Sasuke sama sekali tak bisa tidur. Selama 7 tahun Sachiko bersamanya di Tokyo, tak pernah sekalipun Sasuke membiarkannya menginap dirumah orang lain. Bahkan dirumah kerabatnya ataupun teman Sachiko. Tapi ntah apa yang dia pikirkan sekarang hingga membiarkan Sachiko menginap dirumah orang asing yang sama sekali tak dikenalnya. Walaupun dia telah memutuskan untuk percaya pada Yamanaka Ino, rasa khawatir tetap tak bisa dia hilangkan sepenuhnya.

Karena itu dia memutuskan untuk berganti pakaian dan melesat pergi kembali ke apartemen Ino Yamanaka. Tak butuh waktu lama baginya untuk sampai didepan apartemen Ino. Tapi toh dia tak keluar dari mobilnya, hanya duduk menunggu waktu untuk bisa membawa Sachiko pulang. Semoga saja Ino Yamanaka benar-benar mampu meyakinkan Sachiko.

/

.

/

Naruto adalah milik Masashi Kishimoto – sensei

^_^ Found U ^_^

By : Star Azura

Untuk kesenangan semata

Asyiik menuang khayalan

Warning : 2Shoot and others

DLDR

Enjoy it!

/

.

/

Sasuke menyandarkan kepalanya di kursi kemudi. Dia melirik buku harian dan album foto yang dibawanya. Meraih buku harian itu, dan mulai membaca isinya.

'Musim semi akan berakhir. Setelah daun berguguran, Salju mungkin akan turun. Dan aku tak menyukainya. Diluar akan sangat dingin dan takkan ada latihan latihan sepak bola. Lalu bagaimana aku bisa melihatnya?' Sasuke tersenyum membaca penggalan kalimat itu. Dia sudah tau lanjutannya karena dia sudah membaca buku harian itu berulang kali. Sasuke lantas membalik halamannya.

'Apa yang harus aku lakukan? Dia akan datang melihatku menari di festival musim panas. Aku benar-benar gugup. Apa aku akan terlihat bagus dengan kimono? Apa dia akan suka?' Sasuke tersenyum lagi.

Sasuke melihat foto enam gadis belia dengan kimono yang sangat cocok mereka kenakan. Gadis yang berdiri paling kiri adalah Hinata. Dalam foto itu, Hinata tidak tampak terlalu menonjol. Yang menarik perhatian ketika orang pertama kali melihat foto itu justru gadis dengan Kimono biru bermotif bunga dandelion putih. Dia begitu cantik dan bersinar penuh percaya diri. Sasuke ingat, saat menonton pertunjukan tari itu, matanya bahkan tak bisa lepas dari gadis itu. Sampai-sampai dia menanyakan nama gadis itu yang kini sudah dilupakannya.

'Seluruh mata hanya terfokus pada dandelion. Tak hanya aku, tapi semua orang merasa gagal dalam tarian hari ini. Tapi tetap saja aku tak tega kalau dia diperlakukan kasar oleh teman-teman. Mereka bahkan melarangnya datang ke pesta perayaan.' Sasuke ingat, saat itu Hinata tampak sedih. Lalu Itachi -kakak laki-laki Sasuke- datang dan mengajak mereka berdua keatas bukit dibelakang kuil untuk melihat kembang api.

Mata Sasuke menjadi sayu, dia ingat apa yang terjadi setelah itu. Sesuatu yang mengubah masa depan Hinata. Terkadang dia masih sering menyalahkan Itachi atas masa lalu kelam itu. Tapi toh akhirnya dia sadar juga, kalau semua yang terjadi bukan hanya salah Itachi. Tapi salahnya sendiri. Lagipula Sachiko ada bersamanya sekarang karena hal itu.

Sasuke menutup buku harian itu. Dia tak ingin membacanya lagi, perasaan bahagia yang Hinata tuangkan dibuku hariannya justru membuat Sasuke sedih.

'Tok..tok..tok..' Sasuke menoleh ketika kaca jendela mobilnya diketuk. Ia bisa melihat Ino Yamanaka berdiri disana dengan wajah bertanya-tanya.

"Kenapa Anda ada disini? Sekarang masih pukul 4 pagi!" tanya Ino begitu Sasuke membuka kaca mobilnya.

"Aku tak bisa tidur karena Sachiko tidak dirumah" jawab Sasuke "Kau sendiri kenapa ada diluar dijam segini?" tanya Sasuke.

"Aku kehilangan rasa kantuk ku" jawab Ino. Dia mengusap-usap bahunya yang mulai kedinginan karena hanya mengenakan sweater. "Sepertinya aku mulai kedinginan. Aku akan kembali kedalam. Anda mau masuk?" tawar Ino.

Sasuke diam berfikir sejenak. Lalu dia mengangguk dan keluar dari mobil mengikuti Ino kembali ke kamarnya. Ino menyuguhkan teh pada Sasuke. Sekarang mereka sedang duduk didapur.

Suasana hening. Hanya suara Ino yang meniup tehnya yang terdengar.

"Apa yang kau bicarakan dengan Sachi?" tanya Sasuke membuka suara. Sebenarnya sejak tadi dia penasaran.

Ino tersenyum maklum. Dia sudah menduga Sasuke akan menanyakannya. "Hanya pembicaraan ringan tentang kehidupan sehari-hari nya. Dia gadis yang bahagia!" jawab Ino. Dia melirik Sasuke yang sepertinya tak berniat merespon jawaban Ino. "Sa-chan sangat menyayangi Anda, Bahkan melebihi ayahnya." tambah Ino. Kali ini Ino bisa melihat Sasuke tersenyum bangga, namun juga kecewa. Ino mengerutkan alisnya.

"Menurutmu apa dia masih marah padaku?" tanya Sasuke. Ino bisa melihat dengan jelas rasa bersalah dimata Sasuke. Ino menggeleng sebelum menjawab pertanyaan Sasuke,"Sa-chan sudah tidak marah, dan dia berjanji tidak akan bertanya lagi tentang diari dan wanita bernama Hinata sampai Anda menceritakannya sendiri" ujar Ino memverbalkan jawabannya.

Sasuke menaikkan alisnya kagum. Sachiko itu sangat keras kepala, dia akan bertahan dengan segala tingkahnya jika menginginkan sesuatu. Dan sekarang dia menyerah dengan rasa penasarannya?

"Dia benar-benar akan berhenti bertanya? Apa yang sudah kau katakan padanya?" tanya Sasuke.

Ino mengangguk,"Aku bilang Anda tak menjawab karena tak ingin menyakitinya dan Anda pasti sedang menangis sendiri dikamar yang gelap!"

Sasuke mengalihkan pandangannya dan itu membuat Ino tau dia tak salah menduga. Karena itu tanpa sadar Ino tertawa renyah dan berkata,"Aku benar, kan?" Sasuke mengerutkan dahinya tak nyaman.

"Uchiha-san!" panggil Ino. Sasuke menoleh,"Bukannya aku seolah mengenal Anda. Tapi aku pikir Anda dan Sa-chan akan semakin bahagia jika tak dihantui masa lalu. Dia sudah empat belas tahun. Dia juga gadis yang sangat baik dan cerdas. Aku yakin dia bisa mengerti kalau Anda jujur padanya" ujar Ino hati-hati. Walaupun Ino tau tak seharusnya dia mencampuri urusan orang lain, tapi Ino juga tak bisa menyimpan pemikirannya begitu saja. Bagi Ino, terserah orang mau mengambil sarannya atau tidak yang penting dia sudah menyampaikannya.

"Hhh.." Sasuke menghela nafas. "Aku tidak tau harus bagaimana memulainya" ujar Sasuke. Dia menundukkan kepalanya dengan wajah khawatir dan sedih yang kentara. Ino memang sama sekali tak mengenal Sasuke sebelumnya, tapi Ino tau pria ini pasti merasa tertekan.

'Kalau dia suamiku, pasti aku sudah merengkuh pria rapuh ini.' batin Ino sambil meringis sendiri dengan pemikiran bodohnya.

"Jangan terlalu khawatir! Sa-chan pasti akan mengerti. Lagipula dia hanya ingin tau siapa wanita bernama Hinata dan apa hubungan wanita itu dengannya, kan?" kata Ino.

Sasuke mendengus, "Ini tak sesederhana yang kau bayangkan. Sa-chan pasti akan sangat terpukul kalau aku menceritakan kebenarannya" Sasuke menghirup teh yang disuguhkan Ino. Aroma lemon yang segar dan wangi bunga yang Sasuke tak yakin bunga apa itu. Tapi nyatanya aromanya membawa kesegaran dan ketenangan.

Ino melipat tangan kirinya diatas meja, meletakkan siku kanannya diatas punggung tangan dan menopang dagunya dengan tangan kanan. "Aku memang tak berfikir ini masalah sederhana. Tapi aku berfikir kalau Sa-chan pasti bisa mengatasinya. Jangan khawatir, Uchiha-san. Karena anda telah berhasil membesarkan Sa-chan dengan sangat baik." Tutur Ino yakin. Sasuke memandang Ino begitu pula sebaliknya. Tatapan Ino seolah mampu menghilangkan kecemasan dalam diri Sasuke.

"Bagaimana kalau aku bilang bahwa aku bukan Paman Sachi?" tanya Sasuke tanpa mengalihkan tatapannya dari Ino.

Ino menyipitkan matanya,"Ahh..sudah kuduga!" balas Ino kelewat santai.

"Kau sudah menduganya? Kenapa?" tanya Sasuke.

Ino menaikkan alisnya dan menurunkan tangannya, sedikit mencondongkan badannya dan berbicara sok misterius,"Anda tau? Aku ini ekspert!" aku Ino.

"Ekspert?" tanya Sasuke.

"Iya ekspert! Aku bisa membaca pikiran orang lho!" jawab Ino.

"Benarkah?" tanya Sasuke, lalu dia menyipitkan matanya,"Kau pikir aku anak-anak yang percaya hal seperti itu?" kesal Sasuke.

"Pfftt..." Ino menutup mulutnya menahan tawa melihat reaksi Sasuke,"Ne..Uchiha-san " panggil Ino. Sasuke hanya meliriknya sekilas,"Anda memang bukan anak-anak lagi. Tapi reaksi Anda sama persis seperti Sachiko saat aku mengatakan hal sama padanya." jelas Ino mengingat kejadian dikereta bersama Sachiko.

'Bahkan kau lebih menggemaskan' batin Ino.

Sasuke hanya mendengus, tapi ntah bagaimana sedikitnya ketegangan disaraf otaknya seolah mengendur. Dia tersenyum tipis. Mungkin memang harus ada seseorang yang bisa ia ajak bertukar cerita. Dengan begitu dia mungkin bisa mengurangi sedikit bebannya dan berpikir lebih bijaksana.

"Aku tak tau harus mulai darimana untuk mengatakan pada Sachi kalau sebenarnya aku adalah..." Sasuke menelan salivanya gugup,"...Ayah kandungnya" lanjut Sasuke pelan.

Sepasang mata bening itu membelalak tak percaya.

"Dan wanita bernama Hinata adalah ibu yang melahirkannya?" tebak Ino.

Sasuke mengangguk,"Ya!" verbalnya.

Seluruh tubuh gadis itu serasa lemas hingga kakinya tak mampu lagi menopangnya untuk berdiri.

'Bruukk...' dan dia pun terduduk lemas. Menyebabkan keterkejutan pada dua orang dewasa yang tadi asyik bercakap-cakap.

"Sa-chan!"

"Sachi!"

Panggil Ino dan Sasuke bersamaan. Mereka langsung menghampiri Sachiko yang sepertinya syok dengan apa yang didengarnya. Ino berdiri mengambilkan air putih untuk Sachiko.

"Sa..Sachi!" panggil Sasuke lirih. Dia ikut terduduk lemas disamping Sachiko.

Ketika Ino berbalik, dia merasa miris dengan pemandangan didepannya. Matanya terarah pada Sasuke yang mulai meneteskan air mata. Mungkin itu air mata yang selama ini disembunyikannya dari Sachiko bersama dengan rahasia yang berusaha pria itu tutupi.

"Sa-chan, minumlah dulu," tawar Ino sambil menyodorkan segelas air putih.

"He..he.." Sachiko tertawa miris. "Ma..maaf Yamanaka-san. Se..seharusnya aku tak perlu terkejut seperti ini mendengar kalian bercanda." kata Sachiko. Ino melirik Sasuke, pria itu mengepalkan tangannya mendengar penyangkalan tak langsung dari Sachiko.

"Iya, kan, Paman?" tanya Sachiko lebih untuk meyakinkan dirinya sendiri. Sasuke diam dengan rahang mengeras. "Iya, kan, Paman? Mana mungkin kau ayah kandungku?" ulang Sachiko mempertegas keyakinannya.

Perlahan Sasuke memegang tangan Sachiko. Menggenggamnya erat. "Kau mau mendengar sebuah cerita?" tanya Sasuke dengan suara yang begitu lembut. Dia menatap Sachiko dengan pandangan memohon.

Ino yang ikut duduk disamping Sachiko meremas bahu gadis remaja empat belas tahun itu. Seolah menyalurkan kekuatannya dan berbisik,"Semua akan baik-baik saja." karena itu Sachiko mengangguk.

"Cerita ini tentang musim panas empat belas tahun yang lalu. Saat aku menemani kakakku Itachi ke festival musim panas untuk melihat Hinata. Teman sekelasku menari."

/

.

/

#*STAR*#

/

.

/

Flashback on..

Seorang anak laki-laki melirik sebal pria dengan wajah identik dengannya namun jauh lebih dewasa yang saat ini berjalan bersamanya,"Kau kenapa Sasuke?" tanya pria itu.

"Hei Itachi baka-aniiki." panggil Sasuke. "Anak-anak perempuan itu kan hanya mengundangmu, kenapa aku harus ikut juga?" tanyanya dengan nada kesal. Sedang pria yang dipanggil 'Itachi baka-aniiki' disampingnya hanya terkekeh sambil memasang pose berfikir.

"Aku hanya tak ingin dikelilingi para gadis remaja itu sendirian. Mana sanggup aku menghadapi mereka sekaligus" jawab Itachi enteng.

"Apa maksudmu, baka?"

"Hmm..." Itachi bergumam tak jelas dengan nada yang dibuat sesexy mungkin. Membuat kesal adik kecilnya -Sasuke- adalah hobinya. Walaupun kini dia sudah berusia 25 tahun.

"Ck.." decak Sasuke sebal. Tapi toh dia mengikuti saja ketika Itachi mengajaknya ke area panggung pertunjukan. Dia bisa melihat anak-anak perempuan melambai-lambaikan tangan begitu melihat keberadaan mereka. Sasuke melirik Itachi yang membalas lambaian tangan itu kelewat antusias dengan senyum manis yang tampak memuakkan dimata Sasuke. Sejujurnya Sasuke adalah seorang adik posesif yang tak pernah suka kakaknya dekat dengan teman-temannya. Tapi sial baginya, Itachi yang tingkat keisengannya pada Sasuke benar-benar akut sengaja mendaftar menjadi guru magang di sekolahnya ketika dia kembali dari luar negeri. Parahnya, Itachi seolah memiliki lem yang membuat para siswa lengket terutama anak perempuan hingga mereka mengundang Itachi secara khusus ke festival musim panas di daerah mereka.

"Jangan pelit begitu Sasuke. Tunjukkan senyummu pada mereka!" ejek Itachi. Sedang Sasuke hanya melengos menatap panggung yang tirainya perlahan terbuka menampilkan sosok enam orang gadis belia yang berdiri dengan kimono warna-warni. Mereka membawa kipas dan membukanya dengan gerakan tegas namun sangat anggun. Terutama seorang gadis dengan kimono biru bermotif dandelion putih. Sasuke terpaku menatapnya, setiap gerakannya begitu indah, tatapannya tajam memikat, dan senyumnya benar-benar cerah.

"Terpesona, eh..Otouto?" ejek itachi yang melihat Sasuke masih bergeming dengan tatapan takjub walau tirai sudah ditutup. Dan kebanyakan penonton pun begitu. Sepertinya gadis-gadis belia itu sukses menghipnotis para penonton terutama kaum Adam.

Tak lama seorang gadis menghampirinya dan bertanya tentang tariannya. Itachi lah yang menjawab dan memberi pujian pada gadis manis yang karenanya lah Itachi mau repot-repot datang ketempat ramai ini.

"Kau sangat cantik Hinata! Kimono itu cocok sekali untukmu!" puji Itachi. Hinata tersenyum malu hingga pipinya bersemu merah.

"Siapa gadis yang memakai kimono biru itu?" tanya Sasuke yang tanpa sadar menorehkan kekecewaan dimata Hinata.

Melihat itu Itachi mengambil inisiatif untuk membawa mereka berdua keatas bukit dibelakang kuil untuk melihat kembang api. Saat itu Itachi membawakan minuman kaleng dan memberikannya pada Sasuke dan Hinata. Tapi tak lama dia mendapat telepon dari temannya dan meninggalkan mereka berdua disana.

Sasuke masih penasaran dengan gadis berkimono biru bermotif bunga dandelion itu. Sehingga dia terus menanyakannya pada Hinata. Pembicaraan mereka dipenuhi dengan gadis itu hingga tiba-tiba Hinata membentaknya.

"Sudah cukup! Kenapa kau terus bertanya tentang gadis lain Sasuke-kun?" teriak Hinata. Sasuke sedikit tersentak karena suara Hinata. Sepanjang dia mengenal Hinata. Tak sekalipun gadis itu mengeluarkan suara keras apalagi berteriak.

"Kau baik-baik saja Hinata?" tanya Sasuke yang memang melihat Hinata agak limbung. Dia menarik Hinata kedekat kuil dan mengajaknya duduk di undakan teras kuil.

"Aku tidak baik-baik saja Sasuke- Kun! Aku berlatih keras untuk bisa tampil dengan baik hari ini!" teriak Hinata lagi,"tapi semua perhatian hanya tertuju pada 'dandelion', termasuk...hiks..hiks.."Hinata mulai menangis, "..dirimu!" lirih Hinata sembari menjatuhkan dirinya ke pelukan Sasuke. Dia memukul-mukul dada Sasuke dengan kesal.

Sasuke sendiri tak terlalu memperhatikan lagi apa yang disampaikan Hinata karena kepalanya sendiri mulai pusing. Hinata dan Sasuke mabuk akibat minuman yang diberikan Itachi.

Flashback end..

/

.

/

#*STAR*#

/

.

/

"...setelah itu kami mulai tak sadar dengan apa yang kami lakukan. Dan..." Sasuke menggertakkan giginya,"Dua bulan kemudian diketahui kalau Hinata...hamil!" Sasuke terdiam.

Susah payah Ino menelan ludahnya sendiri setelah mendengar cerita Sasuke. Sachiko sendiri diam tak bergerak dengan pandangan menerawang. Suasana menjadi begitu hening. Masing-masing dari mereka tak tau apa yang harus dikatakan. Termasuk Ino, yang kehilangan kata-katanya.

Sasuke melirik Sachiko,"Keluarga kami sangat marah waktu itu. Tentu saja. Hinata berasal dari keluarga Hyuuga yang terhormat dan aku sendiri adalah putra keluarga Uchiha. Mereka sangat murka karena kami sudah mencoreng nama baik mereka. Setelah berbagai perdebatan tentang kehamilan Hinata, akhirnya kedua keluarga kami memutuskan untuk memberikan bayi kami kepada Itachi segera setelah bayi itu lahir untuk menutupi kenyataan bahwa anak mereka yang masih dibawah umur telah memiliki bayi" Sasuke terus melanjutkan ceritanya. "Hinata menentang keras keputusan itu. Karena melihat kegigihan Hinata. Aku juga ikut membelanya. Walau kami belum tau apapun tentang tanggung jawab merawat seorang bayi. Tapi sialnya, Hinata meninggal dunia karena melahirkan diusia terlalu muda. Dan aku harus rela hanya menjadi Paman Sachi." Sasuke menutup wajahnya yang sudah kacau karena air mata.

"Artinya. Aku. Anak yang tak seharusnya ada." lirih Sachiko Dengan suara tercekat.

"Itu tidak benar!" ujar Sasuke yang sepertinya telah menguasai dirinya kembali. "Hinata sangat bahagia mengetahui keberadaanmu diperutnya!" jelas Sasuke yakin.

"Itu karena sejak awal Hinata mencintai Paman."

Sasuke menatap Sachiko, ntah kenapa setelah menceritakan semuanya. Panggilan Paman yang keluar dari mulut Sachiko terasa lebih mengiris hatinya daripada biasanya.

"Lalu apa saat itu Paman bahagia mengetahui Hinata hamil?" tanya Sachiko.

Sasuke lama terdiam. Dia bisa mengingat saat mengetahuinya Sasuke bahkan tak percaya dan malah memaki Hinata. Dia bahkan mengatai Hinata sudah gila.

"Tidak! Aku yakin kau tidak senang" lanjut Sachiko melihat reaksi Sasuke.

"Aku masih empat belas tahun saat itu. Aku bahkan belum bisa berpikir dengan benar." sangkal Sasuke.

Tiba-tiba Sachiko berdiri dan berlari keluar.

"Sa-chan!" refleks Ino menahan tangannya.

"Lepaskan aku Yamanaka-san!" Sachiko memberontak. Sasuke ikut berdiri dan berusaha memeluknya. Namun Sachiko terus memberontak sambil berteriak-teriak.

"Lepas! Lepaskan aku! Lep-"

'Plaaakkk...' Ino menampar Sachiko dengan keras hingga gadis itu terdiam.

"Berisik!" bentak Ino dingin. "Kau bisa membuat tetanggaku bangun dan menendang pintu rumahku!" kata Ino.

"Hiks...hiks...hiks..." Sachiko menangis tersedu. Ino menariknya dari pintu dapur lalu mendudukkannya di kursi meja makan. Menuang teh dan meminta Sachiko meminumnya.

"Mau tau satu hal?" tanya Ino ketika Sachiko telah meletakkan kembali cangkirnya. Sachiko tak menjawab tak juga menoleh. Tapi Ino yakin dia mendengar.

"Anak laki-laki itu...makhluk paling idiot didunia" ujar Ino tanpa memperdulikan Sasuke yang masih berdiri didepan pintu dapur. Toh dalam hati Sasuke membenarkan.

"Mereka sangat lambat dan tidak peka!" tambah Ino, "berbeda dengan anak perempuan yang tumbuh dewasa lebih cepat. Anak perempuan lebih peka dan cepat tanggap terhadap situasi disekitarnya." Ino tersenyum. "Seperti dirimu!"

Sachiko mengerutkan dahinya, gerakan kecil namun tetap berharga bagi Ino. Karena itu artinya Sachiko merespon,"Kau peka terhadap kenyataan yang baru kau ketahui. Karena itu kau menangis kan?" ungkap Ino sambil menghapus air mata Sachiko dengan kedua tangannya. Sasuke hanya memperhatikan dan sekali lagi, dia mempercayakan masalahnya pada seorang Ino Yamanaka.

"Tapi pria menyedihkan itu!" tunjuk Ino kearah Sasuke, "Aku yakin dia pernah menjadi anak laki-laki idiot yang tak memahami situasinya dulu" jelas Ino. Sasuke melirik kearah mereka berdua saat Sachiko juga melihatnya. Pandangan mereka bertemu, saling menatap dengan sendu dan rindu.

"Tapi seperti yang kau tau. Pria itu sudah berusaha keras untuk menjadi pria sejati." Ino mengusap kepala Sachiko berharap agar gadis manis didepannya lebih tenang. Ino yakin gejolak perasaan yang kini dirasakannya pasti tak mudah dihadapi. Apalagi dia hanya seorang anak 14 tahun. Ino tersenyum miris. Bukankah itu usia yang sama saat Sasuke dan Hinata melakukan kesalahan?

"Yamanaka-san!" Sachiko memeluk Ino.

"Kau adalah gadis yang bijaksana. Aku yakin kau bisa menyikapi masalah ini dengan benar. Kau hanya perlu sedikit memahami posisi Hinata dan Sasuke saat itu." Ino mengusap-usap punggung Sachiko. "Empat belas tahun ini, juga pasti menjadi hari-hari yang sulit untuk Sasuke-san" bisik Ino ketelinga Sachiko. Dia melirik Sasuke yang berdiri tenang ditempatnya. Tak lama, Sachiko melepas pelukannya dan ikut melirik Sasuke.

"Bagaimana aku harus memanggilmu?" tanya Sachiko membuat Sasuke sedikit tersentak dengan pertanyaan bernada ketus yang ditujukan padanya. Ino tersenyum kecil.

"A..ayah! Maukah kau memanggilku ayah?" tanya Sasuke hati-hati.

Sachiko mengerutkan keningnya dengan wajah cemberut,"Aku sudah punya seorang ayah. Dia kakakmu, kau ingat!?" Ketus Sachiko. Bibir manyunnya tampak lucu. Tanpa sadar Ino ikut memanyunkan bibirnya.

"Lagipula, tidakkah aneh pelajar kelas dua SMP memanggil pria berusia 27 tahun dengan sebutan ayah?" tanya Sachiko.

Sasuke tak bisa menjawabnya karena Sachi benar. Dia juga pernah menanyakan itu saat Hinata hamil.

"Bagaimana kalau kita sarapan dulu? Aku akan memasak sesuatu" ucap Ino mencairkan suasana. Ino rasa cukup untuk pagi ini, yang penting akar masalahnya sudah diketahui dan semua orang memahami. Selanjutnya bisa dibicarakan nanti setelah matahari kembali bersinar.

Sasuke mengangguk,"Maaf merepotkanmu Yamanaka-san. Setelah sarapan kami akan pulang." Sasuke melirik Sachiko yang diam saja. Bagi Sasuke itu artinya dia setuju.

Ino tersenyum penuh arti. Ia mulai memasak sarapan dengan bahan seadanya. Dengan perasaan bahagia seolah dia adalah seorang ibu yang telah berhasil mendamaikan anak dan suaminya yang sesekali bertengkar.

'Tunggu! Seorang gadis yang menari dengan kimono biru bermotif bunga dandelion? Dandelion?' Ino mematung dan melihat lamat-lamat kearah Sasuke. Pandangan mereka bertemu, Sasuke jelas melihat tanya dimata Ino.

"Ada apa?" tanya Sasuke. Sachiko turut memperhatikan dua orang dewasa didepannya.

"Dandelion.." gumam Ino tak jelas. Dia meninggalkan dapur dan berlari menuju kamarnya untuk mencari sesuatu. Sasuke dan Sachiko saling berpandangan. Tak lama Ino kembali dengan membawa album foto dan membuka-bukanya dengan gusar.

"Apa dandelion yang membuat Hinata marah adalah seorang gadis yang menari dengan egois di festival musim panas di kuil kirigakure?" tanya Ino tergesa-gesa. "Gadis ini?" tunjuk Ino pada foto enam orang gadis belia dengan kimono berwarna-warni. Sama persis seperti milik Hinata yang ada didiarinya.

"Bagaimana kau pu-" Sasuke tak jadi bertanya saat menyadari sesuatu. "Kau adalah dandelion?" simpul Sasuke saat melihat kemiripan gadis belia itu dengan Ino. Seketika Sasuke sadar kenapa sejak awal Ino memperkenalkan namanya, dia merasa tak asing.

Ino mendudukan dirinya lemas di kursi. Jika begini, bukankah secara tidak langsung Ino terlibat dalam kesalahan Sasuke empat belas tahun lalu. Penyebab Hinata bersedih dan marah.

"Yamanaka-san adalah dandelion yang mencuri perhatian semua orang termasuk.." Sachiko menolehkan kepalanya pada Sasuke.

"Maafkan aku" ujar Ino tulus.

"Ini takdir yang aneh" gumam Sachiko.

"Hahahaha..." Sachiko mulai tertawa diikuti Ino dan Sasuke.

Sekarang Ino benar-benar tak bisa memungkiri bahwa tak ada kebetulan didunia ini. Semua sudah diatur dengan begitu rapi oleh Kami-sama. Termasuk pertemuan mereka bertiga. Yang akhirnya menghantarkan Ino meraih cita-citanya. Menikah!

/

.

/

#*STAR*#

/

.

/

OMAKE

/

.

/

Matahari sudah menunjukkan sinar keemasannya. Sulur-sulurnya masuk melalui jendela kamar tidurnya. Tapi sepertinya Ino tak peduli dan masih betah bergelung dibalik selimut tebalnya ditemani hangatnya dekapan seorang pria yang sejak dua hari lalu berstatus sebagai suaminya. Akhirnya, ini bukan sekedar pemikiran bodohnya.

"Aku sangat bahagia Sachiko mulai memanggilku papa" kata Sasuke. Matanya masih terpejam begitu pula wanita dalam dekapannya. Tapi sebenarnya mereka sudah bangun sejak tadi. Mereka memejamkan mata hanya untuk menikmati sensasi hangat dan menggelitik dari sentuhan langsung kulit mereka yang tak terlapisi apapun dibalik selimut itu.

"Ahh...sudah kuduga." balas Ino. Dia tersenyum ikut bahagia.

"Kau sudah menduganya? Kenapa?" tanya Sasuke.

Ino membuka matanya, lagi-lagi. Dia membelai pipi Sasuke hingga pria itu ikut membuka mata. Ino memandang lekat mata pekat suaminya,"Anata! Aku ini ekspert!" jawab Ino.

Sasuke tersenyum,"ekspert?" tanya Sasuke.

"Iya ekspert! Aku ini bisa membaca pikiran orang lho!" jawab Ino.

"Benarkah?" tanya Sasuke benar-benar tertarik,"Baiklah sepertinya kali ini aku harus percaya. Tapi aku mau membuktikannya. Tebak apa yang aku pikirkan!" tantang Sasuke. Dia mengeratkan pelukannya.

"Ehmm...kau berpikir untuk segera memberi Sa-chan adik bayi mungil yang lucu kan?" tebak Ino ketika dia merasakan Sasuke menyentuh bagian sensitifnya dengan miliknya sendiri.

Sasuke menyeringai mendengar jawaban Ino,"Jadi kau benar-benar ekspert?" tanya Sasuke dengan nada jahil dan mulai mencium lembut bibir Ino.

"Mamaaaaa... Papaaaaa...! Apa yang kalian lakukan? Kenapa kalian belum bangun juga? Ayah dan ibu sudah datang!" teriak Sachiko dari luar ketika dia membukakan pintu untuk Itachi dan istrinya yang baru tiba.

"Mereka belum bangun?" Itachi menggeleng-gelengkan kepalanya.

Di dalam kamar Ino langsung mendorong Sasuke yang saat itu mulai kembali menindih nya hingga pria itu terjengkang dengan wajah memberengut kesal. Buru-buru Ino memakai bajunya dan merapikan rambutnya tanpa memperdulikan Sasuke dan segera menemui kakak iparnya.

"Ck...dasar Itachi baka-aniiki" dumel Sasuke. Tapi toh dia tak segera ikut menyambut kakaknya. Dia tersenyum bahagia.

"Hinata. Terimakasih telah memberikan Sachiko untukku sehingga aku bisa bertemu cinta pandangan pertamaku" ujar Sasuke tulus. Lalu dia beranjak untuk memakai pakaiannya dan menemui Itachi untuk memberinya sedikit pelajaran karena telah menganggu kesenangannya.

Sedangkan samar-samar diatas awan seorang gadis manis tersenyum lembut,"Aku tidak pernah melihatmu tertarik pada sesuatu sebelum hari festival itu. Aku marah saat itu karena cemburu. Jadi kuharap sekarang kau bahagia dengan dandelionmu." lalu perlahan bayangan diatas awan itu menghilang.

"Sachiko. Arigatou"

Sachiko menoleh ke langit saat ia merasa ada yang memanggil namanya. Sebelum kemudian dia melanjutkan langkahnya untuk berkumpul bersama dua pasang orang tua yang sangat dicintainya.

Ayah. Ibu.

Dan..

Mama. Papa.

/

.

/

#*STAR*#

/

.

/

^-TAMAT-^

TERIMAKASIH

Karena berkenan membaca sampai akhir

Jodoh itu memang tidak terduga

Ada seseorang yang telah berkelana kemana-mana jodohnya ternyata tetangga sebelah rumah

Ada orang yang tak pernah keluar rumah jodohnya orang dari negeri antah berantah

Kita sering bertanya-tanya siapa jodoh kita, dimana dia, kapan kita akan bertemu dengannya..

Kita tidak pernah tau, sampai kita benar-benar telah duduk bersanding dipelaminan.

Bisa jadi kita sekarang telah ada didekatnya

Bisa jadi kita sudah pernah bertemu dengannya

Bisa jadi pula kita belum bertemu dengannya dan akan bertemu sebentar lagi di situasi tak terduga

Jodoh itu...misteri

Untukmu yang sedang menanti, jangan bersedih, jodoh itu pasti kau temui

Diwaktu yang tepat...

by : Star Azura