Aku menyukai Ssaem

.

.

.

.

WARN M GAGAL

.

.

.

.

.

BL

.

.

.

.

.

.

.

Eixa Tuven

.

.

.

.

Bisakah waktu berhenti sejenak? Aku ingin berfikir.Aku, Kim Jongdae, itu lurus, walaupun aku belum pernah berkencan dengan siapa pun dan dikelilingi oleh para gay, aku jamin aku lurus. Minseok-ssaem itu popular dan tenar tidak hanya di lingkungan sekolah, sesekali banyak guru muda yang datang untuk study banding dengannya. Fakta bahwa kembarannya itu kekasih Luhan-ssaem dan teman dari Junmyeon-hyung serta Yixing-hyung yang telah lama menjalin hubungan sesama jenis bukan berarti kita bisa menyimpulkan bahwa Minseok-ssaem itu Gay dan akan membalas perasaan yang aku sebut cinta ini, kan? Tapi kenapa, ciuman ini, yang bisa kusebut ciuman ringan, karena ciuman pertamaku, membuat jantungku berdetak cepat dan Minseok-ssaem bungkam dan memerah!! Bisakah aku berharap?

Jongdae menjauhkan tubuhnya agar dapat melihat reaksi gurunya itu. Minseok memerah hingga telinga, matanya membulat lebar, dan bibirnya kelu. Dan Jongdae? Badannya kaku dan lidahnya kelu, ia baru saja mencium gurunya di sebuah pesta di hotel bar milik hyungnya. Eh? Hotel?

Jongdae tersenyum kikuk setengah tampan, jemarinya mencoba menangkap jemari Minseok dalam sebuah gemgaman tangan hangat dan mesra di balik pojok ruangan yang remang-remang. "Ssaem aku bersungguh-sungguh mencintaimu."

Nafas Minseok terengah-engah sambil berusaha untuk tidak menatap Jongdae, tercekat sejenak dan menatap horror Jongdae. Punggung Minseok tertahan dinding dengan Jongdae di hadapannya dan jemari Jongdae masih berusaha menautkannya dengan jemari Minseok, lama kelamaan pinggul Jongdae maju dan memberikan sebuah fakta bagi Minseok. Muridnya On hanya karena sebuah ciuman.

"Ssaem aku mencintaimu," Jongdae terdengar meminta sambil menekan miliknya yang masih terbungkus tuxedo ke milik Minseok yang mulai terkena dampaknya.

"Eungh…" guru itu melenguh dan tanpa sadar mengalungkan tangannya yang kosong ke leher Jongdae, sementara nafasnya terdengar erotis bagi namja di hadapannya.

"Ssaem? Aku butuh jawaban," Jongdae kembali bertanya dengan nada mengejek sambil menggesek cepat gundukan di celana mereka.

Minseok menggigit bibir bawahnya, menatap Jongdae dalam dengan mata melebar berkaca-kaca, penuh hawa nafsu tertahan bulir air mata. Dengan pelan ia mengangguk.

Mampus!! Sekarang apa?! Bagaimana cara melakukannya dengan sesama pria?! Pacaran saja belum pernah, apalagi seks!! Terkutuklah Wi-Fi sucimu itu hyung!

Jongdae mendekap tubuh Minseok yang jauh lebih pendek darinya untuk segera meninggalkan bar hotel itu. Sayang di pintu keluar, Junmyeon menghentikan mereka.

"Hyung?"

"Itu siapa?"

Tak ada suara, tapi gerak bibir mereka sudah cukup.

"Hyung, bagaimana cara hyung melakukan itu dengan Yixing-hyung?"

"Hah?!"

"Jawab segera!"

Minseok mulai bergerak tidak nyaman karena Jongdae berhenti terlalu lama.

Junmyeon tersenyum picik dan melemparkan sebuah kartu.

"Adikku sudah besar ternyata."

"Put yours in his ASSHOLE!!" Junmyeon mengangkat kedua jarinya dan membuat gerakan gunting lalu berkata, 'lotion'.

Jongdae sempat tersontak kebelakang sebelum kembali berjalan sambil mendekap Minseok. Ia terpikirkan satu hal. Ia pernah mendengar hyungnya saat melakukan itu, dan Yixing pernah tiga hari tak bisa jalan. Apa yang akan terjadi dengan Minseok?

"Ssaem, kau yakin?" Tanya Jongdae saat mereka sudah berada di lift yang mulai bergerak naik.

Posisi mereka sekarang adalah berdampingan dengan bergandengan tangan. Minseok menunduk memandang lantai berkarpet merah dengan wajah merahnya. Kalau boleh dikata, Jongdae merasa sangat idiot menanyakan hal itu, bagaimana jika gurunya itu berubah pikiran? Ia tidak suka melakukan hal itu di kamar mandi maupun di kamar.

Minseok mengagguk dan Jongdae serasa menyadari betapa malaikatnya ssaemnya.

"Ssaem, a-aku se-" belum sempat perkataan Jongdae rampung pintu lift terbuka di lantai mereka, dengan terpaksa Jongdae menghela nafas dan menarik tidak sabaran gurunya memasuki kamar vvip yang telah disewa kakakknya untuk, ya … perayaan annivenya. -_- you know lah

Baru saja tubuh Minseok masuk ke dalam kamar, Jongdae langsung menghimpit tubuh ssaemnya ke pintu dan mengunci pintu. Oh, dirinya juga telah memasang gantungan 'don't disturb' di depan pintu sebelumnya, you know lagi lah -_-. Kakinya menopang tubuh Minseok sekaligus menekan kejantanan gurunya, tangannya memeluk pinggul Minseok seduktif, sementara ia bernafas berat di kulit leher sang guru.

Tubuh Minseok memanas, melemah, ia hanya bisa menahan erangan saat nafas hangat muridnya menerpa kulit lehernya berkali-kali, kedua lengannya secaral naluriah ia kalungkan di leher yang lebih muda dan pandangannya kabur oleh nafsu.

Jongdae mendekatkan bibirnya ke telinga Minseok, "Ssaem, kau yang pertama untukku."

Wajah Minseok semakin memerah dan rasa girang memenuhi panca indranya, maka dengan berusaha sebaiknya ia menahan desahannya, "nado."

Jongdae memundurkan badannya sedikit agar bisa menatap langsung manic mata sang guru, ini hebat bagaimana para virgin akan melakukan ini?! Seharusnya Jongdae menonton atau bahkan meminta saran Hyungnya agar dia bisa memberikan yang terbaik untuk yang pertama bagi orang yang ia cintai. Namun apa boleh dikata, mungkin saja kepolosan malah menjadikan hal ini semakin menarik.

"Saranghae," Jongdae berucap pelan namun tegas sebelum meraup bibir penuh Minseok dan sebuah gulat lidah yang panas dan basah. Minseok sejak awal langsung memberi akses namun masih mencoba untuk melawan saat lidah Jongdae menyentuh segala isi di rongga mulutnya ia merasa ratusan kupu-kupu terbang. Menggelitik manja dan nakal, merangsang yang dibawah sana untuk tegak mendobrak celana.

Terdengar eluhan Minseok semakin menjadi-jadi dan tangan Jongdae tidak lagi hanya bertengger di pinggul sang guru namun telah Berjaya memasuki setelan tuksedo dan memilin nakal puting sang guru. Minseok melenguh lagi dan lagi dan mulai kehabisan nafas, paha Jongdae masih setia menopang berat badan Minseok sekaligus menekan-nekan kejantanan yang mulai meronta itu.

Minseok kehabisan nafas, jadi Jongdae mengalah dan melepaskan ciuman mereka, membiarkan benang-benang saliva menjadi bukti betapa panasnya ciuman mereka. Jongdae merasa ini tidak benar.

Ia menggeleng kuat, dan menggendong gurunya ala koala. "Minseok ssaem, ini tidak benar." Ia berujar dengan nafas terengah namun berusaha dibuat tegas. Mendengar itu perasaan Minseok menjadi perih, apa ia akan dibuang? Ah, memang hubungan guru dan murid itu tidak boleh. Haha, mungkin ia sadar dengan perasannya hanya sekedar kagum bukan suka, apa yang aku harapkan, heh? Apa yang kau harapkan Kim Minseok?

"Seharunya kita di kasur, ini baru benar," Jongdae tersenyum tampan dan meletakkan tubuh Minseok sayang di kasur king sized membuat segala pikiran Minseok sirna seketika.

"Kau ti-tidak berfikir hubungan i-ini sa-salah? Ten-tentu kalau one ni-night stand t-tidak ma-masalah," ujar Minseok tergagap, ia masih belum bisa percaya ada murid yang menyukainya, menyatakan cinta kepadanya, dan akan menjadi yang pertama bagi keduanya.

Jongdae tersenyum lagi saat Minseok, yang sekarang di bawahnya, menolak menatap dirinya, "aku tidak mau one night stand, aku mau first and last, bila perlu tahun ini aku akan mengikuti ujian kelulusan agar ssaem tidak perlu berpikir bahwa hubungan kita salah," ujarnya mantap.

Minseok melirik kearahnya, "dan, aku bersungguh-sungguh saat aku menyatakan perasaanku dan keinginanku, aku sudah lama memikirkan ssaem."

Jongdae mencium dahi Minseok lembut.

"Hyung," ujar Minseok tiba-tiba, "ka-kau bisa memanggilku h-hyung," masih dengan terbata-bata dan wajah memerah.

"Saranghae Minseokki-hyung."

Jongdae mencium bibir manis Minseok yang telah menjadi candunya dengan penuh nafsu dari yang sebelumnya, sedikit lebih liar dengan suara desahan tertahan Minseok yang menjadi-jadi. Tangannya dengan lihai membuka setelan tuxedo Minseok dan melepaskan tautan mereka.

Putih tanpa goresan dan pink menggairahkan. Jongdae memasang smirk nya saat melihat tubuh toppless Minseok di bawahnya yang menatapnya malu-malu. "Kau indah, terlampu indah."

Dijamahnya puting Minseok dengan mulutnya dan tangan kirinya. Ia menggigit, memilin, menghisap, dan apapun itu ia lakukan pada kedua puting pink Minseok yang telah menegang. Sementara tangan kanannya menelusup masuk ke dalam pakaian dalam Minseok, mengeluarkan si junior yang merasa sesak. Ia memijit itu dengan lihai, membuat Minseok terbuai dan mendesah dengan segala perlakuannya. Dimana Jongdae belajar begituan? Mungkin kemarin ia tidak melihat sebentar adegan hyungnya, dan kemarin bukan yang pertama.

Tak butuh lama, Minseok sampai pada klimaks sambil mendesah nama Jongdae keras. Jongdae menatap Minseok intens. Wajah sayu penuh nafsu, kedua puting merah dan basah, kejantanannya melemas. Ada yang kurang.

"Kim Minseok," ujar Jongdae sambil melepas sisa-sisa kain di tubuh mereka berdua, membiarkan Minseok melihat betapa menggiurkannya dirinya saat melakuakn hal tersebut. "Maukah kau menjadi milikku seorang?"

Jongdae menatap lemat-lemat gurunya dan mendekatkan jerak antara mereka sehingga bisa saling merasakan nafas masing-masing. Minseok gugup tapi bahagia, Jongdae sudah yakin dan tegas. Maka dari itu Minseok menjawab, "i-iya," sambil menahan panas tubuhnya yang meningkat karena suatu hormone dalam tubuhnya.

"Saranghae," Jongdae mengucapkan itu lagi sebelum mencium perpotongan leher Minseok dan sedikit mengigitnya, memberikan tanda keungunan sebagai tanda kepemilikian. Tak hanya satu, ia melakukannya hampur diseluruh permukaan kulit tubuh Minseok sambil terus memijit dan memilin penis dan puting Minseok yang sama-sama pink dan menegang.

Puas dengan semua tanda kepemilikan yang tadi sempat ia lupakan, Jongdae tahu, ia dan gurunya sudah tidak bisa menunggu lagi.

Jongdae mengambil lotion yang ada di nakas sebelah tempat tidur king sized, menaburkan isinya di ujung jarinya dan manhole Minseok. Membuat Minseok merasakan dingin dan khawatir bersamaan. Satu jari menerobos masuk.

"Akkh!" Minseok berteriak kesakitan.

Jongdae menurunkan badannya, "bertahanlah, chagi," dan mulai menciumi Minseok penuh nafsu dan lebih liar. Jari telunjuknya mulai bergerak dan Minseok mulai menikmatinya, maka jari tengahnya pun mulai ambil bagian. Awalnya Minseok melenguh kesakitan, namun kembali lagi dengan gerakan cepat kedua jari itu yang menggunting, ciuman panas Jongdae, serta pilinan di putingnya, Minseok malah melenguh nikmat.

Akhirnya, Jongdae merasa cukup dan mengeluarkan kedua jarinya. Penisnya ia hadapkan ke lubang anus merah berkedut dengan sedikit putih milik Minseok dan lotion, si Jongdae dari tadi belum sekalipun klimaks padahal Minseok sudah mau yang kedua, dengan sekali hentakan ia memasukkan seluruhnya.

Minseok menjerit kesakitan.

"Mianhae, bertahanlah, saranghae," Jongdae diam di dalam lubang sempit yang menjepit miliknya ketat, namun melihat Minseok mulai berlinang ia tak tega.

"Stt… uljima Chagi, saranghae," entah berapa kali sudah Minseok mendengar kata itu dari Jongdae 'saranghe' ia tida bosan malah tiap kali ia mendengarnya degup jantungnya bertambah dan rasanya jadi sedikit tenang.

Jongdae mencium kelopak mata berair Minseok, dan kali ini memilih menambah tanda kepemilikian lebih banyak lagi di bahu Minseok, sambil sesekali menjilati kulitnya dan mengocok cepat penis Minseok, "sayang, hyung rileks, kumohon, agar ini menjadi nikmat," ujar Jongdae tiba-tiba yang hanya dituruti Minseok.

Langsung saja saat Minseok mulai melenguh dengan kegiatannya, Jongdae bergerak. Penisnya ia tarik keluar perlahan dan masukkan dengan cepat. Berulang-ulang hingga temponya semkin cepat.

Kocokannya terhadap penis Minseok juga semakin cepat, ia dapat melihat betul bagaimana wajah melenguh penuh nafsu Minseok saat menyebut namanya tiap kali ia menyentuh sweetspot di dalam sana.

Tak butuh lama, tak butuh sebuah perjanjian atau kesepakatan. Saat tatapan mereka dalam satu garis lurus, putih puncak kenikmatan dunia mereka dapatkan sambil meneriaku nama masing-masing.

Jongdae ambruk, dengan tenaga yang tersisa melepas miliknya, menarik selimut, dan memeluk Minseok hangat.

Yang muda menyembunyikan kepalanya di ceruk leher pasangannya, bernafas dengan cepat, tangannya memeluk peluk Minseok. "Jongdae?" Minseok memanggil karena merasa geli dengan nafas Jongdae.

"Saranghae."

"Eh?"

"Saranghae."

Minseok tersenyum, mencoba menggerakkan telapak tangannya mengusap kepala Jongdae.

"Nado."

#END :v

Yixing kebingungan, kelewat panik. Junmyeon? Ia cengengesan tidak jelas sambil memeluk Yixing yang berada di pangkuannya. Sekarang mereka masih berada di bar hotel meski pesta telah berlalu beberapa menit, alasannya para staf masih mencari sekaligus menyiapkan kamar suit untuk mereka berdua. Ya, karena invansi Jongdae.

"Junmyeon, kau biarkan Jongdae dengan Minseok menggunakan kamar kita?" ujar Yixing lelah.

"Jangan khawatirkan Jongdae, meskipun aku tahu ia hampir tidak pernah membuka situs begituan, tapi ia memiliki kemampuan hyungnya."

"Dari mana kamu tau? Dan aku menghawatirkan Minseok!"

"Kenapa dengan Minseok?"

"Kamu lupa, bagaimana posesifnya kembarannya itu?"

Junmyeon tersenyum miris, "aku akan menyiapkan makam untuk Jongdae."

Udah lama rampung, hanya saja tersendat file ke hidden.Btw, my first lemon.