DISCLAIMER : Masashi Kishimoto

Pairing : NaruSaku always. Genre : Romance & family. Rated : T slight M. WARNING : OOC. AU. Typos. Boring. Mainstream theme. Don't like don't read

Story by Hikari Cherry Blossom24

Sequel from "Jodoh"


x X x

Dia terlihat tak sabar menunggu hasil test, bahkan duduknya tak tenang disana. Sang Dokter mengeluarkan hasilnya, lalu meminta tanda tangan dari dia.

"Nyonya, Anda hanya masuk angin biasa.."

Mendengar pernyataan tersebut seketika memudarkan wajah bahagianya. "Masuk angin ya.." Wanita pingkish itu menunduk sedih. Karena sempat mengalami mual dan muntah-muntah ia berpikir sedang Hamil, maka memutuskan untuk memeriksan diri ke rumah sakit.

"Jaga kesehatan Anda Nyonya..." Sang Dokter memberi teguran. Pasiennya itu sering kali kelelahan, mesti baru pertama datang ke sini tetapi ia tahu tentang keluhan yang diajukan.

"Baiklah, terimakasih Dokter." Sakura beranjak, setelah memberi salam dengan membungkuk ia lalu melenggang pergi dengan pikiran berkecamuk. "Hufft..." Ia menghela nafas. Pernikahan mereka masih terlalu muda, dalam hitungan 2 bulan. Terlalu cepat menyimpulkan, namun tidak ada salahnya berharap.

Hari ini Sakura Namikaze menelan pernyataan pahit, saat begitu mengharapkan dirinya mengandung dan yang terjadi malah tak sesuai harapan. Pastinya Naruto menginginkan buah hati dalam hubungan mereka, tapi apalah daya dirinya jika saat ini belum bisa memenuhi keinginan sang Suami.

Seorang supir membuka pintu, dan mempersilahkan Sakura masuk. Setelah dia masuk pintu kembali di tutup, kemudian si supir menyusul di kursi depan.

"Kita pulang?"

Sakura menyanggah dagu, dan mengarahkan tatapan keluar jendela. "Iya.." Jawabnya dengan lesu. Sang supir yang paham segera menjalankan mobil dengan kecepatan sedang.

Wanita itu mengatupkan mata. Terasa nyeri di hati karena belum bisa memberikan yang Naruto inginkan, entah sampai kapan akan seperti ini. Pada intinya, tak semua orang perempuan yang menderita pusing, mual dan muntah-muntah langsung di nyatakan Hamil.

Tersadar dari lamunnya, Sakura pun menghela nafas. Ia ingat hari ini akan berangkat ke kota Konoha untuk menjenguk sang Ibu yang di kabari sedang sakit, tak terlalu parah melainkan hanya demam biasa karena memendam kerinduan.

Wanita setengah baya itu merindukan kehadiran sang putri merah mudanya. Ibu mana yang tidak merindukan putri sebaik Sakura.

x X x

Naruto membantu mengangkatkan koper kecil milik Sakura, lalu meletakannya di dekat si empu. "Nanti kalau pekerjaanku sudah selesai mungkin aku akan menyusulmu." Sakura mengulum senyum. Ia mengharapkan Suaminya itu akan datang untuk menemani mereka di sana.

"Jaga dirimu ya.."

Naruto tersenyum. "Berapa lama kau di sana?" Ia menggenggam kedua tangan Sakura. "Jangan terlalu lama ya, aku akan merindukan dirimu kalau tidak bisa datang.." Sakura menyandarkan kepala di dada bidang sang Suami, meminta pelukan darinya sebelum mereka berpisah untuk sementara waktu.

"Tidak lama kok, hanya 5 hari.." Naruto terhenyak. Itu terlalu lama. Bagaimana mungkin mereka bisa berpisah selama itu, sedangkan tak bertemu selama 24 jam saja Naruto sudah sangat rindu kepada Sakura. "Kau jangan nakal disini." Sakura mengingatkan.

Naruto membalas pelukan Sakura. "Lama sekali.." Ia menutur sembari mengecupi pucuk kepalanya. "Selalu hubungi aku ya, dan kalau bisa dalam waktu dekat ini akan aku usaha menyusulmu."

Sakura mendongak. "Iya sayang..." Ia terkekeh. Naruto memang manja, tapi hanya kepada dirinya dan sang Ibu. "Sudah waktunya." Sakura melepaskan diri dari dekapan Naruto, lalu berdiri di hadapan Naruto tepat di depan pintu kereta api.

"Jangan lupa telfon aku.." Sekali lagi Naruto mengingatkan. "Kalau bisa hubungi aku setiap 30 menit sekali." Sakura tergelak mendengarnya. "Mengerti?"

"Iya, aku mengerti Tuan muda.." Setelahnya Sakura berjinjit, dan memberi kecupan singkat di bibir eksotis Naruto. Salam perpisahan mereka menjelang 5 hari kedepan.

Naruto berdiri dengan setia menanti Sakura hingga masuk ke dalam kereta, bahkan saat kereta meninggalkan stasiun dirinya tak kunjung beranjak. Terlalu berat melepas Sakura, menjalani hari-hari tanpa kehadiran sosoknya. Naruto pikir setelah 4 hari berlalu ia akan menyusul Sakura, dan memang harus dilakukan.

Lambaian tangan menyadarkan Naruto, dan dengan segera ia membalas sapaan tersebut. Keberadaan Sakura yang semakin jauh terlihat mengecil, namun senyum manisnya masih tampak jelas di mata Naruto. Dia yang paling berkilau sendiri disana.

x X x

Lelaki muda itu membuka pintu, lalu masuk seorang diri ke dalam rumah. Sepi, itulah yang dirasakan olehnya begitu tiba di dalam. Tanpa Sakura rumah ini menjadi sepi, begitu pula hatinya. Terlalu hampa bersama diri sendiri.

Naruto sontak tersentak ketika ponsel di dalam saku celananya berdering, dan dengan segera ia mengeluarkan ponsel tersebut. Saat menatap layar ponsel tertata nama Sakura disana, pertanda sang Istri telah menelfon untuk yang kesekian kalinya dalam sehari.

Panggilan warna hijau di geser ke arah kanan, seketika panggilan terhubung. "Hallo sayang.." Naruto menyapa lebih dulu, dan mendapat sahutan riang dari seberang sana.

"Naru, kau sudah pulang sayang?"

Naruto membuka dasi. "Baru saja.." Setelah dasi kini jas, kemudian dia menghempas bokong di sofa dan menyandarkan punggung disana. "Belum, kau sendiri?"

"Sudah kubilang jangan sampai telat makan.."

Sudah di duga, pasti dia mengomel. "Iya iya, aku makan sekarang.." Naruto beranjak ke dapur untuk mencari makanan, baru saja Sakura bilang dia telah menyiapkan beberapa makanan cepat saji dapur sehingga Naruto tak harus dibuat repot untuk memasak. Hanya perlu di panasi agar terasa lezat saat disantap. "Sakura, bagaimana keadaan Ibu?"

"Ibu baik-baik saja, hanya sedikit kurusan.."

Naruto sedih mendengarnya. "Ibu harus minum vitamin." Wanita disana menjawab dengan cepat, mengatakan tanpa perlu di ingatkan semua sudah dilakukan. Naruto terkekeh mendengarkan ocehan beruntun yang tertuai dari bibir ranum si wanita.

3 hari telah berlalu, itu artinya besok Naruto akan menyusul Sakura seorang diri. Tentu meminta izin lebih dulu dari sang Ibu, siapa tahu dia ingin ikut. Tapi sepertinya tidak, masalahnya baru kemarin hari dia pulang dari menjenguk Mebuki di Konoha.

Kini saatnya Sakura menabur saus di atas masakannya. Lihatlah, dia bekerja di dapur sambil bermain ponsel, saat memasak pun ponselnya sampai dijepit diantara telinga dan bahu.

"Naruto, kapan kau datang?"

"Entahlah, saat ini aku masih sibuk.."

Sakura menunduk lesu. Belum saatnya mereka berkumpul bersama, mungkin lain waktu baru punya kesempatan. "Baiklah, aku harap kau bisa datang." Hanya berharap jalan satu-satunya.

"Sampaikan salamku untuk keluarga di sana.." Naruto pikir dengan menyembunyikan kedatangan dirinya besok akan membuat kejutan untuk mereka, terutama Sakura.

"Jaga dirimu.. aku mencintaimu."

"Aku juga mencintaimu." Detak jantung Naruto mengencang ketika mendapat kecupan panjang dari sana, dan ia pun membalasnya dengan cara yang sama. Begitu pula Sakura, yang Naruto rasakan berbalik kepadanya. Berdebar-debar karena ciuman penuh cinta itu.

x X x

Sakura tercengang. "K-kalian..." Pegangannya terhadap kantung belanjaan mengendur, sadar hendak jatuh maka dengan segera ia membenarkan kembali.

Ino Yamanaka memberikan segaris senyum lebar. "Maaf ya jidat, besok kita bertemu lagi." Sambil mengatakan ia menaiki motor Sai, dengan menjadikan pundaknya sabagai pegangan saat naik ke atas motor. "Bye sayang." Ia memberinya ciuman sebagai salam perpisahan.

Sakura menghela nafas dengan kesal. "Bye Sakura.." Tenten juga begitu, dia pulang bersama Neji. Setelah sophing bersama kini mereka meninggalkan dirinya sendiri, padahal masih ada banyak kesempatan untuk menghabiskan waktu bersama kekasih, berbeda dengan dirinya yang tidak akan lama berada di kota ini.

"Sakura, kau kah itu?"

Tubuh Sakura berbalik, ketika sepenuhnya menghadap ke arah si penyapa tersebut barulah ia tertegun. "Sasuke.." Pemuda berdandan emo itu tampak shock, mengingat betapa lamanya mereka tidak bertemu. 3 tahun setelah kepergiannya ke luar kota untuk menuntut ilmu pendidikan.

"Kalian melibatkanku dalam masalah.."

Sakura membantin. Masih teringat jelas olehnya saat beberapa tahun lalu mereka sekolah di gedung yang sama.

x X x

Ini untuk yang kesekian kalinya. "Terimakasih banyak, Sasuke.." Sakura mengucapkannya sambil membungkukan badan, bersikap begitu sopan kepada teman masa sekolahnya itu.

Sasuke tersenyum kikuk. "Tak masalah, itu sama sekali tidak merepotkan kok." Sama sekali tidak, terlebih orang itu Sakura. Teman lamanya saat di sekolah, dirinya bahkan sempat menyukai Sakura hanya saja enggan mengungkapkan perasaan.

Sakura menyelipkan anak rambut ke belakang telinga. "Masuklah dulu, akan kubuatkan coklat panas untukmu.." Ia pikir di musim dingin sepeti ini terasa nyaman menikmati secangkir coklat panas, apalagi saat menikmati waktu bersama seseorang yang dicintai.

Hanya membayangkan saja sudah membuat Sakura tersipu. Sejujurnya, selama 3 hari tak bersama kin ia merindukan Naruto. Meski kerap menelfon tapi tetap saja semua itu tak mampu mengobati rasa rindu dalam hati mereka.

Keduanya sudah terbiasa bersama. Saat bangun di pagi hari selalu wajah tampan Naruto yang menyapa Sakura, walau sebenarnya dia masih terlelap di tempat tidur.

Naruto lelah Sakura yang merawat. Naruto marah Sakura yang menenangkan. Naruto demam Sakura yang menjaganya sampai pulih. Sakura menjaga Suaminya itu dengan segenap jiwa, tulus tanpa pamrih. Bahkan saat ini ia tengah memikirkan Naruto, berharap dia baik-baik saja di sana seorang diri.

Sasuke yang melihat Sakura tersenyum-senyum sendiri sukses menciptakan kerutan di kening. Sempat tertegun melihat senyum mempesona itu, namun Sasuke buru-buru menyadarkan diri dari keterlenaannya barusan.

"Ne Sakura.."

Wanita itu tersadar, lalu dengan cepat menatap Sasuke sambil membenarkan deruan nafas.

Sasuke mengusap tengkuk. "Boleh aku katakan sesuatu?"

"Kita bicarakan di dalam saja, di luar dingin.." Sakuda hendak masuk, tapi Sasuke mencegahnya dengan cara penolakan saat diajak masuk. "Kenapa?"

"Ahh, disini saja.."

Sakura menghela nafas. "Baiklah."

"3 tahun ya.." Wanita pingkish itu sedikit memiringkan kepala. Sasuke tahu dia butuh penjelasan. "Dulu aku menyukaimu, tapi sekarang aku mencintaimu." Sakura terhenyak mendengar pernyataan tersebut. Mereka memang sempat saling menyukai, tetapi hanya suka dan tidak ada rasa cinta. Itulah yang Sakura alami selama menyukai Sasuke.

Lagipula mereka baru bertemu kembali setelah berpisah lama, tak sepantasnya langsung menyatakan perasaan seperti ini. Tapi Sasuke melalukannya karena tidak ingin kesalahan yang sama terjadi lagi, memendam perasaan di waktu yang tidak singkat.

"Eemmm..." Sakura tidak tahu harus berkatap apa, terlalu mendadak Sasuke menyatakan perasaan setelah melewatkan pertemuan singkat mereka.

Sasuke menggarup pipi karena canggung. "Terlalu mendadaknya.." Ia sadar diri. "Tapi sekarang aku merasa tenang, mungkin karena telah mengungkapkan apa yang menjadi beban dipundakku selama ini." Sakura bahkan terheran, dia seperti bukan Sasuke dengan gaya bicara panjang lebar seperti itu.

Sakura tersentak ketika Sasuke meraih tangannya, ia pun langsung menghentikan niat Sasuke yang ingin menggenggam tangannya. "Maaf.."

"Kau marah? Atau kecewa karena selama ini aku tidak segera mengungkapkan perasaan?"

"Bukan begitu.." Sakura menundukan kepala, serasa enggan menatap sepasang manik kelam tersebut. "Aku sudah menikah." Sasuke tertohok, bersamaan dengan itu dadanya bergerumuh seperti badai yang menerpa bumi.

"Maafkan aku, Sasuke.."

Lelaki itu bergeming, dia tampak shock setelah mendengar pengakuan Sakura. "J-jadi.. aku, terlambat..." 3 tahun bukanlah waktu yang singkat, terlalu lama bagi Sakua untuk menunggu. Lagipula perasaan itu hanya sebatas SUKA, tidak ada cinta dalam rasa suka tersebut. "Ehmm.. tidak apa-apa, itu artinya kau bukan jodohku."

Kini Sakura berani menatap mata kelam tersebut setelah mendapat jawaban tulus darinya. "Aku harap kau menemukan jodoh yang tepat.." Ia tersenyum begitu lebar karena lega. Jujur lebih baik walau akan melukai perasaan, tapi lebih tersakiti lagi hidup dalam kebohongan bila suata saat semuanya terungkap seiring berjalannya waktu.

"Semoga saja.." Sasuke tersenyum tipis, kebiasaan lama sejak dulu. "Emm, maafkan aku Sakura." Wanita itu hendak berkata, namun niatnya terhenti saat tiba-tiba Sasuke menariknya ke dalam pelukan. Jadi ini alasan dia meminta maaf.

Ketika Sakura sedang berusaha melepaskan diri Sasuke malah semakin mengeratkan pelukannya. "Sebentar Sakura, anggap saja ini pelukan terakhirku sebagai pria yang mencintaimu.." Sakura tidak mendengarkan apapun, karena saat ini tatapan serta pikirannya tertuju pada satu titik.

Naruto Namikaze menyaksikan perbuatan mereka disana, jelas sekali Sakura melihat amarah yang tersimpan dalam iris safir nan tajam tersebut. Ia pasrah menghadapi kemarahan Naruto.

x X x

Drap drap drap..

Kedatangan Sakura membuat sang Ibu terlonjak kaget. Bagaimana tidak terkejut di tengah beraktifitas, Sakura datang berlari seperti sedang di kejar oleh sesuatu. Tentu saja, bukankah dia sedang di kejar oleh rasa bersalah.

"Ibu, kenapa tidak bilang Naruto datang?" Dan tiba-tiba wanita itu langsung menuding Mebuki dengan pertanyaan penuh tuntuntan.

Mebuki meletakan pisau dari pegangannya. "Kata Naruto jangan bilang padamu, ini kejutan untukmu." Jawabnya dengan jujur, karena itulah yang Naruto sampaikan saat tiba tadi siang.

Sakura memejamkan mata— frustasi. "Kejutan pembawa malapetaka.." Ia bergumam, Mebuki yang dapat mendengar dengan samar bertanya, Sakura pun tersadar. "Hm, aku tidak bilang apa-apa." Dia tidak mengaku.

"Mungkin Ibu salah dengar.."

Sakura memijit pelipis. "Aku ingin melihat Naruto dulu Bu, sejak tadi dia tidak keluar kamar.." Naruto pasti marah, setelah melihat Sasuke memeluknya tadi dia langsung masuk ke dalam detik itu juga.

"Baiklah.."

Wanita kurus itu bergegas meninggalkan dapur, dan mencari letak kamar untuk berbicara dengan Naruto. Sejak tadi dia tak lagi kelihatan, mungkin saja ada di dalam kamar.

"Seperti itu caramu menyambut kedatanganku kesini?"

Sakura terlonjak. Nada familiar itu terdengar dingin. Naruto menghentikan Sakura ketika hendak berbalik, dia membuka pintu kamar dengan cepat lalu membawa Sakura ke dalam bersama dirinya. Akhirnya dia muncul juga.

"Uhh, kau habis dari mana?" Sakura mengalihkan pembicaraan, melihat wajah tampan itu sedang memendam amarah menyiutkan nyalinya. Jantungnya berdetak melambat, namun kencang.

"Kau tak perlu tahu." Tubuh Sakura menegang ketika mendapat himpitan. Naruto mendesaknya sambil menatap tajam dirinya. "Apa yang kau lakukan tadi, hm?" Sakura sampai harus menahan dada bidang Naruto. "Siapa laki-laki itu?" Begini kah Naruto kalau sedang cemburu? Sakura baru tahu, karena inilah pertama kali Naruto marah kepada dirinya.

"D-dia teman lamaku.." Sakura menjawab dengan tergagap. Ia tak mempunyai keberanian membalas tatapan tajam itu, seolah akan menusuk matanya kalau sampai bertemu.

Naruto mencekal lengan Sakura. "Bohong!" Ibarat semudah membalik telapak tangan begtulah dirinya mempercayai Sakura, hanya saja hatinya terasa perih saat melihat lelaki lain berani menyentuh MILIKNYA. Ia percya sepenuhnya kepada Sakura, saat ini hanya ingin membagi apa yang dirinya rasakan.

Apalagi kalau bukan cemburu.

"Bersusah payah aku menyelesaikan pekerjaan untuk menyusulmu kesini, inikah yang kau anggap sebuah sambutan?" Sakura pikir lebih baik diam menahan diri. Toh, tidak ada gunanya menjelaskan semua kalau Naruto sendiri masih diselimuti oleh amarah. "Kau suguhkan aku dengan dirimu yang sedang berpelukan dengan seorang pria, sambutanmu anti mainstream.."

Kata-kata yang terdengar lucu, namun tidak bagi Sakura. Saat ini dirinya hanyut dalam tatapan penuh kabut, dan tersenyum dalam diam melihat bibir yang kerap mengecup keningnya kini tak henti menuai setiap kalimat tajam yang menyejukan hati.

"Apa yang kau pikirkan, hah?" Naruto menyetak pinggang Sakura, menghilangkan celah diantara mereka. "Kau pikir aku tidak akan datang untuk menemani Istriku bersama keluarganya?" Tatapan pasrah dari emerald tersebut meluluhkan hati Naruto, perlahan meredakan amarah dalam dirinya. "Dasar bodoh!"

Sakura mengulum senyum. "Apa sudah cukup?"

Naruto menahan nafas agar tak mendengus, karena kalau mendengus marahnya tak lagi terlihat. "Belum." Jawabnya dengan nada tertahan. Dadanya bergemuruh, menginginkan sebuah pelukan dan ciuman dari sosok yang di rindukan. "Aku rindu padamu.."

Sudah di duga, Sakura tahu beginilah cara Naruto mengungkapkan isi hati. "Seberapa rindu?" Tak masalah sedikit menggoda sang Suami, bukan? Sakura menarik tengkuk Naruto, lalu menautkan kening mereka. "Katakan.."

Kedua mata sipit itu mengatup. "Tak bisa kujelaskan dengan kata-kata.." Dan kembali terbuka, memperlihatkan mata biru miliknya yang selalu berkilat tajam. "Tapi dengan sentuhan." Entah bagaimana kemarahannya lenyap begitu saja, semua berkat cinta tulus yang Sakura serahkan sepenuh hati kepadanya. Naruto tidak menyesal memiliki Sakura.

Sakura memeluk Naruto, menyandarkan kepala di dadang bidang Naruto. "Aku hanya milikmu, jangan berpikir aku akan melepaskan diri darimu.." Naruto memberinya kecupan dipuncak kepala, acara sambutan atas perpisahan mereka selama beberapa hari. "Kaulah cinta pertama dan yang terakhir dalam hidupku, tidak ada yang lain."

Telapak lebar miliknya menangkup wajah sang Istri, dan membawa tatapan sendu itu padanya. "Aku mencintaimu.."

"Begitu pula aku.." Sakura sampai dibuat berjinjit gara-gara Naruto yang mendesak dadanya. "Sejak tadi sore kau kemana saja? Kenapa baru pulang sekarang, ini sudah malam tahu."

"Jangan mengalihkan pembicaraan.."

Wanita itu mendengus geli. "Jawab saja."

Naruto mengalah. "Menjadi tamu di perusahaan Ayahmu, mendadak sekali saat Ayah mengajakku pergi.." Jawaban itu memuaskan rasa keingintahuan Sakura, dengan begitu dirinya bisa tenang sekarang.

"Sekarang apa lagi?" Sakura menggeleng. Naruto membopongnya, kemudian merebahkan tubuhnya di tengah ranjang. "Giliranku." Wajah Sakura bersemu padam, membuatnya salah tingkah saat Naruto membuka baju. Tubuh seksi pun tersaji secara manis di depan matanya.

Naruto yang tengah mengungkung Sakura merundukan kepala, dan menyelipkan batang hidung di lekukan lehernya yang jenjang. Satu kecupan tertiggal disana, namun singkat sebelum kemudian mempertemukan bibir mereka. Pada akhirnya terjadi saling melumat.

Tokk tokk..

Sakura tersentak dan buru-buru menjauhkan Naruto dari tubuhnya, membuat sang Suami memasang raut kesal. Dalam hati Naruto mengumpat, orang yang mengetuk pintu itu datang di waktu yang tidak tepat.

"Nee-chan.."

Sakura mengenali suara dan panggilan itu. "Ada apa, Konohamaru?" Sahutnya atas panggilan khas dari sang adik. Naruto tak kunjung menyingkir, dengan senantiasa dia memandangi wajah bersemu Sakura disela menahan diri. Iblis hatinya memaksa untuk segera memakan perempuan itu, dan tak ada ampunan baginya.

"Makan malam sudah siap.."

Baru teringat sekarang, tak satupun dari mereka yang sudah makan malam. "Baiklah, tunggu di bawah." Sakura hendak bangkit, tapi terhalang oleh Naruto. "Awas.." Sang Suami bergeming, Sakura menghela nafas.

"Kata Ibu sekalian bawa Naruto-Nii-chan.." Setelah menyampaikan pesan terakhir, barulah Konohamaru melangkah pergi dari depan kamar tersebut.

"Tidak mau." Sifat keras kepalanya kumat lagi, dan hal ini sering kali terjadi. Tak segera beranjak, kini Naruto malah memeluk Sakura. "Biarkan aku melepas rasa rindu ini.." Ungkapannya ini jujur dari apa yang dirasakan, berpisah selama 3 hari dari Sakura membuat hidupnya hampa.

"Tap—"

"Tidak!" Naruto menyela kalimat Sakura.

Wanita itu terkekeh geli. "Baiklah, tapi ada 1 syarat.."

"Katakan."

Kulit tan itu terasa hanta saat disentuh, tentunya juga menggoda. "Kau harus makan dulu.." Lelaki itu belum menyentuh makanan sejak datang tadi, tentu saja Sakura tahu karena dirinya sudah mengenal sosok Naruto dengan begitu baik.

"Makan dirimu maksudnya?" Sakura bersemu. Naruto nyengir lebar. "Kalau itu aku mau.." Si pirang itu terlalu mesum, namun itulah sosok diri dia yang sebenarnya. Selama ini mereka hanya tahu sifat luar Naruto, padahal dia yang sesungguhnya tak sependiam saat berada di luar.

Bukk

Pukulan yang sama sekali tak menyakiti. "Mesum.." Ujar perempuan itu setelah memberi pukulan pelan di dada bidang Naruto.

Tiba-tiba Naruto memanyunkan bibir dengan pipi menggembung, Sakura menyerngit melihat perubahan tersebut. "Aku tak rela melihat kau berpelukan dengan pria lain..." Naruto mengalihkan atensi, menunjukan kekesalannya kepada Sakura. "Yang kau lakukan tadi melukai hatiku."

Kalau sudah begini pasti ada hal yang Naruto inginkan. "Maafkan aku.." Tanpa berpikir panjang untuk peka Sakura langsung mengauki kesalahannya. Seorang Naruto tidak akan tenang bila yang telah melalukan kepadanya tidak segera meminta maaf. Dia memang aneh, dan perlahan Sakura mulai mengenali diri Naruto secara menyeluruh.

x X x

Terulang lagi. Sakura sendiri tidak tahu apa yang terjadi, namun setiap saat dirinya selalu merasa mual juga pusing. Efek karena mobil tidak mungkin pula, sebab berulang kali sudah ia mengendarai mobil tanpa mengalami apa-apa.

Dengan segera Naruto menghentikan mobil, usai menepuk lengannya Sakura langsung keluar. Di pinggiran jalan tol itu dia sedang memuntahkan sisa sarapan tadi pagi, mengosongkan perutnya yang belum lama di isi.

Sakura memejamkan mata dan menghela nafas lega. Elusan dipunggung membuat tubuhnya rileks. "Kenapa bisa seperti ini?" Naruto menuntunnya kembali memasuki mobil, dan itu sambil merangkulnya. "Kita ke rumah sakit ya.." Ada saja hal yang mengganggu saat dalam perjalanan pulang, tentunya Naruto cemas dengan keadaan Sakura saat ini.

"Tidak perlu.." Wanita itu mengelap bibir dengan tisu. Naruto memicing tajam, memperingati Sakura melalui tatapan.

"Jangan menolak!"

Sebenarnya Sakura menolak untuk alasan lain. Seperti di beri harapan paslu, karena itu ia kapok memeriksakan keadaan ke rumah sakit. Padahal begitu berharap Hamil, dan yang Dokter katakan malah sangat melukai perasaan.

"Nyonya, Anda hanya masuk angin biasa."

Sakura masih mengingatnya. Kata-kata Dokter itu seakan tak memberinya harapan, padahal rahimnya subur dan entah kenapa bisa lama menghasilkan janin.

"30 menit lagi kita sampai.." Sakura yang mendengarkan ucapan Naruto pasrah saja, lalu menyandarkan kepala di lengannya. Naruto melirik Sakura, dan menatap sendu wajah jelita itu dari atas. Ia tersenyum. "Kau ingin sesuatu?"

"Tidak." Jawabnya begitu singkat.

"Aku ingin Bayi.."

Batinnya menimpal. Sebuah keinginan tersebesarnya setelah 2 bulan pernikahan ialah memomong seorang Bayi, dan pasti Naruto juga menginginkan hal yang sama. Tak hanya mereka, Ibu dan Ibu mertua juga menginginkan kehadiran Naruto Junior. Bahkan sebelum pernikahan mereka sudah membicarakan Cucu.

"Kau yakin?" Pertanyaan kedua Naruto mendapat jawaban isyarat, hanya anggukan kepala yang menjadi respons. Sakura merasa tubuhnya terlalu letih, bergerak sedikit saja serasa tak memiliki tenaga. "Ya sudah.." Naruto pun menambah kecepatan mobil, ingin sesegera mungkin tiba untuk membawa Sakura ke rumah sakit.

Dalam hati pria Namikaze itu sangat mengharapkan satu hal, tiada yang lain kecuali mendengar kabar Sakura sedang Hamil.

x X x

"Apa Istri saya baik-baik saja?"

Tsunade Senju menyiapkan laporan. "Dia baik-baik saja, hanya perlu Istirahat yang cukup.. upss!"

Tapp

Kalimat wanita tua namun awet muda itu terhenti. Menghela nafas, lalu dia membungkukan badan untuk mengambil pulpennya yang jatuh. "..untuk menjaga kesehatan janin di dalam rahimnya." Ucapannya berlanjut meski sebelumnya sempat terhenti.

Sakura tercengang, masih mencerna kalimat tambahan barusan. Sedangkan Naruto sendiri langsung tersenyum cerah sambil menatapnya. "Loh, baru kemarin aku periksa tapi tidak ada tanda tanda Hamil?" Baru 6 hari yang lalu, dan itu belum lama sama sekali.

"Aku rasa telah terjadi kesalahan.." Naruto yang terlalu bahagia tak mendengarkan obrolan mereka, dia fokus mengusap perut rata Sakura. "Saat usia kehamilan belum mencapai 2 atau 3 minggu akan sulit memastikan, itulah kendalanya." Sakura manggut, baru paham setelah dijelaskan. "Baiklah, tolong tanda tangan disini." Sang Dokter menyerahkan selembar kertas putih kepada mereka.

"Siapa? Aku atau Istriku?"

Tsunade terkekeh. "Yang Hamil Istri Anda, tentu saja harus Istri Anda yang tanda tangan." Sakura tertawa, sedang Naruto tersenyum kikuk sambil menggaruk belakang kepala. "Silahkan Nyonya..." Naruto memanyunkan bibir, ia malu karena sejak melalukan kesalahan Sakura tak henti menatapnya dengan sorot nakal. Terlebih saat ini mereka sedang berada di ruang dokter.

"Berhenti menertawaiku.." Naruto mendengus. Sejak keluar dari ruangan tadi Sakura terus saja terkikik, seperti terjadi kesalahan fatal. "Stth!" Naruto yang kesal meletakan telunjuk dipermukaan bibirnya— sendiri, melihat itu Sakura langsung membungkam mulut. Pengaruh hormon yang membuatnya mengalami perbuhan, pesan itulah yang mereka ingat setelah dijelaskan.

"Ini kabar baik.."

Naruto melirik Sakura. Dia terlihat begitu ceria. "Ne, pantas saja belakangan ini aku melihat badanmu agak gemukan." Sakura melotot. "Dan.." Naruto mendekatkan bibir di daun telinga Sakura, namun tak menghentikan langkah mereka. "..banyak makan."

Blamm!

Di dalam mobil Sakura berusaha mencerna kalimat Naruto, mendadak saja otaknya lemot saat berpikir. Naruto menyeringai nakal, lalu menyalakan mobil.

"Kau tahu, aku semakin bernafsu setiap kali melihat tubuh gemukmu.." Bulu kuduk Sakura berdiri. Nafas hangat Naruto menguar disekitar telinganya, dan tiba-tiba dia memberi kecupan dicuping. "Pada intinya, aku menyukai tubuh berisimu. Goyanganmu jadi semakin liar, seperti semalam."

Sakura menoleh dengan cepat, dan menatap sang Suami dengan mata melotot lebar. "Diam!" Terdengar suara tawa yang tertahan. "Tidak ada jatah selama 1 minggu.." Naruto langsung tersedak.

"Ne, salah ya aku berkata jujur?"

Calon Ibu itu bersedekap di dada. "Kejujuranmu melukai hatiku.." Seharusnya Naruto tahu, wanita manapun paling anti di bilang gemuk. Itu terdengar memalukan bagi kaum hawa.

Mematikan mesin mobil kemudian Naruto menarik Sakura, mendekapnya untuk meredakan amarah. Seperti kata Kushina, tak mudah menghadapi Istri yang sedang Hamil.

"Terimakasih..." Sakura bingung. Naruto salah ucap, yang harus yang dia katakan adalah 'maaf' bukan 'termakasih'. Naruto memahami keherenan Sakura, ia pun tersenyum lalu mengecup pucuk kepala merah muda tersebut. "Berkat dirimu aku dapat merasakan kebahagiaan hidup bersama orang yang dicintai, berkat dirimu juga sekarang aku akan menjadi seorang Ayah. Kau mengenalkanku pada apa artinya cinta dan keluarga, aku beruntung memilikimu sayang.."

Sakura terharu mendengarnya. "Naruto..." Sang Suami mengusap perutnya, dan kembali mengecup ujung kepala. Perlakuan yang begitu manis, inilah sosok Naruto Namikaze. Dibalik sifat pendiamnyan tersimpan kasih sayang yang amat luar biasa.

"Aku mencintaimu Istriku.."

"Aku juga mencintaimu Suamiku..." Sakura mengulum senyum. Keadaan seperti inilah yang mendebarkan jantung, kerap terjadi namun perasaan yang sama selalu dirasakan. "Ne, sayang aku mau makan Ramen di tempat pertama kali kita kencan." Mereka memang sempat kencan sebelum melangsungkan acara pernikahan, dan tak hanya satu kali.

"Kebetulan aku rindu tempat itu." Mesin mobil menyala untuk yang kedua kalinya, dan kali ini tak akan mati sebelum sampai tujuan.

Entah kenapa Sakura nyengir dengan begitu lebar. "Aku lapar sekali..."

Naruto terkekeh geli melihat wajah polos sang Istri saat mengungkapkan kalimat barusan. "Sesuaikan porsi makan dengan perutmu sayang." Ia mengingatkan Sakura, dia saat ini sedang Hamil jadi bisa saja makannya melampaui batas.

Perempuan itu mengerucutkan bibirnya yang mungil. "Langsung jujur saja, kau menyindir kalau orang gemuk makan banyak, iyakan." Naruto terbahak, hal itu membuat Sakura semakin kesal. "Ishh, Baka!" Bertubi-tubi cubitan dihadiahi, dan Naruto menerimanya dengan kikikan.

Sakura tak habis pikir, untuk saat ini tiada kata lain terkecuali "Arigatou Gozaimasu". Naruto jodoh terbaik dalam hidupnya, dan akan menjadi cinta pertama sekaligus yang terakhir sepanjang masa.

THE END


Mksh yak buat semua readers yg sudi baca ffn buatan ane, karna kalian jg ane jd semangat ngetik. Seperti yg pernah ane katakan dulu, readerlah tempat ane mendapatkan keuntungan dari menulis fanfiksi ^_^