Di ruang pengadilan, Byun Baekhyun duduk di kursi kesaksian yang berperan ganda sebagai saksi korban juga tersangka atas pembunuhan yang dilakukannya selama ini. Sidang sudah dimulai lima belas menit yang lalu. Semua yang bersangkutan sedang menyampaikan argumen, tuduhan, kesaksian, serta pembelaan masing-masing di depan hakim, para juri, dan beberapa penonton yang diberi izin untuk menyaksikan persidangan. Suasana dalam ruangan tampak begitu tegang. Tempat dimana semua hasil penyelidikan disampaikan, tempat dimana bermacam rahasia berhasil dikuakkan, tempat dimana orang dinyatakan bersalah atau tidak, dan tempat dimana penghakiman akan dijatuhkan.
Semuanya terjadi disana.
Seharusnya, memang ini yang Baekhyun inginkan sejak dulu. Dendam yang akhirnya terbalaskan, kebenaran tentang masa lalunya, serta kejahatan pihak gereja yang akhirnya bisa dibuktikan. Seharusnya Baekhyun senang karena tujuannya selama ini telah tercapai, meski pada akhirnya ia harus dihukum. Seharusnya, ia puas. Ia senang.
Tapi, tidak. Ia tidak senang sama sekali.
Byun Baekhyun, sebagai objek utama dalam persidangan kali ini, sama sekali tak memiliki minat untuk larut dalam suasana tegang persidangan. Pria mungil itu hanya duduk disana, dengan pandangan menerawang dan sesekali menjawab pertanyaan yang diajukan oleh jaksa atau hakim, juga membenarkan pernyataan pengacaranya—Gong Yoo.
Pikiran Baekhyun tak bisa fokus pada itu semua. Karena satu hal yang ia sesali saat ini, satu hal yang membuat hatinya dipenuhi rasa sesak yang tak tertahankan, adalah...ia yang tertahan di sini, dan tak bisa menghadiri pemakaman Chanyeol.
Perasaannya berkecamuk, seakan dadanya telah diremas begitu kuat dari dalam.
"Jadi, tersangka Byun Baekhyun. Apa kau mengakuinya? Bahwa kau telah membunuh Pastor Kim Geunhyung, Pastor Jo Chaemoo, Pastor Han Soonjae, Pastor Ryu Junggil, dan Kardinal Cheon Hojin, atas perasaan dendam karena mereka telah melakukan perlakuan tidak senonoh terhadapmu saat masih berusia di bawah umur? Apakah itu benar?"
Saat hakim bertanya, saat itu pula Baekhyun bisa mendengar suara Chanyeol yang seolah berbisik di telinganya. Memanggil namanya dengan lembut, penuh cinta yang tulus. Membuat cengkraman di dalam dadanya semakin erat dan terasa sakit.
"Baekhyunnie.."
Baekhyun menggigit bibir bawahnya, setetes likuid lolos dari pelupuk matanya. Ketika akhirnya ia berucap dengan nada penuh penyesalan.
"Ya. Itu benar. Aku telah melakukan semuanya.."
Maafkan aku, Chanyeol..
.
.
.
###
Azova10 and Sayaka Dini
presents
RAVEN
Chapter 9 (end) – A New Start
Main Casts: Oh Sehun, Byun Baekhyun, Park Chanyeol
Support Casts : Choi Seunghyun, Kim Jongin, Do Kyungsoo, Gong Yoo, Kim Jongdae, Kim Minseok, Rap Monster (BTS), Kim Taehyung (BTS)
Genre : Romance, Crime/Action
Rate : M
Warning : Yaoi, Shounen-ai, Boys Love, Boy x Boy
FF INI TIDAK BERMAKSUD MENYINGGUNG UNSUR SARA ATAU SIAPAPUN
###
.
.
.
Malam setelah persidangan. Baekhyun beserta tiga tahanan lain dikawal untuk memasuki sebuah bus yang dimodifikasi khusus—dengan jeruji di setiap jendelanya sebagai bentuk keamanan—untuk membawa para kriminalis tingkat atas, dan memindahkan mereka ke sebuah penjara pusat khusus tersangka dengan tingkat kriminalitas yang tinggi.
Dengan kedua tangan diborgol, Baekhyun pasrah saat para polisi mendorong punggungnya dengan kasar, membentaknya untuk segera menaiki bus, dan duduk di salah satu kursi penumpang di balik jeruji yang membatasi kursi depan dengan kursi supir bus. Tiga tahanan lain dengan kasus berlainan juga duduk di kursi berbeda dalam bus tersebut. Wajah mereka terlihat lebih menakutkan dengan badan kekar yang sangat jauh berbeda dengan Baekhyun yang berwajah lebih manis dan bertubuh kecil.
Entah kehidupan apa yang menantinya dalam penjara bersama para penjahat itu, Baekhyun tak mau memikirkannya. Pandangan pria mungil itu beralih ke kaca bus, melihat langit malam serta deretan lampu jalanan yang dilewati bus. Hingga suatu pemandangan janggal menarik perhatiannya.
Tiga motor ninja hitam dengan kecepatan tinggi menyalip bus tahanan yang ia tumpangi. Pada masing-masing ketiga sepeda motor tersebut, ada tiga pria berjaket kulit hitam, dan berhelm teropong hitam. Sekilas, mereka terlihat seperti sekelompok geng motor. Ketiga motor tersebut melaju di depan bus dengan alur saling menyilang, sengaja mengganggu jalur supir bus. Klakson bus dibunyikan, supir mengumpat. Empat polisi yang bertugas jaga di belakang supir merasakan sinyal bahaya. Dan Baekhyun yang tanggap akan situasi segera menunduk, berlindung di antara deretan kursi bus.
Di detik berikutnya, serentetan bunyi tembakan terdengar menghujani badan bus dari luar. Beberapanya mengenai roda-roda bus, hingga membuat laju bus menjadi tak menentu. Berbelok-belok, sementara polisi dari dalam bus juga melepaskan tembakan ke luar. Kejadiannya terasa begitu cepat. Baekhyun menguatkan pegangannya saat bus terhenti setelah menabrak pagar pembatas jalan tol.
Keadaan seketika menjadi hening. Baekhyun menunggu, masih menunduk di antara kursi bus. Suara tembakan kembali terdengar, kali ini dari arah yang lebih dekat, tepat di bagian dalam bus, di dekat kursi kemudi. Suara langkah kaki dari sepatu kulit terdengar menaiki bus. Baekhyun mengintip, penasaran.
Gembok pintu jeruji dalam bus ditembak. Seorang pria berjaket kulit—salah satu pengendara motor tadi—sedang menenteng senjata AK47 di bahu kanannya, berhasil menakuti tiga tahanan lain yang diam tak bergerak di tempatnya. Wajah pria itu, Baekhyun pernah melihatnya di salah satu daftar buronan para interpol. Tidak salah lagi, nama julukan pria itu adalah Rap Monster.
Pria buronan interpol itu menyapu pandangannya ke seluruh penjuru bus sambil meniup sebuah balon dari permen karet yang ia kunyah. Setelah balon karetnya meletus, ia menempelkan sisa permen karet itu dengan asal di salah satu kursi bus. "Jadi.." Suaranya yang berat memulai. "Siapa di antara kalian yang bernama Byun Baekhyun?"
Ketika mata Rap Monster tertuju pada tiga tahanan lain, masing-masing dari mereka menggelengkan kepala secara bergantian. Setelahnya, semua mata tertuju pada satu-satunya yang tersisa. Pria mungil bersurai dirty blonde yang mengintip dari balik kursi.
Baekhyun menelan ludahnya kasar. Seingatnya, Rap Monster hanyalah penjahat bandar senjata ilegal, bukan seorang pembunuh bayaran. Lagipula, Kardinal Cheon dan Kim Jongin telah meninggal. Jadi tak mungkin seseorang mengirimkan pembunuh bayaran untuk membunuhnya, iya'kan?
Rap Monster memiringkan kepalanya, terlihat bingung. "Oi, Taehyung!" teriaknya memanggil. Seorang pria lain berpakaian sama baru saja menaiki bus dan mengambil sederet kunci dari kantong celana polisi yang terbaring di lantai bus. Pria bernama Taehyung yang dipanggil itu berjalan melewati Rap Monster, lalu berdiri di hadapan Baekhyun. "Apa benar dia orangnya?" tanya Rap Monster.
Taehyung mengangguk dengan wajah datarnya. "Ya, sama seperti di foto." Ia mengulurkan sebuah kunci di hadapan Baekhyun. "Tenang saja, kami hanya ingin membantumu," ujar Taehyung, menyadari tatapan waspada dari Baekhyun yang ia terima.
Baekhyun mengambil kunci itu, membuka sendiri borgol di kedua tangannya. "Apa yang kalian inginkan dariku?" tanyanya kemudian.
"Tidak ada," jawab Taehyung. "Kami hanya menuruti perintah sesuai bayaran yang kami terima."
"Perintah dari siapa?"
Rap Monster bersiul menggoda. "Kenapa kau tidak langsung turun saja dari bus? Karena ksatria-mu itu sedang menunggumu di luar~"
"Ksatria?" Alis Baekhyun tertekuk bingung. Tak mau semakin penasaran, iapun berjalan melewati Taehyung dan Rap Monster, menuju pintu keluar bus. Baekhyun berhenti di pintu, matanya berkedip, menatap tak percaya pada sosok pria tampan yang menggenakan jaket kulit hitam yang begitu kontras dengan kulitnya. Pria itu sedang berdiri di hadapan Baekhyun, tepat di samping sebuah sepeda motor ninja. "Sehun-ah.." panggil Baekhyun tak mengerti. "Kupikir kau sudah melarikan diri ke Finlandia?"
Sehun malah tersenyum tipis, membuat ia tampak luar biasa tampan meski di bawah pencahayaan sinar lampu jalanan. "Bukankah kita sudah berjanji untuk pergi bersama, hm?" Sehun mengulurkan tangannya pada sosok pria mungil nan menggemaskan yang masih diam membeku di pintu bus.
Sesuatu dari dalam dada Baekhyun terasa menghangat. Beserta sebuah bisikan yang seolah menari di telinganya.
"Berbahagialah, Baek.Aku mencintaimu.." Bayangan Chanyeol muncul di samping Sehun yang tengah tersenyum, membuat bola mata Baekhyun membulat.
Pria mungil itu tersenyum tak lama kemudian. Seraya menyedot bibir bawahnya yang gemetar, Baekhyun mengangkat tangannya dari sisi tubuhnya ke depan, menyambut uluran tangan Sehun, menggenggam harapan baru yang telah ditawarkan padanya dengan lebih erat. Dan genggaman dari tangan besar Sehun terasa begitu hangat, hingga menjalar ke seluruh relung hatinya.
"Terima kasih, Sehun-ah.." tulusnya.
.
.
"Hyung!" Jongdae yang baru memasuki kantor penyelidik, berteriak heboh memanggil Seunghyun. "Kau sudah dengar itu?" Ia berdiri di depan meja ketua tim mereka dengan ekspresi serius. "Baekhyun baru saja berhasil kabur saat terjadi pemindahan ke penjara pusat!"
Mata Seunghyun membulat, tapi hanya untuk sesaat. Kemudian ia menghela napas. "Oh," responnya singkat.
Jongdae mengerutkan kening. "Apa-apaan reaksimu itu, Hyung?"
"Kenapa memangnya?" balas Seunghyun. "Tugas kita untuk menangani kasus Raven sudah selesai. Masalah kaburnya dia saat ini menjadi tanggung jawab petugas yang mengawalnya. Bukan kita."
"Hm, iya juga sih. Tapi tetap saja ini mengejutkan," timpal Jongdae. "Dari yang kudengar, Baekhyun dibantu oleh sekomplotan yang membajak bus tahanan itu dalam perjalanan mereka ke penjara pusat. Bukankah itu aneh? Karena informasi pemindahan Baekhyun itu begitu rahasia. Dari mana mereka tahu kalau Baekhyun dipindahkan malam ini, dan jalur mana saja yang bus tahanan itu lewati? Tidakkah kau merasa.." Mata Jongdae dengan gerakan main-main bergulir pada sosok Minseok yang sedang meminum kopinya. "Ada seseorang yang mungkin saja memberitahu mereka?"
Minseok hampir saja tersedak minumannya. "Hehehe.." Ia tiba-tiba merasa gugup saat Jongdae memicingkan mata ke arahnya. "Kenapa?" tanyanya protes. "Aku tidak melakukan apapun," sangkalnya sambil melirik ke arah lain.
"Aku juga tidak sedang menuduhmu." Jongdae tertawa. Berjalan ke arah Minseok. "Tapi.." Ia menunduk di hadapan Minseok yang bergerak gelisah di tempat duduknya. "Kau.."
"A–ada apa?" Minseok sungguh merasa dirinya seperti tikus yang sedang disudutkan oleh kucing. Jantungnya berdetak dalam tempo yang kencang, takut akan ketahuan.
"Tak memiliki acara untuk malam nanti, bukan?"
"Hah?"
Jongdae berdiri tegak, tersenyum sambil menepuk kepala Minseok. "Jam enam malam, di restoran Cherys." Tanpa menunggu balasan, ia berbalik pergi meninggalkan ruangan dengan senyuman kemenangan di wajahnya.
Minseok melongo, berpikir. "Apa maksudnya itu?" Ia masih merasa takut. Dari gelagat Jongdae tadi, Minseok yakin dia sedang dicurigai. Dia panik. Berpikir keras untuk merangkai kalimat yang tepat sebagai alasannya yang telah membocorkan rahasia itu pada Sehun.
Dia hanya ingin membantu teman. Minseok bahkan sudah berjanji pada dirinya sendiri, ini adalah yang pertama dan terakhir kalinya. Dan Minseok melakukan itu semua semata-mata demi teman mereka yang telah tiada—Park Chanyeol.
TUK!
Gulungan kertas dipukul di atas kepala Minseok. Seunghyun tersenyum penuh makna. "Kenapa kau terlihat bingung? Jongdae hanya sedang mengajakmu kencan."
Mata Minseok membulat. "Eh?" Pipinya merona.
"Hm." Seunghyun mengangguk. "Ah ya, dan kukatakan sekali lagi. Kita tidak ada hubungannya lagi dengan kasus Raven yang sudah ditutup itu. Kau mengerti?" wantinya. "Jadi, berhenti memikirkan hal yang lain. Dan fokus saja pada pekerjaanmu saat ini."
Sebagai anggota Interpol. Minseok bukanlah orang bodoh. Dan ia juga tahu Seunghyun maupun Jongdae juga tidak bodoh. Mereka tentunya sudah tahu apa yang telah dilakukan Minseok. Akan tetapi..
...untuk kali ini saja, mereka mencoba menutup mata.
Demi teman mereka yang baru saja dikebumikan.
Minseok menutup matanya, tersenyum simpul sambil menerawang. "Setidaknya..kuharap Baekhyun bisa bahagia..."
###
Tampere, Finlandia, tiga tahun kemudian..
"LEPASKAN TANGANMU DARI PAMAN SEAN! DIA AKAN BERMAIN DENGANKU!"
"KAU YANG LEPASKAN! PAMAN SEAN SUDAH BERJANJI AKAN DATANG KE PESTA TEH-KU!"
"ITU HANYA SEKUMPULAN PESTA TEH BODOH, JANGAN LIBATKAN PAMAN SEAN, ALEYNA!"
"TIDAK MAU! LEPASKAN PAMAN-KU!"
Baekhyun yang sedari tadi sibuk memasak di dapur, mengalihkan atensinya pada suara-suara ribut di ruang bermain. Bibirnya mengerucut kecil, bertanya-tanya dalam hati apa yang sebenarnya terjadi disana, padahal keadaan masih tentram lima menit yang lalu. Penasaran, Baekhyun-pun mematikan kompor, lalu berjalan menuju sumber keributan.
"Astaga.." Baekhyun menganga kecil begitu sampai. Pemandangan di hadapannya cukup mengejutkannya. Sehun berada di antara si mungil Aleyna dan Jesper, dengan masing-masing dari mereka menarik tangan Sehun, memperebutkannya. "Ada apa ini?" tanyanya.
"Jesper mencoba mencuri Paman Sean dariku!" Aleyna menuding Jesper.
"Itu tidak benar! Aku tidak mencuri Paman Sean!" Jesper membela diri. "Aku hanya mengajaknya bermain bola, dan Aleyna tiba-tiba saja menarik Paman Sean dariku!"
"APA KAU BILANG?!"
Dan keributan dua bocah berumur tujuh tahun itu kembali terjadi. Berbeda dengan Baekhyun yang tampak kelabakan, Sehun malah asyik menonton pertengkaran itu tanpa ada minat untuk melerai.
"Sean, lakukan sesuatu!" seru Baekhyun.
Sehun berkedip, menatap Baekhyun dengan tatapan datar. "Seperti apa?"
"Pisahkan mereka, bodoh!" Baekhyun gemas sendiri.
Sehun yang tak punya pilihan lain selain melakukan perintah Baekhyun, pun menghela napas panjang. Ia bangkit dari duduknya, menghampiri Aleyna dan Jesper, lalu menarik baju mereka sehingga keduanya terpisah jauh. Baekhyun turut membantu dengan menahan Jesper, sementara Sehun menangani Aleyna.
"Hey, hey, hentikan. Kenapa kalian jadi bertengkar, hm?" Sehun menatap Aleyna. "Aleyna, Paman berjanji akan bermain denganmu setelah kita sarapan bersama, oke?" Lalu menatap Jesper setelahnya. "Dan Jesper, bagaimana kalau kita bermain bola bersama teman-temanmu yang lain setelah jam makan siang? Bukankah lebih menyenangkan jika bermain dengan lebih banyak orang?" Meskipun masih cemberut, tapi dua bocah itu mengangguk setuju. Puas dengan respon itu, Sehun-pun mengacak surai mereka dengan gemas. "Anak baik~"
Baekhyun diam-diam tersenyum bangga pada Sehun. Meskipun terkadang sikapnya tampak cuek, tapi pria bersurai ebony itu selalu tahu bagaimana cara menenangkan anak-anak agar tidak bertengkar. Seperti sekarang ini, contohnya. Padahal hanya dibujuk dengan kata-kata, tapi anak-anak itu menurut dengan polosnya. Jika dipikir-pikir lagi, Sehun membuat kemajuan yang pesat semenjak mereka memutuskan untuk bekerja di panti asuhan St. Angels milik Nyonya Sayaka tiga tahun yang lalu.
Baekhyun ingat Sehun pada awalnya tak setuju dengan idenya untuk menjadi pengurus panti asuhan. Tapi ketika ia menjelaskan niatannya yang ingin menjaga anak-anak agar terhindar dari kasus pelecehan seksual yang pernah dialaminya, Sehun tak berpikir dua kali untuk merubah keputusannya. Tak ada yang membuat Baekhyun lebih bahagia dari itu. Jadilah mereka disini, berbagi suka dan duka bersama anak-anak yatim piatu.
"Kalian pergilah membantu Ibu Sayaka menyiram tanaman. Sarapannya akan segera siap." ujar Baekhyun. Aleyna dan Jesper mengangguk patuh.
"Apa Paman Sean juga ikut?" tanya Aleyna pada Sehun, tapi dijawab dengan gelengan kepala.
"Tidak, Aleyna sayang." sahut Sehun. Tanpa persetujuan Baekhyun, tangan nakal Sehun merangkul bahu si mungil, mengeliminasi jarak di antara mereka. "Paman harus membantu Paman Baek menyiapkan sarapan."
Baekhyun melotot dibuatnya. Tidak hanya karena ucapan bohong yang Sehun buat-buat (Sehun tidak pernah membantu Baekhyun memasak), tapi juga untuk memanggilnya dengan 'Baek'.
"Kenapa Paman Sean selalu memanggil Paman Dylan dengan nama 'Baek'? Itu'kan bukan namanya." tanya Jesper dengan dahi berkerut bingung. Baekhyun hendak berdalih, namun kedatangan Nyonya Sayaka dari pintu masuk mengalihkan perhatiannya.
"Itu adalah panggilan sayang Paman Sean untuk Paman Dylan, anak-anak." ujar Nyonya Sayaka yang baru selesai menyiram tanaman, bergabung dengan mereka di ruang bermain anak-anak. Wanita paruh baya itu mengedipkan matanya pada Baekhyun yang mengerjap polos, ikut mengerjai si mungil. "Itu yang dilakukan sepasang kekasih, bukan begitu?"
"K–k–kekasih?" Baekhyun terbata. Pipinya merona sampai ke telinga. "Kami bukan–"
"Eh? Paman Sean dan Paman Dylan berpacaran? Sejak kapan?" Aleyna yang percaya, semakin dibuat ingin tahu.
"Bukan, Aleyna! Kami bu–"
"Tidak perlu malu-malu, sayang~" Sehun mencolek dagu Baekhyun. "Apa salahnya mereka tahu, hm?"
Dan godaan itu sangat membuahkan pukulan telak di belakang kepala Sehun. Baekhyun pelakunya. Nyonya Sayaka yang melihatnyapun terbahak.
"Sudah, sudah." Nyonya Sayaka melerai. Ia memberikan sebuah daftar belanjaan pada Baekhyun. "Dylan, tolong pergi ke minimarket ya. Sean, kau temani Dylan. Biar aku yang mengurus sarapan untuk anak-anak."
"Baik, Bu." Baekhyun dan Sehun menyahut hampir bersamaan.
.
.
"Aku tak percaya kau memanggilku 'Baek' di hadapan anak-anak—LAGI!" Baekhyun menggerutu dalam perjalanan mereka menuju minimarket. Kedua kakinya dihentak-hentakkan, dan bibirnya mengerucut lucu. "Sudah kubilang berapa kali, Sehun, jangan memanggilku begitu kecuali di depan Ibu Sayaka!"
Sehun mengorek telinganya yang berdenging tanpa merespon, kentara tak terlalu peduli dengan ucapan si mungil. Hell, lagipula Baekhyun tak suka dilawan jika sudah membicarakan ini, jadi untuk apa membela dirinya? Entah kenapa, setelah tiga tahun menetap di Tampere, Finlandia, sifat cerewet pria mungil itu sepertinya semakin menjadi saja.
"Bukankah kita sudah sepakat untuk menggunakan nama–"
"Dylan dan Sean, aku mengerti, Baek." Sehun menyela.
Baekhyun mencibir. "Itu kau paham, lalu kenapa selalu mengulangi kesalahan yang sama?"
"Keseleo lidah." Sehun menjawab asal. Baekhyun tentu saja sadar, tapi ia memutuskan untuk mengabaikannya. Toh Sehun memang selalu begitu.
"HATCHIII!" Baekhyun bersin tepat saat angin berhembus menerpa tubuh mungilnya. Sambil mengusap hidungnya yang merah, Baekhyun rapatkan jaketnya. "Sial, kenapa disini begitu dingin? Padahal ini belum memasuki musim gugur."
Sehun melirik Baekhyun, lalu kembali menatap jalanan di hadapan mereka. "Padahal sudah tahu tak kuat dingin, tapi malah memakai jaket tipis."
"Salahkan saja pria yang membawaku ke salah satu negara dengan cuaca tak bersahabat ini." Baekhyun menyindir.
"Kau bahkan tidak protes saat aku menyebut 'Finlandia', kenapa sekarang banyak komentar?" balas Sehun. Dan Baekhyun mati kutu. Ia tak bisa lagi mengelak.
"Sialan kau." Baekhyun mengumpat. Ia hendak menggesekkan kedua tangannya untuk mencari kehangatan, tapi sebuah tangan yang besar dan hangat lebih dulu menggenggam tangannya. Itu tangan Sehun. Baekhyun tersentak kaget, namun ia tak mengatakan apapun, hanya balas menggenggam tangan Sehun. Merasakan jantungnya berdentum tak keruan, si mungil menahan senyumannya agar terkesan biasa. "Berjanjilah untuk tak memanggilku 'Baekhyun' jika kita tak hanya sedang berdua, Sehun-ah."
Sehun tak langsung menjawab. Ia justru terpikirkan sebuah cara untuk menggoda si mungil. "Jika aku menurutimu, apa aku akan mendapatkan sebuah ciuman?"
Bola mata Baekhyun sontak dibuat melotot. Wajahnya merona tanpa celah. "A–a–apa?"
Mendapati respon menarik, Sehun tak tahan untuk tak tertawa. "Astaga, Baek, kau harus lihat ekspresimu itu! Benar-benar daebak, ahahaha!"
"Oh Sehun, kau–YAK! JANGAN COBA-COBA KABUR!" teriak Baekhyun pada Sehun yang sudah lebih dulu kabur menghindari amukannya. Bisa ia dengar tawa nista Sehun yang membahana di jalanan. Tapi daripada mengejar si jangkung yang sudah lebih dulu memasuki minimarket, pria mungil itu malah bergeming di tempatnya, menghela napas panjang.
"Dasar." Bibirnya mengerucut—kesal. Bukan karena sikap Sehun yang menyebalkan, itu memang sudah sifatnya. Baekhyun merasa kesal karena debaran jantungnya yang semakin lama semakin tak bisa dikontrol. Sudah tiga tahun berlalu, debaran yang semula hanya datang sesekali, kini semakin sering muncul.
Dan itu karena Oh Sehun.
Baekhyun tak bodoh untuk mengartikan debaran aneh itu. Hanya saja..ia tak menyangka akan merasakannya pada Sehun—pria yang dulu memberinya kesan pertama yang sangat buruk. Tapi—hell, siapa yang tahu? Ini mungkin karena sikap Sehun yang banyak berubah. Meski terkadang bisa menjadi sangat menyebalkan—seperti barusan, tapi Sehun tak pernah absen dalam menunjukkan kelembutannya pada Baekhyun, juga tak pernah lengah dalam menjaga dan melindungi si mungil.
Baekhyun ingat ia pernah membuat Sehun kesulitan tidur karena ia selalu mendapatkan mimpi buruk setelah kematian Chanyeol. Sehun akan dengan sabar menenangkannya, bahkan menemaninya yang menangis sampai ia benar-benar terlelap. Baekhyun juga ingat pada minggu-minggu pertama mereka tinggal di Finlandia, Sehun akan menggendongnya menuju RS saat ia jatuh sakit karena cuaca yang sangat dingin. Sehun pasti menjadi orang yang pertama yang tersenyum saat Baekhyun siuman, dan dengan suara parau berkata padanya, 'Kau membuatku khawatir, bodoh..'.
Mengingat itu, Baekhyun tersenyum tanpa sadar. Pikirnya, ini sungguh konyol. Mungkinkah ia terkena karma? Entahlah. Tapi yang pasti, ia tak'kan mengelak perasaan itu.
Hanya saja..
"Yak, kenapa kau malah melamun disana? Cepat kemari!" Kepala Sehun muncul dari balik pintu minimarket, menyuruh si mungil untuk segera kesana. Baekhyun menganggukkan kepalanya, lalu berlari kecil menuju minimarket.
..Baekhyun tidak tahu apakah Sehun masih memiliki perasaan khusus padanya atau tidak.
.
.
"Kau bisa saja memotong jarimu, Dylan."
Baekhyun tersentak. Segera ia hentikan segala aktivitasnya saat itu, yakni membantu Nyonya Sayaka memasak di dapur dengan memotong wortel. Wanita paruh baya itu mengambil alih pisau dari tangan Baekhyun.
"Biar aku saja yang melakukannya."
"Ah tidak, Bu, aku–"
"Ssht, tak apa." Nyonya Sayaka tersenyum. "Kau sudah cukup membantu dengan membelikan bahan makanan. Lagipula itu akan menjadi lebih buruk kalau kau memaksakan diri dan terluka."
Baekhyun menghela napas, menyesali dirinya yang melamun di saat seperti ini. "Aku minta maaf, Bu."
Nyonya Sayaka menggeleng. "Keberatan untuk berbagi?" tawarnya. "Kau sangat tahu kalau aku adalah pendengar yang baik, bukan?"
Baekhyun tersenyum. Ini mengingatkannya saat pertama kali bertemu dengan Nyonya Sayaka di panti asuhan ini. Dari semua panti yang sudah ia dan Sehun kunjungi sebelumnya, hanya pada pemilik panti asuhan inilah, seorang wanita imigran dari Jepang yang segera menerima mereka berdua tanpa bertanya lebih banyak. Dan seperti yang dikatakan Nyonya Sayaka sendiri, ia memang pendengar dan penjaga rahasia yang baik. Hanya kepada wanita itulah Baekhyun membuka dirinya lebih.
"Sehun..." Nama itu terucap begitu saja di bibir Baekhyun. Ia menggigit bibirnya gugup sambil memilin ujung bajunya. "Aku hanya ingin tahu pendapat Ibu..tentang... mmm..."
"Menyukaimu?" Tebakan Nyonya Sayaka menyentakkan Baekhyun.
"Apa Ibu bisa membaca pikiran?"
Nyonya Sayaka tertawa geli. Ia lalu tersenyum lembut, mengusap puncak kepala Baekhyun. "Kau gelisah begini karena tidak tahu bagaimana perasaan Sehun padamu'kan? Jadi, kenapa tidak kau pastikan saja sendiri?" tanyanya memberi solusi.
Baekhyun terdiam.
.
.
Sehun terbangun dari tidurnya ketika merasakan tenggorokannya sangat kering. Setengah mengantuk, pria bersurai ebony itu melangkah menuju dapur untuk mendapatkan segelas air. Namun dahinya berkerut saat mendapati Baekhyun tengah berkutat sendirian disana. Sehun melirik jam dinding di dekat pintu dapur. Pukul satu pagi.
"Baek?" Sehun memanggil dengan suara parau. Yang dipanggil menoleh.
"Sehun? Kau bangun?" Baekhyun balik bertanya.
"Hm, aku haus. Sedang apa kau disini?"
"Aku sedang membuat fruit cake."
Alis Sehun tertarik ke atas sebelah. "Pukul satu pagi?"
Baekhyun menggaruk pipinya kikuk. "Ya, um..aku tak bisa tidur."
"Kau mimpi buruk lagi?" tebak Sehun. Baekhyun tersenyum kecut. Itu adalah sebuah 'ya'. Sehun mendesah pelan. Ia duduk di samping Baekhyun sambil memerhatikan si mungil menghias cake. "Kenapa tidak bangunkan aku?"
Baekhyun terkekeh kecil. "Aku tidak apa, Sehun. Lagipula, kau pasti lelah setelah bermain seharian dengan anak-anak. Aku bisa mengatasi ini kok."
"Tidak terlihat seperti itu di mataku." Sehun menunjuk mata Baekhyun yang merah sebagai bentuk keraguan akan ucapan si mungil. "Kau tahu kau tak perlu sungkan padaku, Baek."
Baekhyun tersenyum lembut, tangannya mengusap puncak kepala Sehun. "Memangnya sejak kapan aku sungkan padamu, hm? Tidak perlu kau pikirkan, lagipula ini bukan mimpi buruk yang biasanya."
Sehun mengernyit bingung. "Lalu kau mimpi apa?"
"Aku tak begitu ingat."
"Eyy~ pembohong."
"Tidak percaya juga tidak apa-apa." Baekhyun mengedikkan bahunya cuek. Atensinya sudah terfokus sepenuhnya pada cake yang tengah dihias. Baekhyun tak bisa bilang bahwa ia bermimpi Sehun meninggalkannya. Bisa-bisa pria albino itu menggodanya habis-habisan. "Kau tidak akan kembali tidur?" tanya Baekhyun, sadar akan Sehun yang masih memerhatikannya.
"Nanti saja, saat kau mengantuk." jawab Sehun seraya menyuapkan sebuah strawberry ke dalam mulutnya.
"Tidurlah. Kupikir aku tidak akan mengantuk setelah ini."
"Kau bukan Ibu-ku, Baekhyun." Sehun kembali menyuapkan sebuah strawberry ke mulutnya.
"Kalau begitu, berhenti memakan strawberry-nya."
Sehun mendengus. "Cake-nya sudah cukup strawberry, Baek. Biarkan aku memakan sisanya."
"Tapi aku sengaja menyisakannya untuk kumakan, Sehun. Jadi, berhenti memakannya." perintah Baekhyun. Tapi sialnya, tak diindahkan oleh Sehun. Pria berkulit pucat itu malah semakin santai memakan buah berwarna merah itu tanpa peduli dengan raut kesal si mungil. "Yak, kau dengar aku? Berhenti memakan strawberry-strawberry itu." Baekhyun berkacak pinggang. Dan masih diabaikan. "Oh Sehun, aku serius."
Sehun menghentikan gerakannya yang hendak memakan salah satu strawberry berukuran besar. Seringaian jahil andalannya tiba-tiba muncul. "Kau mau?" tanyanya. Ia menggigit pangkal strawberry itu, menyisakan ujungnya di antara belahan bibirnya. "Kalau begitu, ambil saja dari mulutku~"
Baekhyun terkesiap dibuatnya. Pipinya sontak terasa panas. "A–apa?"
Sehun tersenyum puas melihat reaksi itu. "Tidak mau? Ya sudah~" Dan mengedikkan bahunya. Sehun sudah sedikit ini untuk memasukkan strawberry itu seutuhnya ke dalam mulutnya, namun aksi pria mungil di hadapannya sukses membelalakkan bola matanya.
Baekhyun menggigit ujung strawberry itu, dan membuat bibir mereka bersentuhan.
Itu tidak lama, hanya berlangsung dalam dua kedipan mata. Tapi cukup untuk menghasilkan keheningan yang panjang.
Sehun menatap Baekhyun tak percaya, sementara yang ditatap pura-pura bersikap tenang meski hampir seluruh wajahnya didominasi semburat kemerahan. Demi Tuhan, Sehun tadi hanya bercanda, ia malah berpikir Baekhyun akan memukul kepalanya—seperti yang dulu-dulu. Tapi yang tadi itu sungguh di luar ekspektasinya. Apa yang baru saja terjadi?
"Kau..apa yang–"
"Itu salahmu! Kau yang mulai duluan!" Baekhyun memotong. Ia bangkit dari duduknya seraya memalingkan wajahnya ke arah lain, bersiap untuk pergi dari sana. "Aku mau tidur."
Tapi Sehun lebih cepat menahan tangan Baekhyun.
"Kau bohong." ucap Sehun penuh keyakinan. Ia longgarkan pegangannya pada tangan Baekhyun, berakhir dengan menggenggam jemari-jemari lentik itu. "Kau berhutang penjelasan padaku, Baek.."
"P–penjelasan apa?" Baekhyun terbata, masih mempertahankan posisinya agar tidak menghadap Sehun. Namun tidak dalam waktu lama. Karena detik berikutnya, Sehun memutar tubuh mungil Baekhyun, dan menuntun dagunya agar manik mereka bertemu.
"Baekhyun-ah.." Sehun memanggil lembut. "Tolong katakan kau hanya bercanda tadi."
Baekhyun menelan ludahnya kasar. Ia tak tahu harus berkata apa. Tatapan Sehun membuat lidahnya kelu, dan jantungnya tak bisa berdetak dengan tenang.
"Kau gelisah begini karena tidak tahu bagaimana perasaan Sehun padamu'kan? Jadi, kenapa tidak kau pastikan saja sendiri?" Suara Nyonya Sayaka tiba-tiba menggema dalam kepala Baekhyun.
"Baek, jawab aku."
Ibu Sayaka benar.
Baekhyun menggigit bibir bawahnya. Ia tarik satu napas panjang, lalu menatap lekat obsidian Sehun. Ia telah mengambil keputusan.
"Kalau ternyata aku tidak bercanda, bagaimana?"
Sehun mengernyit. "Apa?"
Kedua tangan Baekhyun mengepal kuat di sisi tubuhnya, lamat-lamat menenangkan hentakan di balik rongga dadanya. "Kalau kukatakan bahwa.." Pria mungil itu menelan ludahnya sesaat, lalu melanjutkan, "Bahwa aku berdebar karenamu, apa yang akan kau katakan?"
Sehun mematung. Matanya tak berkedip dan detakan jantungnya seketika berdetak dalam tempo tak normal. Kecang, lambat, kencang, lambat. Begitu seterusnya. Namun di antara semua itu, kinerja otaknya yang paling tidak beres. Itu tetap memutar ulang ucapan Baekhyun barusan, tanpa bisa menangkap apa makna sebenarnya.
"Kau..tidak bercanda?" tanya Sehun hati-hati. Setiap kata yang meluncur dari lidahnya terasa meningkatkan detakan jantungnya, membuat sudut hatinya menjadi gelisah. Tetapi kemudian gelengan kepala yang Baekhyun berikan seolah merobohkan kegundahan itu. Jadi, tanpa berpikir apapun lagi, Sehun menarik Baekhyun ke dalam pelukannya, mendaratkan sebuah sarat cinta dalam bentuk cumbuan yang manis.
Baekhyun terkejut untuk beberapa saat. Namun kelopak matanya perlahan ikut terpejam ketika daging tak bertulang itu melumat lembut permukaan bibirnya. Baekhyun terlena dibuatnya. Ciuman ini..pertama kalinya ia dapatkan dari Sehun tanpa ada unsur paksaan.
Rasanya begitu manis, begitu memabukkan.
Baekhyun-pun membalas ciuman itu sama lembutnya. Sambil meremas kaos yang dipakai Sehun, kakinya agak berjinjit. Pria mungil itu menggerakkan kepalanya berlawan dengan kepala yang lebih tinggi, mengikuti irama ciuman tersebut.
Beberapa detik setelah pertautan itu, Sehun membuat jarak di antara wajahnya dengan wajah Baekhyun. Ia tersenyum manis kala ekspresi menggemaskan pria mungil di hadapannya tertangkap manik kelamnya. "Aku mencintaimu, Baek.." bisiknya tulus seraya mengelus pipi Baekhyun yang bersemu. Bola matanya menatap saksama pahatan sempurna yang begitu cantik itu. "Aku mencintaimu.."
"Aku mendengarnya, bodoh. Tidak perlu kau ulangi segala." Bibir Baekhyun mengecurut lucu, antara malu dan salah tingkah.
Sehun terkekeh. Tanpa aba-aba, ia kembali meraup bibir Baekhyun. Kali ini lebih intens, dengan tangan kanan menekan tengkuk si mungil, sementara tangan kiri merengkuh pinggangnya. Sehun mencium, menggigit, dan sesekali menjilat bibir coral Baekhyun, membuat si mungil melenguh di sela-sela ciuman itu.
Sial. Sehun adalah pencium yang handal.
Semakin dalam ciuman itu, semakin sulit Baekhyun menegakkan kedua tungkainya yang terasa lemas. Ia berusaha mengimbangi permainan Sehun, tapi yang ada ia malah kewalahan. Dan hal terakhir yang Baekhyun tahu, lidah Sehun sudah berada di dalam mulutnya, membelit lidahnya.
"Mnnhh.." Baekhyun mendesah kecil dalam pagutan itu. Celah yang dibuat bibirnya meloloskan ludah yang entah milik siapa. Namun itu bukanlah yang terpenting. Adalah ketika Sehun menaikkan tubuhnya ke meja dapur, dengan sebelah tangan menyelusup ke dalam kaosnya tanpa melepaskan tautan bibir mereka, Baekhyun langsung membuka matanya lebar-lebar. "JANGAN!" serunya sambil mendorong dada Sehun.
Sehun tersentak dibuatnya. Ia menatap pria mungil di hadapannya dengan raut bingung, dan baru menyadari kebodohannya setelah melihat dengan jelas tubuh Baekhyun yang gemetaran. Sehun melotot. Ia nyaris melupakan hal terpenting tentang Baekhyun—traumanya yang masih belum sembuh benar.
"B–Baek, astaga, maafkan aku.." Sehun menangkup wajah Baekhyun, menatap si mungil dengan raut khawatir. "Kau baik-baik saja? Apa aku menyakitimu? M–maafkan aku, aku tidak bermaksud–"
Namun Baekhyun segera memotong ucapan Sehun dengan sebuah pelukan, membuat pria tinggi itu tertegun di tempatnya.
"Aku yang seharusnya minta maaf.." bisik Baekhyun. "Aku..masih belum bisa melakukannya, Sehun-ah.."
Sehun tersenyum maklum mendengarnya. Ia balas pelukan itu, memberikan ketenangan pada si mungil melalui usapan lembut di puncak kepalanya. "Tidak apa-apa, Baek. Aku paham kok." Lalu mengecup dahi Baekhyun penuh kasih sayang. "Aku tak akan memaksamu melakukannya. Seperti inipun, sudah cukup bagiku.."
Baekhyun mengeratkan pelukannya sambil menggigit bibir bawahnya. Dadanya berdenyut nyeri. Padahal sudah dua tahun berlalu semenjak ia memulai terapi untuk menghilangkan bekas trauma dalam dirinya, tapi tetap saja masih terasa sulit jika melakukan hal yang menjurus pada hubungan badan. Entah bagaimana, rasa takut itu masih tersisa.
"Maaf.." Baekhyun mencicit.
"Yak, jangan meminta maaf." Sehun lepaskan pelukan itu, lalu mencubit pipi tembam Baekhyun dengan gemas. "Aku yang salah tadi, jadi berhentilah menunjukkan ekspresi bersalah begitu, aku tidak suka." Sehun tersenyum lembut. "Kau lebih cocok kalau sedang tersenyum, Baekhyun-ah.."
Hati Baekhyun menghangat karena penuturan itu. Rasa bersalah yang tadi sempat bersarang, menghilang entah kemana. Refleks, sudut bibir pria mungil itu tertarik ke atas, menghasilkan senyuman cantik yang melengkungkan matanya seperti bulan sabit. "Terima kasih, Sehun-ah~"
Keduanya kemudian kembali berpelukan, dengan suara debar jantung masing-masing mengiringi keheningan malam. Sama-sama bersyukur telah dipertemukan dengan satu sama lain.
THE END
Jadi, tidak ada NC, haha. Kami takut kalau memaksakan membuat NC, kesannya seperti dipaksakan mengingat menghilangkan trauma itu tidak semudah membalikkan telapak tangan, butuh proses dan waktu. Begitupun dengan Baekhyun.
ANYHEY, ada bonus epilog buat kalian~
.
.
.
EPILOGUE
Sehun mendapati Baekhyun dengan alis tertekuk ketika ia mencari si mungil ke dapur. Ini sudah waktunya anak-anak mengemil, tapi Baekhyun yang katanya akan mengambil fruit cake di lemari es, belum juga kembali ke ruang makan. Pria mungil itu justru berdiam diri menatap fruit cake buatannya di atas meja.
"Ada apa, Baek?" tanya Sehun, menyadarkan Baekhyun dari kesibukannya.
"Ada yang aneh dengan whipped cream-nya." ujar Baekhyun dengan raut serius. "Kupikir itu sudah cukup manis, tapi kenapa sekarang tak terasa apapun?"
"Whipped cream?" Sehun mencolek whipped cream di fruit cake itu, memasukkannya ke dalam mulut, lalu berpikir. "Menurutku sudah cukup manis kok."
"Eyy~ tidak, tidak." Baekhyun menggeleng tidak setuju. Ia beranjak menuju lemari makanan, entah mencari apa.
"Uh..kau sedang apa?" tanya Sehun kebingungan.
"Mencari gula halus. Sepertinya masih ada sedikit lagi di dalam lemari makanan."
Sehun mendesah pelan. "Baek, itu sudah cukup manis, tidak perlu ditambahkan gula lagi." ujarnya. Tapi Baekhyun tak mendengarkannya. Sehun-pun kembali berpikir. Tak lama, sebuah seringaian jahil muncul di sudut bibirnya tanpa si mungil ketahui. "Baekhyun-ah, coba berbalik sebentar~"
Baekhyun yang pada dasarnya tak menaruh curiga, pun menghadapkan tubuhnya pada Sehun. Dan saat itulah, bibir Sehun menempel di permukaan bibir Baekhyun, mengejutkan si mungil sampai dibuat menahan napas. Namun belum sempat Baekhyun menyadarkan dirinya, lidahnya telah lebih dulu disapa kelembutan whipped cream yang Sehun telusupkan melalui celah bibirnya. Beberapa detik setelah Baekhyun menelan whipped cream itu, barulah Sehun melepaskan tautan bibir mereka. Pria tinggi itu menyeringai tampan.
"Bagaimana? Apa sekarang sudah cukup manis?"
Dalam satu nanodetik, wajah Baekhyun terasa memanas sampai ke telinga. Sialan. Ia telah dikerjai. "OH SEHUUUUUN!"
Tawa nista Sehun-pun memenuhi dapur.
THE END (titik)
.
.
.
A/N (Azova10): DONE, DONE, DONE! /sujud syukur/ Inilah akhir dari collab pertama kami, alhamdulillah bisa selesai sampai akhir. Semoga kalian puas dengan endingnya ya. Selanjutnya, kami akan menamatkan FF masing-masing yang belum tamat. Last but not least, terima kasih banyak untuk SEMUA READERS yang sudah klik follow, favorite, dan memberikan masukan untuk FF ini. I LOPH YOU ALL~
A/N (Sayaka Dini): Akhirnyaaaaa... selesai~~ makasih banyak atas penyambutan collab kami~ ah ya, untuk yang nunggu ffku yang lain, misal dulex, eh 2ex maksudnya, dan Zelonia, mian udah membuat lama menunggu, sekarang sy usahakan untuk meneruskan ffku disela-sela kesibukan... sekali lagi, makasih banyaakkk~
PS. Crime Twins apdet bareng ohlan94 (on wattpad), dan flameshinee. Maen ke lapak mereka juga ya~
PSS. LAST REVIEW, PLEASE?