Daddy Please

Min Yoongi (29 th)

Park Jimin (15 th)

and ect.

YoonMin

Romance, Drama, Hurt & comfort, Mature, Pedo

Happy Reading


Ia menarik tengkuk Jimin, mencium bibir ranum itu sekali lagi. Tangannya kali ini tidak tinggal diam. Ia melusupkannya ke dalam piyama yang Jimin kenakan. Mengelus punggung sempit itu perlahan. Yang lebih muda hanya bisa pasrah, ketika Yoongi menggerayangi tubuhnya. Bukan, bukan karena tidak suka hanya Jimin tidak mampu berkata apa-apa lagi, selain mengerang dan mendesah. Yoongi itu baik, tampan, dan sangat seksi, terutama saat mereka hanya berdua, melakukan pergumulan panas. Memikirkannya saja membuatnya gila.

Min Yoongi, Min Yoongi, Min Yoongi. Namanya menguasai seluruh pikiran dan hatinya, bahkan di setiap relung-relung kecil sekalipun.

"Uhmhh-" Jimin mengadahkan kepalanya. Tubuhnya menggelinjang. Saat bibir basah itu pindah, turun ke lehernya. Mengantarkan sengatan-sengatan listrik tak terlihat yang membuat tubuhnya panas. Yoongi masih terus melancarkan aksinya. Ia mencium, menggigit, lalu menghisapnya. Matanya terpejam, hanya instingnya yang bekerja, refleksnya akan tubuh Jimin lebih peka dari apapun. Ia meninggalkan tanda kemerahan di perpotongan leher putih itu. Yoongi menegakan badannya menatap wajah berpeluh kemerahan Jimin.

"Minie-ah, jangan gigit bibirmu..

Ia menyentuh bibir itu, mengusapnya pelan. Jimin meneguk salivanya. Tatapan itu-ugh terlalu dalam untuk ia balas. Tapi, mau tidak mau ia harus. Jimin tenggelam dalam kegelapannya, terkunci dalam manik Indah itu.

Min Yoongi adalah kegilaan...

"Lihat, kalau tergores bagaimana hm? Aku tidak mau melihatmu terluka sayang. Lebih baik kau tidak usah menahan suaramu, aku menyukainya saat kau mendesahkan namaku." Matanya berair, Jimin benar-benar stuck pada Yoongi. Lembut namun menghipnotis. Si surai gelap itu menangguk kaku.

"A-aku tidak akan menahannya daddy, aku janji." Setelahnya yang Jimin rasakan adalah saat tangan Yoongi yang membuka kancing piyamanya. Merebahkan badannya di ranjang, menindihnya dengan cara yang ah-Tuhan jangan buat ini cepat berakhir. Pantaskah Tuhan mengamini nya? Mendengarnya saja-pun Tuhan tak akan sudi.

Yoongi mengusap tonjoloan kecil di dadanya. Membuat Jimin mengerang dengan suara kecilnya 'ahh-daddyhh', begitu manis. Suaranya tak pantas untuk mengeluarkan desahan-desahan erotis ini, tidak sampai kapanpun. Tapi hanya nafsu di pikirannya, seluruh isinya yang tidak sinkron dengan paras polosnya. Jimin telah kotor semenjak Yoongi datang dan melihat matanya.

Lidahnya yang pandai, bergerak diatasnya. Menjilat nipple kecil laki-laki yang lebih muda. Membuat sekujur tubuhnya merinding menahan sisa kewarasannya yang hampir menguap. Jimin memeluk kepala Yoongi. Mencoba membuat mulut itu semakin gencar mengerjainya. Refleks, Maybe.

"Ugh-" lagi, Jimin menegang saat Yoongi menggigit nipplenya. Ia ingin mengumpat, menyumpahi presdir Min dengan se-kasar-kasarnya, atas semua kenikmatan yang diberikan olehnya. Saat jemari tangannya yang jenjang ia lesakkan ke dalam mulutnya, saat ia bilang Jimin harus menghisapnya, melingkupinya dengan kehangatan di dalam sana. Bisa ia lihat dari celah matanya yang terpejam, Yoongi juga menutup matanya. Menikmati sepertinya? Mungkin. Yang Jimin tau pasti sekarang adalah perutnya yang sakit dan kejantanannya yang berkedut. Apa yang terjadi padanya? Entahlah, terlalu lelah memikirkan hal itu.

"Daddy sakith unghh.." ia meremas surai pirang itu. Berharap Yoongi mengerti dan membantunya.

Jimin merasa dingin di bagian kakinya, dan ketika itu juga ia sadar Celananya sudah di tanggalkan. Jimin yakin wajahnya lebih memerah dari sebelumnya.

"Ahk! please Daddyhh " Yoongi menyentuhnya. Meremas miliknya yang tegang. Seperti di atas langit yang berkabut. Betapa menjijikkannya keadaannya sekarang. Seperti lacur, lacur yang ingin dipuaskan. Tangannya bergerak naik turun diatas kejantanan kecil itu. Memompanya agar sesuatu di dalam sana terbebas.

"Dad uhh-"

"Yoongi-ah.."

Deg

Tubuhnya tersentak. Semuanya terhenti, Yoongi menatap Jimin nanar. Baju yang terbuka, kissmark di sekujur badannya. Berantakan, begitu pula dengannya. 'Apa yang kau lakukan Min Yoongi!' Kesadarannya seperti di tampar kuat-kuat memaksanya kembali ke pada kenyataan. Ia memejamkan matanya sejenak, kepalanya pening.

"Daddy?" Panggilnya setengah merintih. Miliknya sakit, sangat. Ia belum sampai klimaks tapi permainan sudah berhenti. Bukan main, air matanya kembali turun. Dia hanya butuh Yoongi, sedikit lagi. Ugh-

"Maafkan aku, tidak seharusnya aku melakukan ini. Maaf." Wajahnya benar-benar menyesal. Ada nada kecewa di dalam kalimatnya. Kenapa kecewa? Bahkan ia bisa melanjutkannya.

"T-tapi Daddy hiks..."

"Maaf, aku sudah telat..

Yoongi mencium keningnya lama, menghapus bulir bening yang jatuh di pipi mulusnya. Ia merapihkan baju Jimin yang berantakan. Membuatnya seperti semula. Tapi tetap saja tidak bisa mengembalikan si empunya seperti semula. Mendudukan Jimin diatas ranjang birunya.

"Aku akan memanggil Risa kesini, maafkan daddy."

Dengan suara pintu di tutup berakhir sudah semuanya. Yoongi keluar dari kamarnya. Pergi meninggalkannya dalam keheningan yang menyesakkan. Air matanya jatuh lagi tanpa suara. Lelah, selalu berakhir dengan hampa seperti ini. Jimin selalu tau kalau Daddynya selalu sama, tidak pernah berubah. Caranya membuat dirinya tersenyum di pagi hari, ketika ia mengecup seluruh permukaan wajahnya lembut saat malam, dan saat dia meninggalkan dirinya sendiri tanpa alasan.

"Tuan muda? Oh, astaga tuan muda." Gadis diakhir 20-an itu menghampiri Jimin dengan tergesa. Keluarganya sudah bekerja di rumah ini semenjak Tuan Min Woohyun-kakek Yoongi-masih sehat memimpin perusahaan. Kakek, ayah, dan sekarang menurun padanya. Koo Risa, begitu menghormati keluarga ini tanpa pengecualian untuk Park Jimin. Ia berjongkok tepat didepannya, mengelapkan kain hangat pada telapak tangan kecil itu. Risa meringis melihat lecet di permukaan tangan Jimin. Hatinya ikut terluka tentu saja.

"Tuan apa anda baik-baik saja?-" Jimin berkedip, sekali, dua kali, tiga-. Baru ia mengalihkan perhatiannya, berhenti meratap, dan menghapus airmatanya. Mulutnya terbuka tapi tidak satupun kata keluar dari sana. Risa hanya bisa memakluminya, kalau ia di posisi Jimin mungkin ia tidak akan setegar itu.

"Uhm, Nuna, mungkin sebaliknya... sebaiknya kau memanggil Taro Hyung, ng.. aku-" Jimin menunduk, begitu juga dengan wanita berkulit Tan itu.

"Astaga, maafkan aku Tuan. Saya akan memanggil Taro segera." Mukanya bersemu saat keluar dari kamar beraroma green tea itu. 'Kau baru saja melihat milik tuanmu berdi-yatuhan' Risa menggeleng-gelengkan kepalanya, mencoba menghilangkan pikiran joroknya.

Ia menggaruk surai kehitamannya, malu akan sikapnya tadi. Bagaimanapun juga dia adalah laki-laki dan maidnya adalah perempuan. Bodoh kau Jimin bodoh.


Daddy please


"Tuan, tuan Jungkook sudah datang." Pintunya diketuk. Sekarang sudah siang. Setelah kejadian tadi pagi, ia menyuruh maidnya mengundang Jungkook. Berharap laki-laki itu bisa menaikkan moodnya-sedikit. Jimin turun dari ranjangnya, berjalan pelan ke arah pintu.

"Chimchim!"

Tubuhnya terdorong kebelakang, Jungkook menerjangnya tiba-tiba. Tidak sadar apa, mereka jauh berbeda. Badan Jungkook dua kali lebih besar darinya, tapi dengan seenaknya ia menubruk Jimin seperti itu.

"Ung-Jungie, lepaskan aku, aku sulit bernafas." Buru-buru laki-laki bersurai kecoklatan itu melepaskan pelukannya. Lalu mengusak kepala yang lebih pendek, seraya mengucapkan maaf beberapa kali di samping telinganya.

"Chim kau sakit? Atau apa? Kelas jadi tidak seru tanpa mu." Ah, Jungkook. Dia lucu, Jimin hanya ternyum menanggapi air muka Jungkook yang berubah khawatir. Sulit untuk tidak mengkhawatirkan seorang Park Jimin.

Ia menangkat wajahnya, menatap laki-laki kelahiran Busan itu dengan tatapan 'aku baik-baik saja' jangan lupakan eyesmile yang tercipta saat Jimin tersenyum. Tangannya tenggelam dalam sweater abu yang ia kenakan.

"Jangan bohong, aku tidak datang untuk mendengar kebohongan Chim. Aku bukan orang lain, ceritakan semuanya padaku, kumohon." Sendu, Jungkook benar. Tidak seharusnya Jimin begini. Terluka sendirian lalu tersenyum dan bilang kalau ia baik-baik saja dengan mata sembab. Mana tega, yang lebih tinggi menggandeng tangan mungil itu, menariknya kearah ranjang. mendudukan Jimin disana.

"J-jungkook-ah.." bukan Jeon Jungkook namanya kalau tidak bisa membuat Jimin berdebar. Ia menangkup wajah Jimin. Menatap matanya dalam, membuat Jimin kehabisan kata-kata untuk menanggapi ketua kelasnya itu. Perlahan jarinya tergerak, membelai wajah itu dengan hati-hati. Dia tidak mau merusaknya, barang satu gores pun. Pipi Jimin bersemu, merah padam.

"Kau tau Jimin, aku menyayangimu lebih banyak dari yang kau tau. Aku menanggap mu lebih dari sekedar teman."

Jungkook mendekatkan wajah keduanya. Membuat si surai hitam itu kelabakan, untuk melepaskan cengkraman itu.

"Ugh-Jung-"

.

.

.

.

Thx for reading this fanfic.

Mind to review?