-SEVENTEEN-

Warning!

Typo bertebaran. Mengandung unsur bahasa yang agak kasar, blak-blakkan, dan tanpa perasaan (?). Boys X Boys. YAOI

Enjoy reading!

Don't forget, after reading Review, Fav, and Follow.

...

Cklek!

Seungkwan membuka pintu ruang ICU dimana Seungcheol berada. Ia tersenyum manis dan menghampiri ranjang Seungcheol yang sangat sepi hanya terdengar beberapa alat pemacu jantung dan oksigen yang melekat pada tubuh Seungcheol.

Seungkwan menata sebuket bunga yang ia bawa dan ia tata rapi di dalam vas bunga yang berada di atas nakas di samping ranjang Seungcheol, membuang bunga yang layu dan mengganti dengan bunga yang baru.

Seungkwan menarik kursi yang ada di dekat ranjang dan duduk diatasnya. Perlahan tangan Seungkwan menggenggam tangan Seungcheol yang masih saja tak memberikan eraksi apapun selama kurang lebih hampir 3 kali 24 jam.

"Cepatlah sembuh hyung..." lirih Seungkwan sedih.

"Selamat pagi~" sapa seorang dokter seraya membuka pintu ruang ICU. Seungkwan yang tahu siapa yang datang segera berdiri dari duduknya dan membungkuk 90° penuh hormat kepada pemuda yang mengenakan seragam serba putih itu.

"Apa kau adik dari pasien Choi Seungcheol?" tanyanya ramah.

"Ya, dok!" jawab Seungkwan diikuti anggukan. Dokter itu tersenyum tampan seraya berjalan mendekati ranjang Seungcheol dan segera memeriksa perkembangannya.

"Apa, dokter yang kemarin mengoperasi hyugku?" tanya Seungkwan. Dokter itu mendongak dan kembali tersenyum.

"Ya, aku dokter Hong Jisoo! Operasinya berjalan lancar kemarin, kau tak perlu cemas. Hyung-mu pasti akan baik-baik saja! Ah, ya! Dimana Lee jihoon?" tanyanya. Seungkwan tersenyum.

"Jihoon hyung? Dia sedang bekerja!"

"Kau sendiri?" Dokter tampan itu kembali bertanya.

"Aku masih sekolah dokter. Hyungdeul melarangku untuk bekerja!"

"Itu bagus! Kau harus fokus pada sekolahmu, bukan? Tapi, kenapa hari ini kau tidak ke sekolah?" tanya Dokter Hong lagi. Seungkwan kembali menanggapi dengan senyuman.

"Aku menunggu Wonu hyung datang untuk menjaga Seungcheol hyung!"

"Apa dia juga hyungmu?" Seungkwan mengangguk. "Akan lebih baik kau berangkat sekarang! Tak baik, jika kau datang terlambat!"

"Ta-tapi~bagaimana dengan—"

"Kau tenang saja, aku yang akan menjaga hyung-mu untuk sementara sampai hyung-mu yang lain datang kemari. Kebetulan, jam praktekku masih dua jam lagi. Tak baik! Kau meninggalkan sekolahmu! Kau tak kasihan pada hyungmu?" pesan Dokter Hong. Seungkwan tersenyum lembut.

"Benarkah tidak merepotkanmu dokter?" tanya Seungkwan tak enak hati. Dokter itu menggeleng.

"Cha! Bersiaplah kesekolah! Bagaimanapun juga hyung-mu ini adalah tanggung jawabku bukan?" Seungkwan mengangguk tenang.

"Terima kasih banyak dokter!" Seungkwan membungkukkan badannya 90° dihadapan Dokter Hong.

"Hey, kau tak perlu seformal itu! Cepatlah kau bersiap, jangan sampai kau mendapat prestasi yang buruk!" titah Dokter Hong.

"Aku sangat-sangat berterima kasih padamu, Dokter Hong! Kau benar-benar sangat baik! Kalau begitu aku permisi dulu! Annyeong!" pamit Seungkwan yang hanya dibalas anggukan dan senyuman tampan dari Dokter Hong.

...

Hansol melahap keripik kentang yang ada di tangannya seraya bibirnya yang tak henti menggerutu bahkan mengumpat. Entah apa yang membuat pemuda tampan itu berdiri di samping mobil ferrari hitam metaliknya pagi-pagi di depan sebuah gedung pertolongan pertama yang orang-orang menyebutnya dengan rumah sakit.

"Lee Chan sialan! Dia menyuruhku untuk datang pukul 9, tapi sampai pukul 10, dia belum juga memunculkan batang hidungnya! Aish! Awas saja jika dia datang nanti!" Hansol melempar keripik kentang ke dalam mulutnya dengan kasar.

"Apa dia fikir mengintai musuh dalam keadaan menyamar itu menyenangkan? Apa dia fikir mudah untuk dilakukan? Aku yakin, anak bawang ini pasti sedang tidur bermalas-malasan di apartementnya yang bau dan berantakan itu! Aku sangat yakin!" gerutu Hansol yang terus saja menyumpahi dan mengumpat pemuda yang lebih muda satu tahun darinya, pemuda yang ia tunggu kehadirannya sejak satu jam yang lalu.

Hansol mengedarkan pandangannya hanya sekedar untuk cuci mata karena terlalu bosan menunggu. Hansol berhenti mengunyah dan berhenti fokus pada keripik kentangnya saat ia melihat siluet pemuda manis yang tak asing baginya keluar dari pintu unit darurat dengan mengenakan seragam sekolah lengkap bersama tas ranselnya. Hansol memincingkan matanya memastikan jika penglihatannya tidak salah melihat orang yang menurutnya ia kenal.

"Seungkwan?" gumam Hansol heran. Ia membuang sisa keripik kentang ke tempat sampah yang tak jauh darinya dan melangkah mendekati pemuda manis yang melangkah menuju halte rumah sakit.

"Boo Seungkwan?" panggil Hansol dibalik punggung pemuda manis itu yang langsung mendapat respon dari pemuda si pemilik nama.

"Kau?" tunjuk pemuda itu yang tak lain memang Seungkwan menatap Hansol keheranan.

"Kau ingat aku?" tanya Hansol berdiri disamping Seungkwan. Seungkwan mengulum senyum dan mengangguk.

"Chwe Hansol?" ujar Seungkwan memastikan. Hansol membalas dengan senyuman. Ia mengusak surai Seungkwan penuh kasih sayang, setelahnya ia memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celananya menatap lurus jalan yang masih dibilang cukup ramai itu.

"Aku kira kau akan melupakanku, setelah pertemuan kita ditaman!" Hansol membuka pembicaraan. Seungkwan hanya tersenyum.

"Tidak mungkin! Aku nyaman saat menangis di dekapanmu!" balas Seungkwan jujur. Hansol langsung menoleh dan mendapat senyum manis dari Seungkwan dan lekuk dari kedua pipi cubbynya.

"Benarkah?" Hansol memastikan dan Seungkwan hanya menjawab dengan anggukan antusias. "Seungkwan? Apa yang kau lakukan disini?" Seungkwan menoleh setelah keheningan beberapa menit dan tiba-tiba saja Hansol bertanya tentang keberadaannya.

"Kau lupa? Aku pernah bercerita tentang hyungku? Dia dirawat disini. Kau sendiri? Apa yang kau lakukan disini, Hansol-ie?" tanya Seungkwan. Hansol diam sejenak.

"Hyung-mu? Di-rawat-di-sini?" Hansol berucap lirih dan Seungkwan mengangguk pelan.

"Dia dirawat di ICU! Jika, aku tidak sekolah aku akan mengantarmu untuk bertemu dengan hyung-hyungku!" Seungkwan menatap Hansol sedih. "Ah, bis-nya sudah datang! Aku harus pergi sekarang! Sampai bertemu Hansol, annyeong!" pamit Seungkwan seraya melambaikan tangannya pada Hansol yang entah kenapa sudah berubah menjadi patung tampan di halte rumah sakit bahkan hingga bis yang Seungkwan tumpangi.

Hansol menoleh saat tiba-tiba saja ada seseorang yang menyentuh pundaknya.

"Siapa hyung? Kekasih barumu-kah?" tanyanya menggoda Hansol.

Hansol berdecak dan seketika langsung memukul kepala pemuda yang lebih muda darinya.

"Kau darimana saja bocah? Aku menunggumu sudah satu jam disini!"

"Disini? Mobilmu terparkir disana, kenapa kau menunggunya disini hyung? Oh-ayolah aku tidak bodoh untuk mengetahui ada lingkar cinta di kedua matamu saat melihatnya! Jadi siapa dia?" pemuda yang Hansol tunggu, Lee Chan tanpa henti menggoda Hansol yang membuat Hansol seketika berdecak malas.

"Sudahlah! Apa pentingnya siapa dia bagiku atau bagimu, apa kau ada untungnya? Cha! Lebih baik kita cari dimana Seungcheol dirawat dari pada mengurusi orang yang sudah tidak ada disini, mengerti?" Hansol berbalik dan meninggalkan Chan yang masih diam mematung di halte bis rumah sakit itu.

"Yak! Hyung! Katakan saja jika kau sedang jatuh cinta!" seru Chan yang membuat Hansol malu bukan main. Oh, ayolah ini sudah cukup siang dan cukup ramai untuk orang-orang mendengar teriakan dari bocah yang lebih muda satu tahun dari Hansol.

...

"Bagaimana caranya agar dia membuka mulutnya? Yak! Kalian berdua!" geram Soonyoung menunjuk Minghao dan Mingyu bergantian yang tengah sibuk menyantap makan siang mereka.

"Lakukan saja sesukamu hyung!" ujar Mingyu yang masih sibuk berebut makanan dengan Minghao.

"Kalian yang membawanya kemari! Untuk apa? Jika kita tidak mendapatkan informasi darinya?" tanya Soonyoung putus asa.

Mingyu tersenyum miring meletakkan makanannya diatas meja dan berjalan menghampiri Soonyoung.

"Kau menyuruhku dan Minghao untuk menghabisi orang yang kemarin menyelundupkan drunk di truk kita bukan? Dialah orangnya, ah hyung! Tidak hanya itu, kau tidak akan percaya jika penyelundupan itu ulah Seungcheol dan dia—" Mingyu menunjuk pemuda yang sudah babak beluk dan berlumuran darah diseluruh wajahnya. Mingyu mendekati pemuda itu tepat di depan wajahnya dan seketika itu pemuda yang masih setengah sadar langsung meludah di wajah tampan Mingyu.

"Bitch!" umpat Mingyu dan seketika memukul keras kepala pemuda itu hingga terkapar di lantai kumuh bersama kursi dan tali yang mengikat seluruh pergerakannya.

"Sudah puas?" tanya Soonyoung lelah.

"Jika hyung ingin tahu, dia tangan kanan FBI! Dia rekan Seungcheol di Korea Utara! Kita bisa memanfaatkannya sebenarnya, informasi mengenai Seungcheol kurasa bisa kita dapat dari dia! Tapi—dia baru saja meludahku!"

"Apa hubungannya dia sudah meludahmu atau tidak? Minghao!" panggil Soonyoung, Minghao hanya menyahut dengan gumaman karena mulutnya yang penuh dengan makanan. "Lacak siapa saja orang yang bersamanya waktu penyelundupan itu terjadi! Aku akan membunuhnya satu persatu! Aku benci berhubungan dengan polisi! Choi Seungcheol sialan! Lihat saja nanti, kau hanya tinggal menunggu waktu untuk mati ditanganku!" gerutu Soonyoung yang tak memperdulikan Minghao yang mengangguk setelah mendengar kembali tugas barunya.

"Mingyu! Urus dia! Buat dia buka mulutnya selebar-lebarnya!" titah Soonyoung memihat pelipisnya kesal.

"Serahkan saja padaku hyung! Aku akan membuka mulutnya sampai ia lupa bagaimana cara menutupnya kembali!" Mingyu menyeringai.

"Hoshi hyung?" panggil seseorang yang tiba-tiba saja membuka pintu dan membuat ketiga pemuda itu mengalihkan perhatian mereka pada pelaku si pembuka pintu. Pemuda itu melangkah masuk dan bergabung dengan mereka.

Pemuda itu membanting berkas yang ada ditangannya di meja dimana makanan-makanan Mingyu dan Minghao berkumpul.

"Aku sudah menemukan semuanya!" pemuda itu, Lee Seokmin menatap Soonyoung intens. "Orang-orang terdekat Choi Seungcheol! Foto-fotonya, aktivitas mereka, nama mereka hingga identitas asli mereka!"

"Bagus!" Soonyoung tersenyum puas berjalan menuju meja dimana Minghao masih saja berkutat pada makanannya. Soonyoung meraih berkas itu dan membukanya, membacanya, menelitinya satu persatu dengan saksama.

"Ini Boo Seungkwan!" Seokmin menjelaskan berkas yang Soonyoung buka satu persatu. "Dia yang termuda, dan satu-satunya yang masih sekolah! Seungcheol dan adiknya yang lain bekerja paruh waktu untuk menyekolahkannya. Seungcheol sudah bertemu dengan Seungkwan sejak Seungkwan berumur 10 tahun!" Soonyoung hanya mengangguk dan beralih membuka kertas selanjutnya.

"Nah, ini Lee Jihoon!" Seokmin kembali menjelaskan tanpa peduli jika saat Soonyoung melihat kertas itu dengan ekspresi diam tanpa kata antara terkejut dan tak percaya. "Dia satu-satunya yang paling lama mengenal Seungcheol dan hidup dengan Seungcheol hampir separuh umurnya. Dia pekerja keras dan selalu menghabiskan waktunya untuk bekerja, bekerja, dan bekerja~" Seokmin menghentikan penjelasannya saat melihat ekspresi Soonyoung yang diam terpaku tak bereaksi apapun.

"Kenapa hyung?" tanya Seokmin, Soonyoung langsung menoleh dan menatap Seokmin tajam.

"Lee Jihoon?" ulang Soonyoung. Seokmin menatapnya heran.

"Kau mengenalnya? Dia Lee Jihoon, orang yang paling dekat dengan Seungcheol. Apa, kau memintaku untuk meringkusnya hyung?" Soonyoung semakin menatap tajam kedua mata Seokmin. Dengan kasar ia menutup berkas itu dan membantingnya di meja makan membuat semua orang yang disana diam terpaku.

"Jangan sekali-kali kau mendekati Lee Jihoon! Aku sendiri yang akan mengurusinya!" dingin Soonyoung berlalu meninggalkan Seokmin, Mingyu dan Minghao yang menatapnya heran.

"Ada apa dengannya?" tanya Seokmin. Minghao dan Mingyu hanya berkedik tak peduli. Tanpa mereka sadari sebuah foto terakhir melesat dari berkas dan memunculkan sebuah siluet yang sebenarnya adalah target mereka yang sebenarnya tapi siapa yang akan mengira, ternyata target itu justru tidak membuat mereka mementingkan orang selanjutnya yang tengah mereka cari yang sebenarnya?

...

Dokter Hong kembali melihat jam yang berada di ruang ICU, tempat dimana Seungcheol dirawat. Tetap duduk diam menunggu orang yang Seungkwan maksud sebagai hyungnya. Ini sudah kelewat hampir dua jam, tapi kenapa hyung-nya Seungkwan belum juga datang?

"Aish, jika begini aku bisa terlambat untuk kembali ke jam praktekku. Kenapa dia belum juga datang?" gumam Dokter Hong sedikit cemas dan khawatir.

Seketika, Dokter Hong kembali menatap pasien yang terbaring di depannya. Entah kenapa membuat ia teringat akan sesuatu dan ia langsung merogoh saku dari seragam jubah putihnya. Tangan kirinya meraih sebuah tabung kecil yang berdiameter sekitar 14cm.

"Kira-kira apa isi dari memory ini ya? Kenapa dia sampai menyimpannya di dalam tubuhnya?" gumam Dokter Hong sedikit penasaran.

"Aish, kenapa aku memikirkan urusannya?" Dokter Hong menepuk jidatanya sendiri seolah-olah ia baru saja bertingkah bodoh di depan seseorang padahal tidak ada siapapun di ruang itu selain dirinya dan pasiennya sendiri.

Cklek!

Dokter Hong menoleh saat ia mendengar suara pintu terbuka oleh seseorang, seketika ia langsung berdiri dan menatap pemuda manis yang wajahnya seperti tak asing baginya.

"Seungkwan?" panggilnya dan menghentikan langkahnya saat ia mendapati sosok yang bukan si pemilik nama yang keluar dari belah bibirnya.

"Eoh?" pekiknya spontan.

Dokter Hong tersenyum saat memori ingatannya mengingat siapa pemuda manis di depannya saat ini.

"Aku tidak menyangka kita bertemu lagi. Bagaimana kabarmu?" tanya Dokter Hong ramah. Sementara, pemuda manis itu yang tak lain adalah Wonwoo mengeryitkan keningnya bingung.

"Maaf, apa kita pernah bertemu?" tanya Wonwoo sopan. Dokter Hong hanya mengulas senyum.

"Kau melupakan pertemuan kita begitu saja?" Dokter Hong berekspresi pura-pura bahwa ia tengah dikecewakan.

"Maaf, tapi—"

"Tidak-tidak aku hanya bercanda!" Dokter Hong kembali tersenyum. "Aku dua hari yang lalu yang hampir menabrakmu, aku Hong Jisoo. Bukankah aku meninggalkan surat untukmu? Maaf aku tidak bisa menunggumu sampai kau bangun!"

Wonwoo terkejut.

"Ya ampun, maafkan aku! Aku tidak ingat, aku mohon maafkan aku!" Wonwoo membungkukkan badannya membuat Dokter Hong kembali tersenyum melihatnya.

"Tidak apa-apa, kenapa kau yang meminta maaf~seharusnya aku yang meminta maaf karena sudah hampir menabrakmu dan meninggalkanmu!"

"Tidak! Ah, jadi apa kau Dokter Hong? Kau yang mengoperasi Seungcheol hyung?" tanya Wonwoo memastikan. Dokter Hong lagi-lagi membalas dengan senyum tampannya dan mengangguk.

"Ya, dia pasienku! Pasien VIP karena dia adalah hyung-mu bukan?"

"Eoh? Bagaimana bisa, Dokter?"

"Tentu saja, tidak ada yang tidak bisa di dunia ini~" Dokter Hong menghentikan ucapannya dengan sengaja mengisyaratkan agar Wonwoo menyebutkan namanya karena memang sebelumnya Wonwoo belum memperkenalkan diri.

"Jeon Wonwooo! Dokter bisa memanggilku Wonwoo!" Wonwoo yang paham isyarat Dokter Hong segera memperkenalkan dirinya. Dokter Hong mengangguk, ia membalikkan badannya untuk melihat jam berapa saat ini.

"Maaf, Wonwoo sepertinya aku tidak bisa berlama-lama disini. Aku harus kembali ke ruang praktekku!"

"Ah, tidak masalah Dokter! Terima kasih banyak karena Dokter sudah banyak membantuku!"

"Tidak-tidak! Ini sudah menjadi tugasku! Sampai berjumpa lagi Jeon Wonwoo! Jika ada apa-apa tak perlu sungkan untuk memberitahuku!"

"Terima kasih banyak Dokter!" Wonwoo membungkukkan badannya dan Dokter Hong hanya mengangguk dan berlalu meninggalkan Wonwoo sebelum kembali memberikan senyum tampannya pada pemuda manis itu.

Wonwoo berjalan mendekati ranjang Seungcheol dan duduk diatas kursi dimana tadi Dokter Hong juga duduk diatasnya. Wonwoo meneteskan air matanya saat tangannya terulur untuk menyentuh tangan Seungcheol yang terpasang infus.

"Cepatlah sadar hyung dan kembali bersama kami!" lirih Wonwoo membiarkan air matanya mengalir begitu saja.

.

.

.

"Kau sudah disini rupanya!" Dokter Hong berujar seraya menutup pintu ruang prakteknya saat ia mendapati sosok yang sudah menjadi rekan kerjanya.

"Kau menyuruhku untuk terus mendatangi ruang praktekmu tanpa mengatakan apa-apa padaku. Ada apa Dokter Hong Jisoo?" tanya seorang pemuda cantik menatap Dokter Hong dengan tatapan sedikit tak suka.

"Kau melupakan pekerjaanmu disaat ada keadaan darurat, apa perlu aku menjelaskannya selama hampir tiga hari ini?" Dokter Hong berjalan menuju tempat duduknya yang tak lain berada di depan sang lawan bicara.

"Dokter Yoon, dimana saja kau selama ini?" tanya Dokter Hong lagi.

"Aku selalu disini!" Dokter Yoon, alias Yoon Jeonghan itu menundukkan kepalanya.

"Yak! Ada apa? Apa ada yang membuatmu sedih selama belakangan hari ini?" tanya Dokter Hong ramah. Dokter Yoon hanya menggeleng lemah.

"Bagaimana keadaannya?" tanya Dokter Yoon mengalihkan pembicaraan. Dokter Hong tersenyum tampan.

"Kenapa kau tidak memastikannya sendiri? Aku dengar, salah seorang keluarganya sempat memarahimu! Apa kau mengenalnya?"

"Aku sangat mengenalnya!" lirih Dokter Yoon. "Dia orang yang sangat berharga bagiku!"

"Kalau begitu, kenapa kau tidak menemuinya?"

"Aku takut! Aku sudah berbuat kesalahan! Jihoon benar, dimana aku saat Seungcheol membutuhkanku?"

"Ah, kau sudah cukup mengenal seluruh keluarganya ternyata!"

"Kau belum menjawab pertanyaanku!"

"Eoh? Pertanyaan apa?" Dokter Yoon menarik nafas kesal.

"Bagaimana keadaannya, Dokter Hong?" tanya Dokter Yoon geram sementara Dokter Hong hanya menanggapinya dengan tawa keras yang keluar dari mulutnya.

"Pastikan saja sendiri! Bukankah, kau juga seorang dokter?" Dokter Hong balik bertanya sedangkan Dokter Yoon kembali mendengus.

"Huft! Lalu, kenapa kau terus memintaku untuk datang ke ruang praktekmu dan menunda semua jam pasienmu, bodoh?" umpat Dokter Yoon yang kesabarannya sudah habis untuk tidak mengumpati pemuda yang lebih muda beberapa bulan darinya. Dokter Hong kembali tertawa dengan keras. Tangannya beralih mengambil tabung kecil yang ada di dalam sakunya dan meletakkannya diatas meja seraya menatap intens kedua mata Dokter Yoon.

"Aku menemukan ini saat mengoperasi pasien Choi Seungcheol, aku rasa kau harus mengetahuinya karena aku tahu kau juga orang terdekatnya!" Dokter Hong menjelaskan maksud dan tujuannya yang mengganggu pikirannya selama tiga hari terakhir ini. "Pada saat itu, saat aku mengoperasinya ia sempat mengalami pendarahan hebat karena benda ini menyumbat pembuluh darahnya. Aku tidak tahu apa ini, tapi aku rasa ini sangat penting sampai ia rela mengorbankan nyawanya sendiri! Simpanlah ini, dan juga—aku rasa kau harus membantuku untuk mengawasi setiap perkembangannya. Ah-ya! Apa kau tidak ingin menemuinya? Kau tidak ingin menengoknya, Dokter Yoon?"

"Aku ingin—ingin sekali tapi, aku—"

"Tidakkah kau ingat bahwa kau adalah seorang dokter?"

"Tapi—dia pasienmu!"

"Dokter Yoon Jeonghan!" Dokter Hong tersenyum tampan. "Seorang dokter sejati tidak memilih siapa pasiennya dan siapa yang bukan pasiennya. Yang harus dipedulikan adalah keselamatan dan kesehatan pasien adalah yang nomor satu bukan masalah jika aku yang memegangnya atau tidak! Kita bisa melakukannya bersama-sama. Bagaimanapun juga, pasien Choi Seungcheol juga membutuhkan dirimu! Aku yakin itu! Dia akan cepat sembuh jika orang terdekatnya ikut andil dalam penyembuhannya dengan begitu kau juga bisa mengubur rasa bersalahmu padanya bukan?" tanya Dokter Hong, Dokter Yoon berfikir sejenak.

"Aku tahu sekarang kenapa kau menjadi dokter favorit sekaligus dokter termahal disini!" Dokter Yoon tertawa keras.

"Yak! Aku merasa terhina sekarang!"

"Maafkan aku dokter Hong!" kekeh Dokter Yoon yang juga diselingi tawa dari Dokter Hong.

.

.

.

"Hyung, apa kau tidak lelah berbaring terus? Kau tidak ingin bertengkar denganku ya hyung?" tanya Wonwoo mendengus lelah saat setelah ia diam dan hanya menatap wajah tampan Seungcheol.

Wonwoo kembali meraih tangan Seungcheol dan menggenggamnya erat.

"Aku sangat menyayangimu hyung, Seungkwan dan Jihoon! Apa kau tidak lagi memikirkan kami? Apa kau tidak ingin kembali bersama kami?" Wonwoo berbicara lagi seraya menatap kulit putih pucat Seungcheol.

"Hyung~" rengek Wonwoo yang sudah meneteskan air matanya. "Aku kau sedang tidur nyenyak? Kau tidak mendengarku ya?" tanya Wonwoo polos hingga tanpa sadar jika ada orang lain yang memasuki ruang ICU dan mendengar semua penuturannya.

"Yak, apa kau akan berbicara terus hingga tak sadar jika masih ada orang disini, Won?" tanyanya seraya berjalan mendekati ranjang Seungcheol. Wonwoo menoleh.

"Jeonghan hyung?" panggilnya sumringah, saat melihat sosok pemuda cantik yang memakai setelan seragam dokter, Dokter Yoon Jeonghan.

"Lama tak berjumpa denganmu, bagaimana kabarmu?" tanyanya. Wonwoo tersenyum paksa.

"Tak ada yang baik jika Seungcheol hyung belum juga membuka matanya!" lirih Wonwoo. Jeonghan mendekati Wonwoo dan mengelus surainya penuh kasih sayang.

"Semua orang juga akan merasa seperti itu, kau tak perlu sedih aku dan Dokter Hong akan berusaha semaksimal mungkin! Percayalah pada kami!" Wonwoo mengangguk.

"Aku akan selalu percaya padamu, hyung!" ujar Wonwoo dan Jeonghan hanya mengangguk dan mendekati ranjang Seungcheol.

Seketika Jeonghan menunduk dan tanpa sadar meneteskan air matanya.

"Maafkan aku~aku mohon maafkan aku—" batin Jeonghan buruk. Wonwoo yang melihat Jeonghan meneteskan air matanya seketika langsung mengelus punggung Jeonghan mencoba untuk ikut menguatkan Dokter muda itu.

"Kau tak perlu menyalahkan dirimu hyung!" lirih Wonwoo. Jeonghan langsung menoleh.

"Bagaimana kau tahu?"

"Aku mendengar saat Jihoon memarahimu, aku ada disana!" balas Wonwoo. Jeonghan tersenyum kecil.

"Bukankah aku sangat menyedihkan? Teman macam apa yang disaat teman kecilmu kesusahan kau tidak ada disampingnya?"

"Hyung~kau tak perlu memikirkan apa yang Jihoon katakan. Kau tahu bukan bagaimana sifat Jihoon? Dia sangat emosional jika mengenai Seungcheol hyung, yang perlu kita lakukan sekarang adalah selalu ada disisi Seungcheol hyung!" Jeonghan tersenyum tenang.

"Kau sudah banyak berubah Won!"

"Aku sudah banyak belajar dari banyak orang!" Wonwoo tersenyum membalas senyuman Jeonghan. Jeonghan mengangguk.

"Ah-ya! Aku harus memeriksa perkembangannya!" Jeonghan mendekati ranjang Seunghceol dan memasang stetoskopnya.

Wonwoo hanya berdiri diam menatap bagaimana lihainya Dokter Yoon itu memeriksa hyung-nya.

"Aku yakin, Seungcheol hyung pasti akan cepat sembuh jika tahu teman masa kecilnya yang merawatnya selama ini!"puji Wonwoo.

Jeonghan hanya mengulum senyum dan kembali berkutat pada alat-alat yang melekat pada tubuh Seungcheol.

"Bagaimana keadaannya hyung?" tanya Wonwoo setelah Jeonghan mengundurkan diri dari ranjang Seungcheol dan merapikan stetoskopnya.

"Semuanya sudah kembali normal, kita hanya tinggal menunggu sampai Seungcheol siuman!" Wonwoo mengangguk paham dan kembali menatap tubuh terkapar Seungcheol. Kedua matanya tiba-tiba saja beralih pada tangan Seungcheol yang perlahan bergerak dengan tenang.

"Hyung, lihat hyung! Jari Seungcheol hyung bergerak, lihatlah hyung!" Wonwoo memberitahu Jeonghan, Jeonghan yang melihatnya seketika ikut sumringah seperti Wonwoo dan kembali memeriksa Seunghceol.

"Seungcheol-ie...kau dengar aku?" ujar Jeonghan menatap kelopak mata Seungcheol yang bergerak-gerak hendak membuka kedua matanya. "Pelan-pelan saja, buka matamu! Seungcheol~" panggil Jeonghan lagi.

Perlahan, Seungcheol mulai membuka matanya dan menatap Jeonghan dan Wonwoo bergantian. Belah bibirnya hendak mengatakan sesuatu.

"Kau tak perlu memaksakan dirimu!" ujar Jeonghan hendak meneteskan air matanya.

"Won—Won—ka-kau—" Seungcheol tercekat dalam ucapannya sendiri.

"Ya hyung? Apa kau memanggilku? Maafkan aku hyung, sungguh maafkan aku!" Wonwoo meneteskan air matanya.

"Won—" Seungcheol terengah. "Ja-jangan pergi~" dan pemuda yang baru saja membuka matanya itu kembali menutup matanya dengan tenang.

"Seungcheol? Choi Seungcheol? Buka matamu!" histeris Jeonghan kembali berupaya menyelamatkan orang yang sangat berharga baginya.

"Hyung—Seungcheol hyung—hiks!" Wonwoo terisak keras.

Jeonghan lengah, dan Jeonghan tercengang saat mendengar pendeteksi jantung Suengcheol sudah menggambarkan grafik garis lurus. Dengan sigap Jeonghan mengambil alat pemicu jantung dan segera meletakkan alat itu diatas jantung Seungcheol.

"Aku mohon, bertahanlah!" Jeonghan meneteskan air matanya. Ia berjuang seorang diri menyelamatkan Seungcheol, tak berhasil dengan alat pemicu jantung itu, Jeonghan beralih naik ke atas ranjang Seungcheol dan menekan dada bidang pemuda tampan itu dengan kedua tangannya yang tertumpu menjadi satu.

"Aku mohon, bertahanlah! Bertahanlah demi persahabatan kita! Bertahanlah demi—hiks! Aku mohon—jangan tinggalkan aku—aku—aku mencintaimu Choi Seungcheol!" Jeonghan pecah dalam tangisnya. "Sungguh, aku sangat mencintaimu!" dan Jeonghan lelah ia langsung memeluk tubuh Seungcheol ke dalam dekapannya. "Aku sangat mencintaimu! Aku tak bisa hidup tanpamu! Jangan tinggalkan aku!"

"Seungcheol hyung~" Wonwoo terisak dan terduduk lemas di atas lantai menatap kedua pasang yang saling berpelukan itu. "Aku sangat menyayangimu, aku mohon kembalilah! Aku berjanji akan melakukan apapun untukmu! Jangan tinggalkan kami—hiks!" lirih Wonwoo.

Hening! Tak ada suara selain isakan kedua pemuda itu. Namun, tiba-tiba saja keajaiban datang. Doa mereka terkabulkan, alat pendekteksi jantung kembali bekerja dan menggambar grafik dan tensi darah yang kembali normal secara perlahan.

Jeonghan mendongak, menyeka air matanya dan tersenyum dalam tangisnya.

"Aku benar-benar sangat mencintaimu!"

...

Jihoon menutup toko buku dimana tempat ia bekerja. Ia berbalik badan namun dikejutkan dengan sosok yang selalu datang dan membuatnya muak ketika ia melihat wajahnya.

"Kau? Darimana kau datang?" tanya Jihoon ketus. Pemuda bermata sipit itu tersenyum.

"Aku? Aku jatuh dari langit dan keluar berasal dari hatimu! Apa kabar Kwon Jihoon?" sapanya dengan senyum konyolnya.

"Dasar tuli!" umpat Jihoon kesal. Sementara pemuda bermatas sipit itu terkekeh mendengarnya. Jihoon mendengus. "Tempat kerja mana saja yang kau ketahui jika aku kerja disana? Apa pekerjaanmu itu seorang penguntit?" pemuda itu kembali terkekeh.

"Semuanya! Yap, aku seorang penguntit hanya untukmu! Aku tahu semuanya mengenai dirimu!" Jihoon melengos.

"Jangan menggangguku Kwon! Aku sedang tidak mood!" Jihoon berjalan meninggalkan pemuda itu dan pemuda itu langsung mengikutinya dengan gerakan cepat.

"Ada apa? Ada yang bisa kubantu?" tanya pemuda sipit itu dengan senyum lima jarinya. Jihoon seketika menghentikan langkahnya dan menatap pemuda bersurai hitam dan bermata sipit itu.

"Apa kau bisa membantuku? Tampangmu sangat meragukan!" ejek Jihoon yang hanya ditanggapi tawa dari pemuda sipit itu.

"Kau tidak tahu, kemampuanku yang sebenarnya! Membantu orang lain sebenarnya adalah pekerjaanku kau tahu itu?" tanyanya. Jihoon berfikir sejenak dan diam ditempatnya berdiri membiarkan pemuda sipit itu berjalan mendahuluinya tanpa ia sadari.

"Hoshi..." panggil Jihoon lirih. Pemuda itu menghentikan langkahnya dan membalikkan badannya.

"Ada apa manis?" tanyanya dengan kedua tangannya yang ia masukkan di dalam saku celana yang ia kenakan.

"Kwon Hoshi—bisakah~bisakah kau membantuku?" pemuda yang dipanggil Hoshi itu menatap kedua mata Jihoon dalam, kemudian ia tersenyum.

"Apapun itu untukmu, uri Jihoon-ie!" Jihoon menunduk dalam menimang kira-kira ia meminta bantuan pada orang yang tepat atau tidak kemudian ia kembali berujar setelah berargumentasi dengan batin dan otaknya.

"Bisakah kau membantu siapa orang yang menyelakai hyungku?" pemuda bermata sipit itu diam, meneguk ludahnya sendiri. Apa ini? kenapa justru menjadi seperti ini? pemuda sipit itu kalut dalam pikirannya. Sebenarnya bukan masalah ia membantu pemuda manis dan mungil di depannya hanya saja bukankah Jihoon meminta pertolongan pada orang yang salah?

TBC

"Kau kedinginan? Pakailah mantelku!"

...

"Matilah kau Hansol!"

...

"Aku menyukaimu, Yoon Jeonghan!"

...

"Tunggu, kau bisa melakukannya! Kau bisa melakukan sesukamu, seperti yang sudah kukatakan! Kau sudah membeliku, jadi—kau bisa melakukannya sekarang!"

...

"Wonwoo? Apa yang kau lakukan disini?"

...

"Aku menemukannya, hyung! Dia target kita selama ini! dia, Jeon Wonwoo orang yang selama ini kita cari!"

...

"Bunuh dia sekarang!"

...

Annyeong reader deul...

Mian, baru update ini dikarenakan Kokoya habis libur panjang, jadi baru sempet. Jeongmall mianhae...

Gimana sama lanjutannya? Semoga memuaskan ya. Jujur aku juga pengen cepet2 ngasih reaksi gimana pas Seungkwan sama Jihoon kalau tahu yang sebenarnya. Hadeh, aku sendiri sebenernya gemes sama Hoshi dan kawan2, pengen karungin atu-atu. Dan, mian Seunghceol-nya udah sempet bangun tapi tidur again. Kkkk, Kokoya gak mainin perasaan reader lho ya, mianhae kkkk.

Saatnya jawab repiuw.

itsmevv: iya Seungcheol mata-mata handal sebenernya banyak rahasia yang dibawa Seungcheol sampai ia terkapar. Makasih ya udah review dan baca ff ini.

bolang: haha, iyap emang belum masuk kemasuk tapi, Wonwoo ngerasa kotor karena udah menjual dirinya gitu. Makasih ya udah review dan baca ff ini.

anxiety: haha, itu Seunghceol sempet bangun eh, kayanya belum puas dia tidurnya malah tidur lagi padahal udah sampe dipeluk Jeonghan dan ditangisi mereka berdua. Kkkk, mian nde Seunghceol-nya belum benar2 sadar. Kamsahamnida.

Park RinHyun-Uchiha: haha, aku suka respon review kamu Mingyu sama Hoshi emang begitu lah, minta dihajar emang yak. Seungkwan sama Jihoon? Hm, aku rasa mereka terjebak gak sengaja kali ya, atau gimananya? Next chapnya okey, kamsahamnida.

mrs. M: haha, iya kayanya Jisoo emang kebanyakan senyum ya. Awas diabetes lho ntar, kkkk. Haha, jinjja? Kamu malah bikin ketawa tapi iya juga sih akting Hoshi yang udah serius tapi jadi malah guyonan sama Mingyu, kkkk. Hm, mianhae babeh belum sepenuhnya sadar lagi otw, ditunggu yak...

csupernova: iya meanie tetap bersatu suatu saat nanti. Masih ada banyak rintangan mereka nanti buat saling suka dulu, kamsahamnida udah baca dan review.

AlvieaHana Kim: hehe, mianhae jika udah buat nangis. Gak nyangka ternyata kamu tersentuh, hehe. Wonwoo tersiksa di ff aja kok jangan sampai lah real, haha ini kan just story say. Makasih ya udah review dan baca ff ini. nde, always fighting!

Deerhunnie: iyap gpp. Makasih lho ya udah mau review dan baca ff ini. haha, siip ditunggu aja gimana naenanya meanie, kamsahamnida...

Makasih semuanya yang udah review, follow, dan fav ff ini, juga tak lupa buat siders makasih juga ya udah baca. Buat nextnya aku usahain update juga ff aku yang lain. Makasih para reader kalian penyemangatku. Kamsahamnida.

Kamsahamnida,

Bye bye

Kokoya Banana.