Hai Penikmat BIW, semoga tak bosan menunggu. maaf author menelantarkan fic ini selama beberapa bulan kebelakang. kesibukan sehari-hari sanngant menyita waktu.

Terimakasih untuk yang masih menantikan fiksi ini. Langsung saja selamat menikmati!


BEAUTIFUL IN WHITE

Disclaimer : Masasahi Kishimoto

Pair : Sasuke. U, Hinata. H

Ratting : T

Warning : AU, Typo (s) dan segala kekurangan lainnya

DON'T LIKE! DON'T READ!

Chapter 4

Inilah yang Hinata kesalkan ketika memutuskan untuk meminta bantuan pada sahabatnya, si Akasuna Sasori. Pria itu pasti meminta pembalasan budi atas pertolongannya itu. Seperti saat ini, dia dipaksa untuk meninggalkan me timenya di hari minggu demi memenuhi permintaannya untuk bertemu di cafe sebuah pusat perbelanajan di kota ini.

Padahal dia sedang asik-asiknya bermimpi indah bertemu dengan seorang pangeran tampan berkuda putih. Ya... untuk jomblo seperti dirinya, bertemu dengan seorang pangeran dalam mimpi pun adalah hal indah yang tak boleh di ganggu. Dan karena e-mail dari Sasori, mimpi itu meninggalkannya begiitu saja. Dia menghela nafasnya, sabar ... sabar ... sabar. Itulah mantra yang dari tadi terus-terusan di serukan ke dalam hatinya sendiri.

Ngomong-ngomong tentang menghela nafas dan kesabaran, sepertinya minggu-minggu ini dia jadi sering melakukan dua hal tersebut. Semenjak kehadiran seorang iblis berkedok malaikat bermarga Uchiha, Siapa lagi kalau bukan Uchiha Sasuke. Entah apa yang terjadi pada pria itu, dia selalu hadir di manapun Hinata berada.

Setiap pagi, saat Hinata sedang bertugas di rumah sakit, pria itu datang menjelma jadi seorang pasien. Mengeluhkan berbagai macam rasa sakit yang Hinata yakini merupakan hal sepele. Misalnya saja tangannya yang terluka karena teriris pisau dapur. Ya tuhan seceroboh apa si manusia iblis itu, sampai mengiris tangannya sendiri dengan pisau saat memasak, lagi pula sejak kapan pria itu suka memasak? Ok.. Hinata memang tidak tahu Sasuke dan segala hal yang di sukainya, tapi memasak bagi pria seperti Sasuke? Yang benar saja.

Lebih menyebalkan lagi ketika pria itu menimbulkan keributan di rumah sakit hanya karena menolak perawatan dari siapapun selain dirinya. Alasannya karena Hinata merupakan orang kepercayaan Sakura, sahabatnya. Kalau begitu kenapa dia tidak meminta Sakura saja yang mengurusinya? Tapi bukan Sasuke namanya jika dia tidak bisa mencari alasan.

Atau ketika tiba-tiba pria itu hadir di basement apartemennya, saat Hinata hendak berangkat ke rumah sakit dan mendapatkan ban mobilnya bocor. Demi apa, apartemennya dan apartemen si Uchiha berjarak jauh. Tidak mungkin kan pria itu ada urusan bisnis dipagi buta di sekitar apartemennya. Si Uchiha bungsu dengan suka rela menawarkan tumpangan yang tentu saja di tolak mentah-mentah oleh dirinya. Hell dia masih mempunyai kewarasan untuk ikut numpang di mobil pria itu, istilahnya dia lebih rela naik becak yang panas dan jalannya lambat ketimbang naik mobil sport berwarna hitamnya yang pasti berjok empuk dan berangin sejuk.

Sebenarnya, masih banyak lagi pertemuan-pertemuan yang menurut Hinata sedikit aneh jika dikatakan sebuah kebetulan. Entah takdir tuhan yang sedang memainkannya atau Sasuke memang sengaja mengikuti dirinya. Tapi untuk apa? Hnata sendiri tidak yakin dengan dugaannya. Namun apa coba alasan pria itu selalu hadir dimanapun dirinya berada. Kecuali jika pria itu memang dengan sengaja menguntitnya. Bulu kuduknya langsung merinding hanya dengan memikirkan kemungkinan itu. Apalagi jika membayangkan setiap ucapan yang di katakan pria itu setiap mereka bertemu.

TING

Bunyi lift menyadarkan Hinata bahwa dirinya sudah sampai di lantai yang di tuju. Awas saja jika Sasori hanya ingin mengerjainya, semua koleksi boneka cowok itu pasti akan Hinata mutilasi.

Hinata tiba di depan pintu kaca sebuah cafe dengan nama "The eye of God". Ya tuhan nama tempatnya saja sudah menyeramkan, dia jadi tidak yakin untuk masuk ketempat tersebut. Lagi pula tumben sekali sahabat merahnya itu meminta bertemu di tempat seperti ini. Biasanya mereka akan mengungjungi kafe-kafe tempat langganan mereka. Entah kenapa kali ini berbeda. Hinata hanya menggelang dan memutuskan untuk masuk, barang kali saja dia bisa mendapatkan jawabannya di balik kaca tebal tersebut.

Gadis bersurai indigo itu melirik ke sekelilingnya, saat masu ke dalam cafe. Suasananya cukup ramai, itu tanda bahwa cafe ini cukup di minati. Dia melihat home band sedang dengan seorang penyanyi cewek sedang menampilkan aksinya di panggung kecil di sudut cafe tersebut. Matanya sedkit menyipit, meneliti satu-persatu pengunjung cafe mencari keberadaan Sasori, namun sahabatnya itu tak terlihat. Dia mengecek sekali lagi e-mailnya, memastikan apakah benar ini tempat yang di janjikan untuk mereka bertemu.

Seorang pelayan menghampirinya, sepertinya sikapnya yang dari tadi berdiri di pintu masuk cukup mengusik salah satu pelayan di cafe itu.

"Maaf nona, ada yang bisa saya bantu?" Tanya seorang pelayan pria cukup ramah pada Hinata

"A ... saya sedang mencari teman saya, kami berjanji bertemu di cafe ini. Tapi sepertinya dia belum tiba" Jawab Hinata agak ragu

"Oh ... bisa sebutkan nama teman anda, kami memang punya beberapa ruangan privasi di cafe ini, mungkin saja teman anda memesan salah satunya. Jadi dia tidak terlihat di sekeliling sini" Sipelayan memberi penjelasan.

Hm ... pantas saja, masuk akal juga sih. Tidak mungkin Sasori yang notabenenya adalah seorang aktor menampakan mukanya di kerumunan banyak orang.

"Sasori ... Akasuna Sasori" Hinata menyebutkan nama si maniak boneka

"Oh ... Salah satu ruangan privat kami memang di pesan atas nama Sasori-san, silahkan anda ikuti saya. Saya akan menunjukan ruangannya pada anda" Si pelayan berjalan mendahului Hinata.

"Ini ruangannya nona ... Apa anda membutuhkan hal lain?" Pelayan yang berjalan di depannya tadi membukakan pintu bernomor 1

"Tidak, Terimakasih"

"baiklah kalau begitu saya akan kembali, jika anda berubah fikiran dan membutuhkan sesuatu, tekan saja tombol yang ada pada meja di ruangan ini.

Hinata hanya mengangguk dan langsung masuk setelah melihat si pelayan pergi, kemudian menutup pintunya. Dia hanya berharap Sasori tidak membuatnya harus berada di tempat ini lama-lama, dia ingin melanjutkan hari tenangnya di hari minggu ini tanpa gangguan si Ibllis Uchiha. Namun harapannya sepertinya hanya tinggal kenangan ketika dirinya membalik badan dan malah menemukan sang iblis yang menyeringai ke arahnya.

What the Hell

.

.

.

Uchiha selalu indentik dengan sebutan si penakluk wanita atau bahasa kerennya disebut cassanova. Bagaimana tidak, hanya dengan duduk di tempat umum maka seluruh atensi wanita di tempat itu pasti akan tertarik ke arahnya. Ok ini memang terdengar hiperbolis, tapi hal tersebut memang tak sepenuhnya bohong. Baiklah mungkin tidak semua atensi wanita di permukaan bumi ini. Jika di persentasikan, sekitar 99,9 % dari populasi wanita di muka bumi ini tak akan menampik hal tersebut. Dan Sasuke, bangga akan hal itu.

Sayangnya kali ini dia tidak bisa membanggakan keistimewaan marga yang di sandangnya itu. Pasalanya dari 0,1% populasi wanita di dunia ini, kenapa harus wanita yang menarik hatinya yang termasuk ke dalamnya. Hell dia sudah melakukan segala cara dari yang lazim sampai tak lazim untuk menarik perhatian gadis itu. Namun semuanya hanya berujung sia-sia saja. Boro-boro sang gadis jadi jatuh hati padanya, malahan sepertinya dia semakin illfil pada Sasuke.

Sasuke rela bangun setiap pagi hanya untuk berdandan rapi demi pergi ke rumah sakit. Bahkan rela mengiris tangannya sendiri untuk mendapat perhatian gadis itu. Bukannya perhatian, gadis itu malah merawatnya dengan setengah hati tanpa senyuman yang sering gadis itu umbar pada setiap pasien yang di tanganinya.

Atau ketika dia sengaja membuat ban mobil si gadis bocor, agar dia bisa menawarkan tumpangan di mobilnya. Tapi gadis itu malah dengan sengaja mengejeknya dengan memanggil tukang becak yang berbau keringat untuk mengantarnya pergi.

Ya tuhan... inikah karma karena dia pernah mengejek gadis itu beberapa tahun silam. Lalu apakah dia harus merelakan gadis itu untuk tidak dimilikinya?

Oh lihatlah fikirannya bahkan membuat dirinya terdengar lemah sekali. Dia Uchiha, dan seorang Uchiha tak mengenal kata gagal. Baiklah jika memang cara lembut tak dapat menaklukan sang gadis, sepertinya cara licik pun bisa di gunakan. Bukankah dalam bisnis dan cinta semua jadi halal. Dia akan menggunakan senjata pamungkasnya untuk mendapatkan gadis itu

So ... lets play the game baby...

.

.

.

Hinata menatap horor Sasuke yang duduk di sofa di ruangan tersebut. Ya tuhan kenapa dia malah terdampar di sini dengan manusia yang paling di hindarinya. Tak mau terlalu lama bengong disana, gadis bersurai indigo itu segera berbalik lagi untuk membukakan pintu agar bisa keluar, namun pintu itu terkunci. Shit ...

"Pintu itu hanya bisa di buka dengan kartu ini baby ... "

Sasuek mendekat. Sebuah key card sengaja dia acungka di tangan kanannya.

"Apa yang kau inginkan Uchiha?" Lihatlah seorang gadis lemah lembut tiba-tiba menjadi singa betina jika berhadapan dengannya

"Kau tahu apa yang aku inginkan" Sasuke berhenti tepat 20 centi di hadapan Hinata, membuat gadis itu tak nyaman. Apalagi tatapan elang si pria menelitinya dari atas sampai bawah, seperti serigala kelaparan sedang meneliti sang buruan.

"Jangan bercanda Sasuke, serahkan kunci itu padaku. Aku akan pergi dari sini, sepertinya aku salah masuk ruangan"

"Kau tidak salah masuk ruangan. Aku memang sengaja menyuruh Sasori untuk mengirimimu e-mail dan membuat mu datang ketempat ini"

"A-apa? Jadi... di mana si brengsek itu?" Hinata melirik ke segala penjuru arah di ruangan tersebut.

"Siapa? Kita hanya berdua di sini, dan itulah yang ku inginkan. Pria penyuka sesama jenis itu tentu tak di burtuhkan di tempat ini"

Hinata mematung seketika. Dia keheranan, kenapa Sasuke bisa tahu kelainan Sasori.

"jangan kaget sayang... tak penting aku tahu dari mana. Yang pasti kelemahan sahabatmu itu akan menjadi senjata bagiku untuk membuatmu menuruti semua yang aku inginkan" Sasuke menyeringai puas

Hinata tertawa

"Sasuke ... Sasuke ... sepertinya kau sedang mimpi di siang bolong. Aku tak peduli dengan Sasori. Kau akan menyebarkan kelainan Sasori di seluruh mediapun aku tak akan terpengaruh dengan itu. Jadi sesuatu yang menurutmu adalah senjata pamungkas itu tak akan mempan denganku. Aku kebal Uchiha"

"kau yakin Hinata? Bagaimana jika aku beri tahu satu hal padamu" Sasuke mengambil sesuatu dari atas meja dan memberikannya pada Hinata

"Kau pasti mengenal siapa dia?"

Nenek Chiyo ... ya Tuhan dari mana Sasuke tahu tentang nenek Chiyo?

"Kira-kira... apa yang akan terjadi pada orang tua ini jika mengetahui cucu nya punya kelainan. Satu hal yang pasti, tubuhnya yang renta tak akan kuat menahan berita yang mengejutkan tersebut. Kau tahu dia bisa saja langsung terkena serangan jantung ketika aku mengirimkan bukti-bukti keadaan cucunya yang sebenarnya" Lagi-lagi Sasuke menampilkan seringainya.

"Baiklah... apa yang kau inginkan?" Hinata memang tak peduli pada Sasori, tapi nenek Chiyo? Wanita tua itu sangat percaya pada sang cucu. Dan berita kelainan Sasori yang menyukai sesama jenis pasti akan menghancurkan hati nenek tersebut. Dia tidak bisa membuat nenek Chiyo tersakiti hanya karena dirinya.

"Pertama-tama bagaimana kalau kita duduk dan makanan terlebih dahulu. Aku tak ingin makanan yang aku pesan tak tersentuh sedikitpun" Sasuke merangkul Hinata, meskipun gadis itu berusaha melepaskan diri. Percuma juga sih, kekuatan si pria yang lebih besar membuat Hinata hanya bisa mendesah dan mengikuti Sasuke yang menyeretnya menuju sofa di ruangan tersebut.

Hinata harus menahan emosi ketika menerima suapan demi suapan Sasuke ke mulutnya. Demi apa ... dia bukan anak kecil dan bisa makan sendiri. Tapi si iblis keras kepala tetap bersi keras menyuapi setiap makanan yang terhidang di depan mereka. Memang... makanan-makana tersebut kebanyakan merupakan kesukaannya, tapi menikmatinya bersama si Uchiha, membuat nafsu makan Hinata menurun drastis. Dan memakan gabus spertinya lebih menarik dari makana favoritnya itu.

Sekitar 30 menit kemudian acara makan selesai. Tak sabar karena ingin segera berpisah dari sang Uchiha, Hinata segera menanyakan apa yang pria itu inginkan

"Pertama-tama, kau akan bersedia menemani kemanapun aku mengajakmu. ... tak ada bantahan baby ... " Ujarnya saat Hinata akan menyampaikan keberatan "lalu minggu depan saat acara ulang tahun ibuku, kau akan ku kenalkan pada keluargaku sebagai ... tunanganku"

JDERRRR

Lihatlah betapa liciknya seorang Uchiha Sasuke. Hinata hanya berharap ada yang dengan suka rela menembak Hinata langsung di kepalanya saat ini juga, agar dia tak harus mengikuti keinginan tak masuk akal si iblis pemaksa.


Maaf ya jika chapter kali ini agak rancu dan kurang nyambung sama chapter sebelumnya. karena lama tak menulis, rasanya otak dan tangan kaku saat dipakai nulils lagi, jadi harap maklum. terimakasih

ja nee