-Unspeakable Secret-

Baby Aery HHS

HunHan

GS

.

.

.

.

Hidupku bahagia, hidupku normal, hidupku menyenangkan.. Setidaknya itu yang aku rasakan sebelum usiaku menginjak dua belas tahun. Semuanya baik dan mungkin akan menjadi baik hingga sekarang aku menginjak usia dua puluh lima tahun jika saja kejadian malam itu tidak pernah terjadi.. Bagai tikungan tajam disebuah jalan, kehidupan berubah deratis menjadi seperti di neraka dalam satu malam. Sekarang hidupku terasa sepi, hidupku hanya seperti setangkai bunga layu yang tengah menunggu waktu untuk Tuhan mematahkan tangkainya. Duniaku suram, duniaku hanya seperti sepetak kamar dengan dua jendela dan satu pintu yang tidak akan bisa aku buka.

"Luhan!"

"Ya.."

Sesosok wanita bermata sipit itu mendengus kesal, saat panggilannya baru mendapatkan sahutan dari sahabatnya. Wanita cantik, dengan tubuh mungil itu mengambil tempat kosong disebelahan sahabatnya yang ia panggil Luhan. "Aku memanggilmu sejak tadi."

Luhan, gadis muda yang memiliki wajah rupawan, mata rusa yang berkilauan dengan rambut panjang tergerai itu, menutup buku bersampul pink miliknya, dan menoleh kepada Baekhyun, si wanita cantik yang memiliki polesan eyeliner di atas mata bulan sabitnya. Sesosok wanita yang bukan hanya sekedar sahabat tetapi juga sosok penyemangat untuk dirinya. "Aku tidak mendengarnya, maaf." Luhan menjawab dengan senyuma kecil yang terlihat manis.

"Itulah kenapa aku selalu mengingatkan-mu untuk tidak melamun saat bekerja, nona Lu.."

Luhan terkekeh kecil, sama sekali tidak merasa kesal akan sindiran Baekhyun. "Aku tidak melamun nona Byun, dan sekarang masih jam makan siang.. belum waktunya kita untuk bekerja." Menjawab santai akan sindiran Baekhyun yang Luhan anggap berlebihan. "Memang ada apa?"

Baekhyun memainkan kukunya yang berlukisan art, tanpa menatap wajah Luhan yang memperhatikannya penuh kebingungan. "Manager menyuruhmu mengantarkan pesanan."

Hembusan nafas malas terdengar keluar dari Luhan. "Aku benci restoran ini sejak membuka jasa pesanan."

Tawa renyah mengalun merdu dari Baekhyun saat mendapati raut wajah kesal Luhan. Memang restoran tempat mereka bekerja sudah membuka jasa pesan antar sejak beberapa bulan lalu, dan dampaknya berefek kepada para pelayan jika kulir yang bertugas mengantar belum kembali ke restoran. Sedikit bersyukur sebenarnya karena dirinya adalah asisten chef bukan seorang pelayan seperti Luhan. Membayangkan ia harus berkeliling menggunkan motor cukup membuat Baekhyun bergidig geli. Perawatannya mahal omong-omong.

Baekhyun berdiri dari duduknya, menepuk pudak Luhan pelan dan menunjukkan kepalan semangat yang ditujukan untuk sahabatnya. "Semangat!" Senyuman lebar yang Baekhyun perlihatkan membuat senyuman terukir pula di bibir merah Cherry Luhan. Baekhyun-lah satu-satunya yang ia miliki dan Luhan sangat mensyukuri akan keberadaan Baekhyun.

Luhan mengangguk sebagai jawaban. Saat Baekhyun menghilang di balik pintu pantry satu helaan nafas kembali Luhan keluarkan. Hidupnya sangat berat, walaupun yang ia tanggung hanya dirinya sendiri tapi bekerja menjadi pelayaan bukanlah pekerjaan yang bisa mencukupi kebutuhannya sehari-hari. Tetapi hidup harus disyukuri bukan? Seberat apapun sebuah kehidupan, kita harus tetap mensyukurinya dan menjalaninya. Setidaknya ia tidak mati dimalam itu dan Tuhan masih memberinya kesempatan untuk mencari sebuah kebahagiaan walaupun Luhan tidak tahu apa kebahagiaan itu ada di dalam hidupnya.

"Antar pesanan ini dengan cepat."

Luhan mengangguk dan membungkuk hormat kepada sang manager. Walaupun lelah tapi ia harus mengerjakan apa yang disuruhkan jika ia ingin perutnya tidak menjerit kelaparan. Dengan enggan, Luhan berjalan menuju motor bebek yang akan mengantarkannya sampai tujuan. Menaruh dengan hati-hati pesanan makanan ke dalam kotak besar yang disediakan dibagian belakang.

"Luhan, kau melupakan kuncinya.."

Luhan menerima sebuah kunci motor yang disodorkan salah satu pelayan lainnya. Tanpa menunggu, Luhan pun menyalakan motor, bersiap untuk segera berangkat.

"Sehun.."

Dentuman kecil terasa memukul hati Luhan saat telinganya mendengar suara seseorang. Bukan! Bukan suara itu, tapi nama itu -Sehun.

Mata Luhan dengan gelisah melirik orang-orang yang berlalu lalang disekitarnya, mencoba mencari sosok seperti apa yang pria itu –berdiri tak jauh darinya, panggil. Tidak memperdulikan akan pekerjaannya, Luhan pun turun dari atas motor yang sudah ia duduki. Ia hanya ingin melihat, siapa yang memiliki nama persis seperti nama adiknya.

"Aku di sini!"

Luhan menoleh kepada pria jangkung yang sekali lagi mengeluarkan suaranya. Mata rusa Luhan mengikuti kemana arah pandang pria itu, dan Luhan mendapati dunianya seperti diputar balik saat melihat sesosok pria lain berjalan mendekat menuju arahnya. Pria itu tinggi, berkulit putih, bermata sipit, berahang tegas dan memiliki rupa seperti yang dimiliki adiknya. Tidak ada perbedaan, Luhan bahkan merasa kalau ia tengah melihat adiknya sendiri sekarang. Kenapa ada sebuah kebetulan seperti ini?

"Sehun.."

"Ya.." Pria yang memiliki nama Sehun itu menghentikan langkah kakinya ketika Luhan tanpa sadar mengucap nama yang sudah sangat lama tidak keluar dari belah bibirnya.

Sehun mengamati Luhan yang menatapnya tanpa berkedip. Sedikit terasa canggung memang, tapi entah kenapa ia tidak merasa risi dengan tatapan wanita yang ia tidak ketahui siapa.

"Sehun!" Pria jangkung itu kembali berseru, membuat Sehun mengalihkan perhatiannya kepada 'Park Chanyeol', salah satu teman dan juga rekan bisnisnya yang sudah menunggu kedatangannya.

Dengan enggan, Sehun melewati Luhan untuk menyambung langkahnya yang terhenti. Sempat dibuat bingung sebenarnya, kenapa wanita itu –Luhan- bisa mengetahui namanya? Namun Sehun hanya bersepekulasi kalau wanita itu tahu namanya berkat teriakan Chanyeol yang cukup kencang.

"Ayo, kita masuk.." Chanyeol merangkul bahu Sehun, memasuki restoran tempat dimana Luhan bekerja. Meninggalkan Luhan yang masih diam terpaku ditempatnya.

Luhan masih belum yakin dengan apa yang ia lihat. Mungkin ini hanya halusinasi, mungkin ini hanya mimpi, mungkin ini hanya.. Tapi Luhan sadar kalau ini adalah sebuah kenyataan ketika ia melihat senyuman Sehun dari balik kaca restoran. Bahkan senyuman itupun sama, senyuman yang sangat ia rindukan.

Tapi semenjak aku melihat senyuman itu, aku merasakan sesuatu yang bisa membuatku keluar dari sepetak dunia gelapku untuk meraih kebahagiaanku.. - Luhan.

.

.

"Luhan, letakan ini disana."

Luhan mengangguk patuh, dan segera mengambil vas bunga yang disodorkan kepada dirinya. Ia melupakan hari ini, hari dimana restoran tempatnya bekerja akan disewa semalaman penuh untuk pesta perayaan sebuah perusahaan. Luhan menghembuskan nafasnya dan sedikit memijat pundaknya yang terasa seperti memikul sebongkah batu besar. Badannya terasa remuk tapi Luhan cukup bersyukur karena semuanya selesai dijam yang sudah ditentukan.

"Ganti pakaianmu dengan ini.."

"Terimakasih.." Luhan membungkuk kepada manager restoran yang tengah membagikan seragam untuk para pelayan kenakan. Dengan jeli, Luhan membolak balik bungkus pakaian berwarna hitam itu dan berlalu untuk mengganti seragamnya sesuai apa yang diperintahkan.

.

.

"Kau cantik." Baekhyun menunjuk-kan dua jempolnya kepada Luhan yang baru keluar dari kamar mandi.

Luhan mendecih geli, dan berlalu untuk sedikit memoles bedak di wajahnya yang memang sudah terlihat cantik seperti apa yang Baekhyun ucapkan.

"Pakaian itu sangat cocok denganmu.." Baekhyun bersander pada tembok, tepat menghadap Luhan dan memperhatikan Luhan yang tidak terlihat seperti seorang pelayaan. Bahkan semua orang bisa saja terkecoh akan kecantikan Luhan yang memang tidak bisa lagi diragukan.

Rambut panjang Luhan dicepol dengan beberapa anak rambut yang dibiarkan terurai. Tubuh langsing Luhan dibalut pas oleh balutan dress hitam sedikit ketat yang sengaja dibagi rata untuk semua pelayan, dan hanya dengan penampilan sesederhana ini, Luhan sudah dibuat sempurna hingga cukup memancing decak-kan kagum keluar dari belah bibir Baekhyun.

"Dress ini tetap dress pelayan, Baek.." Luhan tertawa kecil dan balik menatap Baekhyun yang mengenakan dress panjang ketat berwarna merah. Luhan cukup dibuat geli akan penampilan Baekhyun yang elegan, sangat jauh dari sifat yang Baekhyun miliki.

"Aku tau apa yang ada di dalam pikiranmu, Lu.." Baekhyun berlalu melewati Luhan. "Aku berpenampilan seperti ini karena mungkin saja aku bisa menemukan pangeran impian-ku malam ini." Berbalik menatap Luhan dan menunjuk Luhan menggunakan jarinya. "Jadi jangan coba-coba menertawakan-ku."

Luhan mengangguk patuh dengan raut wajah menahan tawa. Baekhyun mendengus kesal dan segera keluar meninggalkan Luhan yang larut dalam tawa gelinya.

Berbicara tentang pangeran, Luhan pun tengah menunggu kemunculan pria itu lagi. Sejak hari itu, ia tidak pernah kembali bertemu Sehun dan Luhan sedikit merasa sedih akan hal ini. Ia baru merasakan perasaan tertaik pada seorang pria dan Luhan tidak tahu kalau ini akan bisa berpengerauh pada moodnya yang terasa buruk akhir-akhir ini.

Luhan sedikit merapikan kembali penampilannya di depan cermin. Ia tidak boleh terlihat buruk dalam segi apapun malam ini, karena pesta ini adalah pesta penting. "Semangat, Lu!" Tersenyum lebar dan menyusul Baekhyun untuk keluar.

.

.

Pesta dimulai, dan suasana mulai riuh akan tamu-tamu yang mulai berdatangan. Semua pelayan tampak berlalu lalang membawa hidangan untuk disajikan atau sekedar minuman untuk ditawarkan. Luhan tersenyum sembari menaruh beberapa makanan di atas meja yang disinggahi dua pria muda berwajah tampan. Luhan cukup dibuat canggung saat salah satu dari mereka terus menatapinya dengan serius.

"Namaku, Park Chanyeol.."

Luhan hanya tersenyum tipis sebagai tanggapan.

"Jangan membuatnya takut Park! Kenalkan namaku, Kim jongin."

Chanyeol menatap sinis kepada Jongin yang juga melancarkan aksinya untuk menggoda pelayaan yang sedikit menarik perhatiannya. Oh tentu! Pria normal mana yang tidak tertarik pada wanita secantik Luhan? Chanyeol bahkan berpikir, kalau mungkin saja Luhan adalah putri kerajaan yang menyamar menjadi rakyat biasa.

"Kami bukan pria berhidung belang, kami hanya ingin berkenalan dengamu.." Jongin menjelaskan dengan senyuman yang ia buat semenawan mungkin, saat ia melihat kilat ketidaknyamanan di mata Luhan.

Dengan ragu, Luhan membalas senyuman Jongin. "Namaku, Luhan.. silakan nikmati hidangan yang sudah kami siapkan." Luhan membungkuk kepada Jongin dan Chanyeol. Dia benar-benar tidak ingin terlalu lama untuk berada disini.

"Jadi namamu adalah, Luhan?"

Luhan membeku, kakinya terasa menempel pada lantai yang ia pijak saat mendengar suara itu. Walaupun ia baru mendengarnya satu kali, tapi Luhan sudah cukup hafal dengan suara ini. Bergerak bagai robot dengan dentuman hati yang menggebu, Luhan kembali menegak-kan tubuhnya, dan benar saja, dia ada disana. Sehun berada tepat didepannya.

"Kau mengenalnya?" Chanyeol menatap heran kepada Sehun yang terus tersenyum mengamati Luhan. Mata bulatnya pun tak lepas dari Luhan yang mebatu seperti terkena sihir.

"Tidak, aku hanya sempat melihatnya beberapa hari lalu.." Sehun semakin menyunggingkan senyumannya, tanpa ragu Sehun mengulurkan tangannya dihadapan Luhan. "Namaku Sehun.."

Sudah Chanyeol jelaskan bukan, jika Luhan membatu seperti terkena sihir. Melihat Sehun mengulurkan tangan untuk dirinya, membuat Luhan semakin tidak sanggup bernafas dengan baik. Luhan kembali mumbungkuk. "Saya permisi.." Berbicara cukup pelan, dan berlalu dari hadapan tiga pria yang terus memperhatikannya.

Suara kekehan kecil terdengar saat Sehun merasa geli akan dirinya sendiri yang mendapat penolakan dari seorang pelayan.

"Kau tertarik padanya?"

Sehun mengambil tempat di kursi yang masih kosong. Duduk tepat berada di tengah-tengah Chanyeol dan Jongin. "Sepertinya seperti itu.." Menjawab kalem akan pertanyaan yang Jongin ajukan.

"Ingat istrimu di rumah, tuan Oh." Jongin berucap sinis saat melihat Sehun mengatakan kalimat yang seharusnya tidak Sehun ucapkan dengan begitu santainya.

"Aku selalu mengingatnya, jangan hawatir.." Sehun menanggapi sindiran Jongin dengan senyuman kecil.

.

.

Malam mulai larut menjelang. Jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam disaat Luhan keluar dari restoran untuk pulang. Dalam perjalanan, Luhan terus memijat pundaknya atau sekedar merenggangkan otot-ototnya yang terasa kaku. Lembur adalah salah satu hal yang tidak Luhan sukai di dunia ini tapi sialnya ia tetap harus mengerjekannya tanpa bisa membantah.

"Mau aku antar?"

"ASTAGA, KAU!" Luhan seketika membekap mulutnya saat tanpa sengaja berteriak di depan Sehun yang hanya tengah tersenyum, berdehem canggung ketika ia sadar akan kesalahannya dan membungkuk beberapa kali kepada Sehun. "Maafkan atas ketidak sopananku tuan.. aku hanya terkejut." Suara Luhan terdengar sedikit pelan diakhir katanya. Ia merasa malu sekaligus bingung akan kehadiran Sehun yang tiba-tiba.

"Tidak apa, seharusnya aku yang meminta maaf karena sudah mengejutkanmu.." Sehun kembali menunjukkan senyum tipisnya dan lagi-lagi senyuman Sehun seakan mampu membuat Luhan tidak sanggup bernafas.

Tidak ingin terlihat lebih memalukan karena mungkin saja ia bisa pingsan di depan Sehun, Luhan pun cepat-cepat membungkuk dan segera mengambil langkah pergi tanpa memperdulikan pria di hadapannya. Sehun tertawa geli melihat wajah Luhan yang sangat kentara tengah dilanda gugup. Kaki panjangnya mulai melangkah dengan santai, mengejar langkah Luhan yang terlihat sangat terburu-buru.

"Apa rumahmu jauh?"

Luhan mengulum bibirnya dengan gelisah. Seingatnya ia sudah melangkah dengan cepat, tapi kenapa Sehun sudah berhasil mengejar langkahnya? Bodoh! Kaki pendek. Luhan merutuk di dalam hati. "Tidak terlalu jauh, saya bisa pulang sendiri.."

"Jangan seformal itu.." Sehun tanpa segan menarik tangan Luhan, membuat langkah Luhan terhenti. "Kau bukan bawahanku dan aku bukan atasanmu.. bersikap biasa itu terasa lebih nyaman."

"Tidak mungkin seperti itu, bagaimanapun kau-" Decakkan kesal meluncur dari belah bibir Luhan karena dia salah berbicara. Mata rusanya melirik kepada Sehun dengan umpatan yang ia tujukkan untuk dirinya sendiri.

"Kau terdengar lebih nyaman dibandingkan anda.." Sehun terkekeh lucu. Tanpa Sehun tau kalau Luhan merasa seperti ingin menggali kuburan untuk dirinya sendiri yang sudah bersikap bodoh.

"Maaf atas kelancanganku.. saya permisi tuan."

"Biar aku mengantarmu.." Sehun tetepa kekeh dengan tujuan awalnya untuk mengantar Luhan pulang. Ia sendiri bingung dengan tindakkannya, tapi Sehun berpikir ini hanya sebuah perasaan nurani yang wajar muncul kepada semua pria saat melihat seorang wanita pulang sendirian dijam selarut ini.

"Terimakasih tuan, tapi saya benar-benar bisa pulang sen-"

"Sekarang sudah larut malam.. sangat bahaya untuk seorang gadis sepertimu pulang sendirian, dan aku bukan type pria yang tega melihat gadis secantikmu berjalan seorang diri di trotoar. Lagipula apa yang bibirmu ucapkan tidak sama dengan apa yang tubuhmu tunjukkan. Kau merasa lelah bukan? Aku melihatmu banyak melakukan ini saat pesta berlangsung." Sehun menyela ucapan Luhan dan menunjukkan gerakan memijat pundak di hadapan Luhan, mengulang apa yang Luhan lakukan.

Luhan terdiam, otaknya mulai berputar mencari kemungkinan apa yang Sehun lakukan saat di pesta. Apa itu berarti Sehun memperhatikannya? Oh, jangan berpikir macam-macam Luhan, itu tidak mungkin! Tapi kenapa ia bisa tahu?

"Jangan melamun.. ayo, mobilku ada disana."

Luhan tersadar dari segala pemikirannya. Tanpa bisa menolak lagi karena yang Sehun ucapkan memanglah benar, Luhan pun mengikuti Sehun.

Di dalam mobil suasana terasa canggung dan hening. Luhan mulai merasa kalau cara ini memang bisa sedikit membantu tubuhnya yang terasa lelah, tapi tidak dengan jantungnya yang mungkin bisa saja melompat keluar dari dalam mulutnya.

"Kau cukup menunjukkan arah jalannya.."

Luhan mengangguk, tanpa berniat menoleh kepada Sehun yang duduk di kursi kemudi. "Belok kanan.."

Sehun tersenyum kecil, dan menuruti apa yang Luhan ucapkan.

Laju mobil yang Sehun kendarai mulai melamban. Putaran roda besar itu berhenti, tepat di depan rumah yang bisa dibilang cukup kecil. Tapi dilihat dari luar pun Sehun sudah cukup tau kalau Luhan merawat rumahnya dengan baik.

"Terimakasih tuan.." Luhan membungkuk dari luar mobil.

"Tidak perlu sungkan.. istirahatlah dengan baik.. aku pegi."

Luhan cukup dibuat tersipu akan ucapan Sehun. Ini gila, kakinya bahkan begetar dalam sekejap saat mobil Sehun menghilang dari pandangannya. Seulas senyuman lebar yang sudah sejak tadi ia tahan terukir. Dengan sorakan girang Luhan memasuki kediamannya. Luhan merasa seperti mendapatkan hadiah jika mengingat kalau ia pulang diantar Sehun. Ini seperti mimpi yang menjadi kenyataan. Astaga! Luhan bahkan masih bisa mengingat jelas bagaimana senyuman Sehun.

"Apa mungkin aku mencintainya?" Luhan memeluk erat boneka rusanya saat dia sudah duduk di atas ranjang kecilnya, membayangkan kalau yang ia peluk adalah Sehun. Dia kini tengah menerka apa yang sedang hatinya rasakan dan perasaan suka terhadap Sehun memang bersemanyam di sana, itu tidak bisa Luhan pungkiri walau mereka bahkan baru bertemu dua kali ini. Tapi entahlah, ada sesuatu di diri Sehun yang membuatnya tertarik dan sejujurnya wanita mana yang tidak akan tertarik kepada pria seperti Sehun? Luhan rasa seorang putri kerajaanpun akan jatuh berlutut memuja Sehun. Tapi bagaimana dengan dia yang hanya seorang pelayan? Apa dia memiliki kemungkinan untuk memiliki Sehun? "Apa menurutmu Sehun mencintaiku?" Luhan memukul kepala boneka rusanya dengan pelan. Mendecih geli saat sadar kalau ia bertanya pada benda mati.

.

.

"Kau baru pulang?"

"Kau belum tidur?"

"Apa ada yang membuatmu senang?"

Sehun menoleh kepada sesosok wanita bertubuh mungil yang duduk bersander di kepala ranjang milik mereka. Wanita itu sama sekali tidak menatap Sehun, mata bulat besarnya terfokus pada buku yang tengah ia pegang.

"Tidak ada.." Sehun menjawab kalem, dan melepaskan kemeja yang ia kenakan.

Wanita itu 'Kyungsoo' yang tidak lain adalah istri Sehun, beranjak dari atas ranjang dan mengambil alih kegiatan Sehun yang tengah mengkancing piyamanya. "Aku tahu ada sesuatu yang membuatmu senang.."

"Benarkah?" Sehun terkekeh dan kembali mengingat apa yang ia lakukan hari ini. "Tapi aku tidak menemukan maksud dari ucapanmu, Soo.."

"Mungkin kau hanya tidak menyadarinya.. tapi raut wajahmu menunjukkannya, Sehun."

Gedikkan acuh adalah jawaban yang Kyungsoo dapatkan. "Sudahlah.. ayo, kita tidur." Sehun tersenyum tipis, mencium kening Kyungsoo sekilas dan membaringkan tubuhnya di atas ranjang.

Kyungsoo terdiam menatap Sehun yang sudah memejamkan matanya. Senyuman itu terukir di bibir suaminya, dan Kyungsoo mulai menerka apa penyebab dari senyuman itu. Tiga tahun menikah bukanlah waktu yang singkat, ia sudah cukup paham dengan kebiasaan apa yang suaminya miliki. Sehun bukanlah orang yang akan dengan mudah menunjukkan senyumannya jika memang tidak ada hal yang benar-benar membuatnya merasa senang. Bukan hal besar memang, itu hanya senyuman dan Kyungsoo tidaklah harus ambil pusing tentang hal itu. Tapi ia hanya merasa iri, merasa iri dengan apapun yang sudah membuat suaminya tersenyum.

.

.

"Menunggu Sehun-mu lagi?" Baekhyun dengan jahil menyenggol bahu Luhan yang tengah berdiri menatap keluar melalui jendela restoran.

Luhan mendecih, dan melanjutkan kegiatannya untuk melap meja yang ada di hadapannya. "Apa dia akan datang lagi, Baek?"

"Tentu, Lu! Kalian pasti akan kembali bertemu.."

"Ini sudah satu minggu lebih, dan aku mulai putus asa.. aku bodoh! Seharunya aku tidak jatuh cinta pada pria yang bahkan tidak bisa aku temui ataupun hubungi.." Suara Luhan tidak jauh berbeda dengan gerak tubuh Luhan. Sama-sama terdengar dan terlihat lunglai, tidak bertenaga seperti seekor rusa yang sudah tidak diberi makan berbulan-bulan.

Baekhyun mendecak miris. "Karena itu, jika kalian kembali bertemu.. mintalah nomor telponnya.."

"Tidak jatuh pingsan pun aku sudah sangat bersyukur, Baek.." Luhan tertawa kecil. Sedikit merasa konyol dengan apa yang ia ucapkan.

"Bertindaklah agresif jika kau tidak ingin kehilangan."

"Maksudmu?" Luhan menghentikan kegiatannya dan menatap serius kepada Baekhyun. Ia memang membutuhkan saran dan Luhan pikir Baekhyun adalah konsultan yang tepat.

"Jangan bersiakp malu, buatlah dirimu senyaman mungkin jika sedang bersamanya.. jangan canggung apa lagi gugup. Itu no, no, no, no! Karena itu bisa merusak kepercayaan dirimu sendiri Luhan.. iya-kan apapun yang Sehun inginkan, termasuk jika ia memintamu untuk bercin, YAK! KENAPA KAU MEMUKUL KEPALAKU!" Baekhyun berteriak tidak terima kepada Luhan yang tiba-tiba memukul belakang kepalanya cukup keras.

Luhan mendesis dan kembali ingin melayangkan pukulan kepada Baekhyun, jika saja Baekhyun tidak mendelik dengan sangar. "Jangan berkata memalukan, Baekhyun!"

"Iiiissshhh! Sehun pun pasti akan mengajakmu tidur bersama jika kalian benar-benar sudah menjadi kekasih. Kau pikir kau hidup dijaman apa nona Lu?" Baekhyun menjawab dengan tidak kalah ketusnya, sebelum akhirnya ia pergi meninggalkan Luhan yang tengah bergidik seorang diri.

Membayangkan ia bersetubuh dengan Sehun membuat bulu kuduk Luhan meremang. Luhan tidak pernah berpikir kalau ia mungkin melakukan hal itu bersama seorang pria, oh bukan berarti bersama seorang wanita, Luhan hanya merasa aneh jika ada pasangan yang melakuka 'itu' sebelum mereka menikah. "Otakku pasti sudah tercemar." Luhan menggelengkan kepalanya dan menyusul langkah kaki Baekhyun.

.

.

"Selamat siang tuan."

Sehun hanya menanggapi dengan senyuman tipis setaip kali para pegawainya menyapa dirinya dengan ramah. Kaki panjang Sehun terarah pada tempat parkir yang ada di dalam gedung perkantorannya. Ada meeting yang harus ia hadiri di luar kantor.

"Aku akan berangkat sekarang." Sehun mematikan sambungan telponnya pada sang sekretaris yang sudah berada ditempat. Dengan cepat, Sehun melajukan mobilnya, meninggalkan area perkantoran.

Jalanan kota Seoul terasa lenggang dijam santai seperti sekarang, hingga Sehun hanya menjalankan mobilnya dengan laju pelan. Terkesan santai dan tidak terburu-buru. Mata Sehun terfokus pada jalur jalan yang ia lewati, namun didetik berikutnya pandangan Sehun terkecoh pada sosok wanita yang tidak asing untuknya.

"Bukankah itu, Luhan?" Sehun tersenyum penuh minat saat melihat Luhan yang tidak jauh didepannya, tengah duduk berjongkok dibelakang antrian orang-orang yang berdiri untuk bisa membeli secup bubble tea. Wajah Luhan terlihat bosan dan itu menambah senyuman Sehun untuk menjadi semakin lebar.

.

.

Luhan memainkan ujung jemarinya diatas trotoar yang ia tempati. Mengukir asal untuk bisa sedikit mengurangi rasa bosan yang menyinggahi hatinya. Ia masih terbawa perasaan gundah karena belum kunjung bisa melihat Sehun, dan Luhan berpikir mungkin secup bubble tea bisa mengurasi perasaan kebas yang ia rasakan, tapi sialnya ia justru semakin dibuat gundah saat harus mengantri hanya untuk secup bubble tea. Mata Luhan melirik kesal pada anak-anak remaja yang berdiri berjejer didepannya, mencibir pelan sebelum kembali menghela nafas pasrah. Sekarang sudah jam sepuluh pagi dan dua jam lagi ia harus sudah ada di restoran, sia-sia perjuangannya jika ia tidak bisa mendapatkan secup bubble tea yang ia inginkan.

"Bubble tea?"

Luhan mendongakkan wajahnya dan berhasil dibuat terkejut hingga ia jatuh terduduk dengan mulut menganga. Mata rusa Luhan berkedip tidak percaya saat ia melihat Sehun tengah tersenyum dengan secup bubble tea di tangannya.

.

.

Sehun menyedot isi dari cup bubble tea yang ia pegang, dan Sehun tidak hanya mendapatkan rasa minuman yang enak tapi juga buliran-buliran kecil itu terasa menyenangkan saat meluncur memasuki tenggorokkannya. "Ini minuman kesukaanmu?" Sehun bertanya kepada Luhan yang duduk disebelahnya. Mereka kini ada disebuah taman yang letaknya tidak terlalu jauh dari kedai tempat penjual bubble tea.

Luhan menghela nafas dengan pelan. Dadanya berdegup kencang tapi Luhan berusaha sebisa mungkin untuk tidak gugup dan menyamankan diri seperti apa yang Baekhyun sarankan. "Ya, ini minuman kesukanku.." Dia tersenyum tipis, dan kembali menyedot bubble tea miliknya. Apa yang ia lakukan sekarang, semata hanya untuk menepis rasa gugup yang tengah ia tahan.

"Aku baru mencicipinya dan aku rasa aku pun akan menyukainya.." Sehun terkekeh pelan, dan matanya mulai menatapi area sekitarnya. Sebuah tempat yang dipenuhi warna hijau dan juga bunga-bunga cantik yang dirawat dengan baik. "Kau tidak bekerja?" Tapi Sehun mendapati kalau Luhan jauhlah lebih cantik dari bunga-bunga yang terhampar di taman. Wajah teduh Luhan secara tidak langsung membuat Sehun merasa nyaman saat melihatnya.

"Masih ada waktu satu jam tiga puluh menit lagi.." Dengan sedikit keberanian, Luhan mencoba untuk menghadap pada Sehun.

Sehun mengangguk mengerti dan kembali mengukir senyumannya. Apa berlebihan jika ia merasakan rasa senang saat ini? Tapi itulah yang ia rasakan. "Aku senang bisa bertemu lagi denganmu.." Dan tanpa keraguan ia lontarkan itu di hadapan Luhan.

Luhan mengeratkan cengkramannya pada tas tangan yang berada dipangkuannya. Rasanya dia ingin meledak saat mendengar Sehun berbicara seperti tadi. Kau tidak tahu kalau aku bahkan lebih merasa senang dibanding dirimu Sehun! Astaga, Luhan pikir ia harus memeriksakan diri pada dokter jiwa.

"Apa aku setampan itu?" Sehun terkekeh lucu saat melihat lagi raut wajah blank milik Luhan.

Sedikit salah tingkah, Luhan menundukkan kepalanya, memutus kontak mata di antara mereka berdua. "Maaf.." Luhan kembali merutuk akan tingkah bodohnya. Sungguh ini memalukan!

"Aku suka melihatnya, tidak usah meminta maaf."

Luhan menyelipkan anak rambutnya pada sela telinga, dan kembali duduk dengan benar. Menghadap kedepan bukan menghadap pada Sehun.

"Saat awal kita bertemu kau menyebutkan namaku.."

"Ya?" Luhan menoleh dengan sendirinya saat Sehun membahas sesuatu yang Luhan anggap rawan.

"Darimana kau tahu namaku?" Sehun menatap Luhan yang terdiam, terlihat seperti tengah berpikir.

Dengan ragu Luhan kembali menghadapkan wajahnya kedepan. "Sehun adalah nama adik-ku.. kau sangat mengingatkanku pada adik-ku.. bahkan wajah kalian pun terlihat sama. Aku hanya tidak sengaja mengucapkan namamu saat kau berjalan di depanku.." Luhan menjawab dengan selingan senyuman tipis di bibirnya. Bagaimanapun ia tidak akan bisa berbohong.

Sehun mengangguk mengerti. "Berapa usia adikmu?"

Ukiran senyuman itu semakin terulas dengan lebar. Luhan mengambil sebuah foto kecil dari dalam dompet miliknya dan menunjukkannya kepada Sehun. "Kami sodara kembar, dan usia kami sudah dua puluh lima tahun sekarang.."

Secara jeli, Sehun mengamati dua sosok yang tengah berdiri saling merangkul. Foto itu sudah sedikit buram karena di ambil saat si kembar masih berusia sepuluh tahun tapi Sehun masih bisa cukup menilai kalau sesosok laki-laki yang Luhan tunjuk di dalam foto itu memang terlihat sama dengan dirinya saat ia menginjak usia belasan. "Tapi usiaku sudah dua puluh tujuh tahun, itu artinya adikmu yang meniruku.."

Tawa Luhan mengalun dengan merdunya, hingga membuat senyuman muncul dengan sendirinya di bibir Sehun. Sehun menemukan susuatu yang baru, yaitu melodi indah dari tawa Luhan.

"Sepertinya begitu.." Luhan memasukkan kembali foto miliknya kedalam dompet.

"Luhan."

"Ya?" Luhan menoleh kembali pada Sehun dan mendapati raut wajah serius Sehun. Luhan membeku, berpikir kalau ia melakukan kesalahan. "Bodoh." Umpatan pelan Luhan tujukkan untuk dirinya sendiri. Ia sudah berperilaku seperti Sehun adalah temannya. Semua ini karena saran Baekhyun yang ia terapkan dan parahnya lagi ia terlalu terbawa suasana sampai melupakan siapa dirinya. "Maaf tu-"

"Bekerjalah ditempatku."

"Hah?"

Sehun tersenyum saat 'lagi' disuguhkan wajah blank Luhan. Luhan itu menyenangkan, Luhan itu cantik, Luhan itu merdu, Luhan itu lucu dan Luhan itu indah. Sehun merasa gila sekarang karena menginginkan agar Luhan tetap berada disampingnya.

.

.

"Apa lagi yang kau pikirkan, Luhan? Ambil kesempatan itu! Bukankah aku sudah bilang.. iya-kan semua keinginan Sehun!" Baekhyun berseru dengan menggebu-gebu. Ia merasa semangat saat Luhan menceritakan pertemuannya dengan Sehun dan juga tawaran yang Sehun berikan kepada Luhan. "Bekerja menjadi asisten pria yang kau cintai itu adalah anugerah, Luhan! percaya padaku." Luhan menampik tangan Baekhyun yang memegangi dua bahunya dengan kuat, namun dengan cepat Baekhyun pun kembali menaruh tangannya di atas bahu Luhan. "Percaya padaku, Luhan! Tuhan memberkatimu.."

Luhan memutar bola matanya jengah akan tingkah berlebihan Baekhyun. "Apa menurutmu itu keputusan yang baik?" Tapi tetap saja dia membutuhkan saran dari wanita ini.

"Tentu! Selain kau bisa lebih sering bertemu Sehun, bukankah kau akan mendapatkan uang yang lebih banyak? Jadi apa lagi? Ayo, buat surat pungunduran dirimu dan kita akan pergi berbelanja pakaian untumu.. kau harus selalu terlihat cantik di depan Sehun. Buat Sehun jatuh cinta padamu dan kau akan menjadi nyonya kaya, Lu."

"Baek!"

"Ok, lupakan bagian terakhir.. aku terlalu bersemangat!" Baekhyun berseru girang dan segera keluar dari pantry, meninggalkan Luhan yang sebenarnya masih belum terlalu yakin untuk mengikuti saran Baekhyun.

Tapi jika dipikir lagi, ini memang kesempatan emas yang hanya datang satu kali dan tidak boleh dilewatkan jika ia memang ingin menjadi kekasih Sehun. "Astaga, apa yang kau pikirkan Lu?" Dengan bodoh, Luhan menoyor sendiri kepalanya saat pemikiran itu melintas di benaknya.

Satu kali lagi menimang, dan Luhan memutuskan tidak ada salahnya mengambil kesempatan yang sudah Sehun tawarkan. Hatinya dengan tiba-tiba berdetak kencang saat membayangkan kalau dia bisa terus melihat Sehun selama dua puluh empat jam. Luhan merasakan kalau mungkin ia bisa saja mimisan saat ini juga!

.

.

Dibawah sorotan matahari teduh dipagi hari, Luhan diam berdiri di depan gedung berlantai tiga dengan lebar yang terlalu malas Luhan perkirakan, yang akan menjadi tempat bekerjanya beberapa jam lagi. Satu helaan nafas Luhan keluarkan dan sedikit memperbaiki penampilannya agar terlihat medekati sempurna. Sebenarnya, Luhan merasa risi dengan apa yang ia kenakan. Kemeja berwarna pink muda yang dipadu rok span pendek juga hight heels yang lumayan tinggi! Berterimkasihlah kepada Baekhyun yang sudah memaksanya mengenakan pakaian seperti ini, sementara Luhan berpikir, apa yang ia kenakan bukan penampilan yang cocok dengan pekerjaannya yang mungkin harus berjalan mondar-mandir untuk mengikuti perintah Sehun.

Kaki jengjang Luhan mulai melangkah, memasuki perusahaan milik Sehun. Beberapa pasang mata pria, menatap penuh tertarik kepada Luhan yang memiliki wajah ayu dan tubuh semampai. Bisik-bisikan mulai terdengar, tentang siapa Luhan dan kenapa ada bidadari di dalam kantor mereka, namun Luhan hanya mengacuhkan dan melanjutkan langkahnya menuju meja resepsionis.

"Kau yang bernama, Luhan?"

"Ya, namaku Luhan.." Dengan anggukan kecil, Luhan menjawab pertanyaan dari seorang wanita berambut pirang yang ia tanyai dimana letak ruangan Sehun.

"Tuan Sehun sudah menunggumu didalam ruangannya.. naiklah ke lantai tiga dan kau bisa melihat satu pintu besar ditempat yang paling ujung. Itu adalah ruangan tuan Sehun."

"Terimakasih.." Luhan mumbungkuk dan berjalan menuju lift dengan iringan lirikan dari para pria.

.

.

Suara ketukan pintu terdengar menganggu. "Masuk.." Sehun menghentikannya kegiatannya untuk melihat siapa yang datang, dan seulas senyuman Sehun terukir begitu ia mendapati Luhan mamasuki ruangannya. Luhan terlihat cantik, sangat cantik dan juga sexy. "Aku senang karena kau menerima tawaranku.."

Luhan tersenyum canggung, dan mendudukkan dirinya di kursi kulit berbentuk bundar yang ada diseberang kursi kekuasaan Sehun. Mata rusa milik Luhan mengamati setiap inci isi ruangan Sehun dan Luhan menilai kalau Sehun memiliki selera yang bagus tentang interior.

"Jadi, kau sudah siap mulai bekerja hari ini, bukan?"

"Ya?" Luhan menatap Sehun dengan bingung. "Oh, tentu tuan.." Tersenyum tipis saat sadar kemana arah pertanyaan Sehun.

"Pekerjaanmu hanya membantu apa yang aku suruhkah, jadi kau bisa mengambil tempat kosong yang ada didepan ruanganku.. aku akan menelpon jika membutuhkan sesuatu."

Luhan mengangguk mengerti, dan menunjukkan senyuman simpulnya kepada Sehun hingga membuat dada Sehun terasa sesak karena terpesona akan kecantikan Luhan. Sehun berdehem kecil, mengambil pena miliknya yang tergeletak di meja dan mulai mengerjakan pekerjaannya. "Kau bisa keluar sekarang."

"Terimakasih tuan.." Luhan beranjak, membungkuk kepada Sehun dan berjalan keluar sesuai perintah Sehun.

Mata sipit Sehun sesekali melirik kepada Luhan yang berjalan dengan gemulai, dan Sehun mendapati kalau udara seperti memanas sekarang. Dengan gerakan risi, Sehun melonggarkan sampul dasinya dan menambah minus ac di dalam ruangannya.

.

.

"Bagaimana hari pertama mu bekerja, Lu?"

Luhan hampir menjerit terkejut karena kemunculan Baekhyun yang tiba-tiba saat ia membuka pintu kamar. "Kau membuatku ingin melompat, Baek!" Dengusan kesal Luhan berikan untuk Baekhyun yang hanya tersenyum seperti seorang idiot. "Menyenangkan, tapi tidak ada yang sepecial.. kami hanya berbicara atau bertemu sekedar untuk pekerjaan."

"Eeeeyyy.. kau tidak sedang berharap bertemu Sehun untuk bercinta, bukan?"

"Baek!"

Baekhyun tergelak saat berhasil menggoda Luhan. Menjahili seseorang yang sedang terkena panah asmara dari sang cupid terasa lebih menyenangkan dibanding menjahili anak berusia tiga tahun sampai menangis. "Pelan-pelan Luhan.. toh sekarang kalian sudah bisa bertemu selama dua puluh empat jam."

Luhan mendudukkan dirinya ditepi ranjang, begitupun dengan Baekhyun. Mata Baekhyun tidak lepas dari Luhan yang tengah melepaskan sepatu high heels yang mereka beli beberapa hari lalu. "Tapi aku merasa tidak yakin dengan perasaan Sehun kepada ku, Baek."

"Tidak perlu pesimis Luhan! Sudah aku bilang, jadilah sosok yang agresif jika kau mencintai seseorang.. ini kesempatanmu, jangan sia-siakan." Baekhyun berucap dengan menggebu hingga membuat Luhan merasa geli.

Baekhyun begitu terlihat bersemangat jika membicarakan tentang hubungannya dengan Sehun. "Terimakasih atas semua saranmu, Baek." Luhan tersenyum yang Baekhyun balas dengan anggukan beberapa kali.

.

.

"Bukankah selama ini tuan Sehun tidak pernah menggunakan seorang asisten untuk membantunya.."

"Benar, tuan Sehun hanya mengandalkan sekretaris Cha untuk membantunya.."

"Apa nyonya Kyungsoo tau tentang ini?"

Beberapa bisikkan dari sekerumpulan wanita yang terus memperhatikan Luhan, mengalun memasuki gendang telinga Luhan yang tengah berjalan untuk munuju lift. Dengan setenang mungkin, Luhan mencoba untuk tidak menghiraukan tatapan sinis ataupun bisik-bisik dari para pegawai Sehun yang mungkin tidak menyukai dirinya. Namun, ada satu yang terasa menarik minat Luhan. "Kyungsoo.." Siapa itu Kyungsoo?

"Jangan dengarkan apapun yang orang-orang katakan tentangku.. bahkan lebih baik kau tidak bergaul dengan mereka. Mereka selalu membuat gossip yang aneh tentang ku.."

"Selamat pagi tuan.." Secara reflek, Luhan membungkuk kepada Sehun yang ia tidak tahu sejak kapan sudah berada disampingnya.

Pintu lift terbuka, dan kaki panjang Sehun melangkah memasuki lift disusul Luhan yang sebenarnya merasa sedikit enggan untuk berada di dalam lift hanya berdua bersama Sehun. Keheningan terjadi selama beberapa detik, sampai Luhan merasakan kalau ia tidak bisa menahan lidahnya yang terasa gatal ingin bertanya. "Maaf tuan, mungkin aku lancang jika bertanya seperti ini.. tapi apa boleh aku tahu, Kyungsoo itu siapa?"

Sehun cukup terkejut akan pertanyaan Luhan. Sehun bahkan merasa seperti lehernya tercekik secara tiba-tiba. Ia belum menyiapkan alibi untuk ini. "Dia.. mantan kekasihku." Berusaha tetap terlihat tenang, Sehun pun memberikan jawaban satu-satunya yang melintas di dalam benaknya. Tidak tau kenapa tapi Sehun tidak mau Luhan mengetahui kenyataan yang sesungguhnya, setidaknya untuk sekarang. "Semua orang mengira kami masih berhubungan. Karena itu, aku menyarankanmu untuk tidak bergaul bersama mereka karena mereka selalu membuat gossip yang tidak-tidak tentangku.." Sehun menoleh kepada Luhan dan mendapati Luhan mengangguk. Cukup lega sebenarnya karena ia sudah berhasil melewati dan meyakinkan Luhan dengan ucapannya.

Ia tahu, ini salah. Ia sedang membohongi Luhan dan menutupi setatusnya dari Luhan. Tapi apa yang bisa ia lakukan saat semuanya terjadi seperti yang tidak ia harapkan. Bermula hanya dari keinginannya untuk bisa mengenal lebih jauh tentang Luhan, tapi kini ia justru merasa ingin memiliki Luhan. Sehun mengeratkan genggamannya pada tas kerja yang ia bawa. Rasa sesak menghampirnya saat terbayang bagaimana reaksi Luhan jika tahu tentang yang sebenarnya. Ia tidak mungkin bisa mengawasi Luhan selama dua puluh empat jam dari bibir-bibir yang tahu tentang setatus aslinya. Tapi, ia akan berusaha untuk mencegah Luhan mengetahuinya, sampai mungkin ia bisa mengambil keputusan apa yang akan ia ambil. Sekarang yang harus ia lakukan adalah mengikat Luhan.

"Luhan, apa kau sibuk malam ini?"

Luhan menggeleng kecil sebagai jawaban.

"Ayo, kita pergi berkencan.."

Mata rusa Luhan hampir melompat dari tengkoraknya begitu ia mendengar jelas apa yang Sehun ucapkan. Detak jantungnya bahkan Luhan rasakan berhenti bekerja dalam sekejap. Luhan menatap Sehun dengan pandangan tidak menyangka. "Kau?"

"Aku akan menjemputmu jam tujuh malam.." Sehun tersenyum, mengusak rambut halus Luhan dan keluar dari lift yang sudah terbuka tanpa peduli akan jawaban apa yang Luhan ingin berikan. Ia yakin, kalau Luhan pun menyukai dirinya dan pasti tidak akan menolak ajakkannya. Wanita sepolos Luhan sangatlah mudah untuk dibaca.

Luhan masih membeku ditempatnya. Otaknya terasa lamban untuk memperoses apa yang Sehun ucapkan. "Nanti malam.. berkencan?" Bibir Luhan berucap tanpa suara. Menyadari dengan arti ajakkan Sehun, membuat pipi Luhan terasa seperti direbus dalam sekejap. Dengan bahagia, Luhan bersorak. Sekuat mungkin menggigit bibir bawahnya agar tidak berteriak kencang.

Ting!

"Oh, pintu lift-nya tertutup." Dan dengan tidak sabaran, Luhan menekan tombol 'Open' pada sisi kanan pintu lift yang sudah tertutup rapat.

.

.

"Kau mau kemana, Sehun?" Kyungsoo menghampiri Sehun yang akan keluar dari pintu utama.

"Aku harus pergi, ada hal yang harus aku tangani."

"Tapi kau bahkan belum makan malam.."

"Aku akan makan di luar, dan mungkin aku akan pulang sedikit malam. Jadi jangan menungguku." Sehun tersenyum tipis, mengusak rambut lebat Kyungsoo dan segera melangkah menuju mobilnya yang sudah terparkir di depan.

Kyungsoo hanya terdiam saat melihat roda mobil Sehun mulai meninggalkan pelataran rumah mereka. Kyungsoo merasakan ada sesuatu yang aneh walaupun sebenarnya apa yang terjadi sekarang bukanlah hal yang patut dicurigai. Tapi entah, di dalam hatinya terasa seperti ada yang mengganjal.

.

.

"Kau terlihat cantik.."

Sebuah pujian kecil dari Sehun yang mampu membuat kaki Luhan terasa melemah. Luhan menarik nafas dan menghembuskannya dengan pelan. Ia tengah mencoba untuk membuat dirinya terasa sedikit santai dan tidak tegang. "Termakasih tuan."

"Sehun.. panggil aku Sehun jika kita tengah berdua seperti ini."

Dengan ragu Luhan mengangguk, mengiya-kan perintah Sehun. Sehun tersenyum tipis, tanpa canggung, Sehun menyelipkan jarinya diantara sela jari lentik milik Luhan. Keduanya berjalan dengan saling menggenggam tangan. Mereka kini berada di taman sekedar untuk melepas penat dan mencari udara sejuk kota Seoul.

"Kau sudah makan?"

"Belum.." Luhan menggeleng sebagai pelengkap jawabannya.

"Bagaimana jika kit-"

"Oh! Itu bakso ikan. Ayo, kita beli.." Seruan Luhan mengintrupsi ucapan Sehun. Dengan antusias, Luhan menarik tangan Sehun untuk menuju kedai bakso ikan yang terletak tak jauh di depannya.

Sehun tertawa pelan. Luhan terlihat menggemaskan jika seperti ini.

"Bibi, aku minta tiga ya.." Tiga tusuk bakso ikan, Luhan ambil dari tempatnya yang masih mengepulkan uap hangat. Satu tusuknya ia berikan kepada Sehun dan dua tusuk lainnya ia pegang untuk dirinya sendiri. "Ah, enaknya.." Gumama dengan nada takjub terdengar mengalun dari bibir Luhan yang masih terisi gumpalan bakso ikan, seperti ini adalah pertama kalinya dia rasakan.

Sehun tersenyum tipis, merasa senang saat melihat Luhan yang lahap tanpa malu apa lagi canggung saat memakan semua bakso ikan di tangannya. Mungkin berbeda dengan cara makan wanita yang pernah ia ajak kencan, Luhan terlihat lebih menarik.

"Kau tidak menyukainya?"

"Ini pertama kali untukku, dan aku akan mencobanya." Satu gigitan masuk, memenuhi rongga mulut Sehun.

Dengan cermat Luhan memperhatikan, ia takut kalau mungkin Sehun tidak menyukai salah satu makanan kegemarannya. "Bagimana, apa kua suka?"

"Tidak buruk, ini enak."

Luhan tersenyum senang seteh mendengar jawaban Sehun. Mengembil lagi satu tusuk dan memberikannya kepada Sehun. Sehun tartawa kecil yang juga diikuti Luhan. Keduanya larut dalam kebersamaan sederhana namun penuh kebahagiaan yang mereka jalin.

.

.

"Silakan dinikmati tuan." Dua pelayan membungkuk kepada Sehun dan juga Luhan setelah mereka menghidangkan makanan khas Italy yang Sehun pesan.

"Cepat dimakan, Lu."

"Ini terasa lucu. Biasanya aku yang melayani tapi sekarang aku yang dilayani."

Sehun tersenyum tipis saat mendengarkan gurauan Luhan. "Kau harus terbiasa dengan situasi ini."

"Kenapa?"

"Karena mungkin ini bukan terakhir kalianya aku mengajakmu datang ke restoran."

Luhan terdiam. Ucapan Sehun sama sekali tidak menyinggung hati Luhan. Hanya saja, apa yang Sehun katakan seolah seperti menggambarkan dari mana mereka berdua berasal. Memalukan mungkin jika Luhan jujur mengatakan ini yang pertama untuknya makan di restoran mewah, sementara untuk Sehun mungkin ini adalah hal yang biasa seperti ia yang sering makan makanan yang dijual di pinggir jalan.

Sehun mendongak, begitu menyadari Luhan tidak menyentuh sama sekali makanan yang ia pesan. "Kenapa Lu? Apa kau tidak suka? Kau bisa memesan makanan lain.. apa mau aku pesankan?"

Sebuah gelengan Sehun dapatkan sebagai jawaban. Luhan mengambil garpu dan sendok yang terletak di atas meja, menatap sekilas sajian penuh aroma keju yang terhidang hangat didepannya lalu mengalihkan tatapannya kepada Sehun. "Aku merasa ingin tahu, kenapa kau mendekatiku sementara pria lain mungkin menjauhiku.. semua hal yang ada di dalam diri kita berbeda, dan aku hanya merasa penasaran tentang itu."

Sehun terdiam sejenak sebelum ia meraih tangan kanan Luhan dan menggenggamnnya dengan lembut. Tatapan Sehun terlihat serius, tatapan ini biasa Luhan lihat di kantor ketika Sehun tengah mengambil keputusan.

"Kau ingin tahu alasanku?"

Luhan sama sekali tidak menjawab. Toh Sehun pasti mengerti dengan jawabannya.

"Itu karena aku mencintaimu, Luhan."

.

.

.

.

.

To be continue..

Ini FF sudah mendekam lama di PC. Awalnya buat dijadiin FF lomba tapi ga jadi lol dan ga tau kenapa semalam aku buka dan aku baca dan aku pikir mubazir kalo sampe ga di post jadi aku postlah cerita ini yang sebenernya udah aku tulis sampai 16k word dan aku bagi jadi beberapa chap walau belum sampai end sebenarnya. Tapi ini FF kilat yang mungkin ga akan lebih dari lima chap jadi Semoga kalian suka dan tertarik buat baca chap dua^^

Aku bakal seneng banget kalo ada yang bersedia meninggalkan review setelah baca jadi aku tunggu review kalian kalau emang minat ke next chap^^ Terima kasih!

Jump! Jump! Jump! Jump! We Are HHS^^ reader yang baik selalu review, ok? Dan Terima kasih banyak untuk Lollipopsehun yang udah bantu aku cari judul wkwkwkwk ketahuan ga jago cari judul. Pokoknya dukung FF author HunHan lainnya juga ya^^ Saranghae..