Kris yang ambigu mendera indra pendengarannya.

"Jadi, Zitao… Lemme take you tonight."

.

.

.

See-ya di one shoot Library selanjutnya..

.

.

Hii reader.. Wanna hug me?

miss you all so damn much..

#Uhhukk...

maaf sudah hilang dan pergi entah kemana dan mengganggurkan ff on-going

Kesibukan merajai hari membuat hati menjerit meminta berhenti T_T

Do u guys still remember me?

Ini lo emaknya Zitao #hallah

Okee.. gimme your support and review

lemme see how much do you still want me to writting?

#cagarbudayaKT

Ps: still support KrisTao, rite?