Chapter 3 : Play With Me, Zero!

A/N : Haiii! Bertemu lagi. Ahahaha, sudah berapa bulan yaaa? Hehehe, maaf telah membuat kalian menunggu lama. Mulai bulan Februari kemarin aku sudah dibuat sibuk dengan pekerjaan. Seminggu hanya mendapat satu kali libur saja. Ditambah dengan menulis novel dan cerpen. Banyakkk,..pekerjaankuuu. Jadi, sekali lagi aku minta maaf sebanyak-banyaknya karena sudah mengecewakan kalian semua.

Pertama-tama, terima kasih bagi kalian yang telah read/review/fav/follow fic Angel ini. Aku nggak nyangka fic ini banyak yang menyukai juga *menangis haru*.

Cum-i cumi : Masalah kapan Zero nya jadi gede, saya pikirkan dulu iaa. Mungkin pertengahan chapter. Tentu Zero akan mengalami pertumbuhan. Tapi saya nggak bisa menjamin fic ini menceritakan hingga Zero menjadi remaja. Kalau pun Zero tumbuh jadi remaja, mungkin akan saya tulis di fic yang berbeda, atau lebih tepatnya sequel nya nanti. Jika kalian mau. ^^
Jangan khawatir, mulai chapter ini saya usahakan untuk lebih panjang. Kalian bisa menikmati fic ini lebih banyak lagi.

Kimie : Untuk Kaien dkk mungkin akan saya keluarkan di chap selanjutnya. Di chap ini, saya masih mau menunjukkan proses pendekatan Zero dengan Kaname dkk. Tunggu saja, oke? Pasti bakal heboh.

Terima kasih pada kalian reviewers karena semua dorongan dan semangat kalian untuk fic ini. Dengan begitu, aku akan lebih tahu bagaimana perkembangan fic ini tiap chap. Aku akan berusaha lebih baik untuk chap kedepannya.

Well, enjoy please!

.

.

Title : Angel

Disclaimer : I don't own Vampire Knight

Rated : T

Genre(s) : family, humor, hurt/comfort, drama

Warnings : Baby!Zero, OOC, typo(s), tidak sesuai dengan EYD

.

.

Normal POV

Semua yang berada di lantai bawah tidak tahu harus bereaksi apa. Apa yang mereka dengar tadi? Malaikat kecil dalam gendongan Aidou memanggil Kaname 'Papa'? Tapi, tidak ada yang berani berkomentar mengenai hal itu. Melihat wajah Kaname yang mengeras tidak suka dan menatap mereka tajam sudah cukup untuk bisa membuat mereka bungkam.

Lalu, perasaan takut?

Awalnya saja. Tapi setelah melihat Kaname yang ada di tangga dengan teliti, mereka dibuat berpikir dua kali antara harus ketakutan atau tertawa.

Kaname dengan sebuah piring kecil dan botol bayi berisikan susu di tangannya.

Dengan susah payah, para murid night class yang ada dilantai bawah menjaga ekspresi netral mereka dan menunduk pelan.

Zero yang berada dalam gendongan Aidou menggeliat girang melihat sosok Kaname yang berjalan turun mendekatinya. Sepasang tangan mungilnya itu menggeraya udara kosong yang masih mengisi jarak diantara mereka.

"..Paaa.."

Aidou yang menggendong sosok silver kecil tersebut terlihat sedikit kwalahan dengan lonjakan energik yang dibuat Zero. Meskipun begitu, Aidou tetap mempertahankan pegangannya pada silver kecil tersebut. Sampai pemimpin para night class tersebut berada dihadapannya.

Kaname segera meletakkan piring dan botol ditangannya itu diatas meja dan kembali menatap Zero yang kini tertawa girang menatapnya. Wajah chubby dan mata bersinar itu berhasil membuat hati Kaname luluh sejenak sebelum kedua iris matanya bertemu dengan milik Aidou. Dia hanya menatap datar wajah pemuda pirang yang ketakutan tersebut. Tapi, begitu mendengar suara resah dari Zero yang sedari tadi dia abaikan, Kaname segera menaruh perhatian penuhnya pada bayi silver tersebut.

"There, Zero! Kau lapar, kan? Aku membawa sesuatu untukmu."

Kaname segera mengalihkan tubuh kecil yang menggeliat senang tersebut menuju gendongannya. Tidak mempedulikan Aidou yang segera mundur ketakutan dan bersembunyi dibelakang sepupunya.

Tanpa menunggu lama, Kaname segera mendudukkan diri di salah satu sofa panjang disana. Mendudukkan Zero dipangkuannya dan menopang punggung anak kecil tersebut dengan salah satu lengannya. Zero terlihat sangat senang dan tertawa girang, kedua tangannya bertepuk tak beraturan seraya menatap wajah kaname dengan mata yang berbinar.

Kaname yang melihat wajah tertawa Zero perlahan tersenyum. Para murid night class yang berada disekitarnya mengedipkan mata beberapa kali, sedikit tidak yakin dengan apa yang baru saja mereka lihat.

Senyuman dan tatapan yang lembut itu jarang muncul diwajah leader mereka. Paling sering ditunjukkan hanya kepada Yuuki adiknya.

Mereka semua melihat bagaimana Kaname mengelus pelan puncak surai silver tersebut perlahan. Zero yang mendapat perlakuan itu terlihat sangat nyaman dengan perlakuan tersebut memekik kecil.

'Aaawwwww...'

Semua tentu saja memiliki pemikiran yang sama setelah melihat semua itu.

Whimper!

Tapi, beberapa saat kemudian, Zero terlihat sedikit gelisah. Kedua sudut bibirnya menurun seketika. Kedua tangan mungilnya mulai menarik-narik dan menempelkan wajahnya ke baju Kaname. Bibir lembut tersebut terlihat terbuka lebar, mencari sesuatu untuk dimakan.

Kaname yang melihat itu kembali membenarkan posisi Zero. Seperti anak yang baru saja direbut permennya, bibir bawah Zero mulai bergetar pelan. Kedua matanya mulai tergenang air, bahkan wajahnya mulai sedikit memerah. Kaname berniat untuk segera menyuapi Zero dengan makanan yang dibuatnya tadi. Tapi, para murid night class selangkah mendahuluinya.

Mereka semua berkumpul mengelilingi Kaname dan Zero.

"Zero-chan! Apa kau lapar? Lihat ini ada bubur special yang dibuat oleh papamu. Lihat! Lihat!" Takuma segera mendekat dan mengambil bubur yang ada dimeja, mengambul duduk disebelah Kaname dan menghadap Zero. Tangannya mengambil sesendok bubur dan melayangkannya didepan wajah Zero.

"Zero, jangan menangis. Jika kau menangis, Kak Rima dan Kak Shiki tidak akan memberi pocky lagi lohh!" ujar Rima disertai anggukan dari Shiki.

"Ck, sedikit-sedikit menangis," Komentar tersebut berhasil membuat yang lain menatapnya. "Lihat, Kaname-sama membuatkanmu bubur. Makan yang banyak, oke! Jangan membuatnya sedih." Ruka yang seperti biasa, terlihat tidak peduli. Tapi, tatapan lembutnya tidak pernah bisa berbohong.

"Ayo, Zero. Kau harus makan yang banyak. Nanti aku akan mengajakmu keliling dan bermain bersama Hana. Iya kan, Hana?"ujar Kain seraya menoleh pada sepupunya yang terlihat tengah berusaha menahan diri agar tidak lagi memeluk erat makhluk kecil yang ada dipangkuan Kaname. Bagaimanapun juga, dia masih ingin hidup, oke? Beruntung saja tadi dilepaskan dengan mudah.

Kaname yang melihat semua perhatian bawahannya kepada Zero itu sedikit terkejut. Dia tidak pernah berpikir mereka akan menerima Zero dengan semudah ini. Apalagi, Zero hanyalah anak manusia yang tidak jelas identitasnya.

Tersenyum kecil, Kaname membiarkan mereka memberi semua perhatian kepada Zero. Tangannya yang sempat terhenti tadi kembali bergerak mengelus rambut Zero. Sedangkan Takuma menyuapi sosok silver tersebut perlahan.

"...Aku menemukannya menangis di semak-semak hutan kemarin malam," ujar Kaname mulai membuka penjelasan. Aidou dan yang lain mulai terdiam, ingin mendengarnya lebih lanjut. Sedangkan Takuma yang sudah mendapat penjelasan diawal kejadian meneruskan kegiatannya menyuapi Zero yang kini terlihat lebih tenang.

"..Hutan?" ujar Shiki lirih.

"K-kenapa orang tuanya tega sekali melakukan itu?" tanya Kain dengan tatapan tidak percaya.

Kaname menggeleng pelan dan terdiam sebentar. "...Aku membawanya ke kamarku dan memandikannya sebentar karena dia berlumuran darah."

"A-apa? Dia terluka?" tanya Aidou sedikit panik.

"Bukan darahnya. Aku tidak melihat goresan luka sedikitpun ditubuhnya. Mungkin darah orang lain? Atau, bisa saja orangtuanya juga terlibat dengan kaum vampire. Atau mungkin..."

"Vampire hunter?"

Sahutan dari Ruka membuat wajah yang lain mengeras, tidak terkecuali Kaname. Mereka semua menatap Zero yang sepertinya mulai sedikit kelelahan setelah bubur yang disuapkan oleh Takuma sudah habis semua. Begitu juga susu yang berada dibotol kini sudah tandas habis.

"..Ummhh...Paaa..." tangan kecil itu mulai mengucek wajahnya pelan.

"Ahahaha.. tidak mungkin. Zero adalah anak yang baik. Dia tidak mungkin memburu orang yang telah menyelamatkannya. Benarkan, Zero-chan?" ujar berusaha meyakinkan yang lain seraya menggelitik pelan perutnya yang sedikit buncit setelah makan banyak.

Tapi, sepertinya Zero tidak terlalu memperdulikan itu. Dia mulai menggeliyat tidak nyaman. Mulut mungilnya itu menguap pelan pertanda mengantuk.

"Sepertinya dia ingin tidur."

Dengan begitu, Kaname segera beranjak dari tempat duduknya diikuti yang lain. Menimangnya pelan agar Zero segera tertidur. Tapi, yang didapatnya hanyalah Zero yang semakin bergerak gelisah. Wajahnya mengerut seperti ingin menangis. Melihat itu, Kaname mengerutkan dahi pelan. Apa yang salah dengannya? Apa dia kurang nyaman? Atau dia tidak ingin tidur?

"..K-kaname-sama."

Panggilan dari Ruka membuatnya menoleh sebentar. Terlihat wanita tersebut menunduk dan bergerak tidak nyaman ditempatnya. Terdapat rona tipis dikedua pipinya. Mengangkat kepalanya perlahan untuk menatap Kaname, Ruka bersuara pelan seraya mengangkat kedua tangannya.

"B-bisakah aku membantu.." Hening sejenak.

Kaname mengerjap pelan dan menatap Ruka lama. Sedangkan yang lain hanya menatap mereka dalam diam.

Ruka yang merasa risih dengan tatapan semua itu hanya menunduk pelan. "M-mungkin aku tahu apa yang membuatnya tidak nyaman seperti itu."

Vampire pureblood tersebut mengernyit pelan, sebelum pada akhirnya menghampiri Ruka dan menyerahkan Zero pada Ruka.

Vampire wanita level B tersebut terlihat sedikit lega melihat Zero sudah berada digendongannya. Mengangkat Zero sedikit tinggi, Ruka menyandarkan tubuh kecil tersebut ke dadanya dengan posisi dagu Zero menempel di bahunya. Kemudian tangannya yang bebas mulai menggosok dan menepuk punggung Zero seraya melonjakkan pelan tubuhnya.

Terdengar suara sendawa kecil beberapa kali keluar dari bibir mungil Zero. Kaname dan yang lain sedikit kaget dengan pemandangan tersebut. Lihat saja Ruka yang kini menatap Zero dengan lembut. Ekspresi yang jarang dilihat.

Bahkan Zero kini terlihat sedikit tenang. Kelopak matanya terlihat setengah menutup sebelum akhirnya menutup secara keseluruhan. Merasakan Zero sudah tenang dan tertidur. Ruka beralih mengelus pelan punggung kecil tersebut.

"Dia tidak akan bisa tidur kalau perutnya masih ada udara. Setelah minum setidaknya buat dia sendawa dengan benar. Agar tidurnya lebih nyenyak," saran Ruka seraya menyerahkan kembali Zero kepada Kaname.

"Uwaaa.. ternyata Ruka tahu banyak ya tentang bayi!" puji Kain dengan senyuman lebar diwajahnya, disertai anggukan dari yang lain. Ruka yang mendengar itu hanya membuang muka, berusaha menutupi wajahnya yang dia yakini sudah memerah.

Membenarkan gendongan Zero ditangannya, Kaname menatap Ruka dengan senyuman kecil diwajahnya. "Terima kasih, Ruka. Mungkin aku akan sering membutuhkanmu untuk merawat Zero."

"Apapun untukmu, Kaname-sama," jawab Ruka dengan spontan.

"Kanameee.. apa-apaan itu? Kami juga ingin ikut merawat Zero-chan." Takuma tersenyum pelan seraya menepuk pelan pundak Kaname. "Sepertinya kau telah memilih pilihan yang tepat untuk membawa Zero bersamamu. Jangan khawatir, kami akan ikut menjaga dan melindunginya. Jadi, pilih kalimat yang benar," tegur Takuma pelan. Yang lain pun mengangguk setuju. Siapa yang tidak ingin merawat malaikat kecil seimut Zero. Tidak akan ada yang ingin melewatkan kesempatan seperti ini.

Kaname tidak perlu menjelaskan secara panjang lebar. Mereka akan langsung mengerti keadaannya dan akan segera membantu. Dia tidak perlu bertindak sendiri dalam hal ini. Takuma dan yang lain tidak akan membiarkannya.

Dia benar-benar salah telah meragukan mereka.

"Tentu saja, aku akan membutuhkan kalian semua untuk merawat dan menjaga Zero."

Tidak hanya para murid night class yang tersenyum, malaikat kecil yang berada dalam gendongan Kaname pun ikut menyiratkan wajah kebahagiaan.

.

.

"Ayoo, tangkap, Zeroo!"

Suasana yang ringan dan sangat hidup itu melingkupi ruang tamu di moon dorm. Matahari terlihat semakin tinggi. Tentu saja pada saat-saat seperti itu, para murid night class masih bergelung nyaman didalam kamar mereka masing-masing. Tapi tidak untuk kelompok Kaname.

Dengan tambahan makhluk mungil yang saat ini mereka kelilingi membuat jam tidur mereka berkurang. Meskipun itu terdengar sedikit merepotkan, kenyataannya mereka sangat menikmati kegiatan mereka bersama Zero.

Tawa girang dari Zero memenuhi ruangan tersebut. Wajah gembiranya itu membuat yang menatapnya merasa tidak bosan dan mengundang banyak senyuman lebar. Tidak seperti saat mereka sekolah, hari ini mereka memakai pakaian bebas. Mereka berencana untuk belanja semua keperluan Zero kedepannya. Seraya menunggu leader mereka bersiap-siap, mereka bermain kecil dengan Zero.

Zero yang baru saja menangkap bola yang memiliki perbandingan 2 : 3 dengan tubuhnya dari Shiki, menggenggam erat bola tersebut dengan kedua tangannya. Sosok silver tersebut terlihat sangat senang melihat bola warna-warni yang ditangkapnya. Kedua tangannya dengan lincah membanting-banting bola tersebut ke lantai.

"Zero, ayo umpan lagi padaku!" seru Shiki dengan 'sedikit' semangat. Dia duduk tak jauh di seberang Zero.

"Heeehhh! Kau sudah berkali-kali menangkapnya. Sekarang giliranku!" protes Rima yang duduk di sebelahnya.

"Ehh..tapi sebelumnya kau sudah menangkapnya dua kali. Seharusnya sekarang giliranku."

Duo pocky tersebut kini malah disibukkan dengan 'siapa giliran menangkap bola dari Zero'. Bayi mungil yang ada di seberang hanya menatap mereka dengan mata lebarnya yang cerah itu. Sedangkan Kain (sebagai 'bantal' Zero mengantisipasi seandainya Zero terjatuh karena postur duduknya yang masih belum seimbang) yang duduk di belakang Zero hanya menggeleng pelan melihat kelakuan Shiki dan Rima. Sangat jarang melihat mereka berdebat seperti itu.

"Dasar.." gumam Ruka yang duduk di sofa dengan sebuah buku yang terbuka di tangannya. Meskipun sesekali bisa tertangkap sepasang mata itu berusaha melirik beberapa kali ke arah Zero.

"Ahh.. Zero..."

Fokus mereka kini kembali pada Zero yang akhirnya lebih memilih untuk 'memakan' bola yang ukurannya cukup besar itu.

Oh, Kami! Apa Zero berusaha memakan barang apapun yang ada digenggamannya?

Tanpa berpikir panjang, Kain segera mengangbil bola tersebut dari Zero.

Yang tentu saja akan berakhir dengan sebuah tragedi wajah tembem dengan lelehan air mata.

Lihat saja! Bibir bawah yang mungil itu mulai memanyun kedepan. Air mata mulai menggenang di matanya, bersiap untuk mengalir dengan deras. Melihat itu, Kain dan yang lain mulai bingung gelagapan.

"Kain! Apa yang kau lakukan? Berikan kembali bolanya!"

"Jangan biarkan dia menangis! Apa kau mau cari mati?"

"Tapi, benda itu sudah menyentuh lantai. Tentu saja bola itu sudah kotor! Bagaimana kalau Zero malah sakit?"

Tentu saja, jika ada apa-apa pada Zero, mereka akan berhadapan langsung dengan kemurkaan sang Pureblood dari keluarga Kuran.

"Zero-chaann!"

Zero menunda sejenak pra matanya yang berlinang akibat air mata yang menggenang menatap kearah pintu, dimana Aidou masuk dan berlari menghampirinya dengan sebuah mainan kucing ditangannya.

"Ehhhh? Zero-chan kenapa?" Aidou yang berjongkok didepan Zero segera mengusap air mata tersebut. Meskipun hal tersebut tidak bisa mengurangi rengekan dari Zero. Bibir mungil tersebut masih terlihat bergetar pelan.

"Hanaa..." gumam Kain dengan dahi mengerut begitu melihat mainan kecil yang ada ditangannya.

Tentu saja kedua mata lebar Zero juga menangkap mainan tersebut. Dengan perlahan, salah satu tangannya meraih benda tersebut. Mainan tersebut bergoyang pelan dibawah sentuhan Zero. Dan sosok kecil tersebut memutuskan untuk menyukai barang tersebut.

"Ahh..khaaa..khaa..." Zero mulai berteriak girang dan menggeser tubuhnya lebih dekat.

"Haa..naaaaa..." tangan Zero menggapai-gapai di udara kosong, seakan mengajak Aidou untuk bermain. Mendengar namanya disebut membuat wajah Aidou merona seketika. Apalagi melihat wajah Zero yang bersinar sehabis akan menangis tadi.

"Ahaha,, ayo Zero-chan! Tangkap!"

Aidou mulai menggoyang-goyangkan mainan kecil tersebut dihadapan Zero. sosok silver tersebut mulai tertawa girang dan sekali-kali mencoba menggapai mainan panjang tersebut.

Tentu semua itu adalah pemandangan yang sangat melegakan melihat Zero yang sudah mulai tenang.

"Hana! Dia bukan kucing!"

"Aku tahu, Kain!"

"Kalau begitu jangan memperlakukannya seperti kucing. Apa menurutmu dia akan mengeluarkan suara 'meong-meong'?" sahut Ruka dengan nada sarkastis.

"Hehhh? Itu pasti akan membuat Zero semakin menggemaskan!"

"Ap-"

"...maaaww..." suara yang hampir menyerupai kucing tersebut berhasil membuat yang lain membeku.

Zero dengan senyuman lebar diwajahnya mengeluarkan suara seperti kucing beberapa kali dengan kedua tangannya berusaha menggapai mainan yang masih mengambang didepannya.

"...maaaww...mmhh...meeeww..."

"Z-zero-chan.." gagap Aidou dengan wajah semakin memerah, sama halnya Kain dan yang lain. Mereka hanya bisa terpaku melihat Zero yang melatih vocal kucing tersebut.

"R-ruka, seharusnya kau jangan mengeluarkan suara kucing tadi. Lihat, Zero jadi mengikutinya!"

"Ckk! Diam, Kain! A-a-aidou, hentikan Zero jangan sampai Kaname-sama tahu!"

Jangan sampai Kaname tahu kalau mereka lah yang telah mengajari bahasa yang tidak layak dipelajari oleh anak kecil. Karena bagaimanapun juga, Zero bukan kucing!

"Z-zero-chan! Tenanglahhh! Jangan keras-keras!"

Tapi sepertinya itu hanya membuat Zero semakin semangat.

"Ahhaaa...haaa... Meewwww...meeoowwww...miiiawwwwww..." Zero semakin lantang meneriakkan suaranya. Aidou dan yang lain mulai bingung gelagapan berusaha mencari cara untuk menurunkan suara Zero.

"Maawwww! Miaaawwww!"

"Takuma, apa kau mendengar suara kucing?" suara berat milik pemimpin mereka dari lantai atas serta derap langkah yang sedikit cepat membuat golongan yang ada di lantai bawah membeku seketika.

"Ehhh? Aku tidak ingat di sini kita pernah memelihara kucing!"

Mereka meneguk ludah dalam-dalam. Sedangkan Zero yang terlihat senang mendengar suara Kaname pun melebarkan senyuman dan bersiap untuk kembali mengeluarkan suara kucing versi Zero-chan.

"Mmiia-"

"Ssssshhhhhhhhhh!" desis Aidou pelan dengan sedikit penekanan, menghentikan Zero dalam sekejap seraya menempelkan jari telunjuknya ke bibir lembut Zero.

Sosok silver tersebut mengerjap pelan seraya sedikit menelengkan kepalanya. Wajah chubby dan mata besar yang innocent itu membuat vampire yang mengelilinginya itu meneguk ludah beberapa kali.

"Shhh.. Zero-chan tenang oke! Jangan mengulangi suara itu lagi!"

Bayi berwajah angelic tersebut kembali mengerjap matanya beberapa kali.

"Ss...shhhtt?" Zero pun mengulangi apa yang dilakukan Aidou saat menenangkannya tadi.

"Y-y-yaa! Kau tidak perlu meniruku, Zero-chan! Aku hanya ingin kau tenang, oke!"

"Sshhttt...shhttt..."

Ohh! Kami!

"Zero?" Kaname ditemani Takuma yang mengikuti di belakangnya menghampiri mereka berhasil mengalihakan perhatian Zero, Aidou dan yang lain.

Melihat Kaname muncul membuat Zero tertawa girang.

" ... ppaaaa...ppaaa." teriak Zero seraya mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi, berharap Kaname mengangkatnya. Dengan senyuman kecil, tentu saja Kaname mengabulkan permintaan kecil tersebut.

"Padahal aku sudah melatihnya untuk memanggil namaku!" gumam Kaname pelan seraya menggeleng pelan, Zero berada dalam pelukannya, dengan salah satu tangan kecilnya mencengkram baju Kaname. Sedangkan tangannya yang lain menggenggam beberapa helai rambut coklat milik Kaname.

"Ahahaha. Sepertinya kau harus bekerja lebih keras untuk mengubah itu, Kaname," sahut Takuma dengan senyuman di wajahnya.

Kaname menghela napas kecil, membiarkan Zero yang mulai berusaha memakan rambutnya. Dahinya berkerut bingung begitu melihat wajah pengikutnya.

"Oh, apa disini ada kucing? Sepertinya aku mendengarnya tadi." Pertanyaan itu berhasil membuat Aidou dan yang lain tegang dan gelagapan.

"Ahahaha..t-tidak Kaname-sama! Tidak ada kucing disini. Mungkin kau salah dengar" jawab Aidou yang terdengar sedikit cepat.

Dan itu membuat Kaname curiga.

"Apa ada masalah?" Pertanyaan Kaname membuat para vampire level B kecuali Takuma berjengit pelan. Wajah mereka terlihat ragu-ragu. Kaname dan Takuma hampir bisa melihat kalau mereka saat ini tengah bermandikan keringat dingin karena takut.

Tapi takut karena apa?

"Tidak apa-apa, Kaname-sama! Tidak ada yang perlu dihkawatirkan. Iya kan?" jawaban Aidou disambut dengan anggukan serentak. "Bagaimana kalu kita segera berangkat, Kaname-sama? Sore nanti kita juga ada kelas."

Meskipun sedikit tidak percaya, Kaname akhirnya melepaskannya. "Baiklah, ayo kita berangkat."

'Lolos' serentak mereka bersamaan dalam hati.

Mereka semua berjalan keluar dari moon dorm. Dan disaat itu pula, mereka merasa nyawa mereka kembali terancam.

"Jadi, apa saja yang kalian lakukan bersama Zero tadi?"

Gleekkk!

Dan sebelum bisa menjawab, Zero mendahului garis start mereka.

"Ssshhhtt..sssshhttt.." itu membuat Kaname dan Takuma mengangkat alis.

"Eeehhh? Kalian tadi bermain apa sampai Zero bersuara seperti itu?" tanya Takuma mewakili Kaname.

"Aaahhh...hehehehe...i-i-itu..." Kain mulai tergagap tidak karuan.

"Itu..." ulang Kaname pelan, mencoba bersabar menunggu jawaban dari pengikutnya.

"K-kami...k-ka-mii bermain...b-bermain...uhmmm...petak umpet!" sahut Aidou.

"Petak umpet?" gumam Kaname seraya mengalihkan pandangannya ke Zero.

"Ya, petak umpet. B-benar kan. Zero-chan!?"

Dan jawaban Zero berhasil menyelamatkan nyawa mereka.

"Ssshhttttt...sssshhhhtttt..."

.

.

TBC.

.

.

A/N: yeeaaahhh! Akhirnya selesai jugaa! Lumayan panjang kaann? Aduhh, senyam senyum sendiri mikirin kelakuan Zero-chan! Ehehehe! Jadi, gimana? Bagus? Atau tambah jelek kah? Kurang menarik? Atau kurang panjang? Silahkan tulis kritik dan saran kalian dengan tekan tulisan Review dan tulis uneg-uneg yang mengganjal dipikiran, oke! Aku akan sangaaaattt senang kalau mendapat banyak review dari kalian! Sebagai bahan bakar agar cepet update, oke!

Di episode selanjutnya, Zero, Kaname dan yang lain pergi shopping! Apa saja yang akan terjadi?

.

Jumpa lagi di chap depan!

.

Review, pleasee!