Kami no Te

Disclaimer: Semua karakter dari anime 'Naruto' dan 'High School DxD' bukan milik saya, saya hanya meminjamnya saja.

Main Cast: Naruto .U.

Pair: Naruto .U X Harem (Naruko .U, Gabriel, S. Irina, Xenovia .Q)

Summary:

Setelah pertarungannya dengan Sasuke, Naruto akhirnya bertemu Shinigami yang memberinya tangan kanan yang memiliki kekuatan luar biasa serta tugas baru. Rival 'tangan kanan'nya sudah bangkit, dirinya juga terseret pada urusan Fraksi Akhirat dan apa jadinya jika dirinya bertemu dengan seseorang yang menyerupai dirinya?

Warning: Author Newbie, Abal-abal, Alternative Universe, Typo, Miss Typo, SuperStrong!Naruto, Human!Naruto, Devil!Naruko, Strong!Naruko, and DLDR.

Chapter 7

Misteri: Invasi Dimulai

Tiga hari berlalu setelah rencana itu dibentuk dan tiga hari pula pemuda pirang itu tak mendapatkan kabar apapun dari kedua utusan gereja itu, di ruang lingkup kota yang kecil itu bahkan ia tak menemukan tanda-tanda keberadaan Irina ataupun Xenovia. Seharusnya mereka menghubunginya jika sesuatu terjadi tapi sampai detik ini ponsel yang ada di sakunya tak bergetar sedikitpun karena tak adanya panggilan masuk dari siapapun, apa mungkin jika mereka memang sudah menemukan ketiga pedang yang sudah dicuri itu lalu langsung kembali ke Vatikan tanpa mengucapkan apapun padanya. Itu sangat kejam baginya.

"Yah, mungkin mereka sudah kembali ke Vatikan," ucap pemuda pirang jabrik itu sambil menatap langit luas yang ada diatasnya, jika bukan di kelas ataupun UKS maka dirinya akan berakhir di atap Akademi Kuoh yang sangat tinggi itu. Dia berusaha menikmati rasa menyengat dari sinar matahari yang menghantarkan panasnya, sinar matahari yang ia rasakan ini masih terbilang sehat untuk dinikmati. Ditemani angin sepoi-sepoi yang menerpa tubuhnya membuat rasa nikmat itu semakin bertambah, matanya tertutup meresapi semua perasaan nikmat yang menerpa tubuhnya.

Clek!

Blam!

Naruto membuka matanya kembali ketika telinganya mendengar suara pintu terbuka lalu menutup kembali, bisa dia perkirakan jika ada seseorang yang sudah masuk keluar dari pintu atap tersebut. Tak ada reaksi apapun saat Naruto melihat orang yang baru saja masuk atap tersebut kemudian dia memilih untuk kembali menatap pemandangan yang ada di depannya, dia memang sudah terbiasa dengan kehadiran orang tersebut atau lebih tepatnya Iblis betina mengingatkannya pada Jutsu Penggodanya.

"Pemandangan yang sangat bagus, ya 'kan?" perempuan yang ada di sampingnya berusaha membuka percakapan dengan apa yang dilihat olehnya.

"Hmm... Yah, kau benar," timpal pemuda tersebut sambil melipat kedua tangannya di depan dadanya dengan pandangan lurusnya yang tak teralihkan "Tumben kau tahu kalau aku ada disini?" tanya pemuda itu sambil melihat perempuan itu dari sudut matanya, beberapa hari ini mereka memang bisa dikatakan dekat karena suatu alasan.

"Tentu saja, jika kau sedang mengantuk pasti kau akan pergi ke UKS dan tidur disana. Tapi hari ini aku tak melihat jika kau mengantuk atau sebagainya, jadi aku datang ke tempat ini," jawab perempuan itu dengan mantap tak lupa dengan senyum kecil yang tercetak di bibirnya.

"Kau menjawab seolah mengetahui kebiasaanku saja," pemuda itu menghela napasnya saat mendengar jawaban dari perempuan yang berdiri di sampingnya dan jawaban itu 100% sangat tepat "Jadi ada alasan logis kenapa kau menemuiku disini?" tanya Naruto yang sudah menghadapkan dirinya kearah Naruko dan membalas senyuman yang diberikan oleh Naruko.

"Aku hanya memastikan saja jika dirimu tak melakukan hal yang aneh-aneh diatas sini," jawab Naruko yang masih mempertahankan senyuman di bibir tipisnya "Apa sore ini kita akan latihan lagi seperti biasa?" tanya Naruko sambil menghadapkan tubuhnya kearah Naruko, rambut pirang panjang yang diikat twinstail itu seakan terbawa angin yang berhembus dari samping tubuhnya tapi perempuan itu seolah tak terganggu dengan hal seperti itu.

Naruto hanya menganggukan kepalanya sebagai jawaban dari pertanyaan yang terlontar dari mulut Naruko "Mungkin hari ini akan menjadi pelatihan khusus untukmu, maksudku akan sedikit berbeda dengan hari-hari sebelumnya," pemuda pirang itu memang sudah memutuskan untuk menjajal teknik bertarung dari perempuan yang ada di depannya, dia harus tahu bagaimana Naruko menyerang ataupun bertahan lalu melatihnya lagi agar lebih sempurna. Bukan hanya jutsu saja yang harus diasah tetapi teknik pertarungan jarak dekat juga sangat diperlukan.

"Aku jadi tak sabar ingin merasakan pelatihan khususnya seperti apa," balas Naruko yan sepertinya tak takut dengan latihan yang dimaksud oleh Naruto atau memang Naruko sudah siap dengan situasi dan kondisi apapun sehingga dia tak terlalu takut.

'Dia memiliki semangat yang bagus,' batin pemuda bersurai pirang itu yang masih dalam posisi yang sama.

"Hey, Naruto."

"Apa, Naruko?"

"Aku selalu berpikir jika kita berdua ini adalah kembaran, apa menurutmu sangat lucu jika kita berdua memiliki hubungan darah?"

Naruto sedikit tertegun dengan apa yang dikatakan oleh Naruko, menurutnya memang sangat tidak mungkin jika mereka berdua adalah saudara kembar yang memiliki hubungan darah. Jelas-jelas mereka berbeda dimensi, tak mungkin jika ibunya melahirkan lagi setelah dirinya. Ayah ataupun Ibunya juga tak menceritakan apapun tentang saudara saat bertemu dengan Naruto, setidaknya dia hidup sendirian waktu kanak-kanak dulu.

"Aku selalu ingin menanyakan ini padamu, tapi aku ragu untuk melakukannya. Semua murid bahkan guru disini menganggap jika kita berdua ini sangat identik, kita seperti cerminan dalam kelamin yang berbeda," ucap Naruko dengan menatap serius kearah laki-laki yang ada di depannya.

"Ya, saat pertama kali aku bertemu denganmu, aku merasa jika aku sedang bermimpi atau berkhayal. Tetapi kenyataannya kau ini sangat nyata, aku terkadang malu saat melihat kearahmu," ucap Naruto yang juga terkadang merasakan hal yang sama, kedua tangannya sudah ia masukan ke dalam kantong celananya. Dia membalas tatapan serius dari perempuan itu dengan senyumannya, masalahnya dia bingung harus membalas apa "Soal pertanyaanmu tadi, aku juga tak menemukan jawabannya," sambung pemuda itu.

Perlahan-lahan kaki jenjang yang terbalut dengan stocking berwarna putih selutut itu mulai melangkah mendekati Naruto yang ada di depannya, matanya terus saja memperhatikan setiap inchi dari lekuk wajah Naruto bahkan tiga garis tipis di setiap masing-masing pipinya sangat persis sepertinya. Kedua tangannya sudah terulur kearah Naruto lalu mendarat di masing-masing pipi pemuda tersebut dan dia bisa merasakan tonjolan-tonjolan dari garis tersebut, bolehkah ia berharap jika orang di depannya ini memiliki hubungan dengannya tapi bukankah itu akan menyirnakan kesempatannya untuk memiliki pemuda itu? Semua itu membuat dirinya malah dilanda dilema.

Grep!

Pemuda itu tak bisa menyembunyikan keterkejutannya saat merasakan dua tangan halus menelusup masuk ke sela antara lengan dan badannya lalu memeluk tubuhnya begitu erat, ingin sekali dia melepaskan diri dari pelukan tersebut tapi entah kenapa otaknya tak merespon apa yang diinginkannya. Dia membiarkan perempuan pirang itu membenamkan kepalanya di dada bidangnya tepatnya agak ke sebelah kiri dimana jantungnya yang berdetak agak cepat itu berada.

"Dari semenjak aku kanak-kanak, ingin sekali aku merasakan memeluk Ayah, Ibu ataupun saudara sedarahku. Aku ingin tahu bagaimana rasanya memeluk orang yang kusayangi dan aku bisa merasakannya sekarang," ucap Naruko disela pelukannya, kedua tangannya memeluk tubuh laki-laki yang ada di depannya lumayan erat. Jika ditanya rasanya, itu sangat nyaman dan hangat.

"Lalu apa hubungannya denganku? Kita bahkan tak memiliki hubungan darah layaknya saudara," Naruto berusaha menyadarkan Naruko yang masih memeluk tubuhnya begitu erat, dia akui pelukan itu membuatnya sedikit nyaman tapi jika ditambah dengan benda kenyal yang menempel di dada bagian bawahnya dia tak akan bisa menghentikan keringat dingin yang terus keluar dari seluruh tubuhnya.

Naruko hanya mendongakan kepalanya menatap manik shappire dari pemuda yang ada di depannya "Bolehkah aku memelukmu beberapa menit saja dan menganggapmu kakakku selama aku memelukmu?" pinta perempuan itu dengan kedua pipinya yang sudah memerah tapi rasa malunya itu terkalahkan oleh keinginan yang ingin ia rasakan sekarang ini.

Naruto menghela napas berat saat mendengar permintaan yang cukup aneh dari perempuan yang sekarang memeluknya, disaat yang bersamaan dia juga merasa kasihan dengan Naruko. Entah kenapa dia merasakan jika Naruko memiliki nasib yang sama sewaktu kecilnya terbukti dari perkataan yang keluar dari mulutnya "Apa boleh buat, jangan terlalu lama atau akan ada seseorang yang memergoki kita karena melakukan sesuatu yang dilarang disini," Naruto hanya pasrah menerima keadaan dan merasakan pelukan dari Naruko semakin mengerat setelah mendengar jawabannya.

Kepala perempuan pirang itu kembali menempel pada dada bidang Naruto sebelumnya, dia bisa mendengar ritme detakan jantung milik Naruto hampir sama dengan detakan jantung miliknya. Dia tak tahu siapa yang lebih cepat detakan jantungnya tapi yang pasti keduanya sama-sama cepat. 'Hangat. Apa seperti inikah rasanya memeluk seorang kakak?' dia tak bisa menyembunyikan rasa senangnya bahkan tak pernah sesenang ini sebelumnya.

"Hmm?" dia sedikit terkaget ketika salah satu tangan melingkar di pinggang rampingnya agar lebih mendekat lalu tangan yang lain menepuk dan mengelus kepalanya dengan penuh kasih sayang, tak disangka jika bulir air mata meluncur bebas melalui pipinya dan membasahi kemeja putih seragam milik laki-laki di depannya. Ini sesuatu yang ingin dia rasakan sedari dulu, dia bisa merasakan rasa senang ketika pelukannya dibalas oleh seseorang dengan penuh kasih sayang walaupun bukan dari orang yang memiliki hubungan darah seperti keinginannya.

"K-kau menangis, Naruko?" Naruto hanya bisa terheran saat seragam di bagian dadanya basah karena sesuatu cairan merembes dari luar kainnya dan tak mungkin sekali itu keringat, dia bisa merasakan tubuh itu bergetar kecil dalam pelukannya. Dia berpikir jika ini adalah hal yang diinginkan oleh Naruko tapi ternyata efeknya malah membuat menangis, dia tak suka jika ada perempuan yang menangis di hadapannya.

"Tidak... Hiks... A-aku sangat senang... Sangat bahagia... Naruto...," jawabnya sedikit terputus-putus karena dia tak mau jika tangisannya itu terdengar jelas oleh laki-laki di hadapannya, keinginan terbesarnya sudah terpenuhi dan dia mendapatkannya dari orang yang disukai olehnya. Wajahnya terasa sangat panas dan bisa dipastikan ketika dia melepaskan pelukannya maka Naruto bisa melihat rona merah di wajahnya.

"Terima kasih... Naruto-kun."

-0-0-0-

"Ahhhh~..."

Kedua tanganku saling bertautan satu sama lain lalu menarik keduanya ke atas berusaha meluruskan lagi tulang punggungku yang terasa sangat pegal karena terus saja duduk selama 3 jam ini dan waktu pulang yang kutunggu-tunggu akhirnya datang juga, aku mengambil tas selempang yang kugantungkan pada gantungan meja yang telah disediakan lalu memasukan semua alat tulis yang berserakan di mejaku ke dalamnya. Lama-lama membosankan juga jika melakukan rutinitas yang sama selama beberapa hari ini, mau bagaimana lagi itu sudah ketentuannya.

"Hey, Naruto-kun!"

Kepalaku otomatis menoleh kearah asal suara saat namaku sendiri dipanggil oleh seseorang dengan ditambahi suffix '-kun' di belakangnya, perempuan bersurai pirang panjang yang diikat twinstail dengan tubuhnya yang berbalut seragam khas siswi Akademi Kuoh sudah berdiri tepat di samping mejaku disertai dengan senyuman manisnya. Dia perempuan yang selalu saja mengingatkanku pada Jutsu Penggodaku waktu aku masih bisa menggunakan chakra dulu.

"Kau tak perlu mengingatkannya lagi, Naruko. Aku bukan orang yang suka mengingkari janji yang kubuat."

Aku tahu jika kedatangannya kesini untuk menagih apa yang aku bicarakan dengannya tadi di atap Akademi, dia ingin menagih pelatihan khusus itu dariku. Setiap kali aku menatap wajahnya yang bahkan rasanya lebih cantik daripada Jutsu Penggodaku itu, aku bisa merasakan jika Naruko juga memiliki masa lalu yang sama denganku seperti kesepian dan tak bisa mendapatkan kasih sayang dari kedua orang tua kami. Ya, aku bisa merasakannya setelah apa yang terjadi di atap sekolah saat istirahat tadi.

Setelah kubereskan semua peralatan sekolah yang sempat bergelimpangan di atas mejaku dan memasukannya ke dalam tas selempangku, kedua bola mataku kembali menatap kearah perempuan yang masih berdiri di samping mejaku lalu membangkitkan tubuhku dari kursi yang selalu menyiksaku selama berjam-jam itu "Ayo, aku sudah selesai. Lebih cepat kita berlatih, semakin banyak pula yang bisa kita asah, ya 'kan?"

Kepala yang dimahkotai dengan surai pirang keemasan yang diikat twinstail itu menggangguk perlahan dengan senyum manis yang bisa membius lawan jenisnya terarah padaku "Ya, tapi sepertinya kau memerlukan kumis dan janggut agar lebih berwibawa mengatakan itu," candanya diakhirnya dengan tawa pelan yang menurutku sangat lucu.

Salah satu tanganku sudah menggaruk kepala bagian belakangku yang sama sekali tak gatal diikuti dengan tawa gugup yang keluar dari mulutku "Kau bisa saja, Naruko. Lebih baik kita segera ke tempat latihan, aku sudah jenuh dengan suasana kelas seperti ini," ruangan yang berbentuk balok dengan jendela-jendela besar menghiasi bagian sisi yang lebih panjang daripada sisi lain dengan cat dinding berwarna putih membuat ruangan itu terasa membosankan bagiku.

Kulangkahkan kakiku berniat untuk keluar dari ruangan kelas yang sudah sepi karena hanya ada aku dan Naruko di dalamnya, sebenarnya aku merindukan kehidupanku yang dulu dimana aku bisa menghirup udara segar karena misi-misi yang kujalani ataupun merasakan adrenalin yang sangat menantang ketika bertarung dengan lawan yang kuat seperti ketika Perang Dunia Shinobi Ke-4 berlangsung. Nyawa bisa direnggut kapan saja disana, entah berapa kali aku bisa selamat dari yang namanya sekarat.

Grep!

Kepalaku menoleh kearah samping kiriku ketika melihat perempuan bersurai pirang keemasan panjang itu sudah memeluk lengan tersebut sangat erat dengan kepalanya yang sudah bersandar di bahuku dan jika dilihat-lihat kami malah seperti sepasang kekasih yang baru saja pulang dari sekolahnya, entah kenapa pemikiran itu yang langsung menyangkut di dalam otakku. Apa ini akibat benda kenyal yang menggesek lenganku setiap kami melangkahkan kaki meninggalkan kawasan Akademi Kuoh? Sepertinya otakku memang sudah terkontaminasi dengan virus yang diberikan oleh si Ero-Sennin itu.

Dua bola mataku yang senada dengan dua bola matanya saling bertatap-tatapan dengan intens disertai senyum manis yang selalu terpasang di bibir tipisnya membuatku tak bisa melakukan apa-apa selain membalas senyuman itu dengan seringai rubah yang sering kutunjukan pada siapa saja, bisa kulihat jika kedua pipinya sudah mulai merona ketika menatap senyumanku kemudian Naruko memalingkan wajahnya kearah lain seperti tak ingin menatap kearahku lagi. Aku memang tak pernah mengerti dengan pemikiran yang dipikirkan oleh wanita dan tak pernah ingin mengerti tentang hal itu.

-0-0-0-

Doonnn!

Doonnn!

Doonnn!

Tiga buah ledakan terjadi di hutan bagian barat yang menghiasi Kota Kuoh diiringi dengan asap putih yang bercampur tanah sudah membumbung tinggi karena mengenai permukaan tanah hingga membuat lubang baru di permukaan tanah tersebut, suasana tegang sangat terasa di tempat tersebut setelah terjadinya ledakan tersebut. Aura membunuh yang sangat pekat sudah mengguar dimana-mana dan berasal dari sesosok makhluk yang sudah menduduki singgasananya yang mengapung di langit, mata merah menyala dengan dengan pupil kuning keemasan menatap kearah asap yang membumbung tinggi itu dengan tatapan sinis.

"Sudah kubilang berkali-kali, makhluk apapun tak akan bisa mengalahkanku meskipun mereka pemegang Pedang Excalibur sekalipun. Kalah dengan satu kali serangan, sangat membosankan sekali," ucap sosok yang masih duduk di singgasananya sambil menumpu kepalanya pada pegangan singgasana tersebut.

"Freed! Tangkap saja dia, dia masih berguna untuk kita," titah sosok tersebut pada lelaki yang sedang memegangi Pedang Excalibur Rapidly di kedua tangannya.

Lelaki bersurai putih pendek itu menatap kearah langit dimana sosok yang menjadi atasannya sudah memanggil namanya sambil memberikan suatu perintah padanya untuk menangkap perempuan bersurai pirang kecoklatan panjang itu, seringai ala psikopat terlihat jelas di wajahnya "Itu soal mudah, lagipula aku sudah mengincar Pedang Excalibur Mimic-chan miliknya," balas lelaki bernama Freed itu dengan pandangannya terarah pada perempuan yang terlihat masih tergeletak di atas pemukaan tanah.

Perlahan-lahan, perempuan itu -Irina sudah mulai bangkit dengan kedua tangan dan kakinya berusaha menumpu tubuhnya agar bisa berdiri setegak mungkin mengabaikan seluruh nyeri yang sempat ia rasakan karena ledakan yang sempat ia hindari tapi tetap saja efeknya masih terasa baginya. Dengan sedikit merintih, sepasang iris violet itu menatap kearah Freed dengan pandangan tak suka. Lelaki itu memang perlu dibereskan agar dirinya bisa membawa ketiga Pedang Excalibur itu kembali ke Vatikan, tapi sepertinya ini akan susah baginya.

"Sepertinya kau terpisah dari rekanmu itu ya, Kawai-chan. Tapi tenang saja, aku akan menjagamu disini," ujar Freed dengan seringai psikopatnya, kedua tangannya memegang Pedang Excalibur Rapidly itu dengan erat.

"Dasar Penghianat, aku akan menghabisimu disini sekarang juga," ucap Irina dengan tangan kanannya yang sudah melepaskan simpul yang melingkar di lengan kiri bagian atasnya dimana Pedang Excalibur Mimic yang ia bawa ada disana.

"Hyaah!"

Splassh!

Bersamaan dengan teriakan itu, sang perempuan memulai serangannya dengan menggunakan pita yang terbentuk dari Pedang Excalibur Mimic dan sudah mulai memanjang kearah lelaki yang menatap remeh kearahnya, sepasang iris violet itu terlihat melebar ketika melihat lelaki itu bisa menghindari terjangan pita itu dengan mudahnya. Dia lupa jika lelaki itu sedang memegang Pedang Excalibur Rapidly yang terkenal dengan kecepatannya yang luar biasa, pedang itu memberikan kecepatan yang sangat luar biasa kepada pemegangnya hingga pemegangnya itu bisa merespon serangan secepat apapun dengan kecepatan pula.

"Aw, kau terlalu kasar padaku, Kawai-chan," ujar Freed yang berbicara dengan nada yang sangat menjijikan jika terdengar sampai ke telinga orang awam, bisa saja lelaki itu dikira banci karena nada bicaranya yang seperti itu.

Swush!

Bahkan kedua bola mata milik Irina tak bisa mengikuti pergerakan yang dilakukan oleh lelaki itu karena kemampuan yang diberikan oleh pedang tersebut membuatnya harus hati-hati karena sasaran orang itu adalah pecahan Pedang Excalibur yang dibawanya, jika pedang itu sampai jatuh ke tangan mereka maka itu bisa menjadi bencana besar bagi mereka...

Sret!

"Kyaa!" Irina hanya bisa berteriak ketika merasakan sabetan pedang yang tak dapat ia perkirakan arah datangnya membuat tubuhnya sedikit oleng hingga berbalik ke belakang, kedua bola matanya melebar dengan sempurna ketika melihat lelaki itu sudah ada di depannya dengan mengacungkan Pedang Excalibur yang dipegangnya itu kearahnya.

"Sepertinya kau perlu belajar lagi untuk berperilaku yang baik pada atasanmu," ujar Freed dengan seringai masih tercetak jelas di bibirnya.

Sret!

Sret!

Sret!

"Kyaa!" Irina terlihat sangat panik ketika lelaki itu mulai menyayatkan pedangnya itu kearahnya sehingga pakaian tempur hitam yang menjadi kebanggaannya itu mulai terkoyak mulai dari bagian paha hingga atasnya membuat kedua dada berukuran lumayan besar itu melompat keluar dari pakaian tersebut, tangan maupun kakinya sudah tak bisa ia gerakan lagi bahkan untuk melarikan diri dari sana. Staminanya sudah terkuras habis saat melarikan diri dari tempat persembunyian milik salah satu Jendral Malaikat Jatuh itu dan dia juga tak mau jika harus melibatkan orang lain dalam kesusahan.

'Naruto-senpai, maafkan aku yang tak bisa menepati janjiku,' batin Irina yang masih sempat memikirkan sang atasan sementaranya itu, setidaknya dia masih bisa mengingat kebaikan yang sudah diberikan lelaki pirang itu kepada dirinya dan temannya. Dia bisa mengingat senyuman menenangkan yang selalu ditunjukan lelaki itu, entah apa yang dirasakannya tapi sepertinya dia memang menyukai lelaki itu sekarang.

"Akhh!" Irina memekik pelan ketika punggungnya membentur batang pohon yang lumayan tebal itu dengan kuat sementara napasnya tercekat di tenggorokannya ketika merasakan sebuah tangan sudah mencekik lehernya dengan kuat "Le-lepaskan aku, D-dasar Pendosa," ucap perempuan itu dengan nada yang sedikit terpatah-patah, ia tahu jika kesadarannya tinggal menunggu waktu saja tapi dia ingin tahu apa yang akan dilakukan oleh lelaki bersurai putih pendek itu padanya.

"Kau masih saja berkata seperti itu meskipun keadaanmu sudah seperti seorang pelacur," ucap Freed yang tak suka dengan ucapan terakhir yang sempat diucapkan oleh perempuan itu sehingga dia mulai menguatkan cengkraman tangannya itu di leher perempuan itu.

"Sudah cukup, Freed," ucap sosok yang masih duduk di singgasananya dengan nada memerintah.

"Apa? Aku belum selesai dengannya," ujar Freed yang sedikit kecewa dengan apa yang dititahkan oleh sosok yang duduk di atas singgasana melayangnya.

"Meskipun dia hanyalah mangsa kecil...," sosok itu menggantungkan kalimatnya dengan seringai kecil sudah tercipta di bibirnya disertai mata merah berpupil kuning mulai menyipit karena seringainya semakin lebar "...tapi dia juga akan sangat berharga bagi kita," sambungnya yang diakhiri tawa keras yang hampir bisa di dengar seluruh penjuru hutan tersebut, rencana yang sudah ia siapkan semenjak beberapa bulan yang lalu akan dia mulai malam ini dan Kota Kuoh yang akan menjadi titik pertama agar rencana itu terlaksana.

-0-0-0-

"Ternyata kau berkembang sangat pesat sekali, Naruko," ucap pemuda pirang jabrik yang sedang menyandarkan tubuhnya tepat di batang pohon yang lumayan besar tersebut, sepasang iris biru lautnya menatap kearah perempuan yang masih berdiri di tengah kepulan asap dikarenakan kekuatan pukulannya yang bisa disetarakan dengan pukulan Naruto ketika masih bisa menggunakan senjutsu dulu atau setara dengan pukulan monster milik Sakura atau Tsunade.

"Tentu saja, semenjak Naruto-kun melatihku dengan keras, kemampuan bertarung jarak dekatku juga mulai terasah dengan baik maka dari itu aku akan menunjukannya padamu," ucap perempuan bersurai pirang keemasan panjang yang diikat twinstail itu hanya tersenyum senang ketika debu menghilang dari hadapannya, lelaki dihadapannya itu masih menjadi incarannya.

Naruto sedikit sweatdrop ketika mengingat kekuatan tenaga monster milik Naruko yang mengingatkannya pada rekan satu timnya dulu atau Nenek angkatnya yang menjabat sebagai Hokage Kelima 'Tidak di Konoha, Tidak di Kuoh, kenapa aku selalu bertemu perempuan bertenaga monster sih? Hidupku tak akan tenang kalau seperti ini,' ucap Naruto dalam hatinya yang sedikit miris dengan apa yang dialaminya selama ia masih hidup, bagaimanapun kekuatan perempuan memang sangat mengerikan.

Naruto tak menyadari jika perempuan yang menjadi lawan tandingnya itu sudah menerjang kearahnya dengan kepalan tangan kanan berkekuatan penuh sudah siap dilayangkan kearahnya "Kau lengah, Naruto-kun," pemuda itu menatap kearah sumber suara, sepasang iris biru lautnya melebar kala melihat kepalan tinju sudah siap mengenai dirinya.

"T-tunggu dulu...!"

Buuggh!

Naruko hanya merengut lucu ketika kepalan tangan kanannya malah menumbuk batang pohon yang sangat besar itu bukannya sasaran yang sedari tadi berdiri di depan pohon tersebut, meskipun begitu perempuan itu tidak merasakan rasa sakit sedikitpun ketika kepalan tangannya memukul batang pohon yang keras itu. Benar apa yang dikatakan oleh Naruto, melapisi suatu bagian tubuh dengan menggunakan chakra maka akan memberikan ketahanan ekstra ketika diserang atau memberikan serangan ekstra ketika menyerang. Ilmu berharga lagi dari pemuda pirang itu.

Krak!

Gendang telinganya mendengar suara benda yang patah tak jauh dari tempat berdirinya, pandangannya terarah pada batang pohon yang tak sengaja terpukul olehnya...

Bruk!

Sebagian batang pohon itu langsung tumbang ke samping kiri Naruko ketika perempuan itu menarik tangannya dari batang pohon tersebut, iris biru langitnya terlihat tak percaya dengan apa yang dilihatnya kali ini.

"Sepertinya kau sudah mengerti tentang penggunaan chakramu sekarang, tanpa Senjutsu atau Rasengan pun kau bisa menumbangkan pohon sebesar itu dengan tangan kosong. Untung saja pukulanmu itu tak mengenai diriku," ucap Naruto yang sudah melipat kedua tangan di depan dada bidangnya dengan pandangan terarah pada Naruko, ada rasa bangga ketika melihat perempuan itu terlihat sudah mahir menggunakan kekuatannya.

Perempuan itu menolehkan kepalanya kearah asal suara yang terdengar seperti memujinya, perempuan itu tersenyum kecil setelah mendengar apa yang dikatakan oleh laki-laki yang sangat mirip dengannya tapi tak memiliki hubungan darah itu "Akhirnya aku berhasil menguasainya...," ucap Naruko yang kegirangan "Terima kasih sudah mau melatihku, Naruto-sensei," sambungnya yang diakhiri godaan dengan memanggil nama laki-laki itu dengan suffix '-sensei' di belakang namanya.

Lelaki bersurai pirang jabrik itu hanya menarik napasnya dalam-dalam kemudian menampilkan seringai rubah itu di bibirnya "Sama-sama," balas Naruto tanpa mengalihkan pandangannya sedikitpun "Karena kau mengingatkanku pada diriku yang lama," sambungnya dengan nada yang teramat pelan hingga perempuan yang mendekat kearahnya itu tak bisa mendengarnya.

"Apa kau mengatakan sesuatu, Naruto-kun?" tanya Naruko sambil memiringkan kepalanya pertanda heran.

Kepala kuning jabrik itu menggeleng pelan ketika mendengar pertanyaan yang baru saja terlontar dari bibir tipis Naruko "Tidak," jawab Naruto dengan senyuman yang masih terpasang di bibirnya "Sebaiknya kita pulang, ini sudah hampir malam. Mau kuantar?" tawar Naruto pada Naruko.

"Terima kasih, tapi aku~..."

Shinneee!

Seberkas cahaya putih keemasan tipis sudah menjulang ke langit yang sudah tak bisa memantulkan cahaya matahari lagi karena sang raja siang sudah turun dari singgasananya dan memilih untuk menyinari wilayah yang lainnya, dua pasang iris yang sama itu menatap kearah cahaya yang terus membelah langit malam tersebut. Hanya bertahan beberapa detik saja, sinar itu sudah menghilang di telan kegelapan malam. Mereka saling berpandangan satu sama lain berusaha mendapatkan jawaban dari kebingungan yang sempat melanda kepala mereka.

"Apa sinar itu berasal dari Akademi Kuoh?" tanya Naruko yang ingin memastikan bahwa sinar itu memang benar-benar dari tempat mereka mencari ilmu, jika benar begitu pasti terjadi sesuatu dari sana.

"Sepertinya begitu, aku juga merasakan sesuatu yang tidak mengenakan darisana," ujar Naruto dengan kepalanya yang sudah mengadah ke langit malam itu dimana seberkas cahaya tadi sudah menghilang, jantungnya yang berdebar dengan hatinya yang merasakan perasaan yang tak karuan membuatnya sedikit gelisah dengan fenomena yang baru saja terjadi.

"Rias-buchou dan yang lainnya pasti ada disana, aku khawatir jika terjadi sesuatu pada mereka," ekspresi wajah yang menunjukan kekhawatiran terlihat di wajah cantik tersebut, dia sangat mengkhawatirkan keluarga yang menaunginya selama ini.

"Baiklah, kita pergi saja kesana," ajak Naruto yang sudah menggandeng tangan kanan Naruko menggunakan tangan kirinya, dia benar-benar cemas jika rencana Kokabiel tentang rencana penyerangan Kota Kuoh itu memang terbukti benar dan tugasnya sekarang adalah menghentikan penyerangan itu karena akan berdampak sangat buruk bagi ketiga Fraksi Akhirat yang sedang melakukan gencatan senjata itu.

Mau tak mau, Naruko mengikuti arah tarikan tangan Naruto yang terasa sangat kasar itu. Dia bisa merasakan kehangatan di dalamnya seperti apa yang dia rasakan sebelum-sebelumnya, rasa nyaman dan tenang membuatnya tak mau jauh-jauh dari laki-laki pirang jabrik itu dan tujuan mereka saat ini adalah sampai di Akademi Kuoh serta melihat apa yang terjadi sebenarnya.

-0-0-0-

"Sial! Sudah tiga cerberus yang keluar, bagaimana ini?" ucap pemuda bersurai coklat itu dengan tangan kirinya yang sudah dibalut sarung tangan naga berwarna merah dilengkapi permata hijau di punggung tangannya, benda itu menandakan jika pemuda itu adalah pemegang Sacred Gear [Boosted Gear] menandakan jika dirinya adalah inang dari salah satu naga langit yang sangat terkenal dengan dijuluki Kaisar Naga Merah karena hampir seluruh bagian tubuhnya berwarna merah.

Sepasang iris kecoklatannya menatap kearah seekor anjing liar berkepala tiga yang terlihat sangat besar bahkan dua kali lebih tinggi daripada tinggi badannya saat ini, nafsu membunuh yang menggebu-gebu terlihat dari ketiga pasang mata anjing liar yang menatap kearahnya. Ketiga anjing berkepala tiga yang berasal dari neraka itu dipanggil oleh seseorang yang masih duduk diatas singgasana terbangnya, seringai lebar terlihat di bibirnya menandakan jika dirinya sangat terhibur dengan pertarungan yang disajikan di bawahnya.

"Hanya seperti itukah kemampuan kalian? Menyandang gelar yang sangat hebat tetapi tak dapat berkutik ketika melawan peliharaan kesayanganku ini, sungguh menjijikan sekali," ucap sosok itu dengan nada angkuhnya, sepertinya rencananya untuk menyerang Kota Kuoh masih berjalan sesuai dengan rencana yang dibuatnya.

"Sebenarnya aku ingin bermain-main lebih lama lagi dengan kalian, tapi semakin cepat kalian mati maka semakin cepat perang ini akan dimulai," timpal sosok tersebut dengan seringainya yang semakin lebar "Habisi mereka semua," titah sosok tersebut kepada ketiga anjing neraka yang sudah bisa memojokan kelompok Gremory yang sepertinya memang sudah kehabisan tenaga.

Ketiga anjing itu hanya menuruti apa yang diperintahkan oleh majikannya dengan ekspresi kelaparan yang terlihat jelas di dalam sorot matanya dan ketiga wajahnya...

Groooaaar!

Geraman bringas keluar dari setiap mulut di masing-masing kepala cerberus tersebut, mereka bertiga melompat berniat untuk menerjang kearah lima remaja yang masih memakai pakaian seragam Akademi Kuoh kecuali satu perempuan bersurai hitam panjang yang diikat ponytail dengan tubuhnya yang dibalut dengan pakaian khas penjaga kuil. Mereka terlihat membatu ditempat ketika serangan dari ketiga cerberus itu datang kepada mereka.

"[Rasengan!]" suara sahutan dari seseorang membuyarkan suasana tegang yang sempat terjadi di kawasan Akademi Kuoh yang sudah menjadi medan pertempuran.

"Kau milikku!" suara bariton kembali menyahut membuat kelima remaja itu menoleh kearah asal suara, sepertinya mereka memiliki bala bantuan yang sempat mereka lupakan keberadaannya karena mereka terlalu fokus dengan pertarungan ini.

"Hyaahh!" sahutan lain kembali terdengar diiringi dengan suara besi yang membelah udara menandakan bantuan lain juga ikut membantu kesusahan mereka.

Ketiga anjing neraka atau cerberus itu berhasil dipukul mundur oleh ketiga orang yang baru saja memasuki arena pertempuran, mereka sendiri tak menyangka jika Akademi Kuoh yang notabenenya sangat damai ketika pagi hari, sekarang malah sudah berubah menjadi medan pertempuran yang sangat mengerikan. Kawah-kawah tercipta di permukaan tanah dengan berbagai ukuran, bangunan-bangunan di sekitarnya sudah rusak berat, bahkan siapa saja yang datang kesini pasti akan mengira jika ini bukanlah Akademi Kuoh yang mereka kenal.

"Minna! Apa kalian baik-baik saja?" tanya perempuan bersurai pirang panjang diikat twinstail yang sudah melangkahkan kaki menghampiri kelompoknya yang terlihat baik-baik saja walaupun dengan keadaan sedikit kacau, semoga saja tak ada yang memanfaatkan keadaan itu untuk melakukan suatu hal yang tidak-tidak.

"Ara~ Ara~ kami baik-baik saja, terima kasih sudah menyelamatkan kami tepat waktu, Naruko-chan," ucap sang ratu dari kelompok Gremory dengan baju miko-nya yang sudah sobek disana-sini membuat sebagian bagian vitalnya terlihat.

"Baguslah kalau kalian baik-baik saja," ujar Naruko yang bisa bernapas lega karena tak terjadi sesuatu apapun yang membahayakan kelompok yang menaungi keberadaannya "Tapi pakaian kalian terlihat sangat kacau seperti itu," sambungnya sambil memperhatikan pakaian seragam yang dikenakan Rias, Akeno, Asia atau Koneko dengan seksama.

"Naruko, kenapa kau bisa datang bersamaan dengan mereka berdua?" tanya perempuan bersurai merah krimson itu dengan diiringi tatapan heran, seharusnya Naruko waspada terhadap Naruto ataupun Xenovia karena kedua orang itu memiliki aura suci yang bisa memusnahkan iblis seperti mereka.

"Aku hanya datang bersama Naruto-kun, jika Xenovia-san mungkin dia juga kesini karena melihat sinar yang menjulang ke langit itu," jelas Naruko dengan diiringi senyum manisnya.

"Naruto...-kun?" ucap Rias dan Akeno bersamaan karena mereka belum pernah mendengar nama seorang laki-laki yang dipanggil dengan suffix '-kun' di belakangnya, pasti ada sesuatu yang terjadi pada mereka berdua hingga Naruko sedikit berubah sekarang.

Beralih ke Naruto dan Xenovia...

Senyum kecil tercipta di bibir pemuda bersurai pirang jabrik itu karena berhasil memukul mundur ketiga anjing berkepala tiga itu hingga tak berhasil mencapai orang-orang yang menjadi sasarannya, pukulan tangan kanannya yang setara dengan pukulan berlapiskan chakra senjutsu mampu membuat hewan besar setinggi 6 meter itu terpental jauh. Tapi dia masih belum puas dengan apa yang sudah ia capai kali ini karena dirinya belum mengeluarkan kemampuan sepenuhnya dari tangan kanannya itu.

Kepalanya menoleh ke samping kiri dimana perempuan bersurai biru pendek dengan poni hijau di sebelah kirinya yang memakai pakaian ketat serba hitam sudah berdiri dengan kedua tangannya menggenggam gagang Pedang Excalibur Destructionnya "Kukira kau sudah kembali ke Vatikan tanpa mengucapkan ucapan selamat tinggal padaku," sindir Naruto pada Xenovia yang perlahan-lahan mengalihkan fokusnya kearah pemuda pirang itu.

"Senpai?" panggil Xenovia ketika sudah menyadari jika orang yang berdiri di sampingnya adalah Naruto, orang yang tak pernah ingin ia temui karena dia tak bisa menjaga rekannya yaitu Irina "Maaf," ucap perempuan itu sambil tertunduk, dia sangat malu menunjukan wajahnya lagi di depan Naruto.

"Tak perlu meminta maaf, Xenovia," ujar Naruto yang sangat memaklumi kesibukan yang dihadapi oleh kedua utusan gereja itu karena misi yang mereka emban sekarang ini adalah misi yang sangat penting agar tidak terjadi pertumpahan darah lagi di muka bumi ini.

"T-tapi... Tapi...," rasa takut membuat bibirnya bergetar, dia belum siap mengatakan hal ini kepada Naruto tetapi cepat atau lambat pemuda pirang itu pasti akan tahu tentang keadaan Irina sekarang.

"[Shōgekiha!]"

Swush!

Sebuah gelombang kejut bercahaya sangat terang sudah bergerak menelusuri tanah membuat jejak lurus di permukaan tanah tersebut kemudian mengarah pada salah satu cerberus yang masih memiliki tenaga untuk menerjang kearah Naruto dan Xenovia...

Shrink!

Anjing Neraka itu sudah menghentikan laju larinya ketika tubuhnya sudah dilewati oleh gelombang kejut yang menelusur tanah itu, kepala di bagian tengahnya terlihat sangat kesakitan karena hantaman gelombang kejut tersebut "Grrooaaaarr!" Tubuh cerberus itu malah jatuh kearah dua sisi yang berbeda, tubuhnya yang sudah terpotong dengan simetris oleh gelombang kejut yang sempat diciptakan oleh Naruto menggunakan tangan kanannya. Ya, gelombang kejut itu layaknya pisau pemotong yang mampu memotong apa saja meski sekeras baja sekalipun.

"Sebaiknya kita tunda obrolan ini nanti, kita harus menyelesaikan akar permasalahannya dulu disini," ucap Naruto yang sudah menghadapkan tubuhnya kearah Xenovia.

Xenovia dan semua makhluk yang ada disana terlihat tak percaya dengan apa yang baru saja dilakukan oleh Naruto, membelah tubuh anjing penghuni neraka itu secara simetris dengan hanya menggunakan gelombang kejut. Mereka sama sekali belum pernah melihat hal seperti itu sebelumnya karena membelah sesuatu harus menggunakan besi tajam layaknya pedang dan belum tentu juga pedang bisa memotong serapi itu.

Plok! Plok! Plok!

"Mengesankan, mengesankan, sepertinya kau memberikan tontonan baru kepadaku ya, manusia," ucap Kokabiel yang masih duduk diatas singgasana terbangnya sambil memberikan tepuk tangan kepada pemuda bersurai pirang jabrik itu, walaupun tampilannya seperti manusia biasa tetapi dia bisa merasakan jika kekuatannya sangatlah kuat.

Sepasang iris biru langit itu saling bertatapan dengan sepasang mata merah menyala berpupil kuning yang terlihat sangat meremehkan dirinya, dari sayap yang terbentang di belakang tubuh sosok itu Naruto bisa tahu jika sosok itu adalah Malaikat Jatuh "Apa kau yang bernama Kokabiel, sang Jendral Malaikat Jatuh?" tanya Naruto dengan suara lantang nan tegas, ekspresinya sudah tak seramah sebelumnya.

"Benar sekali tebakanmu, manusia. Dan satu hal yang harus kau tahu, aku tak suka namaku keluar dari makhluk rendahan sepertimu," ujar Kokabiel dengan nada sakratis, seringai lebar masih terpasang di bibirnya.

"Sebenarnya aku juga tak mau memanggil namamu, tapi namamu yang keluar dari mulutku akan menjadi suara terakhir yang bisa kau dengar," ucap Naruto dengan senyum miring tercipta di bibirnya "Karena aku yang akan menghentikan semua rencanamu itu detik ini juga," sambungnya dengan memberi penekanan di bagian akhir.

Suara tawa menggelegar di dalam kubah pelindung yang dibuat oleh kelompok Sitri agar manusia biasa tidak tahu jika di kawasan Kota Kuoh sedang terjadi pertempuran besar-besaran, sepasang mata merah itu menatap kembali kearah Naruto "Belum waktunya aku turun, aku masih ingin menonton diatas sini," ujar sang Jendral Malaikat Jatuh itu berusaha agar amarah di dalam diri pemuda pirang itu memuncak.

Keduanya saling bertatap-tatapan seolah ingin mengintimidasi satu sama lain, aura-aura tak mengenakan sudah mengguar dari kedua tubuh yang berbeda itu seakan-akan ingin mendominasi satu sama lain, pertarungan penentuan akan terjadi tak lama lagi...

[To Be Continued...]

Yo, minna-san!

Terima kasih bagi yang setia menunggu salah satu cerita saya ini update dan baru kesampaian sekarang saya updatenya.

Saya betul-betul minta maaf karena sudah lama tak update cerita ini, alasannya sederhana: kendala ide cerita yang membuat saya pusing tujuh keliling dan akhirnya malam kemarin pusing beneran. Niatnya malam minggu kemarin saya bisa updatenya tapi karena kepala saya pusing jadi diundur. #Kokjadicurhat

Mohon saran, kritik, pesan dan kesannya ya, semuanya.

Terima kasih sudah meluangkan waktunya untuk membaca cerita abal-abal saya ini.

Harem Naruto cuma ada 4 dan gak bakalan nambah lagi kok. Akan saya kasih bocoran kalau chapter depan Naruto akan bertemu dengan pemegang tangan Tuhan yang pertama dan untuk yang minta sistem chakra Naruto diadain atau enggak akan terjawab disana.

Terima kasih dan sampai jumpa lagi di chapter depan...