Sung Min menggerutu heboh sambil mengikuti pergerakan ibunya yang tengah menata makan malam di meja. Mengomel tanpa henti tentang bagaimana bisa ibunya memberikan ijin untuk Kyu Hyun memasuki kamarnya.

"Sudahlah, dari pada kau mengomel lebih baik kau mandi dan pergi ke tempat Kyu Hyun."

"Tidak, untuk apa aku ke sana." Aku kan sedang mencoba menghindarinya.

Jung Soo—Ibu dari Sung Min, menatap galak putrinya. "Dengar, dia itu sendirian di sini dan kau seharusnya merasa kasihan dengan membantunya membuatkan makan malam."

Sung Min mengerling malas. "Itu bukan salahku jika Kyu Hyun pulang ke Korea lebih cepat dari kedua orangtuanya. Lagi pula, aku ini bukan pengasuhnya. Dan lagi pulanya lagi, kenapa tidak ibu ajak saja dia untuk makan malam disini?"

Jung Soo mengulurkan tangan dan memukul kepala belakang anak gadisnya. "Kau ini.." Jung Soo berdesis kesal. "Berani sekali kau menceramahi ibumu huh? Dasar, sudah temui Kyu Hyun dan buatkan makan malam."

.

.

.

He Said He Won't Wait

©Jejae Present

Cho Kyu Hyun

Lee Sung Min

Teen Romance/Mature Content/Threeshoot

Warning!

GS! (Gender Switch), Typo(s), OOC! (Out Of Caracter)

SJ's member are belong to their self, GOD, and family. Remake dari komik karya Miki HATTORI dengan judul yang sama, terbitan 3L

Don't Like, Don't Read!

And Don't be Silent Reader^^

.

.

.

(Chapter 3/End)

.

.

.

Kyu Hyun tidak berhenti menyunggingkan senyum kelewat sumringahnya saat manik matanya mendapati Sung Min berjalan kesana-kemari memberesi kekacauan yang ia buat hampir di setiap tempat ruang keluarga, mulai dari bungkus snack, kaleng minuman soda, dan remah-remah yang mengotori karpet berbulu milik ibunya yang saat ini masih menetap di Itali.

Senyum lebar Kyu Hyun terbentuk sejak tiga puluh menit yang lalu saat Sung Min mengetuk pintu rumahnya dengan tidak sabaran padahal sudah jelas jika rumah itu memiliki bel. Niat awal Sung Min yang hanya ingin menghindari amukan sang ibu dengan pergi ke rumah Kyu Hyun untuk memasak harus tertunda saat tanpa sengaja ia melihat kekacauan besar yang dibuat oleh putra tunggal Keluarga Cho. Jadi dengan sangat terpaksa—diawalnya, Sung Min kembali membereskan sisa-sisa kemalasan Cho Kyu Hyun setelah beberapa hari lalu ia juga melakukan hal yang sama pada dapur rumah tersebut.

"Buang ini." Sung Min menyodorkan kantung sampah yang sudah terisi penuh ke arah Kyu Hyun yang diterima lelaki itu dengan senang hati. Ia tidak pernah sesenang itu menerima kantung sampah dari seseorang kecuali Lee Sung Min. Ahh~ dasar idiot!

Sung Min melirik Kyu Hyun yang menghilang di balik pintu dari sudut matanya, bukannya tak sadar jika lelaki yang lebih muda darinya itu sejak tadi menaruh atensi penuh atas semua pergerakannya. Sung Min menyadarinya, dan demi Tuhan ia gugup sekali, entah bagaimana ingatan tentang kejadian beberapa hari lalu saat mereka di dapur berputar di kepalanya begitu saja.

Sung Min tidak menampik jika diam-diam ia menaruh rasa pada Kyu Hyun, tapi itu adalah sesuatu yang abu menurutnya, mereka baru saja bertemu belum lama setelah berpisah lima tahun. Dan ingatan terakhir yang Sung Min ingat tentang lelaki itu adalah sesuatu yang manis sebagai teman kecil, jadi rasanya aneh sekali jika Sung Min bisa merasa tertarik dengan Kyu Hyun dalam waktu yang singkat. Memang bukan salah hatinya jika ia menaruh rasa pada anak remaja itu, entah bagaimana Itali mampu merubah Kyu Hyun-nya yang manis menjadi seorang remaja yang penuh dengan daya tarik bagi kaum hawa.

Kyu Hyun-nya

Sung Min meringis menggelengkan kepala saat satu pemikiran atas kelimat kecilnya muncul begitu saja. Bagaimana bisa ia menyebut Kyu Hyun sebagai miliknya, ada-ada saja.

Mengabaikan pemikiran tentang Kyu Hyun juga perasaannya terhadap lelaki itu, Sung Min mengambil langkah menuju dapur untuk melaksanakan niat awalnya datang ke kediaman milik Keluarga Cho.

—oOo—

Kyu Hyun mendapati Sung Min sedang berkutat dengan peralatan dapur beserta bahan-bahan makanan yang tidak ia mengerti saat ia telah selesai melaksanakan perintah Sung Min. Tak ingin mengganggu, Kyu Hyun memutuskan untuk beranjak menuju kamarnya. Badannya terasa lengket akibat aktifitas yang harus dijalani sebagai siswa menengah atas di Jeonghan Senior High School, juga akibat sifat keras kepalanya yang memaksa menunggu Sung Min tanpa mengabari gadis itu.

Kyu Hyun tidak pernah tahu, bahkan tidak pernah benar-benar menyadari jika perasaan sayang yang dulu ia rasakan untuk Sung Min akan terus bersemayam dalam hatinya. Ia hanya bocah sepuluh tahun yang tidak ingin berpisah dari teman sepermainannya saat kedua orangtuanya memutuskan untuk hijrah ke Negeri Pizza.

Awalnya, diminggu-minggu pertama, Kyu Hyun berusaha untuk berbaur, untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar yang jelas sangat berbeda. Kyu Hyun kecil bukan anak yang kurang atau bahkan tidak pandai, ia mengusai beberapa bahasa termasuk Bahasa Inggris sejak dini. Kyu Hyun kecil yang pandai dan semakin pandai seiring berjalannya usia.

Ia bermain, berlajar, bercengkrama dan melakukan hal-hal menyenangkan untuk anak seusianya saat itu. Namun suatu hari, saat langit menjadi mendung dan hujan datang Kyu Hyun kecil menyadari jika ia merindukan Sung Min noona-nya. Ia rindu bermain bersama gadis itu, rindu diajari banyak hal, rindu saat Sung Min membiarkanya tidur di atas kasurnya yang empuk, dan rindu hal-hal kecil yang sering mereka lakukan bersama.

Kyu Hyun bahkan sempat menulis beberapa surat yang tidak terhitung jumlahnya, namun ia tidak pernah sekali pun mencoba mengirimnya. Pemikiran ciliknya beranggapan bahwa mungkin saja Sung Min noona-nya sudah tidak mengingat dirinya lagi, mungkin saja Sung Min noona-nya akan merasa terganggu dengan surat-surat yang ia kirimkan nantinya, dan banyak pemikiran-pemikiran naif lainnya dari seorang bocah berusia sepuluh tahun. Dan pemikiran itu pun tidak lepas dari campur tangan opini-opini teman-teman sebayanya di sekolah. Anah-anak yang mencoba bersikap sok dewasa dengan pemikiran naifnya.

Lalu hari berganti hari hingga menahun, Kyu Hyun melewatinya tanpa seharipun tidak memikirkan Sung Min walau hanya sekedar rasa ingin tahu tentang bagaimana kabar gadis itu, bagaimana rupanya sekarang dan hal-hal yang tanpa ia sadari membuatnya tak pernah benar-benar bisa melupakan Sung Min dan justru mengembangkan perasaan di hatinya.

Hingga suatu hari saat ia membongkar seluruh barang-barang lamanya, ia menemukan sebuah album foto lama, berdebu dan ada di tumpukan paling bawah yang di simpan di sebuah kotak berukuran sedang bersama beberapa barang lain di ruang penyimpanan. Tangannya terulur mengambil album tersebut dan membersihkannya dari debu, baru lembar pertama yang dibuka dan ia menghentikan pergerakan tangannya. Melupakan tujuan awal yang membawanya ke sana, Kyu Hyun berbalik ke dalam rumah, menuju kamarnya dengan sebuah album dalam genggaman tangannya.

Album fotonya bersama Sung Min.

Yang membuat rasa rindu dan perasaan lain terhadap gadis kelinci itu menyeruak begitu saja. Rasa rindu yang hampir-hampir membuat Kyu Hyun frustasi karena tidak bisa mengatasinya sama seperti sebelumnya. Perasaan yang membawanya kembali.

—oOo—

Sung Min bersenandung lirih disela-sela kegiatannya, ia hampir selesai memasak beberapa menu untuk makan malam seperti Jjampong, Mul Kimchi, dan—

"Whoaah.. Kimbap!"

"Eh?" Sung Min menoleh kaget saat dengan tiba-tiba Kyu Hyun muncul di belakangnya saat ia hendak berbalik untuk manuruh sepiring kimbap di atas meja. Sung Min hampir melontarkan sebuah protes saat ia menyadari keadaan Kyu Hyun yang masih berdiri di belakangnya sambil memakan sepotong kimbap.

Untuk beberapa saat yang sangat sebentar, dengan wajah merona parah Sung Min menatap Kyu Hyun penuh keterpesonaan, ia belum pernah berhadapan dengan seorang laki-laki dalam keadaan seperti Kyu Hyun saat ini. Setengah telanjang dengan hanya menggunakan celana bokser memamerkan tubuh atasnya yang sedikit berotot, rambutnya yang basah menyisakan titik-titik air yang mengalir sexy melewati pelipis, rahang dan berakhir di tulang selangka, juga wangi sabun yang Kyu Hyun gunakan. Ugh... Sung Min mungkin bisa saja mimisan jika berhadapan dengan Kyu Hyun lebih lama lagi.

Sung Min berkedip dalam keterkejutannya, mencoba menghilangkan rasa panas yang menjalar di wajah manisnya, hingga tanpa Sung Min sadari piring dalam genggamannya meluncur begitu saja.

PRANG!

"A-astaga!" Secepat kilat Sung Min berjongkok untuk membereskan pecahan piring yang berserakan di lantai dapur. Tangannya terulur memunguti serpihan beling dengan cepat, mengabaikan kemungkinan jika ia bisa saja terluka akibat serpihan pecahan yang tajam dan pergerakannya yang tidak hati-hati.

Kyu Hyun mendelik horor atas apa yang Sung Min lakukan. Demi Tuhan, ia mengkhawatirkan gadis kelinci itu yang bergerak sembarangan, tapi seruannya justru tidak ditanggapi sama sekali oleh Sung Min.

"Noona sudahlah, biar aku sa—"

"Akhh.." Sung Min terpekik kecil saat sebuah pecahan piring yang cukup besar dan panjang melukai telapak tangannya.

"Tanganmu terluka?"

Sung Min menyernyit aneh menangkap nada suara Kyu Hyun yang tak biasa. "Tidak apa-apa, hanya goresan kecil."

"Kemari, biar kuobati."

Sung Min menoleh dan tersenyum ke arah Kyu Hyun yang menampilkan ekspresi tak biasa, namun Sung Min tak ingin ambil pusing akan hal itu. "Sudahlah Kyu Hyun-ah, jangan berlebihan begitu, aku tidak apa-apa." Sung Min menjulurkan telapak tangannya ke arah Kyu Hyun.

"Apanya yang tidak apa-apa?! Tanganmu terluka Lee Sung Min!"

Sung Min terkesiap. Ia tidak menyangka dengan reaksi Kyu Hyun yang seperti ini atas ucapannya, Sung Min merasa Kyu Hyun sudah sangat berlebihan menaggapi kecelakaan kecil yang terjadi barusan. Itu hanya sebuah luka kecil yang tidak terlalu dalam dan hanya sepanjang kurang dari empat senti meter. Apa yang harus dikhawatirkan dengan luka yang bahkan tidak akan membuat anak berusia tujuh tahun menangis.

Kyu Hyun mengulurkan tangan, meraih lengan gadis yang lebih tua darinya itu untuk mengikuti pergerakannya. Menuntunnya untuk duduk di sofa ruang keluarga. Keduanya terlibat dalam kebisuan yang canggung setelahnya, membiarkan masing-masing untuk larut dalam kegiatan dan pemikiran masing-masing yang tidak diketahui satu sama lain.

Sung Min melirik dari sudut matanya—kepalanya tertunduk tanpa alasan, mengamati pergerakan Kyu Hyun yang beranjak menuju sudut ruangan dimana tersedia kotak obat. Sementara Sung Min terdiam tanpa alasan yang jelas, berbeda dengan Kyu Hyun yang menyimpan kekesalan dalam diamnya. Kesal mendapati Sung Min cukup keras kepala dan mengatakan dirinya baik-baik saja—walau kenyataanya memang begitu, sementara ia begitu mengkhawatirkan gadis kelinci itu.

Kyu Hyun kembali dengan beberapa benda di tangannya, bersimpuh di hadapan Sung Min yang masih setia menunduk menatap jari-jari telanjang Kyu Hyun. "Kemarikan tanganmu noona." Kyu Hyun menurunkan dan mengatur nada suaranya. Ia tidak ingin membuat Sung Min takut atau bahkan membencinya karena ia sempat membentak gadis itu. Biar bagaimanapun Sung Min lebih tua darinya dan kemungkinan gadis itu merasa tersinggung adalah bersar.

Dengan perlahan Sung Min mengulurkan tangannya, pergerakannya sangat halus dan hampir tak terlihat, hal itu membuat Kyu Hyun gemas sendiri hingga menarik tangan Sung Min lembut untuk ia raih.

"E-eh? Kyu Hyun-ah.." Sung Min memanggil lirih Kyu Hyun yang tengah mengobati luka goresan di telapak tangannya dengan antiseptik. Wajahnya serius sekali. "Kyu Hyun-ah, ini hanya luka kecil." Sung Min masih mencoba meyakinkan Kyu Hyun.

"Luka kecil pun bisa menjadi luka yang besar jika tidak segera diobati. Lagi pula bagaimana jika luka kecilmu ini infeksi heum?" Kyu Hyun melirik sengit Sung Min yang terlihat merengut tidak senang mendengar ucapan Kyu Hyun dan penekanan-penekanan yang lelaki itu bubuhkan dalam ucapannya.

"Berlebihan." Sung Min berdesis lirih mengomentari sikap berlebihan Kyu Hyun. Namun tak dipungkiri jika jauh di sudut hatinya ia merasa tersanjung mengetahui jika lelaki itu begitu mengkhawatirkannya.

Diam-diam Sung Min tertawa dalam hati. Jika diingat-ingat lagi Kyu Hyun ternyata tidak banyak berubah, masih keras kepala, masih posesif atas dirinya, dan masih sok bersikap dewasa walaupun jelas-jelas dia adalah seorang anak lelaki yang manja. Ahh... Sung Min jadi ingat satu kejadian saat mereka masih anak-anak.

.

.

.

Seoul, One Day...

Itu Kamis menyenangkan untuk Kyu Hyun saat mendapati noona tetangga sebelah rumahnya pulang lebih cepat dari biasanya. Cuaca sangat cerah dengan mentari yang bersinar malu-malu dari balik gumpalan awan yang berarak, jadi dengan pertimbangan itu Kyu Hyun kecil memutuskan untuk mengajak Sung Min noona-nya untuk bermain di luar.

Berjalan dengan langkah riang, Kyu Hyun menghampiri kediaman Keluarga Lee dan memencet bel rumah tersebut walau harus sedikit berjinjit. Kyu Hyun tak harus menunggu lama agar seseorang membuka pintu dengan pernis tipis yang cantik, menampakan sosok cantik sang nyonya rumah.

"Kyunie?"

Kyu Hyun kecil merengut tak suka saat lagi-lagi panggilan itu ditujukan untuknya. "Bibi jangan panggil begitu, aku ini sudah besar."

Nyonya Lee mengulum senyum mendengar protes yang ditujukan kepadanya. "Baiklah, Kyu Hyun-ah. Begitu?" Kyu Hyun mengangguk mantap dengan senyum puas terpatri di wajahnya.

"Bibi, apa Sung Min noona di dalam?"

"Ah.. Baru saja Sung Min pergi ke taman bersama teman-temannya." Nyonya Lee meringis mendapati anak lelaki di depannya terlihat murung dan tidak senang dengan informasi yang baru di sampaikannya. Menyejajarkan tinggi badannya, Nyonya Lee meraih kedua pundak Kyu Hyun dan memandangnya penuh pengertian. "Bagaimana kalau kau susul Sung Min noona di sana? Kebetulan bibi lupa memberikan vitamin untuknya."

"Apa Sung Min noona sedang sakit?" Kyu Hyun bertanya khawatir. Biasanya ibunya juga akan memberikan vitamin saat ia flu sebagai pendamping obat agar cepat sembuh.

"Tidak, Sung Min noona-mu sudah sembuh tapi ia harus tetap minum vitamin supaya tidak mudah sakit nanti."

Kyu Hyun mengangguk mengerti dan mengikuti langkah Nyonya Lee saat wanita itu menghelanya untuk masuk kedalam rumah. Ia duduk dengan tenang di sofa hitam di ruang tamu sambil memakan cookies berbentuk beruang dan kelinci yang di sediakan oleh pelayan.

"Kyunie, to—"

"Kyu Hyun, bibi." Protes Kyu Hyun saat Nyonya Lee baru saja duduk di sampingnya.

Sekali lagi Nyonya Lee mengulum senyum. "Jja, tolong berikan ini pada Sung Min ya?" Nyonya Lee menyodorkan sebotol kecil vitamin ke hadapan Kyu Hyun. Dan walaupun Kyu Hyun masih sedikit kesal dengan ibu dari Sung Min noona-nya, ia tetap menerima botol tersebut dengan sedikit senyum tipis di bibirnya.

Lalu setelahnya Kyu Hyun melangkah meninggalkan kediaman Keluarga Lee. Jarak antara rumah mereka dengan taman yang berada di sekitar kompleks perumahan mereka tidaklah jauh, hanya beberapa meter di sebelah barat. Jika ditempuh dengan berjalan kaki mungkin tidak lebih dari sepuluh menit, tapi Kyu Hyun lebih senang bersepeda sebenarnya.

Kyu Hyun baru saja sampai di taman saat manik matanya melihat Sung Min dan dua teman perempuannya sedang adu mulut dengan empat orang anak laki-laki seusia Sung Min, mereka saling berhadapan dan berbicara dengan nada tinggi. Didorong oleh rasa ingin tahu akhirnya Kyu Hyun bergegas menghampiri Sung Min, namun baru empat langkah Kyu Hyun dikejutkan oleh pergerakan salah satu anak laki-laki itu yang mendorong Sung Min hingga terjungkal ke belakang.

Kyu Hyun melangkah tergesa menghampiri Sung Min, lebih tepatnya ke arah anak laki-laki yang tidak begitu tinggi dibandingkan teman-temannya yang lain. Lalu semuanya terasa begitu cepat, mereka hanya mendapati Kyu Hyun berada di atas tubuh bocah laki-laki yang telah menyakiti Sung Min dan memukul wajahnya.

Sementara itu, Sung Min tertegun dengan keterkejutan yang luar biasa, menatap tak percaya kejadian di depan matanya. Dan saat teman-teman perempuannya yang lain menjeritkan nama Kyu Hyun, Sung Min kembali pada kesadarannya. Melangkah tergesa menghampiri Kyu Hyun yang kini justru menjadi bulan-bulanan teman-teman laki-laki sepermainannya yang terkenal menyebalkan juga nakal. Jadi, sehebat apapun Kyu Hyun dalam ilmu bela diri, ia tetaplah bocah yang tidak lebih kuat untuk ukuran anak lain yang lebih tua dan besar darinya, hingga Kyu Hyun berakhir dengan luka memar di wajahnya.

.

.

.

"Noona?"

"Sung Min noona?!"

Kyu Hyun melambaikan tangannya di hadapan wajah Sung Min, lelaki itu menyernyit heran melihat Sung Min yang masih tak merespon panggilannya dari tadi, melamun entah memikirkan apa sambil seyum-senyum sendiri. Aneh.

Dengan perasaan gemas Kyu Hyun mengulurkan tangan dan mencubit pipi sedikit berisi Sung Min yang menggemaskan.

"Akkh!" Sung Min memekik antara kaget dan sakit. "Apa yang kau lakukan heh?"

"Aku memanggilmudari tadi, tapi noona seperti sedang berada di dimensi lain saja."

"A-ah.. Maaf." Sung Min berucap lirih yang hanya ditanggapi gumaman samar dari Kyu Hyun. Lelaki itu tengah sibuk membereskan kotak obat yang tadi dipakainya. Lalu Sung Min melirik ke arah telapak tangannya yang terbalut perban tebal, seperti ia tergores katana atau jenis pedang lainnya dan bukannya pisau. Membuat ia tanpa sadar terkikik geli melihat hasil kerja Kyu Hyun yang benar-benar berlabihan.

"Kenapa?" Lagi-lagi Kyu Hyun dibuat keheranan dengan tingkah Sung Min.

Sung Min mengulum senyum dan menatap Kyu Hyun dengan matanya yang berbinar. "Tidak, hanya... terimakasih." Sung Min berucap tulus, memamerkan deretan gigi putihnya yang tersusun rapih, juga dua gigi kelincinya yang lucu.

Kyu Hyun terkesiap sejenak sebelum kembali meraih pengendalian dirinya akibat serangan Sung Min yang tiba-tiba. "Ck, dari pada terimakasih lebih baik beri aku sesuatu."

"Apa? Hey, kau sendiri yang bersikeras membalut luka kecil ini." Sung Min menyodorkan tangannya di hadapan Kyu Hyun, "Ingat?" lalu ia melanjutkan dengan nada yang sengaja dibuat menyebalkan.

"Dasar pelit." Kyu Hyun berdecak remeh dan melangkah ke sudut ruangan untuk menaruh kembali obat yang tadi ia gunakan. "Setidaknya-" Kyu Hyun menoleh ke arah Sung Min yang masih duduk tenang di atas sofa. "berikan aku sebuah ciuman, noona~" Kyu Hyun melanjutkan, dengan nada yang dibuat-buat dan bibir yang dimonyong-monyongkan.

Dalam hati lelaki kelahiran Bulan Februari itu terkikik geli mendengar perkataannya barusan, membayangkan wajah memerah Sung Min karena kesal dan malu di waktu yang bersamaan. Ah.. jangan-jangan ia justru jadi sasaran amuk Sung Min lagi, membayangkan itu membuat Kyu Hyun bergidik ngeri.

Kyu Hyun terkesiap dan hampir terjungkal ke belakang saat ia berbalik dan mendapati Sung Min telah berada di belakangnya. Tiba-tiba saja lelaki itu menjadi gugup, setengah mati ia mengendalikan diri untuk tidak menyerang Sung Min atau paling tidak, tidak mencium gadis itu saat ini juga.

Untuk sesaat suasana menjadi sangat sepi, bahkan bunyi tik tik dari jam dinding terdengar ke penjuru ruangan. Mengabaikan suasana canggung akibat tindakannya, Sung Min mengulurkan tangan meraih wajah Kyu Hyun. Walau harus sedikit berjinjit mengiat lelaki di hadapannya itu lebih tinggi darinya. Sung Min mendekatkan wajahnya dan mencium sekilas pipi kiri Kyu Hyun.

Dan jangan tanyakan bagaimana reaksi lelaki remaja itu sekarang. Dia hanya mampu berdiri dengan tampang bodoh, mengerjapkan matanya berkali dengan wajah memerah. Hell, ia tidak pernah berpikir sejauh ini jika Sung Min akan benar-benar menuruti perkataan main-mainnya.

Ya Tuhan~ Mimpi apa aku semalam?!

Hanya untuk beberapa saat waktu berjalan begitu lambat, bahkan keduanya seperti dapat mendengar deru nafas yang berhembus perlahan, atau kedipan mata yang seperti malu-malu menyembunyikan obsidian penuh pesona.

Lalu Sung Min menyadari rona merah dan tampang malu-malu bodoh Kyu Hyun yang entah bagaimana terlihat luar biasa di matanya. Kenapa laki-laki itu menampakan wajah seperti itu? Lagi pula bukankah hal seperti ini biasanya? Bahkan Kyu Hyun pernah melakukan yang lebih dari apa yang ia lakukan barusan. Lalu kenapa…

Keduanya hanyut dalam atmosfer yang mereka berdua ciptakan tanpa sadar. Hingga entah bagaimana, atau siapa yang mulai bergerak mendekat, mengeliminasi jarak dan mentap dengan dalam obsidian yang tersaji di hadapan mereka. Sung Min memejamkan matanya lebih dulu, membiarkan bibir tebal Kyu Hyun mengklaim bibir tipisnya untuk beberapa saat.

Sementara itu, Kyu Hyun dan gejolak dalam dirinya—yang berusaha ia tahan, menyesap rasa manis dari bibir tipis Sung Min. Bergerak perlahan seperti itu adalah hal berharga yang mudah rusak karena gerakan tiba-tiba yang tidak bisa dipertanggung jawabkan, menyesap tiap jengkal dari rasa manis yang menggoda. Hanya hitungan menit yang terasa sekejap namun meninggalkan sensasi untuk mengulang.

Kyu Hyun membuat jarak tipis demi menatap wajah ayu Sung Min, memerah dan terlihat berjuta kali lipat lebih cantik dan manis dari biasanya. Oh.. Kalimat hiperbolis orang yang sedang jatuh cinta. Kyu Hyun mengulurkan tangan meraih wajah Sung Min, tak melepaskan pandangan satu sama lain.

Sung Min merasa gugup, mungkin ia akan meleleh karena apa yang terjadi barusan. Ciuman Kyu Hyun yang lembut namun menuntut, juga tatapan laki-laki itu yang tajam, memenjarakannya dalam keterpesonaan tanpa batas. Sung Min tidak yakin akan ada jalan ke luar atas itu, namun entah mengapa rasanya ia tak akan menolak untuk terpenjara selamanya.

Dan saat serangan itu datang lagi, menyentuhnya lebih dalam dari sebelumnya, Sung Min telah siap. Ia membiarkan Kyu Hyun bergerak lebih menuntut, merengkuh pinggangnya dengan sebelah tangan, sementara tangan yang lain meraih wajah Sung Min untuk lebih dekat.

Sung Min hampir melelh dan mungkin saja terjatuh dengan kedua lutut yang lemas saat lidah terampil Kyu Hyun menyerangnya lebih dalam, mengabsen tiap jengkal yang mampu disapu. Sung min tak akan menampik jika ia menikmati perlakuan Kyu Hyun terhadapnya, bagaimana lelaki itu merengkuhnya posesif juga bagaimana lelaki itu membuatnya lemas dengan ciumannya. Hingga tanpa bisa Sung Min kendalikan lagi, ia menginginkan lebih.

"Engghhh..." Sung Min melenguh dalam ciumannya saat jarak tipis itu mulai tak bercelah, membuatnya sesak akibat cumbuan Kyu Hyun juga oksigen yang menipis dalam paru-parunya. Jadi, mempertimbangkan jika pingsan karena kehabisan napas saat berciuman adalah hal yang memalukan, Sung Min mengepalkan tangannya den memukul punggung Kyu Hyun.

Namun sial bagi Sung Min karena laki-laki remaja itu bahkan tak menggubris protes kecil yang Sung Min layangkan, Kyu hyun larut begitu dalam dengan permainan yang ia ciptakan sendiri. Sekali lagi Sung Min memukul punggung Kyu Hyun namun hasilnya tetap sama, hingga akhirnya Sung Min meraih rambut belakang Kyu Hyun dan menjambaknya sekuat tenaga.

"Akkh!" Kyu Hyun melayangkan protes lewat tatapan matanya. Dan Sung Min hampir membuka suara namun urung saat ia melihat untaian benang tipis saliva dari sudut bibir Kyu Hyun, entah milik siapa.

Sung Min membuang muka ke sembarang arah. "Maaf." Sung Min berucap lirih.

"Tidak apa-apa." Kyu Hyun melirik Sung Min dari sudut matanya dan dengan pengendalian diri yang baik ia mampu mengalihkan rasa gugup yang menyergapnya walau hanya sesaat. "Maaf, aku lepas kendali. Aku akan ke kamar dan memakai pakaian dulu" Lalu setelahnya Kyu Hyun beranjak menuju kamarnya, meninggalkan Sung Min dan kecanggungan yang lain diantara keduanya.

Kyu hyun tak berhenti mengumpati dirinya bahkan setelah ia berada di dalam kamar, merutuki kebodohannya yang bisa kelepasan mencium Sung Min. Jika saja gadis itu tidak mejambak rambutnya apa yang akan terjadi selanjutnya antara dirinya dan Sung Min.

Sementara itu, Sung Min tidak berhenti mengibas-ngibaskan wajahnya yang terasa panas. Disatu sisi ia merutuki kelakuannya yang dengan mudah menerima Kyu Hyun sementara di sisi yang lain ia merutuki tindakannya yang merusak suasana dengan menjambak rambut Kyu Hyun. Tapi jika dipikir-pikir lagi, salah laki-laki itu sendiri yang tidak menyadari protesnya. Iya, ini semua salah Kyu Hyun!

—oOo—

Siang itu Sung Min sedang berada di sebuah kafe di seberang universitasnya. Memesan sebuah lemon squash juga sepotong cake cokelat yang sama sekali tidak tersenyuh kecuali beberapa suap dan sedikit sekali dari minumannya. Teman-teman satu fakultasnya memandang Sung Min jengah melihat tingkah idiot Sung Min yang seperti tidak kenal lelah.

"Sudahlah Sung Min-ah, itu bukan masalah besar oke?" Ki Bum, gadis berkulit putih dan berparas cantik itu mengomentari kelakuan gadis kelinci itu untuk kesekian kalinya.

"Itu masalah besar Ki Bum-ie, Sung Min merusak suasana." Itu suara Ryeo Wook, gadis mungil dengan pemikiran kelewat polos yang kadang bisa sangat menyebalkan.

"Kim Ryeo Wook, tutup saja mulutmu. Ck!" Seorang yang lain berdesis memperingati.

Ryeo Wook menoleh dengan wajah polos yang justru terlihat menyebalkan saat ini oleh lawan bicaranya. "Apa? Bukankah Sung Min sendiri yang bilang itu?"

Hyuk Jae—atau yang akrab disapa Eun Hyuk, gadis mungil lainnya, si ketua klub dance di kampus mereka, mendelik galak ke arah Ryeo wook. Untung saja temannya itu manis dan polos, juga mengingat mereka adalah teman baik membuatnya urung melakukan tindakan kekerasan pada gadis yang paling muda di antara mereka.

"Sudahlah Minie-ya, untuk apa kau pikirkan hal yang sudah terjadi, hanya menyulitkan dirimu."

Sung Min menaikan wajahnya dan menatap Eun Hyuk. "Tapi~"

"Kau kebanyakan tapi Lee Sung Min." Ki Bum memotong ucapan Sung Min dengan pedas. "Lag pula, jika kuingat-ingat lagi, kau sebelumnya mengatakan jika kalian hanya teman kecil yang tidak mungkin memiliki hubungan spesial jenis apapun. Jadi—" Ki Bum menunjuk Sung Min menggunakan sendok cake miliknya. "Katakan pada kami hubungan macam apa yang bisa dijalin dua teman kecil yang berciuman dengan mesra layaknya kekasih heum?"

Sung Min menelan ludah gugup saat Ki Bum menatapnya penuh intimidasi sambil memutar-mutar sendok dalam ganggamannya. Ki Bum dalam mode detektif. "I-itu... Ka-kami, maksudku aku..."

"Kau menyukainya." Eun Hyuk melirik Sung Min yang terlihat lebih gugup. "Benar?" Eun Hyuk melontarkan pertanyaan penuh tuntutan.

Sung Min hanya dapat menganggukan kepalanya tanpa berani menatap wajah teman-temannya, menusuk-nusuk cake menjadi seuatu yang tak layak konsumsi.

"Lalu apa masalahnya?" Ki Bum bertanya heran. Terang saja, memang apa salahnya dua orang yang saling menyukai berciuman, maksudnya adalah, itu hal yang mungkin wajar untuk Kyu Hyun mengingat ia melewati masa transisi remajanya di lingkungan seperti itu dan lagi pula hal itu sudah hampir menjadi biasa untuk gadis-gadis seumuran mereka dengan pergaulan yang jauh lebih modren.

Dan semua itu adalah pemikiran juga analisa seorang Kim Ki Bum, hasil dari mendengar cerita Sung Min yang akhir-akhir ini hanya berisi tentang bocah bernama Cho Kyu Hyun. Lagi pula orang gila mana yang tidak menyadari kelakuan modus bocah Cho itu terhadap Sung Min, oh satu orang—orang yang berhubungan langsung dengan bocah itu sendiri, Lee Sung Min. Dan demi Tuhan, bahkan Ryeo Wook saja mampu memperkirakan hal yang sama.

"Tentu saja masalah." Sung Min mendesah frustasi dan di respon dengan decakan malas dari teman-temannya, di waktu yang bersamaan.

Mereka sudah mendengar cerita itu sebanyak lebih dari lima kali hari ini, bagaimana Sung Min dan Kyu Hyun makan malam dengan suasana canggung yang luar biasa.

"Kau ini sebebnarnya kenapa?" Eun Hyuk bertanya setelah berhasil menelan potongan terakhir dari macaroon miliknya. "Bukankah akan lebih mudah untuk dijalani kalau kau sendiri sudah mengakui dengan sadar jika kau memang menyukainya?" Eun Hyuk melanjutkan, dengan mulut penuh macaroon yang mungkin saja bisa menyembur ke luar. Bahkan Ryeo Wook sudah menjaga jarak agar tidak terkena cipartan macaroon dari gadis itu, mejijikan.

"Itu masalahnya Hyukie, aku mungkin saja menyukainya tapi bagaimana dengan Kyu Hyun sendiri? Maksudku adalah, Kyu Hyun menghabiskan lima tahun di negara seperti Italia yang mungkin saja hal seperti ini adalah sesuatu yang biasa untuknya."

"Maksudmu Kyu Hyun mempermainkanmu?" Eun Hyuk bertanya dengan tidak yakin.

"Eun Hyuk akan menghajar Kyu Hyun hingga babak belur jika itu memang benar, jadi kau tidak perlu khawatir." Ryeo Wook mengulurkan tangannya dan mengusap lengan kanan gadis itu ringan, posisinya adalah yang paling dekat dengan Sung Min yang berada di sisi sebelah kanannya. "Iya kan Eun Hyuk-ah?" Lalu pandangannya beralih pada Eun Hyuk yang berada di depannya, gadis pencinta seni tari itu mengerling malas ke arah Ryeo Wook.

"Jangan dengarkan magnae bodoh itu." Ki Bum melontarkan ucapan pedasnya. Matanya melirik galak Ryeo Wook hingga membuat bungsu diantara mereka itu mengkeret tak berani menyela walau bibirnya sudah hampir terbuka.

"Lagi pula Sung Min." Ki Bum melanjutkan. "Kau dan isi kepala mungilmu itu belum tentu benar. Kau selalu lebih senang berspekulasi negatif dari pada membuktikannya dengan jelas. Ingat dengan malah terakhir kita? Itu semua karena kau dan isi kepala mungilmu yang menyusahkan itu."

Kini giliran Sung Min yang mengkeret di bangkunya. Ki Bum dan mulut pedasnya itu memang selalu mengatakan hal yang selalu bisa memojokan Sung Min. Dan ia ingat betul masalah yang harus mereka hadapi karena ia lebih memilih berdiam diri ketimbang mencari tahu kebenaran tentang masalah itu, dan berakhir dengan mereka—terutama dirinya, yang harus menanggung malu karena salah paham.

"Sudahlah Ki Bumie, dari pada mengomelinya harusnya kita mencarikannya solusi." Eun Hyuk berusaha menengahi. "Dan Sung Min, Ki Bum ada benarnya, kau harus memastikan semua spekulasi yang mungkin saja sedang bergentayangan di dalam pikiranmu. Jangan sampai kau salah paham lagi, mengerti?"

Sung Min menganggukan kepalanya sekilas sebelum meraih gelas lemon squash yang tidak berkurang banyak isinya. "Tapi bagaimana caranya?" Sung Min bertanya lirih, memainkan ujung sedotan di celah bibirnya.

"Tanyakan saja apakah Kyu Hyun juga menyukaimu atau tidak." Semua orang di meja itu sontak melirik pemilik gagasan tersebut—Kim Ryeo Wook, yang bahkan hanya memandang ketiga temannya bingung. "Kenapa?"

Eun Hyuk memandang magnae mereka penuh binar, Ki Bum hanya tersenyum tipis, sementara Sung Min sudah mendelik heboh.

"Kali ini aku setuju dengan Ryeo Wook." Ucap Eun Hyuk dan Ki Bum hampir bersamaan.

"Tapi aku tidak." Sung Min menyergah lantang. Mendelik tidak setuju ke arah teman-temannya yang sepertinya memiliki pemikiran yang sama. Yang benar saja, bagaimana bisa ia mengatakan hal seperti itu. Kyu Hyun-ah, apa kau menyukaiku. Atau, Kyu Hyun-ah, aku menyukaimu, apa kau juga menyukaiku? Tidak! Tidak! Sung Min menggelengkan kepalanya heboh sebelum—

TAK!

—sebuah sendok kecil mendarat mulus di dahinya.

Sung Min mengangkat wajahnya dan bertemu tatap dengan Ki Bum yang melotot galak. "Apa?!" ki Bum menyembur galak bahkan sebelum ia melontarkan perotes. "Sudah kukatakan, kau dan isi kepala mungilmu."

"Ki Bum-ah" Eun Hyuk memperingati, ia selalu jadi penengah kalau-kalau Ki Bum sudah berbuat kekerasan seperti yang baru saja ia lakukan kepada Sung Min. "Minie, sebenarnya tidak ada yang salah dengan ide Ryeo Wook. Mungkin memang... yaah, sedikit tidak lazim tapi, ini juga demi dirimu. Kau tidak mungkin akan terus dalam keadaan seperti ini dengan Kyu Hyun. Setidaknya jika kalian saling mengetahui perasaan masing-masing kau tidak perlu menyiksa dirimu sendiri dengan tidak tidur hampir semalaman atau—" Eun Hyuk melirik piring cake milik Sung Min. "Tidak makan dengan teratur."

Sung Min memandang Eun Hyuk dengan mata berkaca-kaca, persis seperti seekor kucing mungil lucu yang minta di bawa pulang dan di berikan tempat tidur dari bulu-bulu angsa. "Aku tidak tahu~" Sung Min berkata hampir terdengar putus asa, menelungkupkan wajahnya di lipatan tangan di atas meja, sementara yang lain mendesah pasrah dengan tingkah Sung Min yang terkadang kekeras kepalaannya mampu membuat mereka harus ekstra sabar, terutama untuk Eun Hyuk dan terlebih lagi Ki Bum.

Dan bukannya Sung Min sama sekali tidak memikirkan ucapan teman-temannya, biar bagaimana pun mereka adalah teman terbaik yang pernah ia miliki, walau terkadang Ryeo Wook bisa membuatnya ingin membuang gadis itu ke Antartika karena ucapan-ucapan polosnya atau Ki Bum yang mampu menyudutkan siapa saja dengan ucapannya yang tajam, dan Sung Min berpikir hanya Eun Hyuk lah orang yang paling normal diantara mereka berempat. Tapi ia hanya sedang tak mampu untuk berpikir jernih, walau setidaknya ia mendengarkan dengan baik apapun yang mereka katakan saat ini.

Eun Hyuk mengulurkan tangannya dan mengusap lembut surai hitam Sung Min. "Sung Min-ah, apa yang sebenarnya menahanmu?"

"Aku..." Sung Min menahan ucapan ragu-ragunya, ia melirik Eun Hyuk sekilas lalu beralih pada yang lain. "Kami mempunyai jarak, aku tidak yakin apakah dia— Lagi pula, setelah sekian lama akhirnya kami bertemu kembali, aku tidak ingin mengambil resiko. Setidaknya tidak untuk sekarang."

"Jae Joong eonni saja tidak masalah berpacaran dengan Yunho." Ryeo Wook angkat suara, walaupun dengan volume yang kecil, takut jika diserang oleh putri salju galak.

"Aku setuju dengan Wookie, angka tidak selalu menjadi penentu suatu hubungan akan terus berjalan atau tidak. Yang menjadi masalah adalah sikap plin-plan dan keras kepalamu itu Lee Sung Min." Ki Bum bersungut-sungut menanggapi. Rasanya ia kesal sendiri meladeni tingkah Sung Min yang seperti hidup segan mati tak mau. Tidak satu atau dua kali mereka mengatakan macam-macam nasehat atau setidaknya kata-kata untuk menenangkan dan meyakinkan Sung Min, namun hasilnya nihil.

"Ki Bum." Dan untuk kesekian kalinya Eun Hyuk turun tangan untuk menenangkan Ki Bum yang terlihat geregetan sendiri menghadapi teman mereka ini. Ki Bum tidak bisa disalahkan jika pada akhirnya ia merasa kesal sendiri, tapi yang mereka hadapi ini Sung Min, Lee Sung Min yang walau berpikir semalaman tidak akan menghasilkan satu pun jalan keluar dari masalah yang berhubungan dengan perasaan, karena antara logika dan perasaannya sangat sering tidak sejalan.

"Aku sudah mencoba bersabar menghadapinya, tapi apapun yang kita katakan untuk membantunya dia selalu punya jawaban untuk menyanggah semua itu dan berakhir sia-sia."

Eun Hyuk mendesah lelah melihat Ki Bum meraih gelas minumannya dengan kasar sambil membuang muka. "Dengar Sung Min, kami menemanimu di sini untuk memberimu saran atau apapun yang mungkin dapat sedikit membantumu, dan semua tidak akan berguna jika kau sendiri tidak ingin menyelesaikan hal ini. Setidaknya cobalah sesuatu untuk membuat keadaanmu lebih baik. Kau mengerti?"

Sung Min sudah berkaca-kaca dan mungkin saja air matanya sudah mengalir jika Ryeo Wook tidak lebih dulu menyodorkan selembar tisu ke arahnya. Mendengar bagaimana Eun Hyuk mencoba memberinya pengertian dengan nada yang begitu lembut, juga teman-temannya yang lain yang telah sudi menemaninya, rasanya ia patut bersyukur kedapa Tuhan karena telah diberikan teman-teman seperti mereka.

—oOo—

Sung Min memandang kosong ke arah pintu berpernis cokelat di hadapannya, langit merefleksikan senja keunguan cantik yang memikat mata. Ini adalah hari ketiga setelah kecelakaan goresan pisau dan berakhir dengan mereka yang berciuman. Sejak malam itu Sung Min tetap memasakkan Kyu Hyun makan malam tapi semuanya tidak berjalan normal, mereka selalu terjebak dalam kecanggungan. Sebenarnya Kyu Hyun sudah berusaha dengan keras untuk membuat semuanya terlihat baik-baik saja, hanya saja Sung Min begitu bingung harus bagaimana menghadapi Kyu Hyun hingga sering kali berakhir dengan Sung Min yang menghindari Kyu Hyun. Lagi pula, setiap kali berhadapan dengan lelaki itu atau bahkan hanya memandangnya dari jarak jauh sekalipun, kilasan tentang kejadian itu berputar cepat seperti roller coaster di kepalanya.

Sung Min menghembuskan nafas perlahan dari mulutnya sebelum meraih gagang pintu di hadapannya, ia telah memegang kunci rumah yang sengaja Kyu Hyun titipkan padanya. Perlahan Sung Min membuka pintu itu dan mendorongnya, melangkah masuk dengan langkah kecil-kecil seringan bulu agar tak menimbulkan suara. Matanya mengitari setiap sudut yang bisa dijangkau namun ia tak menemukan Kyu Hyun dimana pun, ini sesuai dengan harapannya. Bukannya ia tidak menghargai pendapat teman-temannya yang berusaha membantu masalahnya, hanya saja ia belum siap menghadapi Kyu Hyun secara terang-terangan, dan entah kapan siapnya.

Dengan langkah yang lebih ringan Sung Min berjalan menuju dapur untuk mempersiapkan makan malam, ia harus bekerja cepat agar makanan yang ia siapkan selesai sebelum Kyu Hyun pulang ke rumah. Jadi dengan cekatan Sung Min mengeluarkan bahan makanan dari dalam kulkas dan mengolahnya.

Sebenarnya ia tak ingin menghindari Kyu Hyun seperti ini tapi ia lebih tidak ingin terjebak kecanggungan seperti kemarin atau kemarinnya lagi saat mereka makan di meja yang sama, dan sialnya lagi, yang membuat suasana menjadi canggung adalah dirinya sendiri. Itu bukan salah Sung Min, gadis itu hanya terlalu gugup dan bingung harus bersiap seperti apa, sementara Kyu Hyun terlihat baik-baik saja. Biar bagaimana pun—menurut Sung Min, mereka tidak bertemu untuk waktu yang lama, banyak hal yang mereka tidak ketahui satu sama lain, terlebih Kyu Hyun tumbuh menjadi remaja yang penuh dengan pesona diumurnya yang bahkan baru lima belas tahun, juga bagaimana laki-laki itu bersikap sungguh diluar dugaan Sung Min, terkadang bisa terlihat begitu manja dengan sifat kekanak-kanakkannya, kadang bisa terlihat dewasa melebihi umurnya. Semuanya terasa mengejutkan untuk Sung Min hingga rasanya tidak seharusnya mereka bergerak sejauh ini dalam waktu yang sangat cepat.

Sung Min begitu larut dalam kegiatannya, terutama dalam lamunannya hingga tak menyadari kedatangan laki-laki yang entah sejak kapan mendominasi pikirannya. Datang dengan mengendap-endap di rumahnya sendiri hanya karena Sung Min yang terlihat begitu larut dalamkegiatannya. Kyu Hyun sebenarnya akan pulang telat karena beberapa kegiatan ekstrakulikuler yang akan menghadapi turnamen, dan sebagai murid baru yang mengharapkan prestasi menonjol Kyu Hyun harus berusaha lebih keras untuk dapat mewujudkannya, namun beruntungnya beberapa urusan tersebut selesai lebih cepat dari yang ia perkirakan.

GREP!

"Kyyaaaa..." Sung Min memekik kaget. Mengabaikan keterkejutan gadis dalam rengkuhannya, Kyu Hyun semakin mengeratkan pelukannya di tubuh Sung Min.

"Apa menu makan malam hari ini?" Kyu Hyun memeluk ringan tubuh ramping Sung Min, tak dapat menahan senyumnya saat tiba-tiba pemikiran aneh terlintas di kepalanya, bahwa ia dan Sung Min terlihat seperti pengantin baru yang mesra.

Sung Min menyentak tangan Kyu Hyun di tubuhnya dan membalikan badan. "Apa yang kau lakukan heh?! Sudah kukatakan jangan suka bersikap seenaknya, muncul tiba-tiba dan memelukku dari belakang. Kalau aku terluka lagi bagaimana? Ini saja baru sembuh."

Kyu Hyun memundurkan badannya sedikit, merasa sedikit takut melihat Sung Min yang mengomel sambil mengacungkan pisau. Kyu Hyun mengulurkan tangan dan menghela Sung Min untuk menurunkan tangannya yang menggenggam pisau dapur. "Noona, suaramu merusak telingaku."

"Apa?!"

"Ah sudahlah, lebih baik aku mandi saja." Dengan langkah ringan Kyu Hyun beranjak menuju kamarnya. Niatnya menggoda Sung Min agar gadis itu bersikap manis sedikit saja—setelah membuat sia-sia usahanya untuk membuat segalanya terlihat normal setelah kejadian beberapa hari yang lalu, tapi reaksi gadis itu tidak sesuai harapannya.

Sementar Sung Min, menatap punggung Kyu Hyun yang menjauh dengan pandangan tak terbaca. Kenapa Kyu Hyun selalu bersikap seenaknya seperti itu? Itu hanya membuatnya semakin bingung harus bagaimana dalam bersikap jika di depannya nanti. Lagi pula, bukankah harusnya Kyu Hyun pulang terlambat?

Laki-laki itu sendiri yang bercerita ini itu tentang persiapan turnamen beberapa kegiatan ekstrakulikuler yang diikutinya di sekolah walaupun ditanggapi seadanya oleh Sung Min.

Sung Min tersentak kaget saat bunyi ponsel di atas meja makan berdering nyaring. Mengulurkan tangan dan meraih ponsel putih tersebut, Sung Min mengusap layar dan melihat ada pemberitahuan dari Line. Lalu hal yang tidak pernah ia duga terpampang jelas di hadapannya, sebuah pesan dari Italia. Itu adalah ponsel Kyu Hyun, karena jenisnya sama Sung Min berpikir jika itu adalah miliknya, namun pesan yang ada di dalam ponsel tersebut yang mengganggunya.

Sebuah foto dimana Kyu Hyun dan seorang gadis tidur bersama di atas kasur, bahkan Kyu Hyun terlihat tidak mengenakan pakaian karena selimut yang menutupi tubuhnya hanya bertengger manis sebatas dada, memperlihatkan pundak dan tulang selangka Kyu Hyun yang putih pucat. Sementara si gadis, wajahnya terhalang rambut panjang pirangnya, kepalanya bersandar di pundak Kyu hyun sementara keadaannya tak berbeda jauh dengan Kyu Hyun sendiri. Selimut hanya menutupi sampai bagian dadanya dan mempertontonkan pundak dan tulang selangkahnya yang putih mulus. Melihat itu mau tak mau Sung Min berasumsi yang tidak-tidak tentang keadaan keduanya di balik selimut.

Pandangan Sung Min memburam, tertutup dengan lapisan air mata yang kapan saja siap turun membasahi wajahnya. Ia hampir sesak nafas dan sebelum ia benar-benar kahabisan nafas, Sung Min melangkah pergi dari tempatnya. Mengabaikan ponsel Kyu Hyun yang ia taruh begitu saja di atas meja, masih menampilkan foto yang sama yang baru saja ia lihat.

—oOo—

Sung Min membantingnya dirinya di atas kasur begitu memasuki kamar dengan nuansa merah muda miliknya. Mengabaikan air mata yang kini sudah membasahi bantal miliknya, ia menumpahkan seluruh rasa sesak yang tiba-tiba menyerangnya. Rasanya ia benar-benar bodoh dengan dirinya sendiri, kenapa tidak pernah terpikirkan olehnya barang sakali pun jika mungkin saja Kyu Hyun memiliki kekasih di sana.

Itu memang hal wajar, Kyu Hyun telah tinggal lima tahun di sana dan rasanya tidak mungkin jika lelaki itu tidak memiliki seorang kekasih, atau paling tidak seseorang yang ia sukai. Mengabaikan fakta jika usianya masihlah lima belas tahun, Kyu Hyun tetaplah anak laki-laki remaja yang memiliki pesona lebih dari mereka yang seusianya. Sebagai seorang lelaki Kyu Hyun memiliki daya tarik yang tidak bisa diabaikan begitu saja oleh lawan jenisnya, termasuk Sung Min.

Dan jika diingat-ingat lagi, Kyu Hyun sepertinya memang sudah terbiasa bersentuhan dengan seorang gadis, mungkin saja bukan jika lelaki itu memiliki banyak mantan kekasih atau bahkan gadis-gadis yang bersetatus sebagai kekasihnya. Terbiasa dengan ciuman dan selalu terlihat percaya diri.

"Pasti karena bukan yang pertama kali untuknya." Monolog Sung Min dengan suara lirih di sela isakannya. "Tapi tetap saja..." Rasanya Sung Min tak rela melihat Kyu Hyun bersama dengan gadis lain. Haah... Apakah benar jika ia sudah jatuh hati dengan Kyu Hyun dalam waktu sesingkat ini?

Sementara itu, Nyonya dan Tuan Lee yang tengah berada di meja makan memandang heran putri mereka yang berlari memasuki rumah, bahkan mengabaikan seruan mereka. Dan sudah menjadi kebiasaan Sung Min untuk tidak di ganggu saat keduanya mendengar suara bantingan pintu. Walau diliputi rasa penasaran tapi mereka memilih mendiamkan putri sulung mereka untuk sekedar bertanya apa yang sebenarnya terjadi, Sung Min bukan lagi anak kecil yang harus didikte untuk melakukan ini dan itu.

"Biarkan saja, nanti ia pasti akan bercerita padamu." Bujuk Tuan Lee pada istrinya yang terlihat khawatir. Dua perempuan terkasihnya itu memang memiliki sisi sensitif yang terkadang membutuhkan perhatian ekstra.

Baru saja kedua tuan rumah itu kembali pada kesibukan mereka sebelumnya saat suara bel mengagetkan mereka, dan jika itu adalah anak bungsu mereka maka Sung Jin tidak perlu repot-repot menekal bel, ia bisa langsung masuk.

"Biar aku saja." Tuan Lee menginterupsi sang istri yang terlihat ingin beranjak dari dapur. Dan betapa herannya pria yang mulai terlihat ubannya itu saat Kyu Hyun berdiri di dapan pintu rumahnya. "Kyu Hyun-ah?"

"Paman, apa Sung Min noona ada?"

"Ya, dia di kamarnya tapi—"

"Baiklah, kalau begitu permisi ya paman." Dengan seenak jidat setelah ia memotong ucapan Tuan Lee, Kyu Hyun bergegas menuju kamar Sung Min di lantai dua. Meninggalkan Tuan Lee yang hanya dapat menggelengkan kepala melihat tingkah Kyu Hyun yang tak banyak berubah di matanya.

Kyu Hyun terdiam untuk beberapa saat di depan pintu kamar Sung Min sebelum akhirnya ia memutuskan untuk mengetuk pintu dengan warna putih tersebut.

TOK!

TOK!

TOK!

"Noona, ada apa? Kenapa tiba-tiba pulang?" Kyu Hyun kembali menunggu beberapa saat, hanya bedanya ia menunggu sahutan dari dalam kamar, namun setelah menunggu satu menit ia tak juga mendengar suara Sung Min.

"Noona ayo buka pintunya." Suara Kyu Hyun terdengar membujuk.

"Tidak!" Sung Min berucap sepontan. Saat ini ia benar-benar tidak ingin melihat wajah Kyu Hyun, ia harus benar-benar menyiapkan hatinya terlebih dahulu jika ingin bertemu dengan lelaki yang lebih muda darinya itu. Sung Min memeluk guling erat, mencoba menahan isakan yang akan keluar. Ia tak ingin terlihat lemah saat Kyu Hyun berada di balik pintu kamarnya, atau nanti lelaki itu bisa mendengar suara tangisannya.

"Noona, ayolah buka pin—"

"Diam dan pergilah!"

Kyu Hyun meringis mendengar bentakan Sung Min yang memotong kalimatnya, juga karena suara gadis itu yang terdengar serak. Menghela nafas sejenak sebelum membuka suara sekali lagi, "Apa kau melihat pesan Line di ponselku?" Kyu Hyun kembali diam sejenak untuk memastikan sahutan dari dalam. "Noona, kau salah paham. Dia itu laki-laki."

Sung Min tersentak, untuk sesaat ia memikirkan segala kemungkinan yang terlintas di kepalanya. Laki-laki? Jadi maksudnya Kyu Hyun…..

"Noona, kumoh—"

"Diam! Kau pikir aku anak kecil yang bisa dibodohi heh?!" Sung Min beranjak dan menghampiri pintu tanpa niatan untuk membukanya, berteriak seakan-akan yang ia hadapi adalah sosok Kyu Hyun tanpa penghalang. "Dia itu kekasihmu kan? Jadi jangan mengelak dan sudahi saja, aku ini bukan gadis yang bisa kau mainkan seenakmu!"

"Memainkanmu apanya?!" Kyu Hyun tak peduli jika suaranya terdengar oleh orangtua Sung Min, lagi pula gadis itu sendiri yang lebih dulu berteriak dari dalam kamar dan menyulut emosinya.

Untuk beberapa saat suasana menjadi senyap, Kyu Hyun menghela nafas dan menghembuskannya dari mulut perlahan-lahan, mencoba mengendalikan emosi yang hampir hilang kendali. "Sudahlah, buka pintunya dan dengarkan penjelasanku."

Sung Min mengerjap mendengar perubahan intonasi Kyu Hyun. Mengusap air mata di wajahnya, Sung Min perlahan meraih gagang pintu dan menariknya ke dalam. Ada saat dimana gadis itu merutuki dirinya sendiri yang dengan mudah menuruti perkataan Kyu Hyun, seperti saat ini. Pintu terbuka dan menampakan sosok Sung Min dan Kyu Hyun yang berhadapan dalam kebisuan. Sung Min dengan mata sembabnya melirik ke lantai dari balik bulu matanya yang basah, menggigit bibirnya yang sesekali terdengar isakan kecil sisa dari menangis hebatnya sesaat lalu. Sementara Kyu Hyun jauh lebih baik tentu saja, ia memandang dalam diam gadis di hadapannya lewat manik matanya yang menyorotkan ketidak sukaan atas kondisi Sung Min saat ini.

Kyu Hyun meringis menyadari jika yang membuat gadis di hadapannya menjadi seperti ini adalah dirinya sendiri dan bukan orang lain. Perlahan Kyu Hyun mengulurkan tangannya dan menggenggam tangan Sung Min untuk ia bawa menyentuh dadanya—tapat dimana jantungnya berada, dan menghasilkan sentakan kecil untuk pemilik tangan itu.

Sung Min menatap tangan dan wajah Kyu Hyun bergantian, menyernyit bingung dengan apa yang dilakukan Kyu Hyun. Namun untuk sesaat ia menemukan jawaban dari ketidak tahuannya, menoleh tepat ke wajah Kyu Hyun yang menatapnya begitu dalam.

Jantung Kyu Hyun berdebar kencang.

"Apa kau merasakannya? Dari dulu aku selalu berdebar-debar seperti ini saat berada di dekatmu, bahkan hanya dengan memikirkanmu saja aku bisa seperti ini." Kyu Hyun menatap dalam mata Sung Min yang hanya menatap Kyu Hyun dengan sorot mata tak terbaca. "Aku tidak pernah main-main, tidak jika itu menyangkut dirimu." Kyu Hyun mengangkat sebelah tangannya yang bebas untuk menyampirkan helaian rambut Sung Min di telinga gadis itu. "Sama sekali tidak terpikirkan olehku untuk berciuman atau melakukan hal lainnya dengan gadis lain selain kau."

"Lalu… Gadis itu?" Sung Min bertanya sepontan, mengabaikan tangannya yang masih di genggam Kyu Hyun dan bertengger manis di dada pria itu, juga sebelah tangan Kyu Hyun yang lain yang tengah memainkan helaian rambutnya.

Kyu Hyun terkekeh pelan mendengar pertanyaan Sung Min. Kyu Hyun menghentikan kegiatan menyenangkan—menurutnya, pada helaian rambut halus Sung Min demi merogoh saku celananya dan meraih ponsel putihnya. Memperlihatkan aplikasi Line dan pesan yang masuk di sana, sebuah foto lain seseorang yang Sung Min lihat dan Sung Min kira adalah seorang gadis, berpose setengah telanjang—mempertontonkan tubuh bagian atasnya yang putih, di depan cermin.

"Dia laki-laki kan?" Kyu Hyun menyodorkan ponselnya tepat di depan wajah Sung Min. Dan bagaimana gadis kelinci itu melotot lucu adalah hal yang menyenangkan—yang lain dari Sung Min, untuk Kyu Hyun perhatikan.

Sung Min masih mengerjap-ngerjapkan matanya tak percaya saat Kyu Hyun menarik kembali ponselnya dan memasukannya ke dalam sakunya. "I-itu tadi…." Sung Min tak mampu melanjutkan ucapannya yang terasa tertahan di ujung lidah.

"Dengar," Kyu Hyun menjeda ucapannya dan meraih wajah Sung Min dalam telapak tangannya. Ibu jarinya ia gunakan untuk mengusap pipi berisi Sung Min yang mulus tanpa cela. "Aku tidak akan meninggalkan Italia dan kembali ke sini tanpa tujuan yang jelas, aku tidak akan memaksa kedua orangtuaku memberikan ijinnya jika hanya untuk main-main. Itu karena aku tak bisa menunggu lebih lama lagi."

Secara tiba-tiba Kyu Hyun mengeliminasi jarak di antara mereka, menyisakan jarak yang tidak seberapa antara wajah keduanya. "Sung Min noona, aku tak bisa menunggu lagi. Aku mencintaimu."

Lalu jarak itu sekejap saja menjadi seperti semilir angin lalu saat Kyu Hyun meraih bibir tipis Sung Min dan mengklaimnya. Bergerak lembut penuh tuntutan manis di atas bibir Sung Min yang telah menjadi candunya sejak pertama kali ia mencicipinya. Kyu Hyun mendominasi, membawa tautan tangan mereka yang semula bertengger manis di dadanya untuk merapat pada dinding seirama pergerakan tubuh mereka. Sementara tangannya yang lain ia gunakan untuk merengkuh pinggang Sung Min yang menjadikan mereka hampir tanpa jarak.

Kyu Hyun menahan tangan Sung Min dalam genggamannya di samping wajah gadis itu dan merapatkan tubuh mereka ke dinding, menghimpit penuh letupan dan euforia dari sesi ciuman mereka. Semantara Sung Min mejadi pihak submisif yang mengikuti seluruh alur permainan yang Kyu Hyun ciptakan, membiarkan lidah panas lelaki itu mengklaim rongga mulutnya. Membelitnya dengan rasa panas dan bertukar saliva, tubuhnya terasa panas dan perutnya tergelitik oleh ribuan kupu-kupu yang entah bagaimana bisa berada di sana, hingga tanpa sadar kedua tangannya telah melingkar di leher Kyu Hyun. Menarik halus rambut Kyu hyun di sela-sela jarinya

Dan saat kebutuhan akan oksigen menderanya, Sung Min memukul kecil punggung Kyu Hyun. Beruntunglah Sung Min karena Kyu Hyun tak mengulangi kebodohannya seperti sebelumnya yang membiarkannya hampir kehabisan napas. Lelaki itu melepaskan tautan mereka, menghasilkan benang saliva tipis yang menghubungkan mereka.

Kyu Hyun mengulurkan tangannya dan mengusap sudut bibir Sung Min yang basah. Menyatukan dahi mereka dan tersenyum kelewat manis untuk gadis dalam rengkuhannya, senyum yang mau tak mau menular pada Sung Min.

"Sung Min, turun dan ajak Kyu Hyun untuk makan malam."

Kyu Hyun dan Sung Min melirik satu sama lain saat seruan dari Nyonya Lee mengintrupsi mereka. "Turun?" Tawar Kyu Hyun yang dibalas sebuah anggukan oleh Sung Min. Dan keduanya berjalan dengan senyum yang mengembang di wajah mereka. Menghampiri kedua orangtua Sung Min yang telah menunggu di meja makan.

THE END

.

.

.

.

Hai hai….

Ada typo?

Saya kembali dengan kelanjutan cerita ini, adakah yang menunggu? :D

Ini adalah bagian akhir dan berharap kalau apa yang saya tulis sebagai penutup gak begitu mengecewakan. Saya berusaha semaksimal mungkin untuk dibagian kiss scane, saya gak yakin hasilnya sesuai harapan, saya membuatnya dengan harapan gak terlalu frontal untuk menggambarkannya. Tolong tanggapannya untuk yang itu yaaaaa *kitty eyes*

Saya akan datang lagi dengan cerita yang baru, mudah-mudahan bisa publish secepatnya^^ Terimakasih untuk yang sudah membaca, memfollow, dan memfavorite cerita ini...

Saya juga membaca semua review yang kalian tinggalkan, terimakasih~

Mohon maaf saya gak bisa membalas reviewnya secara khusus dichap ini, takut kepanjangan -.-'V

Terakhir, tolong tinggalkan jejak~

—oOo—

BIG THANKS

Michiko Haruna, awrerei, Skymoebius, 137ryn, danactebh, chjiechjie, ovallea,

Mei Hyun 3154, minnieGalz, onew's, avbihimH, Karen Kaouzuki, Cho MeiHwa, PumkinEvil137, Orange Gils, and Guest.

November 2016