Blood

Prologue

[Kim Taehyung × Jeon Jungkook]

Fiction | Rate T-M | Bangtan | VKook | MinYoon

Romance. Drama. Supranatural

.

.

.

.

.

.

.

Suasana langit tanpa bintang membuat malam kian terasa suram. Sesuatu melintas, melayang-layang memutar beberapa kali di atas mension lalu berhenti dan mulai mengepak untuk mempertahankan posisi pada satu tempat. Sepasang matanya menatap tajam pemuda yang berdiri di atas salah satu balkon kamar. Irisnya yang merah menyala menatap lekat pemuda itu. Bagai tak ada objek lain, tatapannya tak berpindah bahkan berkedip sedikit pun. Sayapnya yang sepekat malam terus mengepak. Mempertahankan posisinya di atas ketinggian.

"My blood" Ucapnya lirih. Menyampaikan klaim kepemilikan bahwa pemuda itu hanya miliknya seorang dan seolah mendengar, pemuda itu menoleh cepat ke arahnya. Maniknya memutar menyapu sekelilingnya. Ia mencari sang pengucap. Ia mendengarnya.

Suara itu, Suara itu seperti bisikan yang terus berdengung di telinganya. Bulu kuduknya mulai berdiri dan tiba-tiba suasana mulai terasa dingin di sekitarnya. Pemuda itu mengusap kedua lengannya untuk mengusir hawa dingin yang makin menjadi. Tapi itu tidak dapat mengurangi hawa dingin yang semakin terasa sampai menusuk tulang, kaos polos putih berlengan pendek yang membungkus tubuhnya pun tak membantu sama sekali. Ia pun menghentikannya lalu maniknya melirik jam tangan Tag heuer buatan swiss pemberian dari sahabat yang melingkar manis si pergelangan tangannya.

pukul 11.30 mendekati waktu tepat tengah malam. Akhirnya ia pun memilih masuk kedalam kamarnya karena tak tahan lagi dengan hawa dingin yang tiba-tiba menyerangnya.

Sementara sang kegelapan tersenyum penuh arti menatap pemuda itu melangkah masuk ke dalam kamarnya.

.

.

.

.

Perlahan matanya terbuka, terusik sinar matahari pagi yang merangsek masuk melalui jendela yang tak tertutup horden.

Ia sengaja melakukannya. Membiarkan jendela-jendela di kamarnya tak tertutupi horden. Ia tak bisa berada di tempat tertutup. Seolah ada yang mencuri nafasnya.

Orang-orang mengatakan ia memiliki fobia di tempat tertutup tapi sebenarnya mereka salah. Ia tak takut tempat tertutup sama sekali. Hanya saja, ia mulai tak bisa menghirup oksigen jika ia berada di ruangan tertutup seorang diri. Mungkin orang masih menganggap opini mereka benar jika mereka melihat gejalanya. Tapi ia benar-benar tidak takut tempat tertutup.

Matanya mengerjap dua kali sebelum ia mulai bergelung dan mencoba duduk di atas ranjangnya. Ia terkesip.

Wangi mawar. Matanya menatap sekeliling. Ia mulai bergetar dan peluh mulai membanjiri tubuhnya.

Selalu seperti ini. Kelopak mawar merah itu tertabur di sekelilingnya. Padahal tak ada ketika ia naik ke atas ranjangnya semalam.

Ia kemudian bergegas turun dari ranjangnya. Melangkah cepat ke arah cermin yang terpasang di kamarnya.

Ruam-ruam merah yang mulai membiru nampak jelas di sekitar leher dan tulang selangka. Ia menarik turun kerah kaos yang membungkus tubuhnya, menampakan pundak kokoh dengan ruam yang sama.

Ia tidak bodoh. Ia jelas tau ruam apa itu. Seseorang telah mencumbunya semalam. Tapi ia tak merasakan apapun semalam. Keanehan ini terjadi sejak ia berumur 20 tahun, 2 bulan yang lalu.

Lututnya melemas ia jatuh terduduk di atas lantai kramik.

'Ini tidak mungkin terjadi'. Pikirnya. Ia telah mengganti kunci kamarnya kemarin bahkan ia menambahkan beberapa kunci tambahan dari dalam. Pintu kamarnya tak akan mungkin bisa terbuka dari luar. Sangat mustahil, tapi kenapa ini selalu terjadi ketika ruamnya mulai menghilang.

Tangannya mulai meremat rambutnya sendiri "Jeon Jungkook, siapa yang melakukan ini padamu!" Pikirannya kacau dan Jungkook mulai meracau, menyumpah serapahi makhluk apapun yang melakukan ini padanya.

.

.

.

.

.

"Aku merasa ada yang mengawasi Jungkook, perasaanku mulai tidak enak jika Jungkook berada di dekat kita, semacam ada energi negatif yang mengikutinya"

"Ada apa denganmu, sayang?" Jimin menarik Yoongi kedalam pelukannya "Kenapa membahas Jungkook saat kau baru membuka matamu?..hmmm. Aku benar-benar iri pada anak itu" Jimin menarik hidung Yoongi gemas, mengusak surai abu yang membuat Yoongi semakin manis menurut Jimin.

"Aku serius, Jim" Yoongi mendudukan tubuhnya. Membiarkan selimutnya tersingkap melorot, mempertontonkan dada bidan dan perut atletis hasil dari olahraga gym — nya bersama Jimin sang kekasih. "Aku melihatnya dimimpiku. Ada energi negatif mengikutinya".

"Baiklah... lantas apa yang bisa kita lakukan?" Jimin ikut duduk dari tidurnya.

"Aku tidak tau. Aku belum mempelajari cara pengusiran energi negatif"

"Kau pusing memikirkan Jungkook, tapi kau tidak tau bagaimana menolongnya- " jimin mendesakan wajahnya di antara potongan leher Yoongi. Memberikan banyak ciuman kupu-kupu yang cukup memberikan efek geli — menyenangkan untuk mengalihkan pikiran Yoongi padanya. " — Bukankah itu hanya sia-sia?" Ucap jimin lalu mendorong Yoongi kembali berbaring dan menindihnya.

"Jangan sekarang, Jim!". Yoongi mencoba mendorong tubuh Jimin. "Aku merasa Jungkook dalam bahaya sekarang"

"Oh.. tenanglah sayang, tak akan terjadi apapun pada Jungkook. Percayalah padaku! Ia pasti baik-baik saja dan masih bergelung di bawah selimutnya sekarang" Jimin mencekal tangan Yoongi. Memenjarakan kedua tangan Yoongi di bawah telapak tangannya sendiri. "Dan mari selesaikan masalah ini secepat mungkin, baru setelah itu kau bisa memusingkan Jungkook lagi.

Secepat ucapannya selesai, secepat itu pula Jimin lansung mencumbui bibir tipis Yoongi. Ia tak ingin Yoongi melakukan protes. Karena itu akan membuat hasratnya tertunda lebih lama lagi.

.

.

.

.

.

Junkook berjalan menuruni tangga. Manik kelamnya fokus pada beberapa orang di lantai bawah. Ia memperhatikan beberapa maid yang mulai sibuk membereskan mansionnya.

Apa salah satu dari mereka yang melakukan ini padaku?.Pikirnya. Tapi itu tidak mungkin, bagaimana cara mereka masuk?. Jungkook mengelengkan kepalanya.

Pikirannya mulai berkecamuk lagi. Menerka-nerka siapa yang melakukan hal menjijikan ini kepadanya. Bagaimana cara mereka masuk ke kamarnya? Atau sekedar sedikit saja hal yang masuk akal yang bisa membuat ruam ruam itu muncul di sekitar lehernya.

Ia tidak sakit. Jungkook telah memeriksakan hal ini sebelumnya ke rumah sakit. Dan Ia dinyatakan sehat oleh dokter yang memeriksanya. Ia bahkan melakukan CT-scan menyeluruh untuk mengetahui penyebab ruam-ruam di sekitar lehernya. Tapi hasilnya NIHIL. Tak ada satupun kelainan yang bisa membuat ruam-ruam itu muncul.

Jungkook bahkan masih ingat betul ketika dokter itu tersenyum dengan sedikit terpaksa dan bertanya kepadanya.

"Maaf . Apa kau yakin kau tidak bercumbu dengan seseorang sebelumnya?" Mungkin sang dokter sedikit jengah hingga dokter itu menanyakan urusan yang bersifat pribadi. Tapi Jungkook yang terus meminta di periksa ulang jika hasil labnya telah keluar dan tidak ada hal apapun yang janggal membuat sang dokter sedikit jengkel. Ia dokter ahli dan Jungkook seolah meremehkan kemampuannya dengan meminta pemeriksaan ulang terus-menerus.

Akhirnya Jungkook pun langsung keluar dari ruangan dokter itu tanpa menjawab pertanyaan sang dokter terlebih dahulu. Tentu saja ia tersinggung, ia jelas-jelas tak bercumbu dengan siapapun. Tapi kenapa dengan ruam-ruam itu? Mereka sangat mirip dengan hasil cumbuan dan dengan jumlah yang tidak hanya satu bahkan sampai ada di daerah terbuka yang mudah terlihat, sampai Jungkook terkadang sulit untuk menutupinya. Jungkook sangat jengkel dengan keyataan yang satu itu.

Seorang maid mendekat ke arah Jungkook saat ia mencapai dua anak tangga terakhir. Jungkook sedikit berjenggit kaget. Apa dia orangnya?. Pikir Jungkook mulai berprasangka buruk tentang maid yang mendekat ke arahnya.

Sebenarnya Jungkook sudah mulai paranoid sejak ruam-ruam itu muncul untuk kedua kalinya. Ia ketakutan dengan pemikiran seseorang telah melecehnya ketika ia sedang terlelap tidur dan itu membuat Jungkook terlalu takut dengan orang lain yang mencoba berinteraksi dengannya.

"Tuan muda, Nyonya telah menunggu anda di ruang makan"

Jungkook akhirnya menghembuskan nafas lega setelah mendengar apa maksud maid itu mendekat ke arahnya tapi sebenarnya ia sangat malu. Jungkook telah berfikir yang tidak-tidak tentang maid itu.

Jungkook menggangguk dan melangkah menuju ruang makan dimana ibunya sedang menunggu.

.

.

.

.

"Ibu" Jungkook memanggil ibunya yang tengah bercakap-cakap dengan seseorang di sampingnya.

Ibunya menoleh, tersemyum pada putranya lalu melambaikan tangannya bermaksud menyuruh Jungkook mendekat.

Tapi Jungkook tertegun di tempatnya. Berdiri mematung seolah ia bukanlah makhluk hidup lagi yang bisa bergerak. Maniknya terfokus pada pria yang duduk di samping ibunya. Ia terlalu terkejut.

Kenapa dia bisa ada di rumahku?. Batin Jungkook menjerit panik bahkan terlalu panik.

"Selamat pagi Jungkook" sapanya ramah. Tersenyum manis yang membuat siapa saja tertegun karena karena terpesona dengan keindahan wajah yang terlalu rupawan tapi hal itu tidak berlaku untuk Jungkook.

Kakak tingkat yang satu ini terlalu menyebalkan menurut Jungkook dan bahkan sangat mustahil untuk Jungkook kagumi dan membuatnya terpesona.

"Jungkook, kemarilah!"

Jungkook tetap tak bergeming. Maniknya masih terkunci pada sosok kakak tingkat yang terlalu mengejutkan ini hingga membuatnya tuli dan tak mendengarkan panggilan ibunya sendiri.

"Jungkook?" ibunya mulai memanggil Jungkook dengan sedikit karaguan karena melihat sang anak sedang melamun sepertinya.

"Jungkook!" Kali ini ibunya sedikit menaikan volume suaranya dan itu sukses menarik perhatian Jungkook dari sang kakak tingkat. Membuat Jungkook sedikit terkesiap.

"Ya" jawab Jungkook reflek.

"Kemarilah, nak!" Dan kali ini Jungkook bergerak mendekat lalu berdiri tepat di samping ibunya.

"Kenalkan, ini Kim Taehyung. Dia akan menjadi guru pianomu yang baru. Ku harap kau akan menyukai gurumu yang baru"

Jungkook mengangguk lalu menatap Taehyung penuh selidik. Pasalnya kakak tingkatnya yang satu ini terlalu mencurigakan. Kenapa ia tiba-tiba bisa ada di rumahnya? Darimana dia bisa tau kalau ibunya membutuhkan guru piano baru untuknya?. Jungkook mencoba menerka-nerka.

Jungkook melihat tampilan Taehyung yang sekarang. Manik kelamnya menyipit tidak suka menatap rambut merah menyala Taehyung, terlalu memcolok menurut Jungkook. Jungkook tau bahwa Taehyung termasuk dalam jajaran mahasiswa populer dan dekat dengan para dosen. Bahkan setau Jungkook, Taehyung pernah menjadi asistan dosen dalam mata pelajaran sains dan fisika.

Taehyung tidaklah dekat dengan Jungkook bahkan kakak tingkatnya ini sering menghindarinya tanpa alasan yang jelas. Ia selalu melihat Jungkook dengan tatapan aneh dan kemudian memalingkan wajahnya lalu pergi begitu saja tanpa alasan.

"Duduklah, Jungkook! Kita sarapan dulu!" sang ibu mengintrupsi.

Jungkook pun langsung mendudukan dirinya di kursi, tepat di samping ibunya dan berseberangan dengan kursi Taehyung.

"Ku dengar kalian satu kampus. Apa kalian sudah saling mengenal?" Ibu bertanya pada Jungkook yang masih menatap Taehyung pandangan penuh selidik.

Jungkook menggelengkan kepalanya sebagai jawaban Tidak pada ibunya.

"Benarkah? Ku dengar Taehyung cukup populer di kampus" sang ibu menatap tak percaya pada putranya.

"Aku tidak terlalu memperhatikan orang-orang populer. Aku hanya memperhatikan tugas-tugasku yang menumpuk" akunya.

.

.

.

.

.

Setelah selesai sarapan nyonya Jeon langsung menyuruh putranya menunjukan ruangan yang akan digunakan sebagai tempat belajar piano pada Taehyung.

Jungkook berjalan terlebih dahulu melewati beberapa ruangan dan lorong yang di gunakan ibunya untuk menggantung koleksi berbagai lukisan dari beberapa negara yang di kunjungi ibunya sewaktu liburan.

Taehyung mengikutinya dari belakang dengan tenang. Tak ada percakapan sama sekali

"My blood" ucap Taehyung lirih, bahkan hampir tak terdengar tapi hal itu bereaksi pada tubuh Jungkook.

Jungkook langsung menghentikan langkahnya. Tubuhnya menegang tak bergerak layaknya patung batu lalu ia mulai memejamkan matanya. Namun ketika Jungkook membuka kelopak matanya lagi. Irisnya berwarna merah menyala.

Taehyung berseringai di belakangnya. "Kemarilah, honey!" Taehyung membuka lebar kedua lengan, seakan Jungkook akan berbalik dan berlari menghabur dalam pelukannya. Tapi Jungkook tetap bergeming di tempatnya. Kelopak matanya berkedip sekali lalu dalam sekejap mata Jungkook telah berada dalam pelukan Taehyung.

"Anak pintar" Pujinya. Taehyung membelai surai hitam Jungkook lalu tangannya bergerak semakin turun dan mulai menekan tengkuk Jungkook agar menunduk ke arah urat nadi lehernya.

Jungkook tak melawan. Ia menempelkan bibirnya pada leher Taehyung lalu ia mulai membuka mulutnya dan menekan Gigi kelincinya yang tumpul untuk mengoyak urat nadi Taehyung. Menghisap darahya layaknya binatang yang sangat kehausan.

Taehyung memejamkan matanya. Menikmati suara Jungkook menelan rakus darahnya. Ada debaran menyenangkan saat Jungkook melakukan hal ini kepadanya dan ia selalu menyukai itu.

"Kau terlalu gegabah, Tae" sang nyonya besar muncul secara tiba-tiba di hadapan Taehyung dengan seorang gadis pelayan dalam cengkramannya.

Gadis itu menangis, gemetar ketakutan.

"Kau melihat yang seharusnya tak kau lihat, sayang" sang nyonya berbisik lirih di telinga gadis itu lalu melempar gadis itu ke arah Taehyung dan dengan sigap Taehyung menangkap sang gadis pelayan tepat di lehernya dengan satu tangannya.

Taehyung mencekik gadis itu. Mengangkat —nya ke udara layaknya bulu angsa yang terlalu ringan lalu ia mulai menghisap sari pati kehidupan gadis itu. Membuat gadis itu perlahan-lahan mengering layaknya mummy yang telah di balsem ratusan tahun lamanya dan semakin lama gadis itu terus berubah hingga akhirnya pecah menjadi butiran-butiran debu yang tak lagi beharga.

"Tak ada seorangpun yang boleh tahu perjanjian terkutuk ini"

TBC.

NEXT OR DELETE GUYS?

Terima kasih sudah membaca dan maaf membuat kalian sakit mata gegara tulisan jelek gua... hahhahaha