Pairings
ChanBaek, HunHan, KaiSoo
Genre
AU, Gore, Lemon, Action, Romance
Rating
M
Length
Chaptered
Disclaimer
All cast in this story belong to themselves. Story and plot, all belong to author. Do not copy this story, plagiarism is strictly prohibited.
Warning
Mpreg, sexual content, mention of rape, lots of drug and alcohol, violence and abuse.
Perhatikan:
Status: Penamaan Alpha, Beta, dan Omega dalam cerita hanya dijadikan sebagai pengganti status mereka. Alpha, Beta, dan Omega dalam cerita tidak dapat mengubah diri mereka menjadi seekor Werewolf. Mereka akan memiliki jiwa Alpha, Beta, Omega dalam diri mereka ketika mereka telah menginjak masa heat.
Alpha: Status Alpha hanya akan diberikan kepada para pemimpin, penguasa atau orang-orang terhormat. Di dalam cerita ini Alpha digambarkan sebagai seorang pemimpin rumah tangga, pemimpin geng mafia, pemimpin perusahan, politikus, aparat pemerintah, selebriti ternama, dll. Seorang Alpha biasanya memiliki jiwa seorang pemimpin, tidak dapat diperintah, perintahnya adalah mutlak, kuat, kaya raya, dan selalu menjadi dominan.
Beta: Status Beta berada di bawah Alpha. Di dalam cerita status Beta ini dapat disematkan kepada seorang pria, wanita, dominan atau pun carrier. Beta termasuk ke dalam golongan orang-orang terhormat. Perintah seorang Beta tidak mutlak, dan mereka juga tidak memiliki jiwa kepemimpinan yang kuat.
Omega: Omega adalah status terendah, mereka bisa wanita atau pun carrier. Seorang Omega biasanya sangat lemah, tidak memiliki jiwa kepemimpinan, didominasi, dan bertugas sebagai pembuat keturunan. Sebagai pembuat keturunan, Omega juga biasanya dianugerahi paras yang menawan.
Heat: Masa di mana seorang Omega merasakan gejolak gairah yang menggebu-gebu untuk disetubuhi dan dibuahi oleh sang Alpha. Pada masa ini rahim seorang Omega telah matang dan dalam keadaan sangat siap untuk ditanami benih. Di luar masa heat seorang Omega tidak dapat dibuahi, sebanyak apa pun benih yang dikeluarkan tidak akan membuatnya hamil.
Mate: Seorang Omega akan tahu mate Alphanya saat ia memasuki masa heat, saat itu akan timbul lambang di lengan atasnya yang sama percis dengan lambang milik mate Alphanya. Tidak semua Alpha memiliki Omega, dan kebanyakan Beta hanya bermain-main dalam hubungan. Alpha dapat menjalin hubungan dengan seorang Beta, hanya jika ia belum memiliki seorang mate Omega.
Carrier: Seorang pria namun berstatus sebagai Omega sehingga dapat dibuahi(uke)
e)(o
1
Musik mengalun merdu, mendayu-biru, terapung-apung di atas nada-nada indah. Terima kasih pada orkestra di sebrang ruangan. Musik yang datang dari surga ini telah membawa simfoni yang memiliki daya magis; penolakan, pengasingan, kemarahan, rasa ketergantungan, depresi, dan kepasrahan. Mungkin simfoni indah ini berniat mengejek tiap manusia yang mendengarnya.
Musik indah ini ternyata sama indahnya dengan ruangan megah yang menaunginya; lampu-lampu kristal raksasa berharga ratusan juta dollar terlihat menggantung indah di langit-langit, terang-benderang, menyilaukan, dan berkilauan. Di samping kanan orkestra, berdiri sebuah panggung megah, bukan panggung biasa, melainkan sebuah panggung khusus yang biasa digunakan untuk memamerkan barang lelangan.
Tirai-tirai besar berwarna merah semerah darah dengan ujung keemasan tersibak dan melambai-lambai dramatis terbawa tiupan angin malam. Perabotan mahal nan cantik terpajang di tempat-tempat seharusnya. Lusinan lukisan berkelas dan ornamen-ornamen unik bergaya eropa yang memenuhi dinding semakin menambah kesan mewah dan meriah. Bar di isi lautan manusia, pun sama dengan puluhan mesin dan meja judi.
Gelak tawa memuakkan, jeritan frustasi, dentingan gelas-gelas kristal berisikan minuman keras bersatu-padu bersama aroma liar dari kepulan asap tembakau, parfum, dan barang haram lainnya. Tidak ada batasan, hanya ada kepuasan dan pelepasan. Setiap manusia yang ada di dalam ruangan ini telah meninggalkan segala norma dan tata krama mereka sejak memutuskan untuk datang. Hanya jika, para petinggi dan orang-orang berkuasa di atas kuasa itu mampir. Maka dengan cepat segala bentuk kesenangan dunia ini harus segera dienyahkan, dan rasa hormat harus lebih diutamakan.
Terlebih jika mereka masih ingin hidup.
Siwon menggendong tangan di belakang punggungnya, berdiri tegak, dan penuh rasa percaya diri. Ia tampan, namun hidung dan dagunya terlalu lancip seolah hampir mencapai langit-langit. Malam ini Alpha itu memutuskan untuk mengenakan Tuxedo hitam legam yang dikombinasikan dengan rambut hitam klimis, sepatu hitam mengkilap, dan janggut yang dengan sengaja tidak dicukur bersih. Wajah dan penampilannya malam ini memang sebanding dengan apa yang ada di hadapannya.
Menghirup nafas dalam dan aroma uang langsung memenuhi indera penciumannya. Nikmat, pikirnya. Bagi Siwon, aroma uang sama seperti aroma makanan favoritnya, bahkan jauh lebih nikmat.
Untuk seorang keturunan Choi, Siwon Choi adalah lintah darat paling licik yang pernah ada dalam silsilah keluarganya. Siwon tidak ubahnya rayap yang gemar memakan segala yang ada di hadapannya. Contohnya Casino ini, tempat yang seharusnya ia bagi bersama dengan saudaranya. Lain ilang lain ilalang, alih-alih berbagi, ia justru ingin memiliki sepenuhnya. Sekarang, berkat kelicikan dan tipu dayanya, entah bagaimana tempat ini menjadi mutlak dimiliki oleh dirinya. Siwon telah mengibarkan bendera perang kepada saudaranya sendiri, membentengi setiap wilayah yang ia anggap mutlak miliknya.
Siapa peduli?
Lagipula memiliki terlalu banyak saudara juga tidak akan mempengaruhi hartanya.
"Bos." Salah seorang pria berpakaian formal menghampirnya. Pria itu merunduk dan berbisik di telinga Siwon sehingga orang lain tidak dapat mendengar apa yang ia katakan. "Wu telah sampai."
Siwon mencengkram kerah jas tuxedonya, memberi dukungan fisik untuk dirinya sendiri. "Di mana mereka sekarang?"
"Mereka baru saja memarkir mobil."
"Giring mereka masuk." Siwon menghirup nafas dalam dan merenggangkan otot di bahunya.
"Siap, Bos." Pria itu segera berlari pergi meninggalkan ruangan.
Malam ini adalah malam besar. Firasatnya mengatakan demikian, dan biasanya firasatnya itu tidak pernah salah apalagi sampai meleset. Siwon kembali menyapukan pandangan ke seluruh penjuru ruangan untuk memastikan. Tidak ada secuilpun celah yang ia lewatkan, dan jika saja matanya dapat memancarkan laser api, maka lautan manusia yang ada di hadapannya saat ini telah hangus terbakar.
Tempat ini indah, megah, layaknya miniatur surga bagi Siwon.
Siwon menyeringai puas, sempurna.
Ketika ia mengangkat dagunya dan menatap ke depan, rombongan Wu masuk melalui pintu depan. Orang-orang memutar kepala, melewatkan permainan hanya untuk memekik dan melotot takjub ke arah rombongan kesohor tersebut. Para jalang bergerak menjauhi kursi, histeris. Sementara para pria berstatus Beta menggeleng kagum sekaligus iri bukan kepalang.
Pemimpin geng mafia itu, Wu dari Dragon, berada di barisan paling depan dan mengunci seluruh tatapan dengan wajah kakunya. Pria berdarah China-Kanada tersebut memakai suit formal mahal berwarna gelap yang disempurnakan dengan sepatu kulit hitam mengkilap. Serentetan anting-anting perak menghiasi telinganya. Rambut pirang keemasannya terlihat disisir ke belakang, yang mana langsung mengingatkan Siwon pada salah seorang anak mafia melegenda; Takiya Genzi.
Benar kata orang, pria itu memang memiliki aroma Alpha yang unik. Kris Wu memikat dengan aroma anyelir, dan woody yang membumi. Ada sebentuk keseksian dan kehangatan yang secara halus dikuarkan oleh tubuhnya. Benar-benar memperjelas posisinya sebagai seorang pemimpin. Para jalang itu menjilat bibir penuh penantian, seolah-olah jika mereka melakukan itu maka Kris akan secara suka rela memungut mereka.
Oh, mimpi saja.
"Wu," sapa Siwon. Ia harus sedikit mendongak sebab pria di depannya memiliki tinggi di atas rata-rata. Suaranya ramah dan penuh kerendahan diri, buatan. Tentu saja, Wu dan antek-anteknya adalah salah satu mesin uang berharga miliknya malam ini.
"Choi," sahut Kris dengan suara beratnya. Nadanya datar dan terkesan bosan, tahu apa yang tengah dipikirkan lintah darat di depannya.
"Senang bertemu denganmu." Siwon tersenyum, penuh tipu daya tapi Kris sulit tertipu. "Kim, Jung, dan yang lainnya telah sampai. Mereka menunggumu, silahkan ikut bergabung." Siwon menoleh ke belakang, menunjuk kelompok kecil yang duduk di lingkaran sofa paling depan, sangat dekat dengan panggung.
Mereka terlihat terlalu mencolok.
Kris bahkan dapat melihat Mayor Jenderal Lee dengan pakaian dinas formal miliknya, topi fedora antik, serta tongkat berkepala elang, tengah terduduk di salah satu bagian sofa sembari memangku seekor jalang berdada besar.
Tempat seluruh penguasa di mana dirinya sendiri ada di dalamnya, Kris pikir.
"Mari," ajak Siwon.
Pria jangkung itu hanya mengangguk sekilas dan kemudian berjalan menuju singgasananya dengan Siwon yang berjalan di sampingnya. Sebelum benar-benar pergi, Kris sempat memberi isyarat melalui gerakkan tangan, mempersilahkan antek-anteknya untuk bersenang-senang memuaskan diri mereka.
"Wu." Para anggota dari kelompok kecil namun mencolok tadi menyambut kedatangannya, mendongak memandang Kris yang berdiri menjulang di depan mereka.
"Duduklah," tawar salah seorang pria. Suaranya berat, dan penuh wibawa, namun terlihat sudah berumur. Ia adalah Mayor Jenderal Jonghyun Lee; salah satu orang yang paling disegani di Korea Selatan. Semua itu berkat keberhasialnnya sepuluh tahun lalu dalam misi membebaskan dua orang sandera di perbatasan antara Korea Selatan dan Korea Utara. Berkat jasa besarnya tersebut ia dinobatkan–secara tidak resmi–sebagai salah satu legenda Korea.
Namun kita tahu ada yang tidak beres dengan legenda yang satu ini.
"Aku tidak menyangka akan seramai ini," aku Kris. Ia memutuskan untuk mengambil duduk di samping kiri Suho yang tengah sibuk menjejalkan lembaran dollar ke dalam belahan payudara salah seorang jalang di atas pangkuannya.
Suho dari Kim; seorang pengusaha muda keturunan chaebol yang senang menghambur-hamburkan uang. Baru-baru ini Suho membuat masalah kecil; ia membakar segunung dollar dengan nominal angka di luar nalar di depan gedung perusahaan ayahnya tepat di hari ulang tahunnya sendiri. Saat itu pagi buta, dan Suho tengah dalam keadaan mabuk berat sepulang dari pesta ulang tahunnya. Didorong oleh rasa kekecewaannya terhadap sang ayah, ia yang memang pada dasarnya selalu membawa uang tunai ke mana pun di dalam koper-kopernya langsung berbuat demikian tanpa memikirkan resikonya.
"Aku datang karena Choi menjanjikan barang bagus. Dia mengatakan bahwa dia tidak akan mengecewakan kita," ungkap Zico; ia adalah seorang rapper ternama yang tengah menjejaki masa keemasannya. Malam ini Zico berpenampilan ala rapper andalannya; kalung-kalung emas berbandul, topi, juga pakaian berwarna-warni yang memeriahkan penampilannya. Beberapa kali rapper berwajah unik itu tersandung kasus narkoba, namun anehnya ia selalu berhasil lolos dari jeratan jeruji besi.
Tentu saja. Itu perkara mudah, semudah mengedipkan mata.
"Choi bilang tidak ada satupun dari mereka yang telah diklaim." Suho merasa bosan dan mendorong seorang jalang pergi, yang kemudian langsung digantikan oleh jalang lain yang lebih panas dan seksi.
"Begitu? Mungkin karena Bang yang menjadi pemasoknya." Yunho Jung akhirnya ikut masuk ke dalam obrolan. Pria yang memiliki mata setajam mata musang itu menoleh, menjentikkan jari hingga salah seorang pengantar minuman dari bar terdekat datang menghampiri. Yunho dari Jung; seorang pengusaha kaya raya yang bergelut di bidang pertambangan, dan batu bara. Yunho adalah salah satu keturunan Jung yang terkuat.
Kris mengambil gelas champagne yang disodorkan oleh salah seorang pengantar minuman, matanya menatap ke depan. "Bang terlalu gegabah. Cepat atau lambat seseorang akan membersihkan mereka."
"Choi telah bersekutu dengan Bang, dan kita sebagai penikmat menjadi tidak ada bedanya dengan mereka," ucap Jonghyun gamblang. Kepulan asap dari cerutu miliknya membumbung tinggi, membuatnya menyipitkan mata dengan bibir menyekung ke dalam.
Kris hendak menyahut, namun, sebuah suara berat yang berasal dari atas panggung megah di depan sana mengalihkan seluruh perhatiannya. Seorang pria bertuxedo hitam, dan berkepala botak terlihat berdiri penuh percaya diri di tengah-tengah panggung. Ia memegang mikrofon dan lonceng kecil di tangannya. Kehadirannya di atas panggung bukan hanya menarik perhatian Kris, tetapi juga perhatian seluruh lautan manusia yang ada di dalam ruangan ini.
Hal itu bukan tanpa alasan. Sebab keberadaan pria ini memang menandakan sesuatu. Dengan berdirinya ia di atas panggung megah di depan sana, hal itu menjadi pertanda bahwa pelelangan akan segera dimulai.
"Selamat malam ladies and gentlemen. Perkenalkan namaku adalah Richard, malam hari ini aku akan menjadi pembawa acara dalam pelelangan barang spesial yang aku beri judul; Juliette. Malam ini aku merasa sangat terhormat sekaligus merasa senang karena dapat berjumpa dengan kalian semua," buka pria bernama Richard tersebut. Ia menundukkan kepalanya sekilas sebagai rasa hormat. "Sebelum kita mulai acara ini, aku akan terlebih dulu memperkenalkan kalian kepada pemilik Casino ini, Mr. Siwon Choi." Pria itu tersenyum lebar dan mempersilahkan Siwon untuk naik ke atas panggung.
Tepuk tangan meriah serta sorak-sorai penuh penghormatan menggema dari ujung ke ujung ketika Siwon berdiri di sisi si pembawa acara. Pria itu tersenyum penuh kepalsuan, dan membungkuk dalam. Siwon mengambil mikrofon yang diulurkan oleh Richard untuk kemudian menatap seluruh manusia di dalam ruangan dengan penuh percaya diri.
"Selamat malam, aku Siwon Choi senang dapat bertemu dan menjamu kalian malam ini," ucap Siwon. "Aku tidak akan berbasa-basi. Nikmati pertunjukan yang ada, dan pastikan untuk membawa pulang barang yang menarik perhatian kalian." Pria berhidung mancung itu mengedipkan satu mata, tersenyum terakhir kali sebelum akhirnya melambai, dan berjalan menuruni panggung. Orang-orang di dalam ruangan kembali bertepuk tangan, bersahut-sahutan, memberi penghormatan terhadap milyader satu itu.
"OK!" Suara Richard kembali mencuri perhatian. Membuat semua orang memfokuskan diri padanya. "Di malam yang indah ini, kami dari Choi telah menyiapkan sepuluh Juliette paling indah dan berkualitas yang nantinya akan dipamerkan secara langsung di atas panggung ini, seperti biasa."
Siulan-siulan menggoda dan seruan jahil langsung memeriahkan panggung. Richard tersenyum lebar, sedikit memberi ruang untuk sambutan konyol tersebut, sebelum melanjutkan ucapannya, "Siapa pun dari kalian diperbolehkan untuk ikut menawar, namun sebelum itu aku harus memberitahukan kepada kalian bahwa sepuluh Juliette yang akan aku lelang malam ini sangat berbeda dari barang lelang sebelumnya. Aku telah menyiapkan sepuluh Juliette paling berkualitas yang tidak akan mungkin mengecewakan selera kalian. Untuk itu, aku memutuskan untuk mulai melelang dari nominal angka yang cukup besar." Pria itu mengakhiri kalimatnya dengan sebuah seringaian.
Sebuah seringaian licik juga terpancar dari bibir Siwon yang saat ini telah ikut bergabung ke dalam kelompok kecil namun mencolok tadi. Ia mengusap-usap telapak tangannya sambil menatap ke atas panggung dengan binar mengerikan; keserakahan tak tertahankan.
"Baiklah, sepertinya ada Romeo yang sudah tidak sabar ingin segera bertemu dengan Juliette-nya. Aku juga mulai merasa tidak sabar, untuk itu tidak perlu menunggu lebih lama lagi." Richard menujuk ke depan dengan wajah serius sambil berucap, "Show time!"
e)(o
"Namanya Yixing dari Zhang. Ia adalah Juliette ke sembilan milik kami malam ini." Richard berdiri di sisi kiri panggung saat seorang pria menggiring masuk barang lelang ke sembilan itu.
Benar, sebuah pelelangan manusia.
Terdengar biadab dan tidak bermoral, seperti sebuah ironi di dalam kehidupan yang orang bilang sudah maju dan selalu mengagungkan hak asasi manusia atas dasar keadilan dan kesetaraan. Namun lihat apa yang tengah terjadi di depan sana, sepuluh manusia malam ini hampir habis terjual.
Pria yang berjalan paling depan terlihat memiliki postur tubuh yang mungil, dan rapuh. Rambutnya hitam legam, bertelanjang kaki, dan ia hanya mengenakan selembar kemeja berwarna oranye pucat transparan yang memperlihatlan bentuk samar dari sepasang puting, lekuk tubuh, dan celana dalam hitamnya. Pemuda bernama Yixing itu terlihat linglung, dan tidak bertenaga, seolah seseorang baru saja menyiksanya secara bertubi-tubi–bukan secara fisik–melainkan batin.
Ia berdiri lesu di tengah panggung, siap oleng kapan pun jika tidak disanggah seorang pria lain di belakangnya yang memiliki postur tubuh tinggi kekar percis seperti mini hulk; anak buah Siwon.
Dari bawah panggung, para dominan terlihat menatap liar ke arahnya, sementara para jalang mengerang iri melihat betapa indahnya Yixing. Tatapan mata melecehkan pun mereka lemparkan ke arah Yixing demi memuaskan sisi liar binatang mereka yang senang dengan pemandangan indah di depannya.
Dari aroma musim semi, laut, dan buah-buahan serupa persik yang dikuarkan dari dalam tubuhnya, mereka semua dapat menilai bahwa Yixing adalah seorang carrier. Pemuda tampan itu benar-benar menarik perhatian siapa pun, layaknya magnet. Kulitnya putih bersih meskipun sedikit tertutupi oleh memar-memar samar dan darah, surai hitamnya terlihat halus, dan wajahnya sedikit pucat namun sama sekali tidak mengurangi ketampanannya.
Magnet yang dimilikinya itu juga telah berhasil menarik perhatian Suho yang saat ini tengah terduduk dengan begitu tegang, menatapnya dalam. Suho mengepalkan tangan di atas paha, Alpha dalam jiwanya mengerang senang. Ketika delapan barang lelang lain sama sekali tidak menarik perhatiannya dan malah membuatnya ingin segera pulang, pria di depannya ini malah langsung mengunci seluruh saraf di tubuhnya seolah-olah menentang kepergiannya. Suho menyeringai, pria di depannya seorang carrier, dan dirinya seorang dominan sejati.
Mereka begitu pas, Suho sangat tidak keberatan jika harus memiliki pria bernama Yixing Zhang itu.
"—orang penari jalanan. Umurnya dua puluh dua tahun. Sejak lahir dia telah tinggal dan besar di sebuah panti asuhan. Dia biasa melakukan konser kecil di alun-alun kota. Kami memutuskan untuk menjadikan dia sebagai Juliette spesial kesembilan karena kami tahu bahwa apa yang ada pada dirinya akan sangat menarik perhatian kalian." Richard tersenyum, kemudian menggoyangkan lonceng kecil di tangannya, sebagai pertanda. "Untuk itu kami akan mulai melelangnya dengan harga lima ratus ribu dollar. Ayo Romeo, dapatkan Juliette-mu!"
"Lima ratus lima puluh ribu!" Seorang pria dari arah ujung ruangan mulai menabuhkan genderang perang.
Di atas sana Richard tersenyum lebar dan berseru, "Lima ratus lima puluh ribu? Wow!"
Hening sekejap sampai pria di pojok kanan ruangan menyahuti, "Enam ratus ribu!"
"Enam ratus ribu? Wow, wow!" Richard tertawa renyah seolah itu benar-benar sangat lucu.
"Enam ratus enam puluh ribu!"
"Enam ratus enam puluh ribu? Wow!" Richard semakin gencar memprovokasi, dan senyumannya semakin melebar. "Sepertinya Romeo kita yang satu ini punya banyak uang di kantungnya."
"Enam ratus delapan puluh lima ribu!"
Pria sebelumnya mendengus sinis pada pria yang baru saja menawar lebih tinggi dari dirinya. Ia menatap ke depan, lalu menunjuk bengis ke arah Yixing. "Tujuh ratus ribu!"
"Satu juta!" Suho pada akhirnya tidak ingin melewatkan pertarungan ini. Orang-orang memandang ke arah pangeran chaebol itu sambil mendengus, beberapa mendesah pasrah. Percuma saja, tidak akan ada yang menang melawan dollar di kantung pria bersurai hitam arang itu. Jika ia ikut berperang, maka artinya ia mutlak menginginkan pemuda berlesung pipit di atas sana.
"Wow, bagaimana?" Richard menelengkan kepalanya. "Satu juta dollar, apakah kita akan berhenti di angka satu juta dollar? Apakah tidak ada yang ingin berduel dengan Mr. Kim?" Ia tersenyum dan mengangkat loncengnya, siap mengambil keputusan.
Hening lama yang sangat menyebalkan. Sepertinya semua orang telah menyerah dan tidak punya nyali besar untuk melawan Suho. Richard di atas panggung sana hanya tersenyum lebar, memamerkan gigi-gigi putih palsu miliknya. "Jadi kita sudah menemukan Romeo dari Juliette di depanku ini? Kalau begitu aku akan mulai menghitung mundur dari lima sampai satu. Lima...Empat...Tiga...Dua...Satu..."
Lonceng kecil di tangan Richard bergaung di dalam ruangan megah itu. "Satu juta dollar, selamat Mr. Kim anda mendapatkan Juliette kami, Yixing Zhang!"
Orang-orang bertepuk tangan, dan para dominan pada akhirnya memberikan ucapan selamat. Sementara itu Suho di bawah sana terlihat menyeringai puas. Ia menatap Yixing yang ternyata juga tengah menatapnya lewat pandangan kosong. Seringaian Suho berubah menjadi senyuman malaikat yang jarang sekali ia perlihatkan. Suho mengedipkan sebelah mata untuk menggoda carrier tampan itu, dan ajaibnya pemuda di atas panggung tersebut langsung memerah dan membuang pandangannya dari wajah rupawan Suho.
Oh, apakah Juliette malu melihat Romeo-nya yang rupawan?
"Kau mendapatkannya, bung." Zico terkekeh dan menepuk bahu Suho main-main.
Semua anggota kelompok kecil yang duduk di lingkaran sofa memberinya ucapan selamat. Suho hanya menyeringai lalu mengambil gelas champagne miliknya dari atas meja sambil mengawasi gerak-gerik miliknya yang terlihat tengah digiring untuk kembali masuk ke bagian belakang panggung. Suho tidak ingin membuang waktu, ia beranjak dari sofa hendak menjemput sang Juliette.
"Aku duluan."
Para penguasa itu hanya mengangguk, melepas kepergian Suho. Ketika mereka mulai mengisi gelas-gelas kosong dengan minuman, juga menyulut batang rokok yang kesekian, Richard di depan sana kembali menarik perhatian.
"Baiklah, kalian tentunya tidak lupa bahwa aku masih memiliki satu Juliette lagi bukan? Juliette kita yang terakhir ini bukan Juliette biasa! Kupastikan dia akan membuat kalian terpesona, dan aku juga akan pastikan kalau kalian tidak akan sanggup menolak aromanya..."
Orang-orang di bawah sana hanya menyeringai, mereka menjilat bibir penuh antisipasi. Mungkin begitu penasaran dengan barang lelang terakhir ini. Bukan tanpa alasan, Siwon memang selalu menawarkan barang-barang bagus dan berkualitas. Terlebih, pelelangan kali ini memang terasa sangat berbeda. Barang lelang yang Choi siapkan malam ini benar-benar sangat menarik seluruhnya, lebih daripada biasanya.
Melihat dari nominal angka lelang yang sudah mencapai angka satu juta dollar, itu membuktikan bahwa malam ini seluruh barang lelang memang memiliki daya pikat luar biasa.
"Kalau begitu langsung saja, keluarkan Juliette berharga kita!"
Tidak lama kemudian, datang dua orang pria yang langsung mengundang perhatian seluruh lautan manusia di dalam ruangan. Kali ini mendadak suasana berubah menjadi gaduh dan ricuh tidak terkendali, lebih kacau daripada sebelumnya. Para dominan terserang panas-dingin, mereka bersiul genit, berseru memuja, bahkan menyumpah kasar pada pria mungil yang berjalan di depan pria bertubuh tinggi kekar itu.
Liur hampir menetes membasahi karpet, bahkan beberapa dari mereka terlihat seperti hendak melompat ke atas panggung untuk kemudian menerjang pria mungil itu. Teriakkan dan auman para dominan menggema dari ujung ke ujung, membuat suasana di dalam ruangan megah itu semakin panas. Sementara pria mungil yang menjadi pusat perhatian itu terlihat ketakutan setengah mati saat dilihatnya semua orang tengah memandang ke arah dirinya dengan tatapan penuh nafsu dan kelaparan.
Rasa lapar tak tertahankan itu datang dari aromanya yang manis, lezat, dan begitu memikat. Aroma carrier cantik itu adalah wewangian yang berasal dari pepohonan musim gugur, strawberry, dan floral; aromanya begitu hangat dan menangkan namun di satu sisi begitu menggairahkan.
Tidak hanya itu, paras menawan bak malaikat mungil miliknya juga menjadi sangat mustahil untuk dilewatkan; mata sipit dengan iris cokelat terang yang terlihat seperti mata tidak berdosa, meskipun ada keseksian tersembunyi dari sepasang bola mata bening itu, ia memiliki hidung mancung yang lancip, kulit putih bersinar yang hampir pucat, bibir merah merona alami bak kelopak mawar ranum yang baru mekar semalam, surai cokelat madu yang helaian halusnya tertiup oleh angin, juga kontur wajah yang lembut dan sedap dipandang.
Pria mungil itu terlihat tampan dan cantik di saat yang bersamaan.
Ia bertelanjang kaki, dan hanya mengenakkan selembar kemeja merah muda lembut–kali ini tidak transparan–sampai setengah paha, ada sebuah luka di pelipis dan paha bagian luarnya, sementara di sekitar matanya terlihat berwarna merah muda seolah-olah ia baru habis menangis. Penampilannya yang indah sekaligus rapuh menjadikan pria mungil itu sepuluh kali lipat lebih mempesona.
Layaknya berlian langka di dasar lautan yang berkilauan dan butuh penantian panjang untuk mendapatkannya, sesuatu yang hanya dapat ditemukan dari dalam dirinya. Pantaslah jika Choi menjadikan ia sebagai barang lelang paling spesial malam ini.
"Menarik." Kris yang sedari tadi hampir mati kebosanan pada akhirnya merasa tertarik juga. Pria mungil di atas sana yang terlihat rapuh dan begitu ketakutan setengah mati telah menarik perhatian seorang Wu dari Dragon. Diamatinya barang lelang yang harus ia akui cantik itu, dan menyernyit saat menyadari tubuh itu begitu mungil—sangat pas untuk dipeluk. Tubuh itu, apakah tubuh itu juga akan pas berada dalam pelukannya? Kris menyeringai geli, sepertinya malam ini ia telah mendapatkan buruannya.
"Namanya adalah Baekhyun dari Byun, umurnya baru delapan belas tahun–"
"Baekhyun..." Kris melafalkan nama itu lamat-lamat di bibirnya. Ia mendengus saat mengetahui bahwa umur anak itu masih sangatlah muda dan belia. Kris menyentuh bibir bawahnya menggunakan telunjuk, menikmati raut penuh ketakutan dari pria mungil itu. Tubuh mungilnya bergetar hebat, dan ia terus menunduk dalam sambil meremat jari-jari mungilnya sejak anak buah Siwon membawanya sampai ke tengah-tengah panggung.
"B-bosss, gawat!" Salah seorang anak buah Siwon datang, tergopoh-gopoh seolah habis berlari puluhan kilo meter. Hal itu membuat para pria dalam kelompok kecil itu menoleh dengan heran ke arahnya. Siwon yang tengah bersandar pada punggung sofa menyernyit dalam, hingga sedetik setelah anak buahnya itu membisikkan sesuatu di telinganya, seketika saja bola matanya melotot hampir melompat keluar dari rongganya.
"Di-di mana?"
BRRAKK
Pintu berbahan kayu jati dan berdaun pintu ganda itu menjeblak terbuka hingga membuat Siwon terlonjak dari atas sofa—hampir terkena serangan jantung mendadak. Ia meloncat, berdiri tegak, lalu menoleh ke belakang dengan dramatis. Ia menelan ludah susah payah saat menemukan rombongan tidak diundang tengah berjalan memasuki ruangan. Para jalang langsung merapatkan paha saat menghirup aroma sensual itu, sementara dominan ikut memutar kepala ke belakang, penasaran.
Lalu binggo! Kekacauan dan kegaduhan memekakkan telinga di dalam ruangan megah itu tiba-tiba saja menghilang, dalam sekejap langsung digantikan oleh keheningan mencekam dan membekukkan.
Badai apa yang telah membawanya datang?
Mereka terpana dan mengabaikan keberadaan Baekhyun yang jelas-jelas masih berdiri ketakutan di atas panggung sana. Bahkan Richard tertegun dengan wajah super bodoh. Para pria dari kelompok kecil juga ikut menoleh, dan seketika Mayor Jenderal Lee memutuskan untuk menjadi orang kedua yang ikut berdiri. Aksinya ini lalu diikuti oleh Zico, Yunho, dan yang lainnya. Hanya Kris yang tetap kukuh untuk duduk tenang di atas sofa, bola matanya tidak bergerak sedikit pun dari tubuh Baekhyun. Meskipun, tidak dapat dipungkiri bahwa ada sesuatu yang terpancar dari bola matanya; dendam dan kebencian yang mendalam.
e)(o
Seluruh tatapan mata penuh pemujaan sekaligus kengerian kini hanya tertuju pada rombongan berbahaya itu, atau mungkin lebih tepatnya pada dua orang pria yang berjalan memimpin di barisan paling depan. Mereka adalah rombongan dari Phoenix, salah satu geng mafia terbesar yang paling disegani dan ditakuti di dunia. Jaman telah berubah, kini bahkan keeksistensian mafia Yakuza dalam dunia kriminal telah tergantikan oleh keberadaan mereka. Bisnis terus berputar, dan Phoenix mengukuhkan posisi mereka sebagai kelas tertinggi, puncak dari rantai makanan.
Sehun adalah bagian dari Phoenix. Ia berjalan di samping kanan, dua langkah di belakang pemimpinnya yang berjalan paling depan. Orang-orang saling berbisik mengomentari penampilan Sehun yang terlihat kelewat santai dengan pakaian rock di tubuh berototnya. Mungkin pakaian itu untuk mencerminkan sifatnya yang bebas dan berdarah dingin. Malam ini Sehun terlihat mengenakan jeans hitam ketat yang robek di bagian lutut, kaus hitam, jaket denim berwarna hijau army yang ditempeli banyak logo dari band rock tua, serta sebuah sepatu boot hitam khusus pria yang menyempurnakan penampilannya.
Sehun lebih terlihat seperti model rupawan, alih-alih sikopat bengis yang senang mempermainkan musuh-musuhnya sebelum akhirnya memusnahkan mereka dengan cara yang tidak pernah kalian bayangkan. Sebagai seorang Alpha, Sehun yang kesohor dengan poker face alami memang memiliki aroma yang sangat khas; citrus, bergamot, dan kulit yang membawa kesan dingin sekaligus erotis di saat yang bersamaan. Jalang di dalam ruangan langsung histeris saat Sehun menoleh dan mengedipkan sebelah matanya genit pada mereka.
"Begitu lebih baik," gumam Sehun, ada seringaian di sudut bibirnya.
Sementara itu pria yang berjalan paling depan, berambut merah api yang terus menancapkan tatapan dinginnya pada pria mungil di atas panggung sejak pintu menjeblak terbuka itu sama sekali tidak memusingkan keadaan di sekitarnya. Pria itu Chanyeol Park, atau Park dari Phoenix, adalah pemimpin dalam geng. Ia yang lebih sering disebut Phoenix karena lambang burung Phoenix di lengan atas serta belakang punggungnya itu datang untuk mampir bukan tanpa sabab-musabab. Phoenix datang karena harus mengambil sesuatu yang kebetulan terdampar di Casino milik Choi ini.
Malam ini Chanyeol memilih untuk mengenakkan pakaian yang lebih masuk akal ketimbang pakaian Sehun. Tubuh berototnya dibalut kemeja linen sutra—buatan tangan—bergaris-garis hitam dan gold yang tiga kancing teratasnya sengaja dibiarkan terbuka; mempertontonkan tulang selangka dan dadanya yang seksi. Kemeja itu dimasukkan ke dalam celana kain hitam sepanjang mata kaki yang menggantung di pinggul. Kakinya dibungkus sepatu hitam formal dari kulit asli, dan sebuah overcoat berwarna gelap dibiarkan menggantung, tanpa dipakai, di bahu tegapnya. Kedua tangannya ia masukkan ke dalam saku celana, dan rambut merah apinya terlihat sengaja dibiarkan kusut.
Chanyeol bagaikan jelmaan iblis yang terperangkap dalam tubuh seorang malaikat.
Siapa yang tidak tahu itu, ngomong-ngomong.
Bukan hanya memikat lewat kesempurnaan fisiknya yang menyamai dewa-dewa Yunani, tetapi juga karena aroma Alpha yang dimilikinya sangat pekat, gelap, dan sedap hingga dapat menyamarkan aroma Alpha lain. Bagaimana mengatakannya? Aroma pemimpin geng mafia satu ini hampir tidak dapat digambarkan; aromanya memiliki unsur- unsur dari citrus, wine, bercampur dengan rempah-rempah unik yang sangat mengundang dan maskulin hingga menguarkan nuansa panas, jantan, segar, sekaligus sensual di saat yang bersamaan.
Jalang di dalam ruangan ini bahkan merasa sangat beruntung hanya dengan mencium aromanya, apalagi jika dapat tinggal di sisinya walau hanya semalam.
Oh, celana dalam siapa yang sudah kebanjiran?
Di atas panggung sana, Baekhyun Byun hanya bisa menundukkan kepalanya semakin dalam; jika bisa sampai bumi menelan tubuh ringkihnya. Kedua pahanya ia rapatkan–seperti tengah menahan kencing–tangannya basah oleh keringat dan masih meremat satu sama lain. Mati-matian ia mehanan sesuatu yang bergejolak di dalam tubuhnya sampai rasanya mau mati. Baekhyun menggigit bibir merah alaminya ngilu, sekujur tubuhnya terasa ngilu.
Rasa pening menghantam kepalanya seperti pusaran ombak, bergulung-gulung dan membuat Baekhyun hampir kehilangan kesadaran. Pusaran ini—pusaran gairah yang menjerat dirinya. Setiap tarikan nafasnya hanya akan menambah kesakitannya. Itu semua karena aroma itu, aroma pria bersurai merah api di depan sana. Aroma Alphanya, belahan jiwanya, takdirnya, kekasih hatinya. Apa yang seharusnya menjadi miliknya, namun pada kenyataannya Baekhyun tidak pernah bisa—tidak akan pernah bisa memilikinya.
"Aku adalah tunggal."
"Jika dia benar-benar ada, aku akan melenyapkannya dengan kedua tanganku sendiri."
Sakit.
Belahan jiwanya ingin melenyapkannya.
Kekasih hatinya menginginkan kematiannya.
Ingatan itu langsung menghantam tepat di ulu hati Baekhyun hingga Omega di dalam jiwanya meraung-raung, merasa begitu sekarat karena perasaan tidak diinginakan itu lagi-lagi hadir merecoki isi kepalanya. Tiba-tiba air mata mengalir melewati pipinya yang merona. Mereka dibuang, tidak, mereka tidak dibuang—karena mereka telah memilih untuk pergi lebih dulu. Kata-kata kejam itu, kata-kata yang diucapkan dengan mantap yang kemudian langsung meremukkan hatinya hingga sampai ke tulang-tulangnya.
Baekhyun membenci ucapan itu, hingga rasanya ia juga ingin membenci pria itu; prianya. Namun, seberapa besar keinginannya untuk melakukan hal itu, ia tetap tidak dapat membohongi hati dan tubuhnya sendiri bahwa pada kenyataannya ia mencintai pria itu sehingga mustahil untuk bisa membencinya. Baekhyun menginginkan—tidak—lebih dari itu, Baekhyun membutuhkan Chanyeol di sisinya, di dalam pelukannya, untuk ia miliki sendiri. Sekarang, setelah Baekhyun pikir hidupnya akan segera berakhir, pria itu justru datang.
Mungkinkah ia telah mengetahui dirinya, bahwa mereka saling terikat oleh takdir?
Mungkinkah ia berencara untuk menyelamatkannya, atau malah berniat melenyapkannya di depan semua orang?
Baiklah.
Setidaknya Baekhyun akan mati di tangan orang yang ia cintai.
"Pheonix." Siwon setengah berlari—sempat tersandung oleh kakinya sendiri—sesaat setelah berdiri di hadapan Chanyeol ia segera membungkuk dalam. "Selamat datang, aku tidak menyangka Phoenix sudi untuk meny—"
"Jangan berbasa-basi denganku." Tuhan, suara berat dan dalam Chanyeol adalah seks cair murni. "Aku datang untuk mengambilnya, berikan dia pakau." Telunjuknya tepat mengarah pada tubuh mungil nan ringkih yang berdiri gemetar di atas panggung sana.
"A-apa?!" ucap Siwon tergagap, merasa bingung sesaat, sama seperti semua orang di dalam ruangan yang sama bingungnya. "Kau, kau menginginkannya? Ta-tapi—"
"Ah." Chanyeol seolah memahami sesuatu. "Sebutkan harga yang kau inginkan. Bukankah kau tengah melelangnya." Sebuah pernyataan telak yang diucapkan dengan nada penuh humor, namun bola mata abu-abu terang milik Chanyeol terlihat berkilat-kilat oleh sesuatu yang menakutkan, pertanda ia tidak sedang ingin dibantah.
"Itu..." Siwon menelan ludah kering. Di dalam hati menyeringai licik, sama sekali tidak tersinggung dengan sindiran Chanyeol. Ia mulai menghitung-hitung, berapa harga yang sekiranya pantas untuk ia tawarkan pada Chanyeol sebagai pengganti pria mungil itu. Hingga kemudian, sebuah ide brilian melintas di kepalanya. "Sebelum itu, aku harus tahu mengapa seorang Phoenix menginginkan barang lelang? Bukankah kau dapat dengan mudah mendapatkan wanita atau pun carrier yang kau inginkan?"
"Dia milikku," jawab Chanyeol. Ia menjawab dengan lugas, posesif, dan kelewat santai. Tidak peduli dengan orang-orang di dalam ruangan yang menahan nafas dan memfokuskan pandangan pada Baekhyun; penuh rasa ingin tahu. Bahkan para dominan langsung merasa gairahnya redup entah ke mana setelah mendengar kata kepemilikan yang diucapkan oleh Chanyeol.
Sementara itu Baekhyun di atas sana sudah mendongak dengan mata melotot lucu—tidak percaya dengan apa yang diucapkan oleh Chanyeolnya.
Ya, aku milikmu, milikilah aku!
Air mata kembali menetes, membasahi pipinya yang gempil. Apakah itu sebuah pertanda bahwa Chanyeolnya menginginkannya? Baekhyun menarik nafas panjang, menetralkan detak jantungnya yang menggila dan kemudian tidak sengaja mendapati tatapan tajam milik Kris yang ditujukan ke pada dirinya. Buru-buru ia menundukkan kepalanya dalam, merasa begitu takut dengan tatapan Kris yang menghujamnya. Baekhyun memeluk tubuhnya sendiri, mencari perlindungan.
"Kau ingin mengatakan bahwa dia adalah mate-mu?" Siwon sedikit memelankan suaranya, melotot ngeri.
Lalu suara terkesiap langsung memenuhi ruangan.
"Belum." Chanyeol mengatakannya dengan nada santai sembari memandang Baekhyun yang nampak ketakutan setengah mati. Kepala bocah itu terus tertunduk dalam, membuat Chanyeol tidak dapat melihat wajah cantiknya—dan keparat—Chanyeol dapat melihat luka cukup panjang di bagian kulit luar pahanya.
Seseorang melukai Baekhyun, seseorang harus berhadapan dengan Phoenix.
"Belum?" Siwon sudah terlalu jauh ikut campur, membuat Chanyeol terusik. "Jadi dia adalah calon mate-mu?"
"Perhatikan langkahmu, Choi." Chanyeol memperingatkan. Nadanya dingin, penuh ancaman.
"Kau tidak bisa mendapatnya semudah itu, karena di sini, aku juga menginginkannya." Kris beranjak dari atas sofa dan melangkah mendekat. Ia berdiri dua meter dari Chanyeol, menatap penuh selidik. "Dia belum diklaim, dan ia adalah barang lelang. Secara otomatis dia bukan milikmu. Semua orang di dalam ruangan ini berhak untuk mendapatkannya."
Chanyeol hanya menyunggingkan seringaian setan. Sama sekali tidak terpengaruh. "Harganya, Choi." Ia mengatakannya dengan tenang, terkontrol, dan profesional; nada suara yang biasa ia gunakan saat tengah berbisnis.
"Begini Phoenix, aku tidak—aku pikir apa yang dikatakan oleh Wu adalah benar." Siwon menatap Chanyeol dengan tatapan penuh permohonan maaf yang semua orang tahu adalah bohong. "Bocah itu telah aku beli, dan di sini ia tengah dilelang. Untuk itu aku pikir jika Wu juga menginginkannya—"
"Aku menawar, dan kau menyebutkan harga. Kau tidak akan dirugikan." Chanyeol menatap Siwon tepat di matanya, tajam. "Dan aku tidak peduli dengan nominalnya, hanya sebutkan."
"Bu-bukankah akan lebih menyenangkan jika kalian berdua melakukan permainan kecil demi mendapatkan pria mungil yang sepertinya sangat menarik ini, hm?" Inilah rencananya, rencana liciknya. Kris telah terpancing, pria itu juga menginginkan Baekhyun. Meskipun beresiko tetapi Siwon tetap harus mencobanya, karena jika Chanyeol juga ikut terpancing, maka dapat dipastikan bahwa malam ini ia akan mendapatkan keuntungan yang fantastis.
Ternyata ini memang benar-benar malam besarnya.
"Biarkan aku yang menangani si keparat ini, mungkin dia ingin berkenalan dengan Ohorat(pisau belati Sehun)." Sehun yang awalnya hanya berniat mengantar, pada akhirnya ikut tersulut. Ia menatap Siwon dengan tatapan mengancam, membuat yang ditatap menelan liur untuk kesekian kalinya secara paksa.
Chanyeol mengangkat satu tangan di udara—cincin perak dengan lingkar biru saphir di jari manisnya terlihat berkilauan—pertanda ia tidak menginginkan bantuan Sehun. "Dengar Choi, berhenti bermain-main."
"Kupikir." Mayor Jenderal Lee menyela. "Choi benar, jika kalian memang benar-benar menginginkan dia, kalian harus melakukan sesuatu untuk membuktikan siapa diantara kalian yang lebih berhak. Bersikaplah seperti pria sejati."
Tiba-tiba lautan manusia di dalam ruangan berbisik-bisik keras. Sebagian merasa sangat setuju, sementara sebagaian lagi merasa hal itu tidak perlu. Menentang Phoenix hanya akan membawa banyak bencana. Mungkin, karena status mereka sama-sama seorang Alpha sehingga mereka saling mendominasi, meskipun, jika harus dibandingkan dengan Chanyeol mereka telah kalah secara tidak tersirat.
Keheningan kembali terjadi, hanya menyisakan nada-nada indah yang tercipta dari orkestra di sebrang ruangan; menjadi latar dari ketegangan sekaligus kengerian panjang yang jelas terasa di dalam ruangan. Menggantung berat di udara.
"Katakan permainannya."
Perintah dari Chanyeol menjadi suara pertama pemecah keheningan yang sebenarnya sama sekali tidak meredakan kengerian itu sendiri. Kesediaan Chanyeol menandakan bahwa pemimpin geng mafia itu memang benar-benar menginginkan pria mungil itu, pria mungil yang begitu beruntung sekaligus sial karena harus diinginkan oleh seorang Phoenix.
Hanya ada satu orang di dalam ruangan ini yang terlihat begitu bahagia mendengar kesediaannya. Siwon tersenyum sangat lebar, tidak dapat menahan-nahan kebahagaian, lalu ia menatap Chanyeol dan Kris secara bergantian.
"Bagaimana dengan... Judi poker?"
"Aku menerimanya," ucap Kris. Suaranya santai namun penuh semangat. Kris tidak akan begitu percaya diri jika bukan karena kemampuannya yang tidak dapat diremehkan itu, juga keinginannya yang begitu besar untuk mendapatkan Omega yang kebetulan milik Phoenix ini.
Chanyeol terlihat begitu tenang, raut wajahnya tidak terbaca seperti biasa. Meskipun, jika lebih diamati dari dekat maka akan ada sebentuk kernyitan samar di wajah tampannya. Chanyeol merasa bingung, sebab Alpha di dalam jiwanya merasa begitu marah, tidak menyukai bagaimana Alpha di dalam jiwa Kris juga menginginkan Omeganya. Chanyeol menatap Kris, mendengus sinis untuk alasan yang tidak ia ketahui.
"Bagaimana Phoenix?" tanya Siwon, harap-harap cemas.
Sehun di belakang sana hanya menyeringai geli, hampir tidak dapat menahan semburan tawanya. Judi poker katanya? Siwon terlalu gegabah, dan benar-benar telah salah langkah. Sehun jadi sedikit merasa menyesal, andai saja ada Jongin—saudara kembarnya—di sini, mungkin mereka akan berguling dan terbahak bersama-sama menertawakan betapa bodohnya orang-orang ini. "Kau seharusnya melihat ini Kai," gumam Sehun benar-benar merasa geli sendiri.
"Aku tidak keberatan," sahut Chanyeol pada akhirnya.
"O-oh, baiklah, itu bagus!" Siwon tertawa dan bertepuk tangan sekali. "Baiklah, baiklah, sudah diputuskan. Omega mungil di atas sana akan kita jadikan sebagai jackpot. Siapa pun yang memenangkan permainan ini mutlak akan mendapatkannya."
Tiba-tiba seseorang berdehem, begitu keras hingga orang-orang menatap ke arahnya. "Aku juga akan ikut bermain." Itu adalah suara Zico, ia menatap orang-orang dengan raut wajah gamang. Menurut Zico ini adalah salah satu jalan pintasnya untuk lebih dekat dengan Chanyeol. Jika ia yang memenangkan Baekhyun, maka Chanyeol akan mendekat padanya untuk mendapatkan Baekhyun, dan dengan begitu ia akan mengambil keuntungan darinya.
"Aku juga ikut."
"Aku juga."
Suara-suara lain kembali terdengar. Ada Yunho yang sebenarnya telah mendapatkan barang lelang yaitu seorang carrier cantik bernama Jaejoong. Juga Mayor Jenderal Lee yang sebenarnya juga sudah mendapatkan dua orang barang lelang sekaligus; satu orang wanita seksi bernama Hyoyeon, dan satu orang carrier bernama Hyojun. Keduanya adalah kembar, ngomong-ngomong. Keduanya memiliki tujuan yang sama seperti Zico, ingin mengambil keuntungan dari Phoenix.
"Aku ikut." Suara lain datang dari pria bernama Henry Lau. Kemudian disusul oleh suara dari pria yang sempat bersitegang dengan Henry saat memperebutkan Yixing tadi, ia bernama Zhoumi. "Aku juga akan ikut."
Chanyeol menyeringai setan, memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana dan memandang mereka dengan binar geli di bola mata abu-abu miliknya. Ia yakin, Sehun di belakang punggungnya tengah mati-matian menahan tawa. Judi poker bukan perkara susah—kecuali—tatapan matanya tiba-tiba berubah menjadi begitu tajam, menusuk tepat ke arah Kris dan Siwon, kecuali jika dua diantara bajingan di depannya ini bermain curang.
"Wah." Siwon menatap para pria itu dengan mata berbinar. "Tunggu apalagi, mari kita pergi ke lantai atas, di sana akan lebih nyaman dan lebih pribadi." Ia kemudian memerintahkan lewat isyarat kepada anak buahnya untuk segera mempersiapkan segala keperluan.
Para pria yang hendak berduel itu bergerak menuju lantai dua. Mayor Jenderal Lee terlihat mengangguk dan berjalan di samping Kris dengan tongkat sebagai tumpuan tubuhnya. Sementara itu, Chanyeol justru malah melangkah ke arah berlawanan. Pria bersurai merah api itu berjalan dengan begitu tenang tepat menuju ke arah di mana Baekhyun berada. Zhoumi yang lebih dulu melihat hal itu menghentikan langkah, yang kemudin langsung diikuti oleh yang lain.
"Bos."
"Tidak, biarkan." Siwon mengangkat satu tangan di udara, mulai mengerti dengan batasan. Untuk urusan yang satu ini ia tidak bisa, tidak boleh untuk mencegahnya. Ia tidak boleh sampai menyulut kemurkaan seorang Phoenix yang tengah bermurah hati—atau semua rencananya akan gagal.
Lautan manusia di dalam ruangan memandang dua insan yang sama-sama berparas rupawan itu dengan perasaan takjub sekaligus iri bukan kepalang. Baekhyun yang terlihat indah namun rapuh disaat yang bersamaan sungguh sangat cocok jika disandingkan dengan Chanyeol yang begitu kuat dan dominan. Ketika sampai, Chanyeol memilih untuk berdiri berhadap-hadapan dengan Baekhyun dalam jarak yang begitu dekat, membuat Baekhyun hampir menggelepar karena aroma jantan milik Chanyeol langsung menyumbat pernafasannya.
Orang-orang di dalam ruangan menahan nafas, menanti apa yang akan dilakukan oleh manusia setengah dewa itu.
"Apa kau tahu kenapa kau ada di sini?" Hal itulah yang pertama kali diucapkan oleh mulut seksi Chanyeol. Nadanya begitu dingin, membuat Baekhyun semakin menunduk dalam dengan bibir yang ia gigit. Perlahan Baekhyun menganggukkan kepalanya dua kali demi menjawab pertanyaan Chanyeol.
Chanyeol di depannya mendengus sinis. "Jadi kau tahu kalau ini adalah ulah kakakmu."
"To-tolong, jangan, jangan sakiti Daehyun hyung. Jangan bunuh dia, jangan sakiti dia, dia tidak bermaksud melakukannya. Aku mohon." Baekhyun memohon, sangat, sambil meremat jari-jemarinya yang licin oleh keringat. Ia masih menunduk tidak berani menatap Chanyeol karena terlalu takut.
"Keparat itu, dia membelot mengkhianatiku. Aku yang memberi dia dan keluarganya atap, tapi dia benar-benar tidak tahu diuntung." Nadanya tenang dan terkontrol namun kemurkaan dalam pancaran matanya benar-benar telah menjelaskan semuanya. "Sekarang inilah apa yang dia dapat dari kebodohannya. Adik kandungnya sendiri dijual dan hampir menjadi budak, dan dia mengemis padaku."
"Tolong, tolong, jangan bunuh dia, jangan bunuh Daehyun hyung, aku mohon," mohon Baekhyun, suaranya mengiba meminta ampun. Sementara Omega di dalam jiwanya, bagian dari dirinya semakin merasa kesakitan. Seharusnya ia ditenangkan dari segala kekalutan ini, tapi Chanyeol justru malah mengucapkan kata-kata yang begitu menyakiti hatinya. Tuhan, betapa sensitifnya Baekhyun sekarang. Betapa mudahnya ia untuk disakiti bahkan setelah kesakitan yang begitu menyakitkan ini.
"Kalau begitu bagaimana jika aku membunuhmu saja?"
Baekhyun tersenyum lemah, aneh, ia sama sekali tidak terkejut dengan kata-kata Chanyeol. "Bunuh saja aku, tidak apa-apa," sahut Baekhyun. Suaranya tenang dan begitu mantap. Namun sepasang matanya, mata bening itu berkaca-kaca dan tidak berhenti mengeluarkan tetesan air mata.
Rahang Chanyeol tegang, tidak menyukai jawaban Baekhyun yang begitu percaya diri menyambut kematiannya. Tanpa aba-aba, Chanyeol mencengkram dagu pria mungil itu menggunakan telunjuk dan ibu jarinya, memaksanya mendongak. "Ke mana matamu melihat saat berbicara?" Chanyeol mencengkram dagu itu semakin erat saat Baekhyun menggulirkan bola matanya ke samping, menghindari tatapannya.
Perlahan, Baekhyun menggulirkan iris sewarna madu miliknya hingga tepat bersibobrok dengan iris abu-abu terang milik Chanyeol yang tengah menatapnya dengan begitu tajam. Tiba-tiba air mata meleleh melewati kedua sudut matanya saat melihat betapa tampannya wajah sang Alpha, belahan jiwanya, kekasih hatinya. Apakah tidak akan berdosa jika Baekhyun memandang pahatan sempurna itu lebih lama lagi. Bola matanya yang bulat namun begitu tajam, alisnya yang tebal sempurna, hidungnya yang mancung, tulang pipinya yang tinggi dengan garis rahang tegas, juga keningnya yang licin.
Betapa rupawan Alphanya, beruntungnya Baekhyun.
Lalu perhatian Baekhyun teralihkan pada bibir pria itu, belahan bibir merah muda yang begitu seksi dan mengundang. Baekhyun berkedip malu dan buru-buru mengalihkan perhatiannya pada tubuh itu, tubuh ramping namun berotot yang terlihat sangat proforsional. Tubuh itu pasti sangat hangat dan nyaman untuk dipeluk. Apakah Baekhyun boleh memeluk tubuh itu?
"Aku adalah tunggal."
"Jika dia benar-benar ada, aku akan melenyapkannya dengan kedua tanganku sendiri."
Tidak.
Jangan.
Chanyeol menginginkan kematiannya, ia tidak berhak memimpikan hal yang mustahil terjadi. Baekhyun tersenyum lembut, menatap wajah Chanyeol dengan tatapan sayang. Ia sudah mengatakannya, ia berjanji, ia tidak akan merasa keberatan jika Chanyeol membunuhnya.
Sementara di depannya Chanyeol merasa begitu terganggu dengan tatapan yang dilayangkan oleh Baekhyun pada dirinya. Hasrat gila itu, hasrat gila itu kembali hadir, lebih liar dari sebelumnya. Hasrat di mana dirinya ingin melindungi bocah mungil di depannya. Hasrat di mana ia ingin memilikinya, mencumbunya, menciumnya, mendekapnya di dalam kehangatan tubuhnya. Chanyeol menginginkan Baekhyun, untuk dirinya sendiri, untuk ia hancurkan, lebih daripada siapa pun.
Tidak akan ada yang bisa menghentikannya.
Alpha di dalam jiwanya bergidik oleh sesuatu yang menyenangkan, mungkin merasa bahagia dengan kejujuran Chanyeol.
"Aku tidak akan membunuhmu," bisik Chanyeol. Suaranya yang berat dan serak terdengar begitu lembut, mengagetkan Baekhyun juga dirinya sendiri. "Aku akan membawamu pergi dari tempat ini." Kemudian, Chanyeol melepaskan cengkraman tangannya dan melangkah semakin dekat hingga ujung sepatu mahalnya hampir menyentuh ujung jari kaki Baekhyun. Bocah itu tetap mendongak menatap tepat di mata Chanyeol dengan sorot mata lucu dan kekanakkan, terlalu bingung atas sikap Chanyeol yang dirasakannya berubah.
Ketegangan di dalam ruangan berubah menjadi begitu erotis ketika dengan tiba-tiba Chanyeol merunduk dan menjulurkan lidahnya untuk kemudian menjilat luka di pelipis Baekhyun. Rasa anyir di lidahnya tidak ia pedulikan, karena Chanyeol lebih peduli dengan air muka Baekhyun yang berubah drastis. Kepala bocah itu kembali menunduk dalam, namun Chanyeol bersumpah, ia sempat melihat dengan jelas bagaimana pipi itu berubah menjadi merona sampai ke telinga.
Belum reda akan kejutan yang dibuatnya, tanpa aba-aba Chanyeol melepas coatnya untuk kemudian memakaikannya di tubuh Baekhyun hingga tangan dan tubuh si mungil hampir tenggelam.
Rasanya Baekhyun mau pingsan.
Terlebih ketika Chanyeol menyentuh dahi Baekhyun yang tertutupi oleh rambut dengan dahinya. "Aku tidak punya banyak waktu," bisik Chanyeol, desah nafasnya yang beraroma seperti wine dan tembakau membakar wajah Baekhyun sampai berefek pada tubuhnya yang langsung bergetar dengan hebat. "Aku harus membereskan mereka untukmu."
Baekhyun menggigit bibir bawahnya, jari-jarinya bergetar, dan bola matanya kembali meneteskan air mata. Omega di dalam jiwanya mengerang tidak setuju. Jangan pergi, jangan tinggalkan ia sendirian. Baekhyun ingin memeluk Chanyeol erat untuk mencegah kepergiannya. Baekhyun ingin memohon agar waktu dapat berhenti, sedikit lebih lama untuk dirinya. Ia ingin lebih lama merasakan kehangatan pria itu di sisinya, di sini bersamanya. Isakan keluar dari bibirnya, tidak bisa di tahan lagi. Tubuhnya sudah sangat lelah, begitu pula dengan hatinya, tidak bisakah ia merasakan kebahagian sedikit saja?
"Jangan menangis." Bisikan penuh nada memerintah itu seharusnya menjadi peringatan mutlak, namun Baekhyun dengan berani mengabaikannya dan justru malah semakin keras menangis. Ia terisak-isak pilu, membuat orang-orang menatapnya simpati. "Aku pergi." Chanyeol menegakkan tubuhnya dan berbalik hendak pergi.
Baekhyun menarik nafas kencang saat Chanyeol berbalik. Ia terisak keras, lalu entah mendapat keberanian dari mana Baekhyun menggerakkan jari-jemarinya yang bergetar dan hampir tertutup lengan coat untuk mencengkram kain kemaja di bagian punggung Chanyeol. "Jangan—hiks—jangan pergi lagi," isak Baekhyun. "Jangan tinggalkan aku—hiks—lagi."
Alpha di dalam jiwa Chanyeol merana mendengar permohonan itu. Chanyeol berbalik, memandang Baekhyun yang terlihat rapuh seperti selembar daun kering. Chanyeol mendekat, merengkuh kuat pinggul ramping Baekhyun dengan satu tangan hingga wajah si mungil membentur dadanya yang bidang. Baekhyun menarik nafas panjang dan dalam, mengusak wajahnya di dada Chanyeol, menghirup dengan rakus aroma tubuh Chanyeol yang memabukkan. Jari-jemarinya mencengkram kain di bagian dada Chanyeol, menempelkan tubuhnya dengan tubuh Chanyeol, lebih dekat, lebih rapat hingga tidak ada sekat pemisah.
"Nghh." Baekhyun mengerang senang merasakan aroma belahan jiwanya yang memenuhi indera penciumannya.
Chanyeol menangkup wajah Baekhyun dengan tangannya yang lain, membuatnya mendongak. Wajah mereka begitu dekat, hingga hidung keduanya bergesekan. "Baek—"
"Chanyeollie, jangan—hiks—jangan pergi, aku mohon, " isak Baekhyun keras, tubuhnya bergetar hebat dan jemarinya masih mencengram kemeja Chanyeol dengan begitu erat. Hanya saja, bukan hal itu yang membuat Chanyeol melotot, melainkan panggilan bocah itu kepadanya.
Apa yang ia katakan?
"Chanyeollie ak—hmmpptt!"
Bibir Chanyeol membentur bibir Baekhyun, mencegahnya untuk berkata-kata. Sialan, panggilan apa itu? Seumur hidupnya, tidak ada satu orang pun yang berani memanggilnya dengan sekurang ajar itu. Tidak ada seorang pun, bahkan hanya ibunya yang ia ijinkan untuk memanggil dirinya Chanyeol.
Berani-beraninya Baekhyun, beraninya ia.
Chanyeol mencium rakus bibir mungil yang ranum itu dan erangan rendah langsung lolos dari dasar tenggorokannya, percis seperti seekor binatang liar, begitu seksi. Chanyeol melumat bibir Baekhyun tanpa ampun, hingga membuat bocah yang belum pernah merasakan ciuman itu menggigil dan hanya dapat diam menikmati.
Alphanya.
Belahan jiwanya.
Kekasih hatinya menciumnya.
Mereka berciuman.
Bibir Baekhyun dicumbui oleh Chanyeol, di kecup dari ujung ke ujung. Satu tangannya merengkuh tubuh mungil itu dengan kuat agar membuat tubuh mereka semakin menempel. Sementara itu tangannya yang lain berada di tengkuk Baekhyun, menahannya agar tidak pergi ke mana pun. Chanyeol menikmati wajah itu, wajah merah merona di mana kelopak matanya terpejam dengan nyaman. Gigi Chanyeol menggigit bibir bawahnya, Tuhan, Baekhyun adalah candu. Ketika anak itu merasakan sakit dan dengan bingung membuka mulutnya, Chanyeol dengan nakal menelusupkan lidahnya.
"Ahn," desah Baekhyun. Omega di dalam jiwanya menggelepar senang. Lidah Chanyeol menyentuh isi mulutnya tanpa jijik, bergeliya memporak-porandakan seluruhnya tanpa belas kasihan. Baekhyun melingkarkan lengannya di leher Chanyeol, menarik tengkuknya agar pria itu semakin membungkuk; secara tidak langsung memerintahnya, namun Alpha itu sama sekali tidak keberatan. Bibir Chanyeol menghisap bibir atas dan bawah Baekhyun bergantian, membuat Baekhyun menggigil.
Rasanya seperti ada magis diantara mereka berdua.
Mungkin karena mereka saling terikat oleh takdir.
Karena mereka telah terpilih untuk menjadi sepasang.
Ciuman Chanyeol menuntut, namun begitu lembut dan menenangkan. Terasa sangat menyenangkan; helaian rambut Chanyeol di jari-jemarinya yang bergetar, tubuh Chanyeol yang menempel erat dengan tubuhnya, bibir liar Chanyeol di bibirnya, juga telapak kakinya yang entah sejak kapan berada di atas kaki Chanyeol. Baekhyun rasanya mau melayang, dengan malu-malu bibirnya membalas ciuman Chanyeol. Ikut menghisap dan memainkan bibir itu semampunya.
Phoenix benar-benar telah hilang kendali, sama sekali tidak memperhatikan bagaimana lautan manusia di bawah sana menganga melihat aksinya. Ketika ciuman itu semakin memanas dan nafas Baekhyun berubah menjadi putus-putus, Chanyeol dengan segala kewarasannya mencoba untuk berhenti. Chanyeol menarik wajahnya menjauh dan bibir bawah Baekhyun keluar dari dalam mulutnya dengan begitu erotis. Baekhyun merengek, menekan tengkuk Chanyeol agar pria itu kembali menciumnya namun Chanyeol malah menempelkan mulutnya di dahi si mungil.
"Dengarkan ini, dengarkan aku." Bibir Chanyeol menempel dengan dahi si mungil, berbisik di sana. "Aku akan kembali, aku bersumpah—"
"Tidak Chanyeollie—hiks—aku tidak mau!" isak Baekhyun kalap. Matanya terpejam dan tangannya semakin erat memeluk leher Chanyeol, hampir mencekiknya. Chanyeol mencium pangkal hidungnya, menjilat lelehan air mata yang membasahi pipinya, mencoba menenangkan. Kedua tangannya merengkuh tubuh Baekhyun agar si mungil sadar bahwa ia berada dalam perlindungannya yang kuat. Mulutnya menyentuh mulut Baekhyun, dan ia mencoba untuk menyampaikan sesuatu lewat tatapan matanya tepat ketika bola mata berwarna cokelat terang itu terbuka untuknya.
Bola mata jernih yang menatapnya sayang dan nampak berkabut karena lelehan air mata itu terasa menggetarkan di jiwa Chanyeol. "Sshh... Jangan menangis. Aku bersumpah sayang, aku bersumpah." Chanyeol mengecup bibirnya dalam, sebelum kemudian mengucapkan sebuah sumpah yang terasa seperti datang dari kegelapan.
"Aku bersumpah, akan ada malam tanpa siang untuk kita bercinta tanpa akhir."
to be continued
a/n: cerita sudah di publish lebih dulu di wattpad dengan judul dan author yang sama. Aku homonymous mempublish ulang cerita ini di ffn untuk mengetahui apakah readersnim berminat dengan cerita ini. Terima kasih3