-HUNJUSTFORHAN PRESENT –

The Past Flower, The Future Flower

"Lu.."

"Eum ?" Luhan menoleh dengan pipi menggembung karena mengunyah roti.

"Apa benar kau akan pindah ke China ?"

Chapter 10

Luhan berhenti mengunyah seakan ada batu diantara lapisan selai diroti, meneguk susu murni yang telah Sehun siapkan sebelum menyelesaikan kunyahan dan meletakkan kembali semua ketempat semula.

"Kenapa kau ingin tau ?"

"Karena aku tidak akan membiarkanmu pergi dengan Monster Canada itu! Kau tidak boleh pergi tanpa aku disampingmu".

"Kenapa aku tidak boleh pergi ?".

"Karena kau harus bersamaku disini!".

"Kalau aku tidak mau ?".

Sehun memutar kursi, berharap dengan berhadapan langsung dengan retina Luhan mampu memberi sedikit wanita itu pengetahuan bahwa ia benar-benar tidak sanggup jika Luhan tidak disini.

"Jangan pergi.. Ku mohon.."

Jangan tersenyum manis disaat seperti ini, Lu..

"Entahlah .. Aku merindukan China".

"Kita bisa pergi bersama".

"Kapan ?". Sehun terdiam, bola matanya tertuju kebawah seolah sedang bingung akan kepastian yang dituntut Luhan.

"Sudahlah .. Itu bukan masalah penting". Mengendikkan bahu acuh, Luhan meraih sisa roti (yang sudah ia gigit) lalu mengarahkannya pada mulut Sehun.

"Itu pen-"

"Aaaa..".

Sehun menatap (berpura-pura) kesal pada Luhan yang dengan seenak pancake coklat memotong pembicaraannya dengan sisa roti. Tapi… ada bekas gigitan Luhan disana!

Sebelum semua menjadi lebih serius, perasaan bahagia meluluhkan hati Sehun mendapati mereka berbagi gigitan dalam roti bakar pagi itu, juga berbagi bekas bibir dari segelas susu murni.

Pagiku mulai membaik. Jadi jangan pernah berpikir untuk pergi, Rusa Bodoh!

.

.

Ah, beruntung Luhan masih meninggalkan beberapa baju di (bekas) lemari (nya dan) Sehun, karena sekarang ia bisa mengganti kemeja kebesaran Sehun yang sedang melekat ditubuhnya dengan sebuah terusan selutut (setidaknya lebih normal untuk dibawa keluar).

"Kau mau kemana ?" Sehun penasaran melihat Luhan sedang membetulkan ikatan terusan berupa mini dress berwarna merah marun itu. Ia baru saja masuk kedalam kamar dan sudah mendapati Luhan mengharumkan kamar ini dengan aroma kelopak mawar merekah yang menguar dari tubuhnya.

Aroma favoritku.

"Tentu saja pulang. Kau pikir kemana lagi ?"

"Pulang kemana ?"

"Tentu saja ke apartementku".

"Aku tidak memberimu izin!"

"Aku tidak meminta izin darimu".

"Luhaaaannnnn..".

Merapikan sedikit rambutnya yang dibiarkan tergerai, Luhan menoleh pada Sehun yang sudah berada disamping. Lucu saja melihat si tampan memasang wajah memberenggut karena si rusa mulai berani membantah kata-kata yang ia lontarkan.

"Mandilah . Kau bau, serigala jeleeek". Wajah Sehun sedikit bergoyang karena Luhan mencubit hidung mancung tersebut dengan gemas. "Dan, terimakasih untuk sarapannya. Aku pulang".

Tidak! Tidak bisa! Mendengar suara langkah Luhan yang menjauh menciptakan perasaan yang campur aduk. Maka dari itu Sehun sedikit berlari lalu memeluk sicantik (dari belakang) yang sudah berada di ambang pintu.

"Aku tau aku tidak bisa menahanmu. Tapi tidak bisakah kau tunggu sebentar ? Biarkan aku mandi sebentar lalu aku akan mengantarmu".

Luhan mengusap pipi Sehun yang berada dipundaknya, "Cepatlah..".

Bagaimana aku bisa melepasmu pergi jika seperti ini ?

Luhan sendiri merasa sakit dikepalanya saat tidak mampu untuk berhenti memperhatikan Sehun seperti dulu. Di balik wajah tampan dan sikap dingin, Sehun tetaplah lelaki yang membutuhkan seseorang untuk mengurus keperluannya. Dan Luhan sudah terbiasa dengan segala hal yang menyangkut-paut hidup si tampan.

Tapi Bisakah aku menjadi wanita itu jika kau tidak pernah berencana untuk berkomitmen ?

.

.

Langit hitam di musim gugur terasa sedikit lebih baik dari pada langit malam di musim semi. Setidaknya Luhan bisa memegang secangkir cappucino hangat dengan senyuman mengembang di balkon kamar apartement mungilnya. Tidak lagi dengan air mata, tidak lagi dengan rintihan pilu, dan tidak lagi dengan gaun tidur yang sobek. Semua mulai terasa membaik dan udara terasa lebih layak untuk dihirup.

Angin malam semakin kencang, apakah akan hujan ? Kenapa akhir-akhir ini langit seringsekalimenangis ?

Luhan menutup pintu balkon kamar karena dingin mulai menyelinap masuk dibalik gaun tidur tipisnya. Mengecek jam yang sudah memposisikan diri pada angka 9. Merasa rindu mulai merambat hati hanya karena sudah 5 jam Sehun pergi dari pintu apartementnya demi menemui Baekhyun.

Apa ada pekerjaan baru lagi ? Apa Sehun akan sibuk lagi ?

.

.

Memburu waktu dengan membaca novel sambil bersandar di kepala ranjang terasa lebih menghibur. Jujur saja, waktu malam yang terbaik adalah ketika Sehun berada disisi sebelah, menggodanya dengan pikiran mesum dan tindakan sedikit kurang ajar.

Aku merindukannya, Hun ..

Inilah kenapa Luhan suka membaca novel ketika dulu Sehun pergi berkerja dan meninggalkannya sendiri hampir seharian, karena ia akan hanyut dalam cerita dan tidak sadar waktu telah berlalu begitu banyak.

Begitu juga sekarang, Ia baru akan hanyut dalam cerita novel romantis (bercerita tentang pernikahan dan lika-liku kehidupan berumah tangga ) ketika pintu kamarnya dibuka mendadak lalu terlihat wajah tampan dan tubuh maskulin disana.

Tunggu!

Siapa ?

"Se.. Sehun.. Kau .."

Kehadiran lelaki tampan itu belum sepenuhnya menyerap dalam otak Luhan, saat tubuh kokoh tersebut terhempas disisi samping kosong ranjangnya ia bahkan tidak melakukan (setidaknya mengumpat) apa-apa.

"Bagaimana kau bisa masuk ?"

"Tentu saja aku membuka pintunya".

"Ma..maksudku.. Bagaimana kau...password-" otak Luhan berputar cepat mengingat bahwa tadi siang Sehun mengantarnya pulang lalu ia mengetikkan kunci berupa angka-angka tepat ketika Sehun berada dibelakang.

Astaga! Kenapa aku bisa lupa!

"Kenapa kau kesini ?!". Sebenarnya apa yang ingin Luhan katakan adalah 'Sehun-ah .. Kau sudah pulang ?'.

"Lu.."

"Hm ?"

"Aku lapar .."

"Pulanglah jika kau lapar!". Kalimat yang sebenarnya adalah 'Kau ingin makan apa,sayang ?'.

"Lu .."

"Hm ?"

"Aku ingin makan sphagetti".

"Sehuuun.. Kau bisa memesan-"

"Buatanmu.."

.

.

Andai saja Sehun tau bahwa sikap cuek dan terpaksa Luhan hanyalah untuk menutupi seberapa besar ia bersemangat ingin mengolah makanan apapun yang Sehun minta. Ia senang ketika menyiapkan bahan-bahan, mengolah semua dengan api yang membiru lalu menyajikan masakannya dimeja makan.

Beberapa minggu menghabiskan waktu hanya untuk makan sendiri bukanlah hal yang bagus. Melihat bangku disebelahmu kosong dapat menurunkan nafsu makan. Mungkin Sehun saja yang tidak menyadari Luhan telah kehilangan 5kg berat badannya sejak masalah-masalah nakal itu datang bertamu tanpa permisi.

Menyebalkan!

Luhan berusaha sebisa mungkin untuk menahan senyum melihat si tampan makan dengan begitu lahap. Suka saja saat Sehun menyantap sphagetti buatannya dengan sangat nikmat hingga tidak sadar telah meninggalkan bekas saus di bibir tipisnya (tempat Luhan meletakkan ciuman pertama).

"Pelan-pelan, Hun..".

Pergerakan Sehun terhenti ketika merasakan sapuan lembut ibu jari Luhan mengusap bibirnya. Detik jam terasa sangat malas untuk bergerak, tapi ia sangat menyukai waktu sekarang yang terasa begitu lama.

Semua karena Luhan berada disini.

"Lu .."

"Heum ?"

"Luhan.."

"Apa ?"

"Lu .."

Luhan menarik tangan dengan ekspresi bosan saat Sehun terus memanggilnya tanpa berniat melanjutkan kata-kata. "Cepat habiskan makananmu!". Dan Si Cantik pergi berlalu.

"Aku mencintaimu, Lu.. Sangat .."

.

.

Hampir tengah malam, namun karena kehadiran sosok laki-laki tampan di alam apartementnya Luhan sama sekali tidak bisa tidur. Memikirkan apakah Sehun sudah selesai dengan makan malamnya atau belum menciptakan rasa penasaran bodoh.

Tidak! Aku tidak boleh keluar dari kamar hanya untuk melihat keadaannya!

Tapi beginilah seorang Luhan. Pikiran, hati dan tindakannya kadang sulit untuk merangkul satu sama lain. Tetap berjalan keluar karena merasa Sehun terlalu lama berada disana. Ataukah Sehun sudah pulang ?

Belum.

Dia belum pulang. Lihat saja lampu dapur masih menyala diantara bias kegelapan.

"Apa yang kau lakukan ?"

"Oh, kau belum tidur, Lu ?".

Luhan mendekat, berdiri disamping Sehun yang masih sibuk dengan busa-busa sabun.

"Biar besok aku yang mencucinya. Tidurlah".

"Sebentar lagi akan selesai. Tunggu saja aku dikamar".

"Kau pikir kau akan tidur dimana, Tuan Oh ?"

"Tentu saja dikamarmu. Kau menyuruhku tidurkan ?"

Bersedekap dada, si cantik menghela napas (sedikit) kasar. "Maksudku, pulanglah dan tidur dikamarmu!".

"Tapi dikamarku tidak ada rusa manis.. Bagaimana aku bisa tidur nyenyak ?"

"Cih". Gombalan murahan yang bahkan masih bisa memekarkan kelopak bunga sakura di pipi Luhan. " Beda dua pintu dari apartement Yixing! Pergilah kesana jika ingin tidur! Bukankah disana ada Seulgi yang bisa membuat tidurmu lebih nyenyak ?!"

Kali ini giliran Sehun yang menghela napas pasrah. Ia tau bahwa kesalahan yang telah ia lakukan akan selalu ikut sampai kapanpun dan Sehun tidak ingin menanggapi ocehan Luhan dengan bara emosi karena ia sadar, disini ialah sang tersangka utama.

Menyelesaikan sisa cucian piringnya lalu mengeringkan tangan, Sehun tidak bisa menatap lekat retina Luhan karena wanita itu sedang membuang muka kearah lain. Dan karena itu pula ia menangkup kedua pipi Luhan tiba-tiba, dilanjutkan dengan ..

CHU !

"Yaakkk! Oh Sehun!"

CHU !

"Yaakkk! Apa yang kau lakukan ?"

CHU !

"Hentikan !"

CHU !

"AWWWWW!... Sakit, Lu.."

"Itu hukuman karena mencium bibirku tanpa permisi".

Luhan berlalu, meninggalkan Sehun yang masih memegang perutnya setelah mendapatkan sedikit kombinasi dari ujung kuku-kuku cantik si rusa.

Apakah penyakit jari kepiting Baekhyun sudah penular pada Luhan?

"Lu .."

"…."

"Luhan.."

"…."

Greb!

Sepersekian detik Luhan masih belum bisa mencerna keadaan sampai dimana ketika otaknya mulai bekerja lalu mendapati pinggang belakangnya menabrak sisi meja makan dengan himpitan tubuh Sehun.

"Apa yang kau lakukan ?"

"Diamlah.."

"Lepaskan aku .."

"Sebentar saja.."

"Sehuuuun".

"Luhaaaan".

Luhan berhenti mencoba melepaskan genggaman Sehun dipergelangan tangannya, lebih memilih memberikan pria itu sebuah tatapan membunuh. Namun mata yang menyipit sadis tersebut terlihat seperti mata bayi rusa bagi Sehun, menggemaskan.

Si cantik menghela napas "Sekarang apa ?"

Tanpa aba-aba Sehun mengangkat tubuh ringan Luhan hingga terduduk di meja makan, menarik kursi disamping dan dengan seenak hati mendudukkan diri tepat berada di selangkangan si rusa. Ia menatap tertarik pada hamparan paha putih yang tersaji di meja makan, siap untuk dinikmati.

"Lu.."

"Apa ?"

"Ayo bicara.."

"Bicara apa ?"

"Apa saja".

Luhan bersedekap, memperhatikan dengan sehun yang berlabuh santai diatas hamparan paha putihnya. Tidak masalah, entah kenapa Luhan merasa tidak masalah dengan hal tersebut dan malah ingin Sehun tetap meletakkan lengannya disana.

"Sehuuuun, jangan mengajakku bicara jika tidak ada yang ingin kau bicarakan".

"Tunggu! Aku sedang mencari topik".

Luhan menunggu, menggembungkan pipi melihat Sehun nampak sedang berpikir.

"Sudah dapat ?"

"Makanan, minuman, musim panas, liburan, gunung, pantai, la… aha! Aku dapat topiknya!".

"Apa ?"

"Bagaimana kalau kita membahas tentang percintaan kita semalam ? Itu luar biasa, Lu! Kau mendesah hebat dibawah—AWWWWWW! ". Sekali lagi cubitan mematikan untuk perut si tampan.

"Berani kau membahasnya maka akan ku bakar kau disini!".

"Kau ingin membakarku ? Ayolah nyonya Oh, aku siap dibakar kapanpun olehmu.."

Luhan sebenarnya ingin menumpahkan kekesalan, namun melihat Sehun menggombal dengan wajah seperti anak TK membuatnya susah untuk menyembunyikan senyum geli.

Sehun mulai merunduk, mengecup perlahan permukaan paha bagian dalam. Sedangkan Luhan hanya mampu menggigit bibir, meremas rambut Sehun dengan jemari yang sialnya melemah disaat seperti ini. Seharusnya ia punya kekuatan untuk menjambak rambut Sehun sekarang.

Karena kelemahan mendadaknya pulalah sekarang si tampan semakin berani meningkatkan frekuensi kecupannya menuju arah lebih dalam, mencari sesuatu yang tersembuyi dibalik gaun tidur tipis si cantik.

Diantara sisa kekuatan dan kesadaran yang ia miliki, Luhan menahan pundak Sehun yang mulai melancarkan sekarang. Laki-laki tersebut berhenti, mendongak lalu menautkan tatapan antara kedua mata mereka.

Lima detik cukup untuk terdiam sebelum Luhan menyadari pertanyaan 'waeyo,Lu ?' dari binar mata yang Sehun pancarkan. Segera ia menggeleng pelan, ragu pada keputusannya sendiri saat mengatakan "Bawahku masih perih.."

Sehun tersenyum lebar, seolah senyuman itu adalah tanda bahwa ia mengerti. Maka dari itu Sehun menurunkan kembali gaun tidur Luhan yang sudah sedikit terangkat olehnya.

"Aku mengerti".

Setidaknya Luhan tidak menolak.

.

.

Lampu temaram, diranjang yang sama dan dibawah selimut yang sama cukup untuk membuat dua anak manusia tersebut saling menahan napas. Entahlah, hanya berbaring berdampingan dalam diam mampu mendetakkan jantung lebih cepat.

Sehun sedang menatap langit-langit kamar ketika naluri menuntun untuk melirik punggung Luhan yang membelakanginya. Ia tau jika Luhan hanya berpura-pura tidur, terlihat dari napas sicantik yang sesekali berantakan.

Kenapa kondisi mereka jadi seperti ini ?

Hey, padahal kemarin (dan sebelum-sebelumnya) kalian sudah berbagi hangat tubuh dengan keintiman sedikit gila! Lalu kenapa sekarang saling membisu seperti patung lilin ?

Apa karena kejadian beberapa menit lalu ?

"Lu .."

"…."

"Kau sudah tidur ?"

"…."

Sehun memutar tubuh sekaligus mendekat pada tubuh Luhan. Lengan kokoh itu perlahan bergerak dan mengitari pinggang ramping si cantik hingga membuat Luhan sedikit terkesiap namun lebih memilih berpura-pura tidur.

"Sekarang aku sadar, tidak ada wanita lain yang benar-benar ku inginkan seperti aku menginginkanmu. Aku bisa saja gila bila tidak bisa merengkuhmu kembali, maka dari itu tolong jangan menutup jalanku untuk pulang".

Tidak ada sahutan, dan memang itu adalah apa yang Sehun inginkan. Lebih baik Luhan diam daripada menolak.

Pelukan yang ia ciptakan semakin mengerat seiring dengan aroma strawberry dari helai rambut Luhan masuk dalam penciumannya, merasa aroma tubuh Luhan adalah yang terbaik diantara seluruh parfum.

"Jangan terlalu erat, Hun .. Aku susah bernapas .."

Segera Sehun mengendurkan pelukannya (yang ia akui memang sangat ketat), tersenyum lega ketika Luhan kembali menyamankan posisi tanpa memindahkan letak tangan Sehun. Membiarkan lelaki itu menautkan jari-jari mereka , menghirup aroma tepat ditengkuknya maupun memberikan kecupan-kecupan singkat dibahu.

Terlalu munafik jika Luhan berkata bahwa ia tidak merindukan Sehun, bahkan aliran darah terasa ingin terhenti saat mengenang masa-masa bersama mereka yang menguarkan kemesraan berlebih. Luhan menginginkan semua itu kembali, Ia menginginkan Sehun seperti dulu, Ia ingin Sehun memilikinya namun dengan cara yang berbeda.

Hanya katakan jika Sehun berniat melingkarkan sebuah benda sakral dijari manisnya, maka Luhan mungkin akan terpengaruh untuk kembali. Mereka masih saling mencintai, keduanya bahkan tau hal tersebut.

Pertanyaan yang bersarang diotak Luhan hanya seputar itu-itu saja.

Kapan Sehun berniat memilikinya secara resmi ? Dan apakah Sehun memang berniat serius ?

Ia bukanlah wanita yang akan mengemis hanya untuk meminta sebuah lamaran, tapi menunggu tanpa berkepastian juga membuahkan hasil rasa jenuh. Ia bahkan bingung dengan hubungan apa yang sedang mereka lakoni sekarang.

Sehun bukan lagi kekasihnya, tapi mereka bahkan masih tidur diatas ranjang yang sama bahkan masih sempat berhubungan intim. Apa Luhan terlihat seperti wanita murahan saat ini ? Benarkah ?

Jika Luhan wanita murahan, lalu bagaimana dengan Seulgi ? Dia bahkan tidur dengan kekasih orang lain kan ?

Oh, Maaf! Mari berhenti membawa nama wanita itu lagi!

Shit! Luhan mendadak ingin memaki seseorang hanya karena mendengar namanya!

"Lu .."

"Eum .."

"Tidak bisakah kita kembali seperti dulu ?"

"…."

"Apa kau tidak kesepian berada disini sendiri ?. Apa tidak sulit ?".

"…." Aku bahkan sudah melewati hari-hari menyulitkan sendiri jauh sebelum ini.

"Pulang dan kembalilah. Kita akan memulai semuanya dari awal".

"…." Hanya katakan kau akan mempertemukanku dengan pendeta, dan aku pastikan kita akan kesana sekarang juga. Aku masih mencintaimu, Hun ..

"Kau tidak mau ? "

"…."

"Ranjangku terasa sepi. Aku tidak suka".

Dan yeah, Luhan merasa hatinya mencelos hampa saat ini juga. Bukan kata-kata itu yang ia harapkan meluncur dari bibir Sehun, sama sekali bukan. Kalimat yang Sehun lantunkan bahkan lebih melukai Luhan.

'Ranjangku terasa sepi'.

Apa aku hanya wanita penghibur yang kau harapkan selalu menemanimu diranjang ? Aku sudah berada diposisi seperti itu selama dua tahun, kurasa aku sudah lelah hanya dijadikan tempatmu menyalurkan hasrat hingga puas. Walau kita melakukannya karena cinta, tapi tetap saja aku menginginkan sebuah kepastian.

Kepastian yang sama sekali tidak pernah terlintas dalam pikiranmu.

.

.

*Sehun*

Pagi ini ada yang berbeda. Padahal ku kira kita bisa mulai menghangat lagi seperti dulu. Entah ini hanya perasaanku saja atau memang kau berusaha menghindar dari sorot mataku ?

Aku merasa dingin walau meminum kopi panas yang telah kau siapkan. Aku merasa gelap walau sekarang matahari tepat berada pada posisi jam Sembilan. Dan keadaan menjadi asing lagi saat kau tidak mengeluarkan sepatah katapun dari balik bibir merah ranum itu sejak pagi ini.

Apa aku telah mengatakan ataupun melakukan sesuatu yang salah ?

Lu ..

Bicaralah..

Jika kau diam begini bagaimana bisa aku menyadarinya ?

Ada yang tidak baik. Biasanya aku menemukan senyum saat memakan roti bakar dan segelas susu, namun kepalamu yang tertunduk seolah mengisyaratkan bahwa kau tidak menginginkan kehadiranku.

Hubungan kita kurasa terlalu banyak menggunakan bahasa perasaan. Sulit untuk dimengerti, bahkan bagi diri kita masing-masing. Karena jika aku memikirkan hal disebelah kanan, kurasa pikiranmu sedang berencana melangkah ke kiri.

"Lu .."

"….". Luhan mendongak namun masih tanpa kata-kata. Menatap langsung mata Sehun yang berada diseberang.

"Bicaralah".

"Kau ingin aku bicara apa ?"

"Apa saja .."

Luhan menghela napas pelan, "Pulanglah .. " kembali menunduk "Sebentar lagi Kris akan kesini".

"Kris ? Kenapa dia kesini ?"

"Apa aku harus memberitahukan semua hal padamu ?".

Jangan berbicara dengan intonasi sedingin itu, Lu!

"Aku tidak akan pulang!"

"Terserah. Tapi kuharap kau tidak muncul saat dia berada disini. Itu bisa merusak segalanya".

Sehun terdiam, kursi dihadapannya telah kosong ketika Luhan beranjak meninggalkan setengah gelas susu putih disana.

Hati terasa lebih sakit lagi mendapati bahwa Luhan akan bertemu lelaki lain didalam apartement dan ia sama sekali tidak boleh muncul disana. Dirinya merasa hanya menjadi sebuah aib yang harus Luhan tutupi.

Menyakitkan!

Apa dulu Luhan juga merasakan hal yang sama saat ia harus bersembunyi dibalik pintu mewah apartementku ?

.

.

"Selamat siang, nona cantik".

"Pulanglah".

"Oke! Oke!" menahan pintu apartement yang berniat Luhan tutup "Tidak lagi.." tersenyum begitu lebar saat melihat Luhan sudah diselimuti aura gelap saat ia masih dengan nakalnya memanggil wanita itu 'Cantik'.

Tubuh Kris menyelinap masuk, langsung menghadiahi puncak kepala Luhan dengan gusakan-gusakan gemas hingga beberapa helai surai coklat kehitaman itu keluar dari jalur.

"Kris.. aku bukan anak kecil lagi .."

"Tapi bagiku kau tetap si rusa mungil bodoh! Rusa mungil yang menangis jelek karena memecahkan balon pemberianku".

"Itu sudah hampir 8 tahun yang lalu, Kris. Jangan mengungkitnya". Mendudukkan diri di sofa dan diikuti Kris " Aku sudah dewasa sekarang".

"Benarkah ?"

"Tentu saja".

"Kalau kau sudah dewasa, maka menikahlah denganku".

Luhan mendelik kesal pada wajah penuh pengharapan milik Kris. Lelaki ini mengucapkan kata pernikahan dengan sangat lancar tanpa hambatan sedikitpun. Kenapa menunggu Sehun mengucapkan kata 'pernikahan' seperti menunggu air menyatu dengan minyak ?

"…."

"Lu.."

"Apa yang membawamu kesini ?"

"Kau selalu mengalihkan pembicaraan". Kris bersedekap kesal "Tidakkah kau ingin memberikan tamu mu segelas air ? Aku haus".

"Tamu sepertimu memang merepotkan".

"Tapi setidaknya aku tamu yang tampan".

Cih..

Kris terkekeh geli melihat Luhan penuh dengan keterpaksaan melangkahkan kaki menuju dapur. Menggoda Luhan adalah suatu kewajiban baginya sejak dulu. Membuat pipi Luhan merona adalah aktivitas yang menyenangkan.

Kris tidak tau alasan kenapa ia merasa sangat nyaman saat bersama dengan Luhan. Walaupun Luhan yang pendiam kini telah berubah menjadi Luhan yang sedikit cerewet, tapi Kris tetap menyukai semuanya. Kris bahkan ingat bagaimana dulu ia berlutut didepan sang ayah (Tuan Wu) agar mereka tidak jadi pindah ke Korea.

Walaupun ia tetap melintasi lautan waktu itu, tapi takdir kembali mempertemukan mereka. Mempertemukan Kris dengan rusa mungil yang telah beranjak menjadi wanita dewasa dengan keanggunan mempesona.

"Ini .."

"eoh ?" Sedikit terkesiap menerima uluran segelas orange juice dari Luhan yang tiba-tiba "Terimakasih, cantik".

"Kriiisssss.."

"Terimakasih Luhan".

Cengiran menyebalkan itu tetap saja terlihat tampan saat melekat diwajahnya. Makhluk Canada yang satu ini memang memiliki pesona untuk memikat hati para wanita. Apa karena hal tersebut Kris bisa menjadi model terkenal ?

Luhan mendudukkan diri disamping Kris.

"Lalu, ada apa ?"

"Tidak .." Kris menghirup orange juice sebelum meletakkan keatas meja "Aku hanya ingin memastikan sesuatu".

"Apa ?"

"Apa kau menerima tawaranku ?"

"Tawaran ?" Luhan mengernyit bingung dan Kris menghela napas pasrah.

Kau sama sekali tidak pernah memikirkan ini, Lu.

"Tawaranku untuk pindah ke Cina".

"Oh .. Itu .."

"Jadi, bagaimana ?"

Luhan terdiam. Kebimbangan melanda dengan tiba-tiba bahkan sebelum Luhan menyiapkan persiapan.

Apa ini benar ?

Apa aku harus pergi bersama Kris yang telah memberikan sedikit kepastian ?

Apa aku akan bahagia disana ?

"Aku akan mengurus segala hal untuk keberangkatan kita. Kau hanya perlu memantapkan hati dan jaga kondisi tubuhmu".

Luhan masih terdiam. Tidak berniat untuk menggerakkan kepala walau hanya sekedar mengangguk ataupun menggeleng.

Separuh hatinya masih belum berkata siap untuk meninggalkan Korea. Banyak hal yang telah ia lalui disini, banyak cerita juga banyak kenangan yang telah terjadi. Korea bahkan terasa lebih mendarah daging dengan dirinya daripada Cina.

Tapi..

Korea tidak memberimu kepastian, sedangkan Cina akan mempertemukanmu dengan hamparan kain merah di altar gereja. Apa kau tidak menginginkan hal tersebut Luhan ?

Gaun pengantin, tiara berkilau, buket bunga dan cincin yang akan melingkar dijarimu.

Itu adalah apa yang kau inginkan sejak dulu kan ? Dan Kris mampu menjanjikan semuanya. Apalagi yang kau tunggu ?

"Lu .."

"Eoh ?"

Kris sadar jika Luhan terkesiap karena seruannya. Luhan bahkan tidak fokus.

"Pernikahan seperti apa yang kau inginkan ?"

"Kenapa kau bertanya padaku ?"

"Tentu saja agar aku bisa merencanakan pernikahan kita".

"Kau pikir aku mau menikah denganmu ?"

Kris mendelik dan menghela napas kesal entah untuk yang keberapa kali. Mulut Luhan benar-benar sudah pandai menjawab pertanyaan dengan jawaban yang menyebalkan sekarang.

"Dengar Kris .." Luhan menampakkan raut wajah serius "Pernikahan tidak semudah bagaimana kau mengucapkannya. Kita baru saja bertemu, dan kau belum mengenalku lebih jauh begitupun sebaliknya".

"Tapi kita sudah mengenal sejak lama, Lu .."

"Dan kita juga terpisah dalam waktu yang lama. Ada banyak hal yang telah berubah".

"Kita bisa menyesuaikan diri. Aku yakin itu".

"Kris, ada perubahan yang ku yakin kau sulit untuk menerimanya".

Lelaki Canada tersebut nampak menegang, terlihat dari posisi tubuh yang lebih ditegakkan. Luhan tidak sedang main-main, terdengar dari nada suara si cantik yang penuh dengan ketegasan.

Apa perubahan yang terdengar sangat sulit untukku diterima ?

"Aku …." Kata-kata terasa sangkut ditenggorokan "Aku .. aku bukan lagi seorang gadis. Aku telah menjadi seorang wanita".

"…."

Kris terkekeh geli. "Aku bahkan tidak peduli jika kau adalah seorang perempuan". Ucapnya dan diakhiri dengan tawa lucu. Namun Luhan merasa bahwa ia tidak sedang memberikan hiburan untuk pria ini, ia sedang berbicara kenyataan.

"Krissss.. Bukan itu maksudku".

"…." Kris diam kembali.

"Aku pernah tidur dengan seorang lelaki. Kau tau maksudku kan ?"

Walaupun wanita di Korea telah banyak yang hilang keperawanan sebelum menikah (termasuk dirinya), tapi tetap saja Luhan berpikir ada beberapa lelaki yang menuntut keperawanan seorang wanita. Dan tidak menutup kemungkinan Kris adalah salah satu dari mereka, bukan ?

Lihat saja ekspresi Kris yang nampak penuh dengan keterkejutan.

Sebelum mereka benar-benar menikah (mungkin saja) nanti, ia ingin tidak ada rahasia. Luhan tidak mau ia akan kembali dibuang hanya karena Kris tidak sudi memiliki istri yang tidak lagi perawan.

Luhan membuang muka. Keterdiaman Kris seolah sudah memberikan sebuah petunjuk bahwa pria yang menuntut keperawanan masih ada dimuka bumi belahan Korea.

"Hanya satu orang kan yang menidurimu ? Aku tidak masalah menjadi lelaki yang kedua. Aku juga pernah meniduri beberapa wanita, jadi ku pikir itu bukanlah hal yang sulit. Kita impas!".

"Mwo ?!"

"Kurasa aku harus pergi. Masih ada beberapa pemotretan yang harus ku urus".

"..."

Kris berdiri, namun Luhan tidak berniat beranjak sedikitpun. Otaknya seakan berhenti bekerja hingga seluruh saraf terasa mati. Hanya gerakan bola mata yang dapat Luhan lakukan saat ini, itupun dengan setengah sadar.

"Akan kuhubungi lagi nanti".

"….".

Luhan tidak mengerti kenapa mata Kris seolah menangkap retina matanya. Kris bahkan tidak berkedip untuk beberapa saat, dan Luhan juga melakukan hal yang sama. Mereka terdiam dalam kebingungan. Atau hanya Luhan yang tidak paham ?

CHU!

"Aku pergi. Jaga dirimu baik-baik rusa bodoh.."

8 detik ..

9 detik..

10 detik ..

BLAM!

Luhan terlonjak kaget mendengar dentuman pintu apartement yang baru saja ditutup oleh Kris. Sebenarnya tidak nyaring, hanya saja ia masih berada dibawah kesadaran normal hingga menjadikan bunyi tersebut jadi bergema ditelinga.

Luhan menyentuh bibirnya yang baru beberapa detik lalu dikecup singkat oleh pria berdarah Cina-Canada tersebut. Ini bukan pertama kali bibirnya disentuh oleh bibir seorang pria, namun mengapa kecupan Kris terasa berbeda dari kecupan yang biasa ia dapatkan ?

Tidak hangat seperti kecupan….

Sehun.

ASTAGA!

Kepala Luhan terasa sedikit pusing begitu otaknya bekerja dengan keras dan membangunkan kembali saraf-saraf yang sempat mati. Mulai kembali berpikir bahwa bukan hanya ada ia dan Kris yang berada disana beberapa waktu lalu.

Secepat hembusan angin menghanyutkan guguran daun, secepat itu pula Luhan menolehkan kepala kesamping lalu mendapati siluet mata merah dibalik celah pintu kamarnya.

Bibir merah ranum itu bergetar, begitu pula dengan bibir tipis pria dibalik pintu kamar. Dari jarak beberapa meter Luhan bahkan masih bisa merasakan hembusan napas Sehun memanas dan pancaran matanya seolah menyemburkan api.

Luhan takut.

Kesalahpahaman adalah salah satu hal paling buruk didunia.

Tapi kecupan Kris tadi bukanlah sekedar kesalahpahaman ataupun ilusi, itu adalah sebuah gambaran nyata yang Luhan sadari Sehun dapat melihat semuanya dari celah kecil disana.

.

.

Hampir sebulan musim gugur menyapa. Angin masih berhembus dengan semangat ekstra hingga Luhan mampu melihat beberapa wanita menggerutu karena rambut mereka menjadi kusut dan sedikit terjahili dengan guguran-guguran daun kering yang nakal.

Sekali lagi Luhan meilirik jam putih dipergelangan tangannya, mendapati bahwa sudah setengah jam ia duduk dibalik dinding kaca besar. Duduk dikursi yang sama (kursi yang menyebabkan Sehun menuduhnya berselingkuh dengan Chen). Kursi itu juga yang menjadi saksi saat Luhan menangis hebat setelah melihat Sehun berciuman dengan Seulgi.

Menggelengkan kepala pelan, Luhan mencoba mengusir segala kenangan pahit yang sempat mengantam hidupnya hingga jadi penuh dengan kebimbangan dan rasa tidak menentu seperti ini. Namun nama Sehun terlalu kuat dan tidak mau lepas.

Sehun.

Aku merindukanmu..

-Luhan ingat kembali kejadian beberappa minggu lalu. Kejadian kecupan singkat dan mata pengintip di celah kamarnya. Dimana Sehun (yang Luhan kira akan meledak dan marah seketika) keluar dari kamar dengan langkah lemah. Menghampiri dirinya yang masih membeku disofa tanpa mampu melakukan pergerakan.

Mata Luhan sudah terpejam ketika Sehun berada dihadapannya. Ia sudah siap jika Sehun akan melontarkan segala kekesalan walaupun Luhan tau Sehun tidak mempunyai hak lagi untuk melakukan hal tersebut.

Namun apa yang Luhan dapati selanjutnya adalah Sehun menangkup kedua pipinya lalu mendaratkan sebuah kecupan manis dibibir. "Aku pulang. Jaga dirimu baik-baik".-

Setetes air mata jatuh di pipi sicantik. Semenjak hari itu mereka tidak lagi bertemu, bahkan Luhan terus memegang ponselnya demi mendapatkan sebuah pesan ataupun panggilan dari Sehun. Tapi,

Kosong.

Dimana Sehun ?

Kenapa dia menghilang ?

Luhan merasa sesak karena menyesal tidak menahan Sehun saat lelaki itu akan pergi dari apartementnya. Ia berpikir bahwa Sehun akan kembali lagi beberapa hari kemudian seperti biasa, namun sampai hari ini Sehun sama sekali tidak terlihat.

"Maaf, Lu .. Kami terlambat".

Secepat mungkin Luhan menghapus jejak airmata dipipinya ketika Baekhyun dan Yixing mendudukkan diri disofa seberang.

"Tidak masalah. Aku juga baru sampai".

"Apa kau baik ? Kau terlihat pucat, Lu".

"Aku baik-baik saja Xing-ah… Tidak perlu khawatir".

"Awas saja jika setelah ini aku harus mengunjungimu dirumah sakit!"

Luhan terkekeh, Yixing memang selalu berlebihan dalam kata-kata.

"Seharusnya yang kau khawatirkan adalah Baekhyun eonnie" Luhan menunjuk Baekhyun dengan dagu "Kurasa eonnie harus melakukan operasi kantung mata setelah ditinggal Chanyeol oppa ke California".

"Yaakk! Kau menghinaku rusa bodoh ?!"

"Kau tau Lu, Baekhyun bahkan menangis saat Chanyeol menelponnya tadi".

"YAAAKK! KALIAN BERDUA!"

.

.

30 menit telah bergulir..

Yixing menghirup coklat hangatnya sekali lagi sebelum memulai pecakapan. "Kau yakin Lu tidak mau menerima tawaran-tawaran itu ?"

Luhan menggeleng pelan "Kurasa tidak. Waktu itu aku hanya mencoba hasil kenakalanmu saja".

Yixing tersenyum lebar ketika sadar bahwa Luhan menjadi model karena perbuatan jahil yang ia ciptakan. Menawarkan Luhan (menjadi model) pada rekan bisnis Joonmyeon (pemilik perusahaan parfume) dan yang ia tidak sangka orang itu akan langsung setuju. Padahal niatan awal Yixing hanya main-main saja.

"Kau tidak akan menyesal ?"

"Luhan tidak suka jadi model. Aku yakin itu. Iya kan, Lu ?" sambung Baekhyun yang hanya direspon sebuah senyuman manis dari sicantik.

"Joonmyeon bahkan merasa sedikit pusing dan memintaku memastikan sendiri padamu saat ia harus menolak tawaran-tawaran bernilai itu. Aku tau ada alasan lain. Tidak mungkin kau menolak tawaran menggiurkan hanya karena tidak suka".

Baekhyun baru saja mencoba ingin membantu Luhan menyahut ucapan Yixing jika saja mobil mewah diluar sana tidak membunyikan klakson.

Putri Yixing sudah dijemput oleh Raja Kim Joonmyeon.

Baekhyun bahkan dapat melihat daun-daun berubah menjadi lembaran dollar ketika Joonmyeon berada disini.

"Maaf, aku harus pulang".

"Hati-hati dijalan".

"Ne.."

.

.

"Sekarang katakan"

"Apa ?". Luhan mengernyit bingung saat Baekhyun langsung menyergap dengan pertanyaan ambigu. Mobil Joonmyeon baru saja menghilang dari depan sana dan daun-daun menjadi normal kembali.

"Alasanmu menolak tawaran-tawaran itu pasti berhubungan dengan Cina, bukan ?"

"Eonnie ….."

"Sehun yang memberitahuku".

Luhan bingung harus memulai penjelasan darimana. Ia bahkan belum yakin pada keputusan yang akan ia pilih. Tapi kedatangan Kris beberapa hari lalu ke apartement demi memberikan passport dan tiket pesawat seolah memaksa Luhan untuk segera meninggalkan Negara ini.

"Kau yakin Lu ?"

"…."

"Kau yakin akan meninggalkan Korea ?"

"Bagaimanapun Cina adalah tanah kelahiranku"

"Dan kau akan pergi bersama orang Cina pula ?"

Luhan kembali terkesiap. Ia tau pasti yang sedang dibahas oleh Baekhyun saat ini adalah Kris. Namun darimana Baekhyun bisa … Ah, dari Sehun! Pasti Sehun yang memberitahu Baekhyun tentang pria Cina-Canada tersebut.

"Mungkin Cina akan memberi sedikit ketenangan".

"Mungkin ?" Baekhyun berdecih "Kau bahkan belum yakin. Kau belum yakin untuk meninggalkan Korea, dan kau bahkan sangat tidak yakin mampu meninggalkan Sehun".

"Aku memang tidak yakin. Tapi aku harus mencobanya".

Baekhyun menghela napas pelan, mengamati Luhan yang baru saja menghirup cappuccino dari cangkir kecil dihadapannya.

"Apa yang kau harapkan disana, Lu ? Aku tau kau dan Sehun masih saling mencintai. Kenapa tidak mencoba kembali saja seperti dulu ?".

"…."

"Lu, aku mungkin tidak tau apa yang sebenarnya terjadi. Tapi yang ku tau adalah Sehun sangat menyesal atas perbuatan, maksudku penghianatan yang telah ia lakukan. Dia adalah pria yang mencintai dan yang kau cintai. Tapi kenapa kau memilih pergi dengan lelaki yang bahkan kau sendiri tidak punya keyakinan perasaan padanya ?"

Luhan menatap luar jendela. Memperhatikan mobil-mobil yang berlalu lalang dan juga suara highheels para wanita bertabrakan dengan jalanan.

"Seberapa besarpun aku mencintai Sehun, aku tetaplah seorang wanita. Aku menginginkan sebuah komitmen untuk hidupku kelak. Bukankah eonnie juga menginginkan hal yang sama ?"

"…." Baekhyun terdiam.

"Karena itu aku lebih memilih dia yang mencintaiku dan mampu memberi sebuah kepastian daripada pria yang kucintai tanpa mampu berkomitmen apapun. Aku membutuhkan pria yang berani mengubah marga namaku".

"Tunggulah sebentar lagi, Lu …"

Luhan menoleh pada tangan Baekhyun yang memberinya sebuah genggaman hangat.

"Eonnie-ah .. Aku sudah menunggu selama 3 tahun. Apa itu tidak cukup ?"

.

.

Hari-hari terasa berlalu begitu cepat saat Luhan memasukkan satu persatu pakain dan barang-barang berharga kedalam beberapa koper, namun waktu terasa berhenti ditempat ketika bayangan Sehun melintas begitu saja.

Luhan bahkan menangis merasakan bahwa ia merindukan Sehun dengan kadar yang sangat berlebih. Tidak ada wajah Sehun, tidak ada suara langkah Sehun dan tidak ada kerlipan lampu ponsel yang membeberkan nama Sehun disana seolah menggerogoti tubuh Luhan dengan rasa rindu.

Mata memang terpejam, namun cairan bening mengalir dicelah kelopak matanya. Bibir Luhan bergetar hebat begitu memikirkan apakah Sehun benar-benar berhenti. Apakah hubungannya dan Sehun benar hanya sampai disini?

Bukankah ini yang aku inginkan ?

Iya, itu adalah apa yang selama ini Luhan inginkan. Berharap bahwa Sehun enyah dari hidupnya dan ia tidak akan mendapat gangguan serta rasa sulit lagi. Namun dengan ketidakhadiran Sehun beberapa minggu belakangan benar-benar membuat Luhan ingkar dari apa yang ia harapkan.

Ia merindukan Sehun.

Sangat.

Ia menginginkan Sehun merebahkan tubuh di sisi kosong ranjang, merengkuh tubuhnya ketika tengah malam, berbagi sarapan bersama dan sedikit pertengkaran juga kenakalan kecil. Luhan menantikan Sehun datang dan mengulang semua itu kembali.

Namun ketika membuka mata, menoleh kesamping dan mendapati sebuah tiket pesawat tergeletak diatas meja nakas seolah membubuhi kornea mata Luhan dengan irisan bawang hingga wanita cantik itu kembali menangis dengan pilu.

.

.

Hari itu tiba. Hari dimana Luhan harus berpijak pada keraguannya sendiri atas keputusan yang ia pilih. Tubuh Luhan merinding dan terasa panas dalam waktu bersamaan saat duduk di kursi tunggu bandara.

Kris berada disamping, namun apa yang Luhan harapkan adalah wajah Kris bergganti dengan wajah Sehun. Nama Sehun terus berputar-putar hingga Luhan merasa pusing.

Tanpa sadar airmatanya menetes saat menghitung berapa lama waktu yang ia butuhkan untuk kembali ke Korea.

1 Tahun..

5 Tahun ..

10 Tahun..

Apakah ia bisa bertemu dengan Sehun setelah ini ?

Ataukah ia tidak akan pernah kembali lagi ?

Dan mungkin juga, ia tidak akan bertemu dengan Sehun kembali.

Kenapa memikirkan semua hal itu membuatku ingin membatalkan keberangkatan ini ?

Sehun..

Kau dimana ?

Bisa jemput aku sekarang ?

Aku tidak ingin pergi..

Jikapun Sehun punya waktu, jika pun Sehun berada disini, akan sulit untuk merengkuh tubuh si tampan. Luhan tidak akan mampu melawan orang-orang yang akan menegelilingi tubuh Sehun. Akan sulit bersentuhan dengan orang yang dimiliki oleh publik seperti itu.

Duduk bersama Kris disini saja Luhan harus beberapa kali menutup wajah ketika ada orang yang lewat mencoba memotret mereka.

Kenapa hidupku selalu berhubungan dengan orang-orang yang diikuti kamera ?

"Lu .. Tunggu disini sebentar".

"Kau mau kemana, Kris ?"

"Toilet".

Beberapa detik selanjutnya sosok Kris hilang dari pandangan. Luhan mengamati jam dipergelangan tangannya. Jarum pendek dan panjang hampir bertemu diangka Sepuluh. Itu berarti ia masih memiliki waktu 10 menit untuk menghirup udara di Korea.

Membuka ponsel dan membaca sekali lagi pesan dari Baekhyun yang meminta maaf karena tidak bisa mengantar Luhan. Sedangkan Yixing, mungkin nanti Luhan akan menerima telpon berisi amukan putri Unicorn tersebut karena ia sama sekali tidak memberitahukan acara kepergiannya.

Lalu Sehun..

Jari Luhan berhenti seketika begitu melihat digit-digit nomor Sehun dalam kontak nama ponselnya.

Apakah aku harus menghubungi Sehun ?

Menggelengkan kepala, Luhan memasukkan ponsel tersebut kedalam tas tangan. Ia tidak mungkin menghubungi Sehun setelah kejadian waktu itu (Kris mengecup bibirnya).

Luhan mengetukkan ujung highheel ke lantai, hanya sekedar memburu getaran didada yang begitu menyesakkan, penuh dengan segala keinginan untuk memeluk Sehun saat ini juga.

Tak lama berselang, terasa seseorang mengisi sisi kosong disamping.

"Kris, kau sudah-"

"Kau masih bisa mengenaliku bukan ?"

Luhan kaku. Bibirnya bahkan masih terbuka dan membiarkan udara masuk begitu saja.

Suara itu, walaupun ia tidak bisa melihat wajahnya secara langsung yang berbalut jaket hitam, topi, masker dan kacamata namun Luhan yakin bahwa ia kenal sosok tersebut.

"Se..hun .."

"Iya .. Ini aku .."

Kau tidak akan sadar ketika hati bisa mengalahkan pikiran dalam hal menuntun untuk memberikan pelukan kepada seseorang. Luhan dikendalikan oleh rasa rindu yang bergejolak dalam tubuh.

Keyakinan untuk pergi dari Korea luntur tak berbekas. Luhan sadar ia tidak akan sanggup untuk hidup jauh dari pria ini. Ia mencintai Sehun. Sangat. Luhan tidak menemukan rumus untuk tetap bernapas tanpa Sehun disisinya.

Pelukan mereka terlepas seiring dengan air mata Luhan yang ikut terlepas dari kornea mata. Sehun membuka kacamatanya, menatap mata Luhan yang sudah basah oleh linangan air. Mengusap aliran-aliran pilu itu dengan ibu jari dan ikut merasakan kepedihan yang sama.

"Hun .."

Hanya katakan jika kau tidak menginginkan aku pergi, Katakan jika kau menginginkan aku untuk tetap tinggal, katakan jika kau tidak sanggup hidup tanpa aku. Hanya katakan semua itu maka aku akan pulang bersamamu, Hun !

Aku bersumpah!

Suara di speaker bergema dan menandakan bahwa pesawat yang akan membawanya pergi sudah bersiap diri. Luhan kalut dengan diri sendiri, merasa ia harus kabur sekarang dengan Sehun dari sini sesegera mungkin sebelum Kris kembali. Ia tidak bisa pergi tanpa Sehun!

"Hun! Aku –mptt"

Biarkan saja semua orang memandang mereka. Biarkan saja orang mengumpat tidak suka pada apa yang mereka lakukan. Luhan tidak peduli!

Ciuman mendadak yang Sehun ciptakan sukses melenyapkan segala bayangan tentang gereja dan altar di Cina. Luhan merasa ia tidak (lagi) membutuhkan itu semua jika ada Sehun disini. Kebahagiaannya hanya ada pada Sehun. Luhan sadar.

Begitu pertemuan bibir mereka terlepas, mata mereka mengikat satu sama lain. Mata rusa milik Luhan terhipnotis oleh tatapan setajam mata serigala.

"Hun.. Bawa aku pulang.."

"Lu .."

"…."

"Pergilah .."

.

.

.

To Be Continued

Minal Aidzin Wal Faizin ya semuanya~ Maaf lama sekali ga update.. Puasa tobat dlu.. kayaknya aku dimarahin readers bgt yakk.. yaudah niih aku update ya... selamat membaca.. :D