BTS Fanfiction

By A.W.J

.

.

.

Cast :

All BTS Members and other Kpop artists

.

.

.

Pairings :

Taekook

Minyoon

Namjin

.

.

.

Warning!

Yaoi

Boyslove

Rated M

.

.

Genre :

Mystery

Romance

Hurt and Comfort

Fantasy

.

.

Summary :

Legenda berulang. Cermin yang memisahkan sekaligus mempertemukan mereka. Jungkook terjebak ke dalamnya. Antara harus membantu atau kehilangan. Taehyung yang tersiksa dan menunggu. Kelahiran yang menentang takdir dan seorang pangeran yang terbuang. Mempertemukan garis takdir yang terputus.

Legenda berakhir atau terulang? Jungkook harus tahu semuanya.

.

.

.


Chapter 3

.

.

.

.

.

Seoul, 1763

.

.

.

.

Toookk..

Toook...

Tooookk...

" Masuk..."

Suara derit pintu yang tergeser mengisi ruangan bergaya korea itu. Mata hitam Yoongi terus terfokus pada deretan hangul yang sedang ia baca. Mengabaikan orang yang kembali menggeser pintu untuk ditutup dan berjalan ke depannya.

Yoongi kembali membuka buku yang ia letakkan di kakinya dan menyejajarkannya dengan buku yang baru saja ia baca. Namja manis itu menyipitkan mata saat mendapatkan referensi bacaan yang berbeda tetapi isinya hampir sama.

Dan pemuda itu masih saja tidak sadar kalau orang itu sudah duduk di depannya. Menumpu sikunya ke meja rendah Yoongi dan menangkup pipinya sambil tersenyum manis. Bibir tipis yang menggoda, mata sipit yang sayu, kulit seputih susu dan bulu mata lentik itu berhasil membuat orang itu gatal sekali.

Yoongi sendiri mengerutkan dahi saat merasakan sebuah jemari bermain-main di telinganya. Kepalanya sedang tertunduk sekarang karena mejanya rendah dan ia sedang fokus membaca tapi...

" Jauhkan tanganmu dari telingaku atau kupotong jari kecilmu, Park bantet"

" Aisshh...tapi kau itu manis sekali hyung"

Yoongi mengangkat kepalanya dan menatap datar.

" Apa maumu?"

Pemuda itu tersenyum manis dan ia berhenti memainkan telinga namja di depannya. Yang menatapnya dengan teramat datar dan pandangan yang mampu membuat banyak orang berlari terbirit-birit karena mengiranya adalah pembunuh berdarah dingin.

Yoongi mendecih. Ia mendecak dan menyingkirkan buku di kakinya. Melipat kakinya dan ikut menumpu sikunya di meja. Berusaha membaca buku dan mengindahkan kehadiran sosok di depannya.

Hanya orang ini. Demi apapun−menurutnya nekad dan bodoh itu beda tipis. Sangat teramat beda tipis. Dan kau tahu? Namja di depannya ini merefleksikan dengan teramat sempurna apa itu manusia yang nekad dan bodoh di saat yang bersamaan.

" Kau akan benar-benar kubunuh, bocah sialan" Ancam Yoongi. Ia melemparkan tatapan tajam ke arah namja di depannya. " Berapa kali sudah kubilang untuk menyingkirkan senyum bodoh itu dari wajahmu, Park Jimin? Itu menjijikan"

Jimin tertawa. Bukannya merasa takut ataupun terintimidasi, entah kenapa rasanya semua yang keluar dari mulut namja dingin di depannya itu terdengar manis dan lembut di teliganya.

Yoongi kali ini langsung mendongak. Menatap tajam Jimin yang memindahkan jarinya dari telinga ke pipi.

" Jangan salahkan aku kalau besok mayatmu mengambang di sungai Han" Ancam Yoongi. Ia mendesis kesal dan menutup buku di hadapannya kasar. " Apa maumu bocah"

Kekehan keluar dari mulut Jimin. Namja itu malah tersenyum miring dan menarik buku yang berada di hadapan Yoongi.

Jimin berdecak. " Kau suka sekali membaca buku tentang kedokteran ya?"

" Bodoh" Hardik Yoongi kasar. " Tentu saja karena aku dokter. Kurasa terlalu banyak berkutat dengan lusinan kertas berisi matematika keuangan itu membuat otakmu geger. Apakah perlu aku bedah otak kosongmu itu hah?"

" Ah terima kasih" Jimin mengangkat senyum tulus. " Kau baik sekali"

Yoongi menggeram berat. " Itu bukan pujian, dasar otak angin."

" Sebenarnya..." Jimin memangku dagunya dengan kedua tangannya. " Kau hanya membaca buku kedokteran saat kau kesulitan akan sesuatu. Hidup lama bersamamu membuatku tahu kebiasaanmu, Yoongi."

Yoongi tidak menyahut. Ia menarik buku lain di sekitar kakinya kasar dan menggerutu. Mengalihkan pandangan dari Jimin yang menelengkan kepalanya bingung ke arahnya.

Jimin mengetuk-ngetuk jarinya ke meja rendah Yoongi. " Chagiya−ceritakan kepadaku. Aku juga sempat belajar kedokteran. Malah lebih lama darimu"

Yoongi menatap tajam ke arah Jimin dan menggumam kasar.

" Tidak mau..." ucapnya lirih.

Jimin tertawa hambar. Sudahkah ia menyinggung kalau keras kepala Yoongi itu sekeras batu?

Namja itu menggumamkan sesuatu di sela-sela kegiatan membaca. Mata sipitnya sesekali melirik ke arah Jimin. Ingin mengetahui reaksi orang yang baru saja ia sampaikan penolakan.

Lagi-lagi−Yoongi mengeluh kasar. Namja di depannya ini antara bodoh atau terlalu gigih hingga menyamai orang bodoh.

Senyum identik milik Jimin masih terpatri di wajahnya. Mengenyampingkan berapa banyak hardikan, celaan, penolakan, sarkasme yang ia keluarkan−Jimin tetaplah Jimin. Ia tetap berada di depannya. Menunggunya dengan sabar walaupun sepanjang waktu ia berwajah datar atau masam.

PLUUK!

Yoongi seketika melotot. " Ah sialan!":

" Sudah kuduga!" Jimin tertawa.

Namja dengan kulit seputih susu itu seketika mengangkat tangannya. Menggosok-gosok dahinya yang dengan kurang ajar−disentil oleh jari bantet milik Park Jimin yang sedang tertawa jahat di depannya.

Jimin mengelap air matanya. " Aha! Kau itu tidak terbiasa sakit, hyung! Kalau kau sedang kesakitan−gerak-gerik mu akan aneh! Sudah kuduga kau itu sedang kesakitan!"

Yoongi menundukkan wajahnya. Tangannya berhenti mengelus dahinya kasar. Jimin masih saja menertawakan dirinya dengan suara lengking khas-nya. Ruangan minimalis bergaya korea itu sampai penuh dengan suara Jimin yang tergelak tanpa henti.

" Makanya ku mengetes dengan sentil−eh"

Jimin seketika berhenti tertawa. Ia melebarkan mata sipitnya bingung. Namja dengan hanbok berwarna biru muda itu mencondongkan badannya ke arah Yoongi yang menunduk.

Namja berperawakan dingin itu seketika menjadi diam dan tidak mengumpat seperti kebiasaannya. Jimin menggigit bibir bawahnya khawatir.

" Hyung?" Tangannya melayang ke arah Yoongi.

Ia menyingkirkan poni hitam panjang milik namja mungil itu. Mengarahkannya ke samping.

Jimin seketika tersentak dan menggembungkan pipinya menahan tawa.

Yoongi melirik ke arah Jimin tajam. Ia berusaha melotot garang tetapi yang terjadi selanjutnya adalah gumaman menahan tangis tertahan keluar dari bibir tipis Yoongi. Ia mencebikkan mulutnya dan air mata menggenang di pelupuk manik hitam bulatnya.

Pipinya menggembung memerah seperti kebiasaannya saat kesal sebelum mengomeli. Hidung kecil Yoongi ujung merah merona. Dan matanya yang walaupun tajam−malah makin berkaca-kaca.

Jimin terkekeh. " Aishh...kau benar-benar sakit ya hyung?"

Yoongi langsung menepis tangan Jimin yang ingin menggosok dahi Yoongi yang ajaibnya−langsung memerah padahal disentil sedikit. Namja itu menjauhkan tubuhnya dari jangkauan tangan Jimin.

Berbalik kasar membelakangi Jimin dan memindahkan semua bukunya menjauhi namja di depannya.

Bukan Jimin namanya kalau tidak nekat.

Yoongi terlonjak saat sepasang tangan berotot melingkar erat di pinggang kecilnya. Deru nafas hangat menyapu lehernya yang tidak tertutup kerah hanbok.

" Biarpun kau itu dokter−" Suara berat milik namja, berdesir di telinganya begitu dekat. "−kau itu tidak terbiasa dengan rasa sakit. Baik itu fisik maupun batin. Saat kau tersakiti, kau akan melakukan hal yang diluar zona nyamanmu, hyung."

Yoongi mendecak kasar. Ia mengerang sembari berusaha melepaskan tangan Jimin yang bertaut erat untuk mengurung tubuh mungilnya di dalam dekapan namja yang ia sebut tikus kecil itu.

Jimin tidak kalah akal. Ia menggeser meja rendah di depannya dengan kakinya. Membuat tubuhnya lebih bisa leluasa mendekati hyung-nya yang mulai terlihat tidak nyaman.

Yoongi memberontak tanpa berbicara. Hanya mengerang kesal dengan wajah tertekuk masam. Tangan rampingnya gelisah untuk melepaskan tangan bantet Jimin. Berkali-kali ia seperti menepuk-nepuk tangan itu kasar.

Jimin meniup telinga Yoongi lembut. Ia menutup matanya. Hanbok putih Yoongi berbau obat-obatan herbal. Tetapi yang Jimin suka dari hyung-nya ini−bau kulitnya tidak akan terpengaruh.

Bau semanis madu dengan kayu manis memasuki indera penciuman Jimin. Membuat Jimin tanpa sadar mengeratkan pelukannya dan Yoongi yang makin panik. Bibir tebal namja itu mendekat.

" J-jimin!" Pekik kecil Yoongi kaget.

Yoongi tanpa sadar membuka mulutnya sedikit karena kaget. Bibir Jimin mencium tengkuknya berulang kali dengan lembut. Sesekali mengecup lama−hingga akhirnya lidah Jimin keluar.

" Jimin! H-hentikan!" Yoongi berusaha berbalik. Menjauhkan tengkuknya dari Jimin. " Bocah..T-tikus kecil−hentikan"

Wajah datarnya sedikit pucat. Matanya membelalak dan bibirnya terbuka. Tangan Yoongi gemetar sembari melepaskan jemari Jimin di perutnya. Jimin malah menangkap jari Yoongi yang gemetar dan menautkannya pada jemari pendeknya erat.

" Hyung...tenanglah." Jimin menjauhkan kerah hanbok Yoongi dengan dagunya.

Ciumannya tidak lepas dari kulit Yoongi hingga bagian pundak hyung-nya terbuka. Lidah panjang Jimin keluar. Ujung lidahnya memutar di pundak mulus hyung-nya. Tekstur kulitnya seperti kue beras.

Empuk sekali hingga Jimin gemas.

" AKH!" Yoongi membulatkan matanya lebar. Ia mencengkram lengan hanbok milik Jimin erat.

Jimin menjauhkan kepalanya dan tersenyum senang. Sekarang ada ruam merah merona yang indah di atas kulit seputih susu milik hyung-nya itu. Jimin melirik ke arah hyung-nya sedikit.

Yoongi terlihat gemetar. Bahkan ia berhenti memberontak dan nafasnya berat. Telinga Yoongi memerah dan menjalar hingga ke pipinya. Mata sipitnya tertutup rapat dan bibir tipisnya terengah.

Namja itu melepaskan pelukannya. Tidak melepaskan sepenuhnya. Hanya melonggar dan berganti meremas pinggang hyung-nya. Yoongi menggeram sedikit dan melirik tajam Jimin dari ujung matanya.

" Rambutmu memanjang yang hyung..." Jimin terkekeh. " Lihat−saat ku mencium tengkukmu tadi, ku beberapa kali mencium rambut belakangmu."

" Diamlah" Gertak Yoongi kasar.

Ia berusaha untuk berdiri. Jimin tentu saja kaget dan langsung mendudukkan hyung-nya kembali dengan cepat. Dan tanpa sadar−menarik hanbok Yoongi hingga turun sebatas perut.

" Eh tidak bisa!" Teriak Jimin tidak terima.

Yoong tersentak kaget. Pantatnya mencium telak lantai kayu di bawahnya. Yoongi mengaduh kasar dan mengerang.

Ia langsung memasang wajah menbunuh dan ingin mencaci Jimin di belakangnya. Tetapi Jimin adalah si tikus kecilnya yang nakal. Tikus yang suka sekali muncul dimana saja seperti hantu dan mengagetkan orang-orang.

Jimin langsung melayangkan tangannya ke dada hyungnya yang terekspos bebas. Menyentuhnya kasar disana. Seolah ingin meninggalkan ruam yang sama tetapi dengan bentuk tangannya.

Yoongi menggigit bibirnya kesal. Ia ingin marah tetapi otak sialannya malah menyetop mulutnya untuk mengeluarkan umpatan. Ia malah mencengkram tangan Jimin yang menjamah dadanya secara tidak etis.

" J-jangan dada..." Geram tertahan Yoongi.

Bibir Jimin juga sama tidak etisnya. Bibir tebal itu malah dengan kurang ajarnya menjangkau rahangnya yang lembut. Menghisap ujung rahangnya disana dengan liar. Membuat Yoongi makin tidak berkutik.

Kaki Yoongi menendang-nendang lantai gelisah. Buku-bukunya tertendang kesana kemari. Tubuhnya panas dan ia sudah jelas tahu apa yang sedang terjadi. Sambil menghisap rahangnya−Yoongi mengumpat ke kurang ajaran tikus kecil ini.

Ia malah menggeram dengan suara beratnya yang sangat langka. Hanya ia keluarkan saat-saat tertentu dalam hidupnya. Termasuk sekarang. Jimin merasa seperti di awan saat bibirnya merasakan tekstur teramat lembut milik ujung bibir tipis Yoongi.

Tangannya tanpa sadar meremas dada milik Yoongi.

Biarpun ia namja−biarpun Jimin juga namja, biarpun ini tabu−Jimin rela bertekuk lutut demi Yoongi. Seorang tabib muda yang menyelematkan hidupnya.

Tabib muda yang dipenuh dengan semangat dan kerja keras untuk berkarya. Yang juga mengangkat Jimin menjadi asistennya. Memberinya julukan tikus kecil kuil. Membuat Jimin terpesona hingga sekarang.

" Jimin! B-berapa kali kubilang kalau dadaku it−Akh! Pabbo Jimin!" Protes Yoongi.

Jimin menyeringai dalam ciumannya yang menjalar ke leher milik Yoongi. Ingin Yoongi menunduk tapi lidah kasar Jimin seakan mematikan saraf sadarnya. Lidah kasar itu membelainya terlalu jauh. Menggelitik kesadaran Yoongi agar hilang.

Bohong jika ia bilang ia tidak terpengaruh. Matanya sedari tadi sudah setengah menutup. Berusaha mempertahankan kewarasannya tetapi bibir itu menempel kembali. Memenjarakan titik sensitif di lehernya yang putih itu sambil menggumam berat.

Ah−sial.

Jimin tersenyum menang sambil menghisap leher jenjang hyung-nya itu. Tangan satunya tetap setia meremas dada berisi Yoongi hingga memerah. Terlalu gemas dengan dada hyung-nya itu. Kecil tapi padat.

Tangan Yoongi masih setia berada di atas tangan Jimin yang menjamah dadanya. Seperti berusaha untuk menghentikkan−tetapi sekarang terlihat seperti menyuruh untuk menjamah lebih jauh.

Tangan Jimin yang satunya menjalar. Menyelip ke antara hanbok putih Yoongi−mencengkram langsung di titik paling lemah milik Hyung-nya.

Tubuh Yoongi seketika terlonjak hebat dan ia bergetar tidak karuan. Paha bagian dalam dekat selangkangannya. Diremas dengan kurang ajar. Dibelai secara acak lalu lembut seperti menggoda dan beralih ke kasar.

Seperti kau dibawa melayang ke awan lalu kau tiba-tiba dijatuhkan secara tiba-tiba. Tangan Yoongi panik luar biasa. Ia berteriak kecil panik−meracau. Tangan itu mengudara tidak berdaya. Berusaha melepaskan tangan Jimin yang terus menggodai paha dalamnya. Seperti berusaha menarik habis kewarasan dokter muda itu.

Tangan satunya beralih ke nipple kecoklatannya yang sedar tadi mencuat. Remasan tangan Jimin di dadanya berkali-kali menggesek ujung nipplenya secara tidak sopan. Membuatnya sekarang mencuat total.

Betul-betul sensitive.

Jimin menjauh dari tubuh hyungnya itu. Ia menyapu bibir tebalnya yang basah dan tersenyum miring−mesum.

Yoongi tertunduk lemas. Ia mengapit kedua kakinya sekarang. Tangannya ia arahkan ke dada sendiri. Begitu putus asa. Ia berusaha memainkan dada dan nipple-nya sendiri. seperti yang Jimin lakukan.

Tapi kurang.

Ini kurang cukup. Bendanya sudah bangun. Mengeluarkan pre-cum yang meleleh dari ujungnya. Membasahi hanbok putihnya. Yoongi mengerang putus asa.

" Perlu bantuan?" Jimin malah diam.

Ia melipat kedua tangannya di depan dada. Bersender ke meja Yoongi dengan kaki terkangkang dan tersenyum meremehkan.

Yoongi berbalik sedikit. Mata kucingnya menatap tajam Jimin dengan manik berkaca-kaca. Ia langsung mengalihkan pandangan pada bagian bawah hanbok Jimin yang sekarang mencuat.

Yoongi menelan nafas kasar.

" Kau ingin ini−hyung?" Jimin terkekeh mengerikan dan menunjuk bagian bawahnya sendiri.

Yoongi memakukan pandangan pada arah telunjuk Jimin. Ia terdiam. Jimin mengumpat dalam hati.

Sialan−Jimin bahkan belum sekalipun mengecap bibir tipis Yoongi yang terbuka itu. Hyung-nya itu terlihat berulang kali membuka menutup mulutnya sendiri seperti mengecap. Beberapa kali lidah berbahaya itu keluar. Menjilat bibir tipis itu.

Mata teliti Yoongi melihat beberapa kali benda di balik hanbok Jimin melonjak. Membuat Pre-cum Yoongi tanpa sadar makin meleleh hingga keluar putus-putus dan benda nya melonjak-lonjak disana. Bahkan bekas kubangan terlihat di hanbok putihnya.

Jimin sadar akan hal itu.

Jimin menggeram mengerikan dengan nada beratnya. Biarpun dari luar ia memiliki wajah baby boy dan angelic yang lucu−hatinya yang lembut dan sifat perhatiannya yang luar biasa−ia punya sisi kelam.

Yoongi berusaha sadar. " T-tidak...aku tidak mau"

Ia menggeram tertahan. Yoongi jujur sangat tersiksa. Sekarang fisiknya tersiksa tapi jauh sebelum ini−batinnya tersiksa lebih dahulu. Ia sangat sangat perlu Jimin. Tapi ia tidak ingin mengganggu namja itu.

Ia sedang sibuk dengan pelajaran dan bisnisnya. Yoongi tidak ingin merepotkan Jimin hanya untuk menemaninya dari masalahnya. Tapi tanpa ia sangka−Jimin tahu. Bohong jika ia tidak terkejut saat Jimin datang ke tempatnya hari ini.

Jimin malah bilang ia punya janji.

" Min Yoongi..." Jimin mendesis tanpa embel-embel hyung.

Yoongi mengerang. Kakinya makin merapat. Menggesek bendanya sendiri. Menolak Jimin sekarang. Ia menyentuh dadanya putus asa. Nafasnya putus-putus. Yoongi perlu Jimin tapi tidak untuk sekarang.

Jimin makin menggeram. Matanya menyipit tidak suka saat hyung-nya itu tahu ia perlu Jimin tapi malah bersikeras menuntaskannya sendiri. Jimin menurunkan tangannya. Ia mencengkram hanboknya sendiri kasar.

" MIN YOONGI"

Jimin menarik hanbok putih Yoongi. Merobeknya tidak sengaja hingga menampilkan tubuh mulus Yoongi. Yoongi terlonjak kaget. Ia membulatkan mata ke arah Jimin yang sekarang mencengkram bahunya.

Bibirnya menyerang bibir tipis Yoongi. Memagutnya kasar. Menggigit bibir peach kesukaan Jimin itu hingga terbuka. Menunjukkan betapa dirinya membutuhkan Yoongi dan Yoongi membutuhkan Jimin. Yoongi menutup matanya.

Kewarasannya sekarang benar-benar tertarik habis. Tangannya sendiri bahkan mengalung indah di leher kokoh namja yang berusia lebih muda darinya ini. Membiarkan Jimin memakan habis mulutnya.

Ciuman mereka terlepas dan bibir Yoongi mengilap indah. Membuat Jimin makin tertutup kabut nafsu. Saliva mereka berdua membasahi wajah Yoongi hingga ke dagu. Menetes lambat menuju dadanya.

Jimin menjilat saliva di dada Yoongi. Membuat lenguhan tertahan keluar dari bibir tipis Yoongi. Namja mungil itu melingkarkan kakinya pada pinggang Jimin. Menyentak putus asa ke arah Jimin. Perlu dipuaskan. Perlu ditemani.

Jimin meraup dada Yoongi rakus. Tangan satunya meremas dada lainnya. Nipplenya disentil. Yoongi terlonjak. Tanpa sadar ia memajukan tubuhnya. Membuat bendanya tertabrak otot perut Jimin.

Jimin menggeram. Makin rakus meraup dada padat itu di mulutnya. Menghisapnya−menjilat nipplenya barbar. Memainkannya dengan tidak etis sama sekali. Yang malah membuat Yoongi makin terbuai.

Kakinya bergetar luar biasa. Benar-benar sudah terangsang. Tangan Yoongi bergetar. Mencengkram benda Jimin dari balik hanbok. Begitu menginginkan itu.

Hingga−

" DEMI TUHAN! JIMIN SIALAN! KAU APAKAN SEPUPUKU HAH! TAEHYUUUNG! CHANYEOL BODOH! DASAR NAMJA BODOH KAU! BAWA ANAKMU MENJAUH DARI SINI!"

Chanyeol membulatkan matanya panik dan segera membawa Taehyung darisana. Anaknya itu berteriak kaget saat tangan besar Appanya itu menutup seluruh wajahnya dan mengangkat tubuhnya.

Menggendong Taehyung kecil dan berlari panik keluar.

Jimin mengerang kesal mengerikan. Ia bahkan menghantam lantai kayu di bawahnya dengan kepalan tangannya. Membuat Yoongi terlonjak kaget. Namja itu sedikit demi sedikit membuka matanya. Kewarasannya mulai datang.

Yoongi melebarkan matanya ke arah pintu masuk ruangannya.

" B-baekhyun? Apa yang kau lakukan disini?"

Namja itu mendengus seperti banteng. Ia berdiri di depan pintu ruangan Yoongi. Berdiri menghadap pasangan intim itu. Dengan Jimin yang hampir menindih Yoongi dan Yoongi yang tangannya masih menempel di barang Jimin.

" Yoon..." Baekhyun berdehem. " Tanganmu"

Yoongi segera menjauhkan tangannya dari bawah Jimin. Melipatnya di depan dada canggung dan pipinya bersemu.

Baekhyun beralih ke arah Jimin yang menatapnya tidak suka. " Janjimu Jim... kau ingin melukis kami."

Jimin mengerang tertahan. Yoongi hanya bisa terdiam melihat Jimin yang menjatuhkan kepalanya di dada Yoongi. Menyenderkan pasrah disana. Yoongi tahu betapa sakitnya itu.

Biarpun ia cuek dan dingin−ia tetap merasa tidak enak. Yoongi mengelus surai hitam Jimin lembut.

" Kau bisa melukisku sesukamu nanti." Yoongi berucap lirih. " Aku tidak akan menolak lagi."

Jimin seketika mendongak. Ia menatap Yoongi dengan mata berbinar. Selama ini Yoongi selalu menolak ajakan Jimin untuk melukis dirinya. Jimin pandai melukis dan selalu berharga mahal saat itu sudah selesai.

Tapi Yoongi selalu menolaknya karena beralasan capek. Ia harus berpose dalam waktu lama dan tidak boleh bergerak. Biarpun berkali-kali Jimin berjanji bahwa ia akan membuatnya cepat−Yoongi tetap saja menolaknya.

" Jinjja?" Jimin menatap Yoongi dengan tatapan meminta kepastian. " Kau mau hyung!?"

Yoongi tersenyum gummy. " Ya−kau juga bisa menyentuhku sehabis ini. Satu ronde saja. Tidak lebih atau kau tidak akan kubiarkan kesini lagi."

Jimin tersenyum manis. Kembali ke sifat awalnya.

Baekhyun tersenyum saat melihat Jimin berdiri. Beralih ke lemari kecil di ujung ruangan Yoongi. Mengambil hanbok biasa dan memberikannya pada Yoongi.

" Sepupuku luar biasa..." Baekhyun tertawa. " Bisa membuat−kau sebut dia apa− ah ya...tikus kecil kuil ini menuruti perintahmu."

" JIMIN-SSI!"

Taehyung berlari ke arah ruangan Yoongi. Ia mengerutkan wajah kecilnya lucu. " Kenapa sih tadi!? Appa tiba-tiba membawaku!"

Jimin tertawa dan membenarkan letak bajunya. Namja itu berjongkok di depan Taehyung yang merengut.

" Hehe...Tae tidak boleh tahu" Jimin mencubit pipi Taehyung.

Taehyung mengerang tidak suka. " Tapi Taehyung sudah besar! Appa juga bilang seperti itu! Tunggu Tae Tae besar dulu baru boleh tahu! Tapi Tae sudah besar, Jimin ssi!"

Jimin tertawa dan Yoongi tersenyum mendengarnya.

" Waktu Taehyung sudah sebesar Jimin baru boleh tahu." Ucap Yoongi lembut.

Jimin tersenyum ke arah Yoongi dan Taehyung menggembungkan pipinya.

" Kapan itu?" Tanya Taehyung dengan nada lugunya.

Baekhyun mengelus kepala Taehyung. " Nanti Taehyung merasakan sendiri."

Jimin tertawa saat Taehyung terlihat tidak puas dengan jawabannya. Jimin mendongak menatap Baekhyun yang terlihat senang dan menertawakan anak tampannya itu.

" oh ya hyung..." Jimin mengangkat suara. " Kalian ingin dilukis dimana?"

Baekhyun menatap Jimin dan seketika membulatkan mulutnya. " Disini saja. Kebetulan di belakang rumah Yoongi, pohon cherrynya berbunga semua. Jadi itu indah. Aku dan Chanyeol sudah sepakat akan dilukis disana. Juga kolam koi Yoongi! Disampingnya ada kolam koi dengan tempat minum teh! Bagus kan?"

Jimin menggangguk-anggukkan kepala mengerti. Ia menutup mata. Berusaha membayangkan bagaimana panorama disana jadi ia bisa memikirkan konsep lukisannya nanti dan apa saja yang ia akan goreskan dengan cat.

Baekhyun memasuki ruangan Yoongi. Meminta izin kepada si pemilik yang merupakan sepupunya dan membantu namja itu memasang hanboknya.

" Jimin ssi! Pssst!"

Jimin terlonjak. Ia segera membuka matanya dan menemukan Taehyung kecil yang menarik lengan hanboknya. Pemuda dengan rambut pirang yang jarang di korea itu seperti ingin memberitahukan sesuatu pada Jimin.

" Kenapa Tae hm?" Jimin mendekatkan dirinya pada Taehyung.

Taehyung menggigit bibir bawahnya. Ia mengeluarkan sebuah kanvas kecil berukuran A5 yang ia kenal dari hanboknya.

" Jimin ssi−setelah melukiskan keluarga Tae, boleh tidak Tae minta lukiskan sesuatu disini?"

Jimin mengambil kanvas berukuran kecil itu dari tangan Taehyung. Ia menatapnya bingung. " Memangnya Tae minta dilukiskan apa di kanvas sekecil ini?"

" Jimin ssi bisa melukiskan Taehyung tidak? Tapi di depan tempat minum teh saja." Ucap Taehyung lirih. " Matanya ganti biru."

Jimin kaget. Antara lucu atau bingung. Memang Taehyung adalah blasteran eropa dengan kulit tipe kaukasian itu. Rambutnya saja pirang. Membuatnya benar-benar mencolok. Tapi karena ia masih memilik darah asia dari Baekhyun−matanya jadi tidak biru seperti yang diketahui Jimin dari orang-orang eropa.

Ia sering melihat orang-orang eropa asli. Mereka punya mata yang berwarna-warni indah. Membuat Jimin terpukau.

" Kenapa Jimin ssi?" Taehyung bingung melihat Jimin tertawa.

Jimin tersenyum menatap Taehyung yang kebingungan. " Taehyung ingin punya mata biru kah?"

Taehyung tidak menjawab. Ia menundukkan kepalanya dan hal itu sontak membuat tawa Jimin pecah. Apakah Taehyung sebegitu inginnya mempunyai mata biru seperti ras-nya hingga ia malu sendiri?

" T-tapi..." Taehyung kecil mendongak lagi menatap Jimin yang masih sibuk tertawa. " Taehyung tidak punya uang untuk membayar Jimin ssi..."

Jimin menyapu air matanya geli. Ia mengelus kepala Taehyung yang bisa ia sebut−adiknya sendiri itu. Taehyung maju dan memeluk kaki berotot Jimin. Menenggelamkan wajahnya pada hanbok birunya.

" Tidak perlu−aku memang suka melukis. Jadi anggap saja ini sebagai latihan dariku."

Taehyung menjauhkan wajahnya. Menatap Jimin dengan manik hitam berbinar.

" Oh tunggu!"

Tangan mungil bocah berambut pirang itu lagi-lagi masuk ke dalam hanbok-nya. Ia mengeluarkan sebuah origami berbentuk kupu-kupu. Memberikannya pada Jimin sambil tersenyum dengan senyum kotaknya.

Jimin tersentak, " Tae...kertas ini bagus sekali! Jenis kertasnya−Oh ya Tuhan! Lihat motifnya!"

Taehyung tersenyum. " Itu buat Jimin ssi. Kami yang buat!"

Jimin mengelus kepala Taehyung lebih kuat kali ini. Ia terlampau senang walaupun kebingungan dengan siapa ia membuatnya. Kemungkinan Chanyeol atau Baekhyun.

.

.

.


.

.

.

" Tae−kau suka sekali dengan buku ya?"

Taehyung dengan manik hitam itu mendongak menatap anak kecil di sampingnya. Ia tersenyum setelah menjauhkan kepalanya dari buku yang ia baca.

Park Taehyung tertawa lugu, " Habisnya−buku-buku yang kau ambil di perpustakaanmu itu seru semua! Aku jadi ketagihan"

Anak lelaki itu duduk dan mencebikkan bibirnya ke depan. Mata birunya menatap anak lelaki di sampingnya dengan bahagia. Ia menyentuh kaca yang berderak di depannya berulang kali.

" Oh ya Tae..." Park Taehyung menatap Taehyung lainnya yang membulatkan mata.

" Ya?" Balas anak bermata biru. " Ada apa?"

Park Taehyung menunjuk buku yang sedang ia baca. Buku dengan sampul hijau lumut dan kertas buram. " Di depannya ada tulisan " MILIK HYUNG". Apakah ini milik Jinnie hyung?"

Kim Taehyung mengintip buku itu dan seketika tertawa, " Ya! Aku mengambilnya dari mejanya kemarin! Dia memang suka membaca cerita-cerita legenda dan dongeng. Buku di kamarnya itu hampir semua cerita tentang mitologi dan sejarah!"

" Pantas saja " Taehyung dengan manik hitam itu mendengus kecil. " Bukunya berbau bunga geranium. Seperti bau badannya"

Kedua anak kecil yang sangat identik itu tertawa lepas di tengah perpustakaan milik keluarga Park itu. Dengan sebuah cermin sebagai pembatas mereka. Cermin yang bisa mereka tembus.

Di dalam istana milik Kim Taehyung−seorang anak kecil lainnya mendengus. Ia menatap kedua anak itu dari belakang. Anak lelaki berambut merah muda turunan ibunya itu menggeurutu. Tangannya membawa nampan berisi banyak cemilan dan kue kecil.

" Membicarakanku di belakang ya?"

Kedua anak berambut pirang itu seketika terdiam. Mereka melebarkan mata kaget.

" JIN HYUNG!?" Teriak mereka berdua serempak.

Anak lelaki itu merengutkan bibir tebal sewarna persiknya, " Kau mencuri bukuku dan kau menertawakanku. Aku seperti punya dua adik kembar−oh bukan! Dua iblis kecil!"

Kim Taehyung tersenyum kotak, " Aku kan memang adikmu."

Dia menunjuk Park Taehyung yang mengangkat tangannya. " Dia juga secara teknis adikmu juga. Kami kan sama."

Jin menaruh nampan itu ke lantai dengan karpet mahal itu kasar. Ia duduk di samping Kim Taehyung dan mencubit pipinya gemas. " Tapi kalian menertawakan orang yang lebih tua dari kalian! Adik macam apa itu!? Kau juga mencuri bukuku! Seperti itukah sikap dari seorang calon putra mahkota!?"

Kim Taehyung meringis dan mengerang degan suara anak-anaknya. Menjauhkan tangan lentik Jin dari pipinya yang sekarang memerah.

" Aku tidak mau jadi putra mahkota!" Teriak Taehyung. " Ramalan sialan!"

Park Taehyung yang sedang menyelinap diam-diam untuk mencuri cupcake dengan coklat putih di nampan itu seketika kaget. Ia membuka mulutnya tidak percaya. Mata Jin seketika membola kaget.

" Demi dewa dewi! Mulutmu Kim Taehyung!" Taehyung menjauh saat tangan Jin ingin mencapai bibirnya. " Mau kuadukan pada ibu!?"

Saat Jin dan Taehyung dengan mata biru itu berdebat, Taehyung lainnya malah menertawakan mereka. Ia dengan santai mengemil kue-kue di nampan. Sesekali menepuk bukunya geli saat Jin ingin menarik rambut pirang Taehyung geram.

" Tae sayang..."

Ketiga orang di tempat itu seketika kaget. Kim Taehyung dan Jin berhenti berdebat. Mereka menatap ke belakang Park Taehyung kaget.

" Apa yang kau lakukan di perpustakaan?" Suara Baekhyun menggema dari luar tempat itu.

Taehyung segera menelan kuenya cepat. " Cepat pergi! Hyung cepatlah! Tae kau juga! Kita main lagi nanti!"

Taehyung lainnya segera menggangguk dan menarik benda-bendanya dari dunia Park Taehyung. Ia juga menyeret anak laki-laki yang lebih tua darinya itu.

" Ayo hyung!" Taehyung menarik tangan Jin.

Jin mengambil nampannya panik dan kaget saat melihat setengah dari kuenya habis. Ia hampir menjerit ke arah Taehyung di seberangnya yang sibuk menyembunyikan buku milik Taehyung lainnya ke rak buku di dekatnya.

" Park Taehyung! Kau apakan kueku? Kau tahu ini sus−"

"−kita bisa bicarakan itu nanti hyung!" Taehyung dengan manik biru itu terus menarik renda di leher Jin. Ia juga menarik tangannya. " Kau bisa membuatnya nanti lagi! Aku berjanji akan memberikan makanan penutupku 3 hari penuh untukmu!"

KRIEEET

Jin terpaksa menarik nampannya. Ia menggerutu sambil berdiri dan menjauh dari tempat itu. Sementara Park Taehyung terlihat membersihkan remahan kue di lantai miliknya.

" Ayoo hyuuung!" Desak Kim Taehyung.

" Ya bocah nakal! Tunggu du−" Mata Jin membola. Ia menunjuk buku di dekat cermin yang belum dirapikan Park Taehyung. " Buku itu Tae!"

Taehyung dengan manik hitam itu kaget. Ia melihat ke arah samping cermin bertepatan dengan hilangnya dunia milik kembarannya di balik cermin dan Baekhyun yang masuk ke perpustakaan. Berjalan ke arahnya.

Anak lelaki dengan rambut pirang itu berdiam. Berusaha menjadi anak baik dan tersenyum ke arah eommanya yang sedang berjalan ke arahnya. Membawa mangkok berbau daging kesukaannya.

Cermin itu kembali menjadi cermin. Memantulkan bayangan Baekhyun yang berjalan. Namja dengan balutan hanbok berwarna biru gelap itu tersenyum maklum. Menatap putranya yang menyengir ke arahnya.

" Kalau kau ingin makan ini−cuci tanganmu dan ke ruang makan sekarang."

Taehyung segera berdiri. Karena hari ini dia tidak memakai hanbok melainkan pakaian eropa−ia merapikan celana selututnya. " Siap kapten!"

Baekhyun memberikan mangkok itu hati-hati kepada Taehyung. " Hati-hati. Ini agak panas."

Taehyung mengambil mangkok berukuran sedang itu dengan lambat. Menyesuaikan tangannya agar tidak kepanasan atau tergelincir saat membawanya nanti. Anak kecil itu menenggelamkan wajahnya pada pada Baekhyun.

" Aku sayang eomma!"

Baekhyun hanya bisa tersenyum saat melihat putra semata wayangnya yang berwajah rupawan itu berjalan cepat menuju ruang makan dengan wajah bahagia.

Maniknya tanpa sadar menatap sebuah buku dengan warna hijau lumut di dekat cermin. Namja itu menunduk−mengambil buku yang terasa asing baginya. Baekhyun menatap buku berjudul " Cerita Elphida−cerita tentang para pendiri".

" Seingatku−" Baekhyung membolak-balik buku itu. " Aku tidak pernah melihat ini disini sebelumnya. Atau apakah aku yang memang tidak pernah melihat buku ini?"

Baekhyun menggedikkan bahunya dan menaruh buku itu di meja dekat cermin. Meninggalkan ruang perpustakaan.

Cermin itu berderak. Kedua ukiran malaikat meneteskan air mata.

Sebuah bulu berwarna putih bersih jatuh ke lantai.

" Cari aku"

.

.

.


.

.

.

Jungkook kecil berdiri di sebuah padang yang sangat luas. Langitnya cerah sekali. Rumput hijau terasa segar dibawah kakinya. Ia bahkan bisa merasakan embun menyapu tangan kecilnya.

Sejauh mata bulatnya memandang−ia tidak melihat apa-apa selain padang rumput yang begitu luas. Jungkook kecil berlari kesana kemari. Ia tertawa senang. Ia bisa main sepuasnya tanpa takut luka.

Saat ia jatuh−rerumputan akan melindungi badannya. Mencegahnya dari luka. Jungkook tertawa dengan suara kecilnya yang khas. Gigi kelincinya menyembul dari sepasang bibir tipisnya yang berbentuk.

Jungkook melihat sebuah pohon Willow. Jungkook kecil berlari dengan kaki mungilnya. Menuju ke arah pohon besar yang rindang itu. Matanya berbinar.

Pohon itu sangat indah. Daunnya menjuntai dengan lebat. Rantingnya berwarna kemerahan. Semakin ke ujung semakin merah seperti warna api.

Hijau daunnya memantul seperti warna emerald. Jungkook sudah seringkali memanjat. Biarpun Jin atau Namjoon melarangnya untuk memanjat−tapi Jungkook adalah Jungkook.

Ia suka sekali berpetualang. Rasa penasarannya lebih tinggi dari anak-anak seusianya.

Kaki Jungkook meraih sedikit pijakan dan ia membawa tubuhnya naik. Jungkook tersenyum senang. Saat ia ingin naik lagi−telinganya mendengar suara anak-anak.

Ia spontan mengalihkan wajahnya. Di depan matanya−dia bagian lain padang, banyak anak-anak berlarian seperti dirinya. Mereka bermain kejar-kejaran dan tertawa. Mata bulat Jungkook berbinar dengan indah.

Mereka seumuran Jungkook. Biarpun mereka terlihat bukan hanya terdiri dari orang korea−dibuktikan dengan rambut pirang dan mata berwarna-warni−mereka terlihat bahagia sekali.

Jungkook ingin ikut!

Anak laki-laki bermata bulat itu turun dari pohon dengan cepat. Ia melambaikan tangannya ke arah anak-anak itu sambil berlari. Ia menghampiri mereka dengan wajah sumringah.

" Tunggu kookie! Kookie ingin main juga!"

Jungkook mengerem kakinya mendadak dan terjatuh pada pantatnya sendiri. Ia membuka matanya kelewat lebar dan bibir mungilnya bergetar. Mata bulat milik anak itu berkaca-kaca.

Anak-anak itu−padang itu berubah dengan cepat. Sangat cepat seperti potongan film. Api yang membakar, reruntuhan yang menyebar, air yang membanjiri seluruh tempat, lantai yang berdarah, lorong rumah sakit.

Jungkook gemetar ketakutan. Ia ingin lari tapi tubuhnya seolah kaku. Jungkook tidak bisa mengontrol tubuhnya dan hanya duduk disana. Tangannya menggenggam rumput di bawahnya kelewat kuat.

Matanya terbuka dengan rasa ngeri dan ketakutan.

Anak-anak itu berlari menuju potongan itu. Hilang di dalamnya penuh kengerian.

" JANGAN!"

Jungkook kecil berteriak hebat saat satu per satu anak-anak itu menatapnya. Menatapnya dalam wajah polos khas anak-anak mereka, tersenyum singkat sebelum lari. Menjauhi Jungkook dan masuk ke dalam potongan mengerikan itu.

" KOOKIE MOHON JANGAN!" Pekik Jungkook kecil.

Jungkook kecil menangis dan terisak. Ia berteriak dalam suara parau yang melengking. Tubuhnya kaku di tempat tapi ia bergetar hebat.

Anak-anak itu lagi-lagi melihatnya. Seorang gadis dengan rambut secoklat kayu tersenyum ke arahnya. Jungkook lagi-lagi menjerit. Ia berlari ke arah padang di belakangnya. Tenggelam dalam warna merah yang membakar. Hilang di mata Jungkook kecil.

Jungkook menjerit lagi. Airmata menuruni wajahnya bertubi-tubi. Seluruh wajah Jungkook kecil basah.

Jungkook tersedak air liurnya sendiri.

Tanah lapang itu bergetar. Bunyi retakan kayu terdengar di belakang Jungkook. Jungkook segera mengalihkan pandangannya ke sumber suara. Ia kali ini benar-benar syok.

Pohon Willow yang indah itu. Berkobar dalam warna api. Langit cerah berubah mendung sepenuhnya. Begitu gelap.

Jungkook terisak. Ia terisak kecil dalam putus asa saat pohon willow itu retak. Hampir membelahnya menjadi dua.

Jungkook membuka mulutnya. Dua suara keluar dari bibir kecilnya dalam rasa putus asa selagi ia melihat dedaunan Willow mengerut.

" Kumohon−cari aku."

Air mata Jungkook menetes ke tanah. Rerumputan membelah.

Mengeluarkan tangan-tangan mungil selagi tubuh Jungkook limbung ke tanah.

.

.

.


.

.

.

Jungkook kecil terbangun. Ia terisak nyaring dan menjerit dari kamarnya di tengah malam.

" NAMJOON BANGUN! DEMI TUHAN! JUNGKOOK!"

Namjoon menyibak selimutnya secepat kilat dan langsung meloncat dari kasur. " Demi Tuhan! Apa yang terjadi!?"

Jin segera membuka pintu kamarnya hingga berdebum nyaring. Namja berbahu lebar itu langsung melesat ke kamar Jungkook. Namjoon memasang sendalnya asal dan ikut berlari panik mengikuti Jin.

" JUNGKOOKIE!" Jin membuka kamar anaknya itu panik.

Mata Jin membuka khawatir dan nafasnya tersengal-sengal.

Jungkook duduk di kasurnya dan terisak. Ia menatap ke arah Jin dengan wajah basah akan air mata. " H-hikss...EOMMA!"

Jin segera berlari. Ia duduk di samping kasur Jungkook. Membawa putra kecilnya itu ke dalam pelukannya. Jungkook memeluk Jin sangat erat. Ia menyembunyikan wajahnya di dada Jin hingga piyama biru milik Jin basah total.

Namjoon tiba di kamar Jungkook dan tersengal-sengal. " Jungkook ada apa!?"

Jin menatap Namjoon khawatir sambil mengelus punggung Jungkook lembut. Ia menggeleng. Namjoon menghembuskan nafas kasar. Ia menatap jam dinding dan ini jam 3 subuh.

Namjoon duduk di dekat Jungkook. Mengelus kepala anaknya itu selagi Jin menenangkan Jungkook yang masih terisak dan menenggelamkan wajahnya pada dada Jin.

" Putra appa yang kuat−" Bujuk Namjoon. " –Kookie kenapa? Ayo cerita dengan appa."

Jungkook terisak. Ia menjawab dengan suara lirih bercampur isakan. " M-mimpi buruk..."

Jin tersenyum singkat. Ia menepuk-nepuk punggung Jungkook. " Ayo tidur dengan eomma. Kita tidur di kamar appa dan eomma."

" Kajja Jungkookie...Kookie harus tidur. Besok Kookie sekolah." Namjoon mengambil alih Jungkook.

Anak bergigi kelinci itu mengalungkan tangannya pada leher Namjoon. Ia merebahkan kepalanya pada bahu namja itu. Menggosok matanya yang masih basah dan menggumam kecil.

Namjoon membawa Jungkook ke kamar mereka selagi Jin ke dpaur. Membuat susu hangat. Namja berbahu lebar itu kembali ke kamarnya. Meminumkannya pada Jungkook dengan hati-hati.

Jungkook tidur kembali. Kali ini ia ditemani Cooky. Boneka kelinci pink kesayangannya. Ia tidur dekat-dekat Namjoon. Badan appa-nya itu selalu bisa membuat Jungkook merasa aman.

" Menurutmu kau tahu kenapa Jungkook jadi berteriak?" Tanya Namjoon lirih pada Jin yang berebah di samping Jungkook.

Jin menggumam. " Entahlah−kurasa dia benar-benar bermimpi buruk. Tidur dengan kita 3 hari ke depan untuk memastikannya."

Namjoon mengangguk. Ia mengelus rambut Jungkook sebelum tertidur kembali. Mematikan lampu di ruangan.

.

.

.


.

.

.

Seoul−abad 21

.

.

Namja dengan bahu lebar itu berjalan santai. Ia tersenyum singkat dengan buket bunga di tangannya. Rambut berwarna merah mudanya berkibar tertiup angin kota Seoul. Sesekali mata bulatnya menyisir jalanan setapak berbatu.

Banyak orang-orang lewat jalan ini. Tidak jauh berbeda dengan yang dulu-dulu seingatnya. Di kanan dan kirinya terdapat taman hijau dengan rumput yang basah. Membuat jalan ini difavoritkan sebagian orang untuk berjalan sambil melepas lelah setelah beraktivitas seharian penuh.

Namja itu memacu langkah sambil menggotong buket bunganya.

Ia berbelok di tikungan. Ke sebuah pemakaman lama.

" Ahh−ya di dalam." Gumamnya singkat.

Dia masuk ke dalam pemakaman yang luas itu. Kanan kirinya penuh nisan bergaya modern dan salib.

Tidak−dia tidak mencari di antara pemakaman baru ini. Dia akan ke pemakaman lama. Pemakaman orang-orang terdahulu yang bergaya tradisional korea. Tepat di belakang taman kecil pembatas antara modern dan tradisional.

" Ahh Seokjin!"

Namja itu menyetop langkahnya dan menengok ke kiri. Disana ia melihat seorang lelaki paruhbaya dengan sekop di tangannya. Ia tersenyum ke arah namja dengan balutan kemeja kasual itu.

" Mengunjungi pemakaman lagi?" Lelaki paruhbaya itu berteriak dari sebuah makam.

Jin tersenyum dan balas berteriak, " Ya! Aku ijin ke belakang ya! Sudah sore−harus cepat!"

Laki-laki itu mengangguk paham dan Jin lanjut berjalan. Ia memacu langkahnya ke arah taman. Sedikit menunduk saat melewati pohon-pohon lebat dan tiba di ujung jalan berbatu rapi itu.

Ia disambut pemandangan kuil-kuil kecil. Nisan bergaya korea dengan makam-makam berukir indah. Jin berjalan maju. Matanya mencari sebuah makam dengan ukiran sederhana tetapi artistik. Dia kenal dengan pembuatnya.

Tepat di samping pohon cherry yang belum mekar−sebuah makam berdiri. Jin tersenyum singkat. Ia berjalan lambat dan menumpukan lututnya di tanah. Di depan makan itu.

Kuil kecil berdiri di sampingnya. Namja dengan bahu lebar itu mengambil sebuah buket bunga yang sudah melayu dan menggantikannya dengan buket yang dipegangnya.

" Hyung−bagaimana bunganya?" tanya Jin. " Kau suka? Ini bunga geranium. Kau selalu suka bunga geranium."

Namja itu menatap sendu nama nisannya yang bergaya kaligrafi hangul. Mengingat ia adalah seorang arkeolog−ia dapat mengira dan mengetahui umur dari benda-beda di depannya.

Ukiran dan kuil-kuil nya diperbarui. Tetapi nisan dan tulisannya−hanya dicat ulang tapi gayanya sangat kuno. Jin menyentuh nisannya.

" Jungkook sudah semakin besar sekarang−hyung." Jin terkekeh kecil mengingat putranya itu. " Dia benar-benar periang. Dia suka sekali kesana kemari hingga aku dan Namjoon kadang kewalahan. Dia juga suka bertanya. Ini itu−senyumnya sangat manis. Mengingatkanku dengan rekan hyung. Jika saja dia disini−dia benar-benar akan jatuh cinta dengan semua keimutan milik Jungkook."

Jin menundukkan sedikit wajahnya. Ia menatap sendu altar makam itu. " Maafkan aku juga−hyung. Aku jadi jarang berkunjung karena...karena aku mendapatkan sesuatu yang membuatku harus berbohong selama ini. Aku ingin meminta maaf atas semuanya hyungie. Bunga geranium ini adalah hadiah untukmu. Mudahan kau suka."

Jin tersentak saat jam tangannya berbunyi. Ia membelalakkan matanya saat waktu sudah menunjukkan pukul 4 lewat. Jungkook sudah pulang dari 15 menit yang lalu.

" Ah Jungkook!"

Jin dengan panik berdiri. " Aku pergi dulu hyung! Aku berjanji akan membawa Jungkook berkunjung pada saatnya nanti!"

Namja dengan bahu lebar itu segera merapikan baju dan tasnya cepat. Ia memacu langkah keluar dari makam itu. Ia tidak sadar selama ini di bagian ujung kuil−ada sebuah surat kusam yang sudah terkapar sangat lama disana−hampir rusak total. Menunggu dibaca.

.

.

.

Untuk

Seokjin ku yang tersayang,

Aku menanti kapan kau pulang−karena aku sudah tahu rasa sakitmu selama ini.

Aku akan menbantumu

Salam,

Goyang-i mu

.

.

.

.

Jungkook mempoutkan bibirnya lagi. Seperti biasa−ia duduk di ayunan taman sekolahnya. Mata bulatnya menatap langit yang sudah tidak semenyengat siang tadi. Tapi tetap saja−ini musim panas!

Dia melihat sepupunya yang sekolah menengah sudah liburan! Bahkan dia mengirim email ke appanya dengan gambar di pantai sambil menikmati es krim. Jungkook yang baru sekolah dasar belum liburan!

Kalian tidak tahu kerja keras Jungkook bertanya pada setiap guru yang ditemuinya kapan liburan musim panas dimulai. Tapi jawabannya selalu sama. Jungkook disuruh untuk sabar karena kepala sekolah pasti akan segera mengumumkan.

Jungkook rindu pergi ke pantai! Ia juga bisa sering-sering ke tempat kerja eomma atau appanya. Ke kampus Namjoon atau ke studio musiknya. Membantu Jiminnie hyung dan eommanya.

Ia juga jadi bisa ke museum secara gratis dan leluasa. Jungkook jadi bisa masuk ruangan apapun dengan kartu akses milik eommanya!

Di studio appanya pun−ia bisa bermain lebih lama dengan Yoongi. Biarpun Yoongi selalu menutup wajahnya dengan masker hingga ia digelari Assassin tersesat disana−Jungkook pasti akan membukanya!

Harus! Musim panas kali ini harus dibuka! Ia harus melihat wajah Yoongi hyung yang kata appanya itu terlalu putih untuk manusia. Kan Jungkook jadi penasaran.

Jungkook menghela nafas lelah. Ia menyentak ayunannya bosan hingga bergerak. " Aaaa! Eomma lama sekali!"

Anak bergigi kelinci itu terlihat mencari kesana kemari. Kepalanya bergerak ke kanan dan ke kiri.

" V hyung juga tidak ada! Jungkook bosaaaan!"

Sebenarnya ia bisa saja berkeliling kesana kemari dan bermain untuk menghilangkan rasa bosannya, tetapi eommanya bilang tidak boleh. Dia harus menunggu di tempat itu. Bahaya nanti kalau Jungkook diculik.

Jungkook menggembungkan pipinya kesal, " V hyung biasanya selalu muncul sore-sore begini. V hyuuuuung! Kau dimanaaa!?"

" Aaa−Jungkook! Kalau kau berteriak seperti itu−kau akan membuat orang lain ketakutan!"

Jungkook tersentak kaget. Ia segera berbalik ke belakang dan mata bulatnya benar-benar berbinar senang. Gigi kelincinya sampai menyembul keluar.

" V HYUNG!"

Anak yang dipanggil hanya tertawa. Ia tersenyum kotak seperti khas-nya. Tangan mungilnya terlihat penuh. Ia membawa sebuah kotak.

Jungkook makin tambah senang. Ia bahkan sampai menjerit bahagia saat bau daging keluar dari kotak itu dan tercium olehnya. Anak laki-laki itu segera turun dari ayunan dan menarik lengan seragam milik V tidak sabaran.

" Sate domba!" Jungkok meloncat-loncat kecil kesenangan.

V kecil tertawa, " Ayo kita makan! Aku dibelikan untuk kita berdua!"

Kedua anak kecil itu duduk di rumput. Jungkook terlihat mengunyah sate domba itu dengan semangat. V bahkan sampai gemas dan terus menerus menyuapi Jungkook. Membuat si kelinci mengerang karena mulutnya sudah penuh tapi V malah terus memberinya sate untuk dimakan.

" Waah itu enak sekali! Kookie tidak tahu kalau sate domba bisa dimakan waktu musim panas!" Jungkook menepuk perutnya lega.

V berbinar. " Oh ya kookie! Kookie mau apa waktu musim panas nanti? Kookie bilang kalau kau suka baca buku dongeng kan? Aku punya banyak! Mau main ke rumah?"

Jungkook memekik senang. Ia bahkan bertepuk tangan kecil tetapi setelahnya ia terdiam dan menggembungkan pipinya, " Sekolah Kookie saja belum memberitahu kapan libur, V hyung! Aku sudah bertanya kesana kemari tapi tidak ada yang mau memberitahu kookie!"

Anak lelaki berambut pirang kusam itu tertawa, " Tenang saja Kookie. Tapi Kookie mau main kan? Kalau Kookie mau buku-bukunya−hyung bisa bawakan sebagian. Jadi saat pulang sekolah−Kookie tidak bosan lagi."

Kookie menelengkan kepalanya imut, " Tapi Kookie punya V hyung. Hyung kan selalu bermain dengan Kookie saat pulang sekolah. Selama ada V hyung−Kookie tidak akan bosan."

" Tapi untuk beberapa hari ini−V tidak bisa main dengan Kookie." V merengutkan bibirnya sedih. " V harus pulang kampung."

Jungkook terlihat kaget, " T-tapi tidak akan lama kan hyung!? Kookie janji akan main ke rumah V hyung waktu liburan nanti! V hyung tidak akan lama kan?"

V menggeleng imut dan tersenyum kembali. Menyengir dengan senyum kotaknya. "Tidak! Aku pasti akan kembali untuk Kookie!"

Jungkook yang terlalu lega malah mengacak-acak rambut pirang kusam milik V. Jungkook suka rambut pirang milik V. Tidak ada anak-anak di sekolahnya yang punya rambut seperti itu. Wajah V hyung pun terlihat bukan seperti orang asia yang Jungkook tahu.

Jungkook bahkan beranggapan kalau wajah V itu seperti boneka keramik. Boneka keramik eropa seperti di museum eommanya. Boneka-boneka itu sangat cantik dan tampan. V hyung seperti salah satunya.

" JUNGKOOK!"

Jungkook dan V melihat dari kejauhan. Seorang namja dengan kemeja kasual berlari ke arah mereka. Jungkook berbinar dan V juga sama.

" Kookie harus pulang." V segera berdiri.

Jungkook membuka mulutnya ingin menahan V. V tersenyum, " Jangan takut. Kita bisa bertemu saat musim panas!"

V segera berlari menjauh dan berbelok saat Jin datang. Jin terkejut saat Jungkook berbau seperti daging dan melihat sebuah kotak daging yang habis.

" Eomma lama sekali!" Jungkook memberengut ke arah Jin.

Jin menunjuk kotak daging, " Itu punya siapa?"

" Jungkook makan bersama teman Kookie." Jawab Kookie singkat.

Jin terlihat menggigit bibirnya khawatir tapi setahunya−Jungkook tidak pernah mau makan bersama orang yang tidak ia benar-benar kenal. Teman yang dekat dengannya pun jarang makan bersamanya. Ia hanya mau makan bersama teman yang nyaman bersamanya.

Jin tersenyum singkat dan menggendong anaknya itu. " Kajja! Kita pulang! Maafkan eomma ya...nanti eomma belikan es loli oke?"

Jungkook terlihat menggumam sebentar sebelum mengangguk dan tersenyum, " Oke!"

" Eomma−nanti saat liburan, Jungkook boleh main ke rumah teman tidak? Namanya V dan dia benar-benaaar baik! Dia yang memberi Jungkook daging tadi." Jelas Jungkook lucu.

Jin tersenyum, " Oh ya? Nama yang unik. V−seperti bukan nama orang korea."

Sebelum Jin benar-benar berhenti, ia dapat melihat sedikit gambaran seorang yang berlari di tikungan. Rambutnya enggh...pirang?

Jin tertawa. Siapa anak di korea yang berambut pirang?

Zaman sekarang ada-ada saja. Orang tua mencat rambut anaknya jadi pirang.

Mereka lewat di sekitar taman. Jungkook tidak sengaja melihat pemandangan sebuah pohon rindang yang indah. Mata bulatnya membola.

Itu pohon Willow.

Jungkook membenamkan wajahnya pada bahu lebar Jin. Melirik sedikit−hanya sedikit yang ia ingat dari mimpinya. Semuanya terasa kabur, tapi satu yang pasti−pohon itu perlu bantuannya.

" Cari aku..." Jungkook mengulang kalimat itu sangat lirih dan membenamkan wajahnya makin dalam.

.

.


.

.

V menatap kedua orang itu dari kejauhan. Ia duduk di atas dahan pohon besar.

Anak kecil itu bergumam selagi ia mengayunkan kakinya, " Dia ingat tidak ya?"

V kecil mengulum bibirnya dan menggidikkan bahu. Ia meloncat dan segera berdiri. Seekor kupu-kupu dengan corak biru koral yang indah lewat di depan matanya. V tersenyum.

" Ya−aku akan pulang."

.

.

.

.

" Hyung itu..." Jimin mengeluh.

Mentang-mentang sejak ia sudah punya anak−ia dengan enaknya meninggalkan pekerjaannya.

Mana pencarian mereka belum selesai dan sekarang ada paket barang datang ke museum. Sudah berapa kali ia bilang pada kurir-kurir itu dan security−kalau ada barang langsung ke gudang penyimpanan.

Nanti mereka akan menyortirnya. Tapi lagi-lagi−barang-barang itu memenuhi kantor mereka. Mereka bilang takut kenapa-kenapa. Masalahnya itu adalah barang antik dan benar-benar berharga.

Tapi Jimin bisa muak juga kalo kantornya jadi seperti gudang barang bekas. Dia tidak bisa bekerja leluasa. Bayangkan Jin ada disini dan melihat ini semua.

Sudah dipastikan ia mulai akan mencak-mencak nyaring kepada semua penghuni museum.

Jimin berusaha untuk tidak menyumpah. Sejak 45 menit yang lalu−kerjaannya hanya membersihkan dan menyortir barang-barang. Ia menghela nafas kesal dan menendang pintu dengan kakinya.

Tangannya penuh kotak-kotak. Mana gudang penyimpanan itu di lantai bawah.

Jimin berjalan secara perlahan tapi pasti. Ia sedikit melirik saat berjalan agar tidak menabrak benda-benda di museum itu.

" Maafkan aku−bagian eropa saat era pertengahan dimana?"

Jimin berhenti saat sebuah suara kecil nan datar mengalun di belakangnya. Ia tidak bisa berbalik karena kotak di tangannya.

" Anu itu..." Jawab Jimin. Ia membetulkan letak kotaknya.

" Kalau kesusahan tidak apa. Aku hanya ingin bertanya karena ku tidak faham petanya." Jawab orang itu lagi. Suaranya teredam.

Jimin menggeleng singkat, " Tidak−di bagian sana. Di belakang bagian mesir. Memang agak tertutup di peta karena bagian mesir agak gelap. Maafkan kami."

Tidak ada sahutan dari orang itu dan Jimin harus cepat.

" Terima kasih−" Ucapnya kecil. Ia segera berjalan.

Jimin melirik dan ia melihat seorang namja mungkin−dengan masker hitam dan jaket bergambar kumamon itu berjalan. Telinganya disumpal earphone dan ia menunduk. Rambut hitamnya menyembul.

Entah kenapa Jimin seperti mengenalnya−mata berbentuk segitiga dan kulit putihnya. Ada di lukisan bagian lama.

Jimin menggidikkan bahu. Ia terus berjalan sambil sedikit menggerutu karena berat dan berharganya barang itu supaya tidak hancur.

Sedangkan namja itu terdiam. Ia berbalik sedikit dan menyipit ke arah staff itu.

" Seperti kenalan istri Namjoon" Ucapnya curiga. " Suaranya kecil ternyata. Seperti tikus."

.

.

.

.

.

T

B

C

XD


Halo minna san!

Ada yang ingat saya dan ff ini?

Gomennasai kalau ini sangat teramat lama sejak comeback BTS wings. Gomennasaiii

Maaf karena saya hilang sangat lama dan ff ini seperti tidak terurus. Hanya saja saya berusaha menyelesaikan misterinya dan endingnya.

Sekarang semuanya sudah jelas di kepala w dan tinggal menunggu ditulis ^^

Gomennasai kalau saya benar-benar ngilang T_T

Ada yang mau nyoba tebak kaitannya?

Oh ya−maaf juga kalau cerita ini banyak flashback dan loncat dari satu zaman ke zaman lain. Berharap untuk sabar membacanya karena setiap paragraf berkaitan satu sama lain dan untuk menyelesasikannya saya membuat setiap part berisi ^^'

Arigatou untuk semua yang sudah fav or follow dengan sabar dan para readers yang review. Juga para siders yang membaca ataupun berkunjung ke ff w− arigatou!

Tunggu kelanjutannya!

Mind to Rnr? Fav and follow?

See ya at next chap!

Salam sayang

A.W.J