aku pernah membaca di salah satu novel yang aku lupa judulnya, dimana dua pemeran utamanya saling mencintai namun tak ada dari mereka yang menyadarinya. Mereka senang melakukan segala sesuatu yang menurut mereka akan membuat mereka berdua bahagia, apapun tanpa menyadari bahwa hanya berdiam diri menatap dalam ke mata masing-masing juga akan membuat mereka merasakan sesuatu yang mereka sendiri tidak mengerti. Novel klasik yan menceritakan akhir bahagia lain dari persahabatan. Cinta.
Aku tidak tau apa hubungannya dengan yang terjadi saat ini tapi terus menerus menatap mata yang juga menatapku dengan tatapan –yang menurutku- tajam itu benar-benar membuatku gugup. Hembusan angin yang semakin dingin tidak juga dapat menghapus keheningan yang terjadi diantara kami. Aku tidak tau kenapa dia malah terus-terusan diam, tidak seperti beberapa hari terakhir yang sangat banyak bicara.
"m-mingyu sejak k-kapan kau ada disini?" aku menyukai keheningan, itu sebabnya aku sering datang ke tempat ini. namun kali ini tidak, kebisuan kami benar-benar membuatku sulit bernafas.
"kau..." nada yang cukup terdengar datar ditelinga ku membuat aku menundukkan kepala, memutus kontak mata yang telah kami buat untuk beberapa detik yang lalu.
"kau pembohong ulung wonwoo-ya"
aku menggelengkan kepalaku dengan cepat. Mungkin memang benar bahwa aku menutupinya selama ini, tapi aku tidak sepenuhnya berbohong. Aku hanya terlalu takut jika nantinya kenyataan bahwa aku menjadikannya pusat perhatianku akan menyakitinya. Terlebih setelah hari itu, dimana dia mengatakan bahwa dia juga menyukai orang lain.
"a-aku tidak-"
"ya. Dan aku tidak akan menerima segala bentuk protes darimu lagi kali ini"
Mengatupkan bibirku dan menunduk semakin dalam. Aku malu tentu saja. Dan sekarang apa? Apakah aku harus mengakhiri permainan yang aku buat ini dan mengatakan tentang semua yang ku tulis setiap hari dalam surat itu, lalu berteriak kepadanya bahwa aku mengaguminya?
Aku bisa saja melakukan itu semua jika otak ku tidak terlalu cepat berpikir atas dua kemungkinan yang akan kudapat nanti. Pertama adalah mingyu membalas perasaanku mengingat bagaimana dia memperlakukanku akhir-akhir ini. dan yang kedua adalah, dia menjauhi ku, berubah menjadi seperti orang asing saat aku sudah sangat senang dengan apa yang ia lakukan padaku.
Dan untuk yang kedua, aku lebih memilih untuk tetap bungkam daripada itu terjadi.
"ibu mu menyuruhku kerumah. Dia tau kau pasti bosan oleh karena itu aku datang kerumahmu. Aku tidak tau apakah ini sebuah keberuntungan atau apa, aku melihat mu keluar dari jendela kamarmu dan mengikuti sampai kesini" mingyu tersenyum. Senyum yang biasanya memberikan efek menular padaku, namun kali ini tidak. Aku bahkan terlalu gugup untuk menarik sudut-sudut bibirku ke atas, membentuk sebuah senyuman. dan sekali lagi ku tegaskan, aku juga memang tidak memiliki alasan apapun untuk tersenyum dalam keadaan ini.
"jika aku bertanya sekarang tentang apa yang sedang kau lakukan disini, kau akan jawab apa?" tanyanya. Aku tidak tau apakah itu sebuah pertanyaan atau hanya sekedar kalimat yang perlahan membuka semua hal yang telah terjadi. Dan aku memutuskan untuk tetap diam kali ini.
"kau berpikir aku akan tertipu untuk yang kedua kalinya?" aku dapat mendengar tawa kecil darinya, tawa yang dipaksakan dan hanya sekilas. Menertawai diri sendiri atau mungkin menertawaiku, aku tidak peduli karena aku akan menertawakan diriku sendiri nanti. Pasti.
"sekali mungkin bisa dikatakan hanya iseng, tidak sengaja bertemu disini karena kau memang ingin membantuku. Dan sekarang adalah yang kedua. Jika memang iya bahwa kau penasaran dengan orang yang mengirimiku surat itu, kau adalah orang dengan keingin tahuan tertinggi di dunia karena kau bahkan lebih memikirkan ini lebih dari orang yang terlibat, aku"
Hancur sudah. Aku ingin menghilang saja dari dunia ini rasanya.
"kau yang mengirim itu kan?" tanyanya. Aku mendengar itu, namun aku memilih bungkam dengan pemikiran tentang beberapa kemungkinan lain yang akan terjadi.
"aku menanyakan pertanyaan bodoh yang tentu saja jawabannya adalah iya" dia tertawa kecil diakhir kalimatnya yang jujur saja kali ini membuatku makin tidak nyaman.
Aku memang sudah cukup sehat. Bukan pertama kalinya bagiku mengendap-endap keluar dari rumah saat orang tuaku pergi. Bahkan hampir setiap malam karena aku tau eomma tidak pernah mengizinkan jika ia tau. Dulu aku berpikir tidak ada salahnya mengabaikan larangan eomma untuk yang satu ini, karena aku memang menyukainya, dan menurutku, ini adalah hak yang dimiliki setiap manusia untuk menikmati hidup dengan versi mereka masing-masing. Aku menikmati ini, sangat.
Namun tidak lagi. aku menyesal tidak mendengarkan perkataan eommaku untuk tetap berada dirumah karena jika kali ini aku mendengarkannya, mungkin aku sedang mengusir makhluk yang tak hentinya melayangkan tatapan tajamnya padaku saat ini.
"kau tidak tau betapa senangnya aku saat melihatmu datang pada hari itu. Terserah kau percaya atau tidak, tapi aku memang berharap bahwa kau adalah seseorang yang ku cari. Dan pada kenyataannya, aku kecewa karena kau bersikap seolah kau datang hanya untuk membantuku menemukan seseorang yang telah ke temukan sejak lama" aku tidak tau atas dasar apa tubuhku terasa membeku begitu saja, karena dinginnya malam atau karena ucapan seseorang yang kini membelakangiku, atau bahkan keduanya.
"berhentilah berbohong padaku dan pada dirimu sendiri wonwoo. Baiklah, aku akan mengganti pertanyaanku. Jadi, bagaimana jika saat itu akan benar-benar datang seperti yang kau minta setiap harinya? Apa kau akan bilang bahwa kau hanya iseng, seperti saat itu? Atau kau akan bilang bahwa kau adalah anak satpam sekolah yang sedang menemaninya?"
Baiklah, aku bisa menangkap ucapannya kali ini. aku tau bahwa aku pengecut. Tapi mengingat aku bukanlah orang yang baik dalam menggambarkan apa yang kurasa, bukankah lebih baik jika aku memang terus bersembunyi?
Dan aku juga menyadari bahwa aku tidak berhak atas apapun untuk mengganggunya lagi. membayang-bayanginya atas seseorang yang sama sekali tidak ia ketahui bahwa orang itu benar-benar hidup atau tidak. Berhenti mengharapkannya disaat ia mengharapkan yang lain. Bukankah lebih baik jika aku berhenti?
"wonwoo-ya" aku sedikit terssentak karena tangannya yang dingin menempel ditanganku, menggenggamnya cukup erat membuat rasa dingin dari kedua tangan kami dapat mengalahkan dinginnya angin malam dan mulai menciptakan kehangatan pada diri masing-masing. Tidak begitu baik karena kepala ku terasa pusing saat ini, dan aku ingin pulang saja sekarang.
"jeon wonwoo" ia memanggilku lagi, dan kali ini membuatku berani untuk menatap matanya yang entah sejak kapan tatapannya melembut.
"apa yang membuatmu berhenti?" tanyanya.
"k-kau tidak menyukainya" aku menjawab seadanya. Aku tidak mungkin menceritakan segalanya bukan?
"jika itu alasannya, kau akan berhenti saat pertama kali kau mengirimnya" dia benar lagi. dan aku tidak tau harus menjawab apa kali ini. "jadi, apa alasanmu?"
Baiklah jika ini akan segera membebaskan ku dari situasi ini. aku bisa apa? Menghilangkan rasa gugupku saja sangat sulit, apalagi untuk berbohong terlalu lama.
"aku tidak ingin mengganggumu lagi" ujar ku. aku melepaskan genggamannya padaku, dan kembali menundukkan kepalaku. "aku tidak ingin kau merasa tidak nyaman. Aku... aku tidak tau jika selama ini kau menganggapku begitu, namun hari itu, saat kau menceritakan tentang hal ini padaku, aku benar-benar sadar jika ini memang menyusahkanmu, dan juga diriku sendiri sebenarnya"
Aku mengehela nafasku untuk beberapa saat, membiarkan keheningan menguasai kami untuk kesekian kalinya dan memberikan sedikit waktu bagi otak ku untuk menyusun kalimat yang sudah sangat lama berada dikepalaku.
"apa kau tau rasanya menyembunyikan dirimu pada lembaran kertas, membungkus perasaan kagummu pada seseorang dalam sebuah amplop? Menjadi sewajar mungkin saat ia datang namun semuanya gagal karena dirimu memang tidak bisa mengendalikan apapun atas itu? Atau bahkan saat kau sudah menikmati segalanya yang berjalan baik lalu tiba-tiba mendengar dengan telingamu sendiri bahwa orang yang kau kagumi itu hanya menganggapmu sebagai hal yang tidak penting lalu berbicara dengan luwesnya bahwa ia menyukai seseorang? Pernah? Tentu saja tidak karena kau bukan aku. Kau adalah bintangnya dalam hal ini, sementara aku hanya bisa melihat mu dari atap sekolah setiap malam, yang pertama adalah berharap bahwa aku juga bisa berada disana, atau yang kedua mungkin bisa menggapaimu, ah atau bahkan yang ketiga, menunggumu terjatuh padaku. Dan untuk yang ketiga, aku tau aku pasti akan mati karena itu. Kau mungkin akan tertawa setelah ini, tapi kau terlalu jauh bersama bintang-bintang yang lainnya untukku."
Aku tidak tau apa reaksinya karena aku sama sekali tidak ingin melihatnya. Aku tidak tau, dan aku benar-benar tidak ingin mengetahuinya.
'ya, kau benar. Aku tidak pernah merasakan itu semua karena aku bukan lah dirimu" ya dia benar.
"dan itu menurutmu. Bagaimana jika bagiku kau adalah bintangnya? Bintang kecil yang bersinar paling terang diantara bintang-bintang lainnya. Membuat duniaku terfokus padamu. Pada cahayamu yang seakan menyinari segalanya, dan membuat semua hal terasa jelas?"aku menatapnya tepat pada iris coklat yang terlihat kelam pada malam hari. Pandangan serius yang tidak menunjukkan tanda-tanda permainan atau apapun. Dan pikiranku mulai berjalan pada kemungkinan pertama, namun tidak dengan hatiku yang masih ragu.
Aku memaksakan tawaku yang memang tidak terdengar natural. "benarkah?" mingyu menganggukkan kepalanya.
"kau tidak berbicara bahwa aku bintangnya karena kau akan mendapatkan bintang yang lebih terang dari yang kau lihat saat ini kan?" tanyaku. Dia mengernyitkan alisnya, mungkin ucapanku memang cukup berbelit.
"kau... kau mengatakan hal seperti ini karena kau ingin aku membantu mu untuk dekat dengan minghao kan? Hahaha aku seharusnya tau sejak awal, dan ya, kau tidak perlu bertingkah seperti ini karena aku akan membantumu. Kau tenang saja" kata-kata itu keluar begitu saja dari mulutku, tidak jauh berbeda dari sebelumnya tapi aku tidak tau bahwa kata-kata yang baru saja keluar cukup membuat dadaku sesak.
Mingyu tertawa, menunduk sejenak lalu mengangkat tangannya untuk menangkup wajahku.
"kau mungkin berada pada ruang lingkup perasaan kagum, hanya itu. Tidak lebih. Karena itu aku tidak bisa merasakan apa yang rasakan, sementara aku berada pada ruang yang berbeda. Kau juga mungkin tidak akan mengerti. Jadi, apakah kau tau bahwa Aku menyukaimu?"
-like a dumb-
Hari-hari berlalu dengan baik, bahkan lebih baik dari sebelumnya. Tidak banyak yang berubah kecuali bagi mingyu dan wonwoo. Mingyu masih dengan kehidupannya dimana berita tentangnya akan dengan cepat menyebar keseantero sekolah dan wonwoo yang harus menerima sesuatu yang baru karena ia selalu menjadi ucapan orang-orang itu dibelakang nama mingyu. Bukan masalah besar karena dari awal mereka bukanlah orang yang peduli pada itu semua. Mereka menikmati bagaimana waktu terlewat dengan saling bertukar senyum satu sama lain, mingyu yang akan mengganggu wonwoo dan decihan sebal dari wonwoo sebagai respon. Semuanya berjalan begitu saja tanpa mereka arahkan dengan pasti.
Wonwoo membuka lokernya, sedikit terkejut atas kedatangan mingyu yang tiba-tiba dan menariknya menjauh dari lokernya itu.
"berpura-puralah tidak lihat okay? Aku sudah mencoba membuka lokermu dari tadi tapi tidak bisa. Diamlah disini dan tunggulah sampai aku mengizinkanmu kembali" mingyu berbalik tanpa menunggunya membalas perkataan tersebut. namun wonwoo bukanlah orang yang setiap hari memilih berdebat dengan mingyu atas hal kecil jadi ia memilih untuk mengikuti apa yang lelaki itu katakan.
"sudah selesai, terkejutlah untukku" dan mingyu lagi-lagi pergi tanpa membiarkan wonwoo menjawabnya. Wonwoo bergegas kembali membuka lokernya dan mendapatkan sebuah amplop biru dengan sebuah mawar merah. Wonwoo tersenyum dan langsung membuka amplop tersebut
'ayo lihat bintang nanti malam' wonwoo terkekeh begitu saja atas apa yang ia dapatkan "konyol" gumamnya tanpa menyadari bahwa dirinya lebih konyol dari itu. Dulu.
-Tbc-
Chap depan ga janji bisa cepet, di wattpad juga masih baru sampe sini. Sebenernya jalan ceritanya udah ada, tapi buat nulisnya itu loh... Hadehhh
Kemarin sebenernya baru abis libur 10 hari, kelas 3 lagi pada ujian (buat yang lagi ujian, semangat!) Niatnya mau ngelanjutin ff ini, tapi kayanya guru-guru pada kurang ikhlas ngebiarin anak muridnya libur yang benar-benar libur:"( tugas dimana-mana, boro-boro mau lanjutin ff, tugas aja ga selesai/?
Sekian curhat dari saya, yang mau nunggu ya yang sabar aja ya hehe.