Seven Days and Come Back to Me
Meanie—Seventeen ff
Coffey Milk
Sequel for Seven Days and Fall in Love
Rate T+
OOC, Typo, BL, RnR
.
.
WARN : byebye wkwk
Day 7
.
"Aku tahu aku jatuh cinta pada orang yang salah."
Kata-kata itu sanggup menjatuhkan Mingyu ke jurang yang gelap dan dalam. Pernapasannya sesak dan dadanya sakit seolah diiris sembilu. Rasa bersalah tak berujung membuatnya tak bisa bebas dari apapun. Ingin ia berteriak dan melepaskan semuanya begitu saja.
Dirinya bodoh.
Tolol.
Brengsek.
Tak punya perasaan.
"Wonwoo—"
"Gyu."
"Nak Mingyu."
Mingyu tersentak. Ia terbangun dan tersadar sedari tadi ia tertidur di depan pintu rumah Wonwoo. Ia lalu menoleh, mendapati pria paruh baya yang ia kenal sebagai Ayah Wonwoo.
"Kenapa kau tidur disini? Kau bisa sakit nanti, masuklah."
Mingyu segera berdiri, "Ah, maaf, tapi saya..."
Ayah Wonwoo tersenyum, "Tidak apa-apa, masuklah. Tidak enak juga jika kau duduk disini semalaman. Apalagi ini sudah jam 1 dinihari, masuklah."
Mingyu mengangguk dan masuk ke rumah Wonwoo dengan ragu-ragu, ia melepas sepatunya dan mengikuti jejak ayah Wonwoo menuju ruang tamu.
"Kau butuh minum? Aku siapkan dulu." Ucap Ayah Wonwoo.
"Ehm. Terimakasih Om." Jawab Mingyu tidak enak.
Ayah Wonwoo mengangguk, ia pergi ke dapur dan membuatkan dua cangkir teh untuknya dan Mingyu. Ia juga menyiapkan sandwich untuk Mingyu karena berpikir anak itu belum makan apapun.
"Yeobo?"
Ayah Wonwoo menoleh, mendapati istrinya menghampirinya dengan wajah mengantuk.
"Kau belum makan? Sini aku siapkan." Ucap sang istri, lalu melihat bingung ke arah dua cangkir teh yang sudah disiapkan, "loh? Kok ada dua?"
"Ah, itu... ada Mingyu disini, aku menemukannya tidur di depan pintu saat aku pulang tadi."
Mendengar itu, ibu Wonwoo terkejut, "Apa? Bukankah tadi sudah aku suruh ia pulang?" tanyanya kaget.
"Memang kenapa? Ada apa? Berkelahi dengan Wonwoo?" tanya Ayah Wonwoo balik.
"Masa muda, Yeobo. Biarkan saja, kalau soal perasaan hanya mereka yang bisa mengatasinya." Jawab istrinya sambil tersenyum dan mengambil alih sandwich yang disiapkan Ayah Wonwoo, "lebih baik kau temani Mingyu sana."
^^0^^
Wonwoo terbangun dengan mata sembab, ia merasakan tubuhnya tak bertenanga saat ia bangkit duduk. Wonwoo menghela napas, ia melihat jam dan mendapati tinggal beberapa puluh menit tersisa sebelum bel masuk sekolah. Tapi Wonwoo merasa malas untuk memikirkannya, juga tak berniat untuk masuk sekolah hari ini.
Ia tak ingin bertemu Mingyu. Tidak ingin bertemu Seohyun. Tidak ingin bertemu murid lain yang sudah menonton drama mereka. Tidak ingin bertemu siapapun.
Wonwoo kembali membaringkan tubuhnya dan menerawang menatap langit-langit kamarnya. Kembali ia teringat kejadian penuh drama kemarin. Mengingatnya membuat ia menutup wajah karena malu.
Ah. Bagaimana bisa ia menampakkan wajahnya nanti di sekolah?
.
Lama Wonwoo termenung, hingga ia mendengar suara dari perutnya sendiri. Wonwoo spontan duduk, ia teringat tadi malam ia tidak makan apapun sama sekali. Pulang-pulang sore hari, menangis beberapa jam dan jatuh tertidur.
Ia segera turun dari kasurnya dan pergi ke kamar mandi dengan langkah terseok. Ia menyikat giginya dan membasuh wajahnya, lalu keluar dari kamar mandi dan berjalan menuju pintu. Perutnya semakin bernyanyi membutuhkan asupan makanan.
Ia membuka pintu kamarnya, tapi segera menutupnya dengan cepat saat melihat apa yang ada di baliknya. Keringatnya menetes, mencoba berharap yang ia lihat itu salah. Ia kembali membuka pintu pelan-pelan, mendapati Kim Mingyu duduk tertidur dan menyender pada dinding.
Sedang apa dia disini?!
Ah, tapi perutnya semakin bernyanyi. Dengan pelan-pelan ia keluar kamar dan berjalan menjinjit saat melewati tubuh Mingyu dan berlari tanpa suara saat menuruni tangga.
"Oh, kau sudah bangun?" tanya Ibunya.
"Menurut Eomma?" benar-benar kurang ajar dirinya.
"Makanlah," ucap Ibunya sambil meletakkan sepiring nasi dengan kari diatas meja, "kau tidak makan tadi malam."
Wonwoo duduk di kursi dan mengangguk, "Mana Appa?" tanyanya.
"Tidur. Dia pulang larut tadi malam." Jawab Ibu Wonwoo.
Wonwoo mengangguk dan melahap satu sendok nasi karinya, "Lalu... Eomma... itu..."
"Mingyu?" tanya Ibunya.
Wonwoo kembali makan.
"Kemarin dia datang beberapa menit setelah kau pulang. Aku menyuruhnya pulang, tapi ternyata ia bersikeras menunggu sampai ketiduran di depan pintu dan Ayahmu membangunkannya dan menyuruhnya masuk."
Wonwoo terdiam, ia bahkan menghentikan makannya. Matanya kembali menerawang.
"Hei, tidak usah melamun. Selesaikan sarapanmu dan setelah itu selesaikan masalahmu dengan Mingyu." Ucap Ibunya menyadarkannya.
Wonwoo mengerucutkan bibirnya, "Tidak mau."
"Setelah dia menunggu selama itu, Won? Bicaralah dengannya, itu akan membuat kalian lebih baik. Jangan menyiksa dirimu jika kalian memiliki perasaan yang sama."
Sekali lagi, Wonwoo terdiam di tempatnya.
.
.
.
Wonwoo menjongkokkan diri di depan Mingyu yang sekarang mengubah posisi tidurnya dari duduk menjadi tidur di lantai. Melihat itu, mau tak mau membuat Wonwoo iba juga. Berapa jam sudah Mingyu tertidur dengan posisi tidak nyaman seperti itu?
Wonwoo pun mengulurkan tangannya, bermaksud membangunkan pemuda itu. Namun, gerakannya terhenti saat mendengar suara parau meluncur lirih dari bibir Mingyu.
"Wonwoo... maaf."
Wonwoo menggigit bibirnya saat melihat setetes air mata keluar dari mata Mingyu yang terpejam. Wonwoo menghela napas dan mengangguk pelan, ia pun segera menyentuh pipi Mingyu yang basah dan menyekanya.
"Mingyu." Panggilnya.
"Mingyuu." Panggilnya sekali.
"Mingyu, bangunlah."
Tubuh Mingyu tersentak, ia terbangun dan segera duduk. Napasnya tersenggal dan menatap pada Wonwoo yang berada di hadapannya.
"Won—"
Wonwoo segera menarik tangan Mingyu masuk ke kamarnya, "Masuklah, kau bisa tidur di dalam."
.
.
Wonwoo duduk di kursi belajarnya sambil bermain ponsel, mengacuhkan Mingyu yang duduk diatas kasur dengan tidak nyaman. Keheningan yang meliputi mereka cukup mencekam bagi Mingyu. Ia tidak tahu harus apa, tapi jika mereka terus berdiam diri seperti ini, tak akan ada kemajuan yang berarti.
Mingyu melirik Wonwoo, meremas tangannya sendiri dengan gugup, ia menghela napas dan memutuskan untuk memanggil namanya, "Wonwoo."
"Hmm?"
"Apa kau membenciku?"
"Ya."
Mendengar itu dada Mingyu sesak.
"Kau tak ingin menghajarku?"
"Untuk apa?"
Keduanya terdiam sejenak, Mingyu menghela napas lagi.
"Mungkin saja itu bisa membuatmu lebih lega? Kau bisa melampiaskan kebencianmu padaku." Ucap Mingyu.
"Tidak butuh."
Mingyu menghela napas lagi untuk ketiga kalinya, "Aku minta maaf. Aku minta maaf dengan perkataanku kemarin, aku benar-benar tidak memikirkannya sama sekali. Aku minta maaf sudah mempermainkanmu dengan taruhan itu... aku minta maaf sudah egois dan tak mengerti perasaanmu sama sekali."
Wonwoo diam saja, menatap lurus pada layar ponselnya yang sudah ia matikan.
"Kau benar kalau kau jatuh cinta pada orang yang salah. Pada orang yang brengsek sepertiku. Kau memutuskanku dengan cara seperti itu, aku memakluminya."
"Setelah ini kau boleh membenciku, kau boleh mengusirku, kau boleh menganggapku tidak ada, dan aku tidak akan memaksamu untuk kembali padaku... aku..." Mingyu tidak sanggup menyelesaikan kata-katanya. Entah kenapa ia sekarang merasa menjadi orang paling cengeng di dunia.
Wonwoo tetap diam dan itu semakin membuat Mingyu tertekan. Ia tidak tahu harus apa lagi.
"Mingyu." Panggilan Wonwoo membuat Mingyu mendongak menatap wajah Wonwoo yang menatap lurus ke matanya.
"Mingyu, kemarilah." Ucap Wonwoo dan Mingyu segera menurutinya dan duduk berhadapan dengan Wonwoo yang duduk di kursi.
Wonwoo mencubit pipi Mingyu dan hidungnya dengan gemas, Mingyu meringis kesakitan tapi tak melakukan apa-apa, bahkan saat Wonwoo menjambak rambutnya.
"Mingyu, kau itu egois. Bahkan, sekarang pun kau egois." Ucap Wonwoo, "kau sudah tahu seperti apa perasaanku padamu dan kau malah menyuruhku untuk membencimu? Menyuruhmu pergi? Menganggapmu tidak ada?"
"Tapi, kau sudah memben—"
"Kau yakin menyuruhku untuk melakukan itu?" pertanyaan itu membuat Mingyu terdiam dan menatap Wonwoo dengan pandangan ragu dan gelengan perlahan.
"Apa kau juga mempunyai perasaan yang sama padaku? Apa kau mencintaiku?"
Mingyu mengangguk semangat, "Aku sudah jatuh cinta padamu sejak pertama kali berbicara denganmu di perpustakaan," jawabnya lirih, "semakin hari semakin aku jatuh padamu dan itu adalah yang pertama kalinya."
Wonwoo terdiam sejenak mendengar pengakuan jujur Mingyu yang terdengar seperti anak berumur lima tahun yang sedang menceritakan pengalaman terbaiknya. Wonwoo tersenyum tipis.
"Aku pun tidak yakin bisa menyanggupi semua itu Mingyu. Memutuskanmu saja sudah membuatku menyesal, dan menjauhimu sudah membuatku frustasi..."
Mendengar itu Mingyu dengan cepat menarik Wonwoo ke dalam dekapannya, Wonwoo berteriak kaget dan matanya melebar saat Mingyu memeluknya erat.
"Hey! Aku belum selesai bicara!" protes Wonwoo.
"Cukup. Sudah. Jangan dilanjutkan. Aku tidak ingin terlalu terbang, Won. Aku terlalu senang mendengarnya." Ucap Mingyu.
Wonwoo tersenyum.
"Kembalilah padaku dan aku akan melakukan apa saja untuk memperbaiki kesalahanku. Kau mau kan? Menjadi kekasihku?" tanya Mingyu.
Wonwoo mengangguk, "Ya." dan Mingyu mengecup seluruh wajahnya dengan suka cita.
.
.
.
Acara peluk-pelukan mereka pun berakhir saat terdengar suara nyanyian dari perut Mingyu. Keduanya terdiam melongo sebelum akhirnya tertawa.
"Ayo ke dapur, kau bisa meminta sarapan pada Eomma." Ajak Wonwoo.
Mingyu mengangguk, ia menerima uluran tangan dari Wonwoo dan mereka keluar dari kamar menuju dapur. Di sana, mereka di sambut oleh Ayah Wonwoo yang sedang membaca koran.
"Pagi, sudah baikan?"
"Oh, Appa. Pagi." Jawab Wonwoo, wajahnya merona.
"Pagi Om." Sapa Mingyu sambil membungkuk hormat.
"Om? Istriku saja kau panggil Eomma, masa aku kau panggil Om?" tanya ayahnya Wonwoo sewot.
Mendengar itu Wonwoo dan Ibunya tertawa, sedangkan Mingyu terbengong-bengong. Ayahnya Wonwoo tersenyum jenaka ke arahnya dan bertanya, "Jadi?"
"Maafkan saya, Aboeji." Ucap Mingyu.
Keluarga Jeon sontak tertawa mendengar hal itu dan Mingyu tersenyum malu dan duduk di kursi setelah Wonwoo menyuruhnya sambil menaruh sarapan untuknya diatas meja. Ia kemudian terdiam sambil menatap sarapan yang ada di hadapannya.
"Kenapa gak dimakan?" tanya Wonwoo.
Mingyu menatapnya ragu-ragu, "Apa tidak apa? Ada Ayahmu, rasanya tidak sopan..." bisiknya.
Wonwoo melirik ayahnya yang asyik baca koran lalu terkekeh, "Tidak apa kok, lagipula Appa lagi baca koran. Makan saja, aku tunggu deh disini." Ucap Wonwoo dan duduk di sebelah Mingyu.
"Ehm... oke..." Mingyu mengangguk, lalu berdoa dan makan. Wonwoo yang duduk di sampingnya pun memperhatikan bagaimana Mingyu yang makan dengan lahap, ia pun diam-diam menahan tawa karena Mingyu yang seperti itu terlihat lucu untuknya. Mingyu yang merasakan tatapan Wonwoo pun jadi melambatkan makannya.
"Lanjutin aja." Ucap Wonwoo, sadar bahwa apa yang dia lakukan membuat Mingyu risih.
Mingyu tersenyum dan melanjutkan makannya. Setelah selesai, keduanya lalu kembali ke kamar Wonwoo dan duduk kasur sambil melihat langit-langit diatas mereka.
"Kita sudah bolos, apa yang harus kita lakukan sekarang?" tanya Mingyu.
Wonwoo menggaruk kepalanya yang tak gatal, "Entahlah."
"Main keluar yuk?"
"Mau kemana?" tanya Wonwoo.
"Tidak tahu, kemana lagi yang asyik selain yang sudah kita kunjungi?" tanya Mingyu balik.
Wonwoo berpikir sejenak, "Bagaimana jalan-jalan ke Namsan Tower?"
Mingyu diam sebentar, "Ayo! Nanti disana ayo kita memasang gembok kita berdua!" serunya senang.
Wonwoo tersenyum, kemudian teringat sesuatu, "Tapi sebelum itu kita harus mandi, terutama kau, bau sekali dari kemarin belum mandi."
"Ehe," Mingyu nyengir, "mau mandi bersamaku?" tanyanya genit sambil menaik-turunkan alisnya.
"Lebih baik kau mandi dengan Appa saja sana." Jawab Wonwoo ketus.
Mingyu mengembungkan pipinya kesal. Wonwoo yang melihat itu mendengus lucu dan mencuri kecupan pada pipi Mingyu. Mingyu terpaku, lalu wajahnya memerah dan tersenyum bahagia.
"Cium lagi, dong~"
"Ciumlah wajan di dapur sana!"
"Bbuuu! Tidak asyik!" seru Mingyu lalu mencuri kecupan di bibir Wonwoo.
"Mingyu! Kau bau!"
^^0^^
Namsan Tower, mereka menuju kesana dan berkencan seharian. Berjalan-jalan menikmati suasana damai dengan jari bertautan. Hari itu mereka lewati dengan bahagia. Tak ada lagi rasa ragu dan rasa takut akan apakah perasaan mereka saling terbalas, seperti sebelumnya.
"Apa sebelumnya kau juga kesini dengan mantanmu?" Wonwoo bertanya iseng.
Mingyu menggeleng, "Mereka lebih menikmati berkencan di mall dan menonton bioskop."
"Monoton, ya?" tanya Wonwoo.
Mingyu tersenyum, "Ayo bicarakan hal lain."
Wonwoo terdiam sejenak, lalu berbicara, "Jika saat itu aku tidak mencuri dengar, aku mungkin akan menjadi orang bodoh yang kau pacari dan kau campakkan setelah seminggu."
"Tidak." Jawab Mingyu.
Wonwoo tersenyum kecil, "Tapi aku membosankan, kan?"
Mingyu menatap Wonwoo lekat, menyebabkan pemuda itu bersemu dibagian wajah. Mingyu tertawa dan mencuri kecupan di bibir Wonwoo.
"Nggak tuh," jawab Mingyu, "kau selalu membuatku gemas, haha." Ucapnya.
"Kedengarannya agak menjijikkan jika darimu." Jawab Wonwoo.
Mingyu tertawa, "Ingatkan, apa yang aku bilang sebelumnya?" tanyanya.
"Yang bagian mana?" tanya Wonwoo, tersenyum geli.
"Kalau aku jatuh cinta padamu dan semakin hari semakin jatuh padamu.." ucap Mingyu.
Wonwoo mengangguk, tapi ia bingung kearah mana Mingyu akan berbicara selanjutnya.
"Terimakasih sudah membuatku merasakan rasa itu." Mingyu berkata sambil tersenyum lebar.
Wonwoo terpana melihatnya, lalu tertawa sambil menangkup wajah Mingyu dengan kedua tangannya dan membawanya menuju kearah wajahnya, menempelkan kening mereka berdua.
"Terimakasih kembali, aku juga mencintaimu."
^^0^^
"Ayo kita beli gembok."
"Mau yang warna apa?"
"Pink dan biru."
"Pink dan biru?"
Mingyu lalu membeli dua gembok berwarna pink dan biru. Keduanya kemudian menentukan apa yang harus mereka tulis sebelum memasangnya di tempat khusus untuk mengunci gembok mereka bersama.
Click!
"Begini?" tanya Mingyu.
"Lucu ya?" tanya Wonwoo.
Keduanya lalu membuang kunci dan tertawa, kemudian kembali bergenggaman tangan.
"Sekarang ayo pulang.".
Keduanya kemudian meninggalkan tempat itu dan dua gembok baru yang baru saja mereka pasang. Dalam gembok itu tertulis,
Kim Mingyu (love) Jeon Wonwoo
Always Together Forever
.
.
.
.
Seven Days Fin
Halo, semuanya.
Long time no see. Akhirnya satu beban saya berkurang wkwkwk.
Terimakasih banyak buat yang sudah membaca fanfict ini. Terimakasih banyak sudah nungguin ini update walau saya kebanyakan nunggak wkwk. Terimakasih juga udah menikmati fanfic yang ngga ada apa-apanya ini dan udah kasih feedback.
Aku senang sekali :3
Maaf ya, kalau ch terakhir ini sedikit dan kurang menggigit wkwk. Sebetulnya udah 80% selesai sebulan/? Yang lalu, Cuma karena terlalu tergoda fandom sebelah/digampar/ juga waktu kuliah, aku nunggak mulu. Wkwk. Mohon dimaafkeun.
Udah sih, itu aja.
Sekali lagi thanks banget! (^0^)/
Sampai sini aja, see you! :3