Boys

(c) Hikari No Aoi

Disclaimer: Naruto Dkk Punyanya Masashi Kishimoto-san

Rated: T semi M mungkin?

Pair: Xhina Pokoknya :3 #Hinacent

Warn: DLDR! Typo, Crack, aneh dll! ini fiksi baru, masih prolog pula. Kalau mau kritik / saran silahkan yang berhubungan dengan fict ini ya ^^ Tolong jangan tanyakan fict yang lain dahulu karena saya masih berduka LCD laptop saya pecah :') (Semua data disana, ini hanya pinjam laptop temen) saya menulis karena saya suka dengan FFN apalagi pair SH :') saya masih berat hati hiatus luaamaaa :') jadilah fict ini sebagai pelipur lara saya :')

Terimakasih banyak atas dukungannya, minna ^^ selamat membaca!

.

.

.

Prologue: The Boys

.

.

.

Hinata berjalan mendekat dengan langkah berat. Tubuhnya yang mungil terasa kurang menguntungkan sekarang. Kerumunan orang yang saling berebut untuk menulis absen, membuat gadis berambut indigo tersebut harus berusaha ekstra keras jika mau mendapatkan apa yang diinginkan.

Yap, bukan Hinata namanya jika menyerah sekarang. Karena semua itu butuh pengorbanan.

Setelah berdesakkan cukup lama hingga membuatnya berkeringat, akhirnya ia bisa mendapatkan kertas absensi tersebut dengan penuh perjuangan. Namun, masalah lain kemudian muncul. Mana penanya?

"Butuh pena?" suara asing dari belakang membuat sulung Hyuuga tersebut berhenti meminta pinjaman pena dan menoleh kebelakang. "Kau butuh pena, kan?"

"Y-ya?" kening gadis itu berkerut. "Kau... ba-bawa pena?"

Meski sebenarnya, Hinata masih belum percaya bahwa pada akhirnya ada yang mau meminjamkan pena secara Cuma-cuma dan secepat ini, namun gadis enam belas tahun tersebut tetap berharap. Jarang-jarang lho mendapatkan pinjaman pena semudah ini.

"Tentu." Jawab pemuda asing tersebut ramah. Tak lama kemudian, pena warna hitam milik si pemuda sudah disodorkan kepada Hinata setelah beberapa detik mengobrak-abrik isi dalam tasnya sendiri. "Silahkan,"

"Te-terimakasih." Jawab Hinata tulus. Kemudian ia menulis nama, kelas dan segala informasi lainnya diselembar kertas yang ia bawa tersebut secepat yang ia bisa supaya tidak menimbulkan antrian yang panjang. Sedangkan si pemuda pemilik pena, menunggu dengan sabar.

"Na-namamu siapa?"

"Hah?" Kini, giliran pemuda berkulit pucat itu yang balik mengernyit.

"Namamu." Ulang Hinata lagi.

"Terimakasih, aku bisa menulis sendiri. Lagi pula informasiku cukup sulit jika harus dituliskan."

Hinata akhirnya menyerah, dan memilih untuk keluar dari barisan.

"Ba-baiklah, silahkan."

Pemuda tersebut hanya menjawab dengan ulasan senyum tipis, dan akhirnya mulai menulis.

Sementara itu, saat Hinata tengah menerobos kerumunan kembali untuk keluar, ia baru teringat bahwa ia belum mengucapkan terimakasih pada pemuda baik hati tersebut. Oh yeah, sopan sekali kau nak. Sudah ditolong, tapi mengucapkan terimakasih saja bisa sampai lupa.

Akhirnya, gadis muda yang rambutnya di kuncir asal tersebut berusaha kembali kedepan lagi untuk yang kedua kali.

Setelah hampir dua menit penuh berdesak-desakan dalam lautan manusia hingga membuat nafasnya terengah, Hinata akhirnya bisa sampai ke tempatnya semula. Namun lagi-lagi, masalah muncul. Pemuda tersebut sudah telanjur menghilang dengan penanya yang masih dipakai oleh anak perempuan asing berambut merah. Sepertinya begitu ia selesai menulis, penanya langsung direbut paksa dan pemuda tersebut didorong keluar dari barisan.

Kasihan sekali.

Lalu sekarang, penanya bagaimana?

Suara gaduh yang semakin menjadi karena semua murid berebut absen, membuat Hinata segera tersadar untuk mengambil pena tersebut dan mengembalikannya; bagaimanapun caranya. Tentu saja karena ia juga harus berterimakasih.

"Minggir kau! Aku duluan-HEYYY!" gadis bermata safir tesebut nampak tidak terima ketika ada yang mendahuluinya. Namun Hinata tak punya pilihan lain.

"Ma-maaf, sebentar saja ya!" Pintanya Sedikit egois. Sulung Hyuuga tesebut lekas menyusuri nama setelah dirinya dengan jari telunjuknya, dengan teliti. Semua ini demi mendapatkan informasi mengenai pemuda asing pemilik pena ini. Duh... nomor berapa ya ia tadi?

Siapa namanya?

Karin U.

Konohamaru S.

Shikamaru N.

Chouji A.

Sasuke U.

Hinata H.

Gaara R.

Ah, ini dia! Sasuke U. Kelas 11-12, Absen 10 Nomer Induk 152-

"Ayo dong gantian, jangan lama-lama!"

"Ma-maaf!" Hinata akhirnya mengalah. Ia segera keluar barisan dan membungkuk tanda menyesal. "Te-terimakasih banyak."

Sambil berdesakan –lagi- untuk keluar, dalam batin, Gadis bermanik amethyst tersebut mulai kalut. Bagaimana mengembalikan pena ini sekarang? Sedangkan murid di sekolah ini ada ribuan. Kelas 10 ada 20 kelas dengan 30 murid perkelas. Kelas 11 ada 15 kelas dengan 30 murid perkelas. Sedangkan kakak tingkat? Syukurlah sekarang mereka sedang melakukan praktek industri, jadi sementara ini berkurang sekitar 500an orang.

Oh Tuhan, ini tak akan mudah.

Mendadak, Hinata menghentikan langkah kakinya dengan tiba-tiba.

Sebentar, namanya tadi siapa ya?

"Aghh!" menggeram pelan dalam kerumunan, gadis bertubuh mungil tesebut mau tak mau akhirnya kembali lagi untuk mengecek nama si pemilik pena. Duh!

.

.

.

The Boys

.

.

.

Oh ya, mengapa absen disekolah ini sangat mengerikan seperti itu tadi? Sebenarnya tidak begitu, Hari ini adalah perayaan ulang tahun Konoha Gakuen International School yang ke-50. Dan semua siswa diwajibkan untuk datang dan mengikuti kegiatan yang sudah diagendakan jauh-jauh hari sebelumnya. Namun, sepertinya panitia kuwalahan dengan jumlah siswa yang terus membludak setiap tahunnya hingga mengakibatkan desak-desakan seperti itu tadi. Tapi yasudahlah, sekarang yang penting ia sudah absen dan berhasil keluar dengan selamat.

"Kelelahan?" suara femiliar yang menyapanya barusan membuat Hinata menoleh kesumber suara dan tesenyum. "Ayo cari tempat duduk dulu?"

"Ten-Ten-san!"

Ten-Ten balas senyum, ia kemudian menyodorkan segelas air mineral dingin pada Hinata. "Mana Naruto?"

"Te-terimakasih." Kata Hinata sambill menerima air tersebut. "Naruto-kun? Ah, d-dia langsung ikut lomba."

"Wah, serius? Memangnya dia bisa bertanding?"

Hinata tekekeh pelan dengan ekspresi yang Ten-Ten tunjukkan. "Setahuku, dia l-lumayan jika harus lari."

Mereka berdua akhirnya berjalan beriringan sambil berbincang ringan. "Jadi setelah senam, dia langsung mengikiti pertandingan ya? Bagaimana absennya?"

"Ka-kalau tidak salah, ada absen khusus bagi siswa yang i-ikut lomba."

Ten-Ten mengangguk maklum tanda bahwa ia setuju. "Hmm, bagus begitu sih menurutku. Akan sangat merepotkan jika harus seperti tadi. Tapi Jujur, aku tidak menyangka bahwa panitia bisa kuwalahan juga ternyata."

Hinata balas mengangguk. "S-siswa baru semakin banyak tiap tahunnya."

"Oh ya Hinata, Tim Naruto mainnya jam berapa?" Tanya Ten-Ten lagi. "Apa sekarang?"

Gadis berambut biru tua tersebut kembali mengangguk. "Iya, Sekarang pe-pertandingan antara kelas 11-2 dengan 11-12." Tunggu, kenapa ada yang femiliar ya?

"Bagaimana kalau kita nonton?"

Hinata terperangah. "Te-tentu Ten-Ten-san! Ide bagus!"

"YOSS! Aku akan mencari tempat duduk, kamu yang beli minuman dan cemilan tidak apa-apa? Uangnya akan ku ganti!" Tanya Ten-Ten sedikit cemas. "Tidak apa-apa kan?"

"Ti-tidak apa-apa kok!" balas Hinata cepat. "La-lagi pula, aku juga mau me-membelikan minuman untuk Naruto-kun."

Si gadis yang rambutnya dicepol dua hanya bisa menyikut lengan Hinata pelan sambil menggodanya. "Duh, yang lagi pacaran... perhatian banget sih? Sampai wajahnya merah begitu lho, hahaha! Ada yang mulai latihan jadi ibu rumah tangga nih!"

"Shh, Te-Ten-Ten-san! Ja-jangan begitu." Jawab Hinata malu. Ia bahkan tak sadar sudah meremas minuman yang diberikan Ten-Ten tadi dengan kuat. "A-aku hanya membelikan minum, kok!"

"Pfttt- ya, ya... dasar pasangan muda." Kata Ten-Ten akhirnya. Meski sebenarnya ia masih belum puas sih menggoda Hinata. "Jadi kita deal ya?"

"I-iya."

"Oke, sampai ketemu di lapangan sepak bola ya, Hinata!"

"H-hai!"

.

.

.

The Boys

.

.

.

Hinata masih belum selesai memilih minuman di Vending Machine meski sudah lima menit berlalu. Untuk dirinya sendiri sih, bisa minum Jus Jeruk-sama seperti minuman untuk Naruto. Tapi untuk Ten-Ten, jujur sulung Hyuuga tersebut masih bingung mau membelikan minuman yang bagaimana.

Juskah, Kopikah, atau bahkan... air putih saja? Tidak, itu tidak sopan. Setidaknya balaslah minuman Ten-Ten tadi dengan yang agak manis karena ia dan Naruto membeli minuman yang manis juga.

Ah, apa sebaiknya Jus Jeruk semua ya?

"Kau mau disana sampai besok?" suara bariton tersebut membuat sang Hyuuga muda tersentak. Bahkan, ia sampai tak sengaja menjatuhkan satu botol jus jeruknya.

"A-ah, maaf!"

"Heeh? Segitu saja kaget?" lanjut pemuda berperawakan tinggi tersebut sambil mengambil botol jus jeruk Hinata yang menggelinding kearahnya. "Cih, aku tidak semengerikan itu tahu."

Hinata bingung harus menjawab bagaimana. Tapi satu yang ia tahu, bahwa ia pasti telah membuat pemuda berkulit pucat tersebut menunggu. Buru-buru, gadis bermata mutiara tersebut membungkuk dalam.

"Ma-maaf karena a-aku telalu lama memilih. A-aku tidak tahu jika ada orang ya-yang mengantri dibelakangku."

Pemuda tersebut semakin telihat kesal setelah mendengar perkataan si gadis dihadapannya. Maksudanya ia seperti hantu, begitu? lalu dengan sekali tendang, ditumpahkannya jus yang ia pungut tadi ketembok seberang hingga setengahnya dipenuhi oleh warna oranye dari jus tersebut.

Kedua Amethyst Hinata terbelalak. Bahkan ia hanya bisa mematung ditempat karena kaget dan ketakutan. Pemuda ini berbahaya, hanya sekali tendangan saja botol jus tadi bisa telempar jauh-bahkan sampai pecah saat membentur tembok. Jika menusia normal, tentu membuat botol –sedikit- tebal tersebut pecah dengan cara membantingnya pasti akan sangat susah. Tapi dia...

"Ck. Anggap saja itu sebagai permintaan maaf, karena aku tidak bisa memukul perempuan." Kata pemuda itu sambil berjalan menjauh. "Sial, moodku sedang kacau dan Kau sudah membuatku semakin kesal."

Namun, dua langkah kemudian ia berhenti. "Sebaiknya Ingat ini baik-baik, jika sampai kau membuatku kesal lagi, bisa saja nasibmu seperti minuman tadi."

.

.

.

Tbc

.

.

.

Mind to Review Minna? :') sepatah dua patah kata sangat berarti untuk saya ^^

Sampai jumpa lain waktu! ^^ Salam hangat, Hikari No Aoi.