Day Off

.

.

.

.

.


Pancaran sinar mentari pagi memaksa masuk dari jendela apartemen. Min Yoongi menarik selimutnya hingga menutupi wajahnya yang terkena bias-bias sinar matahari. Ia menggeram pelan di bawah selimutnya dan mengutuk siapapun yang telah membuka tirai jendela. Sinar matahari benar-benar membuatnya tidak bisa tidur lagi meskipun Ia masih sangat mengantuk. Dengan malas Ia menyingkap selimutnya dan memaksa dirinya untuk sadar sepenuhnya.

"Ugh..." Yoongi meringis sambil memijit pelipisnya. Kepalanya benar-benar pusing akibat kurang tidur.

Mengambil jam digital di meja nakas kemudian kembali memijit pelipisnya ketika dirasanya kepalanya semakin pusing saat melihat jam. Oh ayolah, Yoongi baru saja tidur tiga jam yang lalu dan sinar matahari pagi dengan lancangnya mengganggu tidur nyenyaknya di hari liburnya? Yang benar saja.

Ia beranjak dari kasurnya ketika menyadari sosok pemuda berambut abu-abu yang semalam tidur di sampingnya sudah tidak ada di kamar mereka. Yoongi menyeret kakinya yang terasa berat untuk berjalan menuju meja makan. Di sanalah Ia menemukan sosok berambut abu-abu itu sedang menyiapkan sarapan untuk dua orang. Ada untungnya juga ia terbangun dari tidur singkatnya, mungkin ia akan sarapan dulu sebelum kembali melanjutkan tidurnya mengingat semalam ia melewatkan makan malam.

Sosok itu berbalik dan tersenyum ketika melihat Yoongi, "Pagi. Tidurmu nyenyak?" sapanya.

"Sangat nyenyak untuk ukuran tiga jam. Sesekali kau harus mencobanya Park Jimin. Terima kasih juga sudah membuka tirai jendelanya, aku benar-benar tidur dengan nyenyak." Sahut Yoongi sarkas lalu duduk di kursinya.

"Bagaimana kau bisa tahu kalau aku yang membuka tirainya?" sosok yang bernama Park Jimin itu ikut duduk di hadapan Yoongi dan melahap sarapannya.

"Jangan berlagak bodoh sayang, di apartemen ini hanya ada kau dan aku."

"Bisa saja ada hantu yang membuka tirainya." kelakar Jimin.

"Hantu yang kakinya masih berpijak di lantai, maksudmu? Maaf Jimin, usiaku sudah tiga puluh tahun dan aku sudah terlalu tua untuk mempercayai keberadaan hantu."

"Ya, ya, ya. Terserah kau sajalah, hyung." Jimin memutar bola matanya dengan malas. Ugh, Min Yoongi ini kenapa sulit sekali diajak bercanda.

Yoongi tertawa kecil melihat ekspresi Jimin. Ia tahu kok, kalau Jimin sedang bercanda. Hanya saja Yoongi juga menyukai wajah sebal Jimin ketika ia menggodanya. Menggoda Jimin adalah hobi barunya sejak mereka resmi menjadi pasangan kekasih kurang lebih dua tahun yang lalu.

"Jangan pasang wajah seperti itu. Kemari."

"Habiskan dulu sarapanmu. Kau belum menyentuhnya sedikitpun."

Yoongi menuruti Jimin dan menghabiskan sarapannya.

Selesai sarapan, Jimin membawa piring dan gelas susu ke bak cuci piring. Yoongi yang masih duduk setia di kursinya menatap lekat-lekat figur Jimin dari tempatnya. Tubuh Jimin terbalut sweater putih dan celana pendek hitam. Sweater yang digunakannya pun sedikit kebesaran dan membuat tangannya tenggelam di balik lengan sweater tersebut. Jiminnya terlihat benar-benar menggemaskan.

Masih dengan wajah yang merengut, Jimin mendekat ke arah Yoongi yang langsung menarik pergelangan tangannya hingga ia jatuh terduduk tepat di pangkuan Yoongi.

"Dasar tukang modus." Jimin mengalihkan pandangannya ke arah lain. Ia tidak mau Yoongi melihat wajahnya yang bersemu merah.

"Tapi kau sayang kan?" goda Yoongi sambil mengelus surai abu-abu milik Jimin.

"Jangan menggodaku, hyung."

"Memangnya kau mau melihatku menggoda orang lain?" goda Yoongi lagi, kali ini ia mengeratkan pelukannya di pinggang ramping milik Jimin. Dari jarak sedekat ini, Yoongi bisa melihat dengan jelas wajah lelaki kesayangannya.

"Hyung!" Jimin memprotes.

"Kalau begitu diamlah dan biarkan aku memelukmu seperti ini. Aku rindu kau." Diucapkan secara cepat dalam satu tarikan nafas oleh Yoongi, namun Jimin masih bisa mendengarnya. Telinganya sudah cukup terlatih dengan mendengarkan rap Yoongi dalam mode Agust D.

"Kukira kau akan lebih merindukan pekerjaanmu daripada aku."

Dari nada suaranya, Yoongi tahu kalau Jimin tidak bermaksud menyalahkan kesibukannya. Apa yang Jimin katakan memang benar. Miris rasanya ketika menyadari sebagian besar waktunya digunakan untuk pekerjaannya. Produser jenius Min Suga di pagi hingga sore hari dan underground rapper Agust D di malam hari.

"Pekerjaanku memang nomor satu. Tapi bagiku kau adalah nol."

"Nol?"

"Kalau tidak ada angka nol, tidak akan ada angka satu bukan? Nol adalah awal dari segalanya."

Jimin menatap Yoongi dengan tatapan menyelidik, "Rasa-rasanya aku pernah mendengar kata-kata itu."

"Aku mengutipnya dari anime detektif yang tak kunjung naik kelas." Sial, padahal maksud hati ingin sedikit menggombali Jimin dengan kata-kata puitis hasil curi dengar dari anime yang ditonton oleh beberapa murid Jimin ketika Yoongi menjemputnya di studio tari.

Jeda beberapa saat. Tak ada satupun di antara mereka yang saling mengucap kata. Yoongi memanfaatkannya untuk menenggelamkan wajahnya di perpotongan leher Jimin. Menghirup aroma tubuh Jimin yang seakan menjadi candu tersendiri untuknya. Jimin sendiri menyamankan dirinya di pangkuan Yoongi. Sesekali memainkan jemari mungilnya di pundak Yoongi.

"Hyung tidak berangkat kerja?" Jimin balik bertanya.

"Aku cuti sampai besok."

Jawaban Yoongi membuat Jimin menempelkan dahinya ke dahi Yoongi, "Tidak demam," gumamnya. "Hyung, apa kepalamu terbentur sesuatu semalam?"

Yoongi menyentil dahi Jimin, membuat yang lebih muda mengaduh. "Siapa yang merengek kepadaku untuk meminta cuti di hari ulang tahunnya, hm?"

"Aku!" Jimin menjawab dengan ceria. Melupakan rasa sakit di dahinya akibat disentil Yoongi.

"Kalau begitu berbahagialah sedikit. Rekan kerjaku sampai uring-uringan saat aku bilang aku akan mengambil cuti selama dua hari." Yoongi jadi ingat bagaimana wajah rekan produsernya itu hampir menangis ketika mengetahui Yoongi mengambil cuti di tengah deadline mereka.

Jimin hanya terkekeh mendengarnya. Ia jadi sedikit tidak enak hati dengan Yoongi. Sebenarnya ia tidak benar-benar serius ketika meminta Yoongi untuk mengambil cuti di hari ulang tahunnya. Jimin hanya ingin menggoda Yoongi saja. Namun melihat Yoongi yang menanggapinya dengan serius, mau tak mau ia merasa egois.

"Aku tahu apa yang kau pikirkan, sudah jangan berpikir macam-macam. Lagipula kita jarang sekali menghabiskan waktu bersama. Jadi ayo kita manfaatkan dua hari ini."

"Benar tidak apa-apa? Tidak mengganggu pekerjaanmu?" Tanya Jimin memastikan.

"Hanya tinggal tahap finishing, akan selesai dalam satu hari kok."

Jimin hanya bisa menghela nafas panjang mendengarnya. Ia tahu satu hari yang dimaksud benar-benar seharian penuh atau dua puluh empat jam di dalam studio yang berarti Yoongi akan menginap di studio dan tidak akan pulang ke apartemen mereka.

Satu hal yang benar-benar Yoongi syukuri adalah karena Park Jiminlah yang bersama dengannya saat ini, bukan orang lain. Walaupun usia mereka terpaut cukup jauh –perbedaan usia 8 tahun cukup jauh bukan– setidaknya Jimin cukup pengertian dengan kesibukan Yoongi. Jimin tidak banyak menuntut ini dan itu, dengan hal itu saja Yoongi sudah sangat berterimakasih. Yoongi juga sangat yakin tidak ada yang bisa mengurus dirinya sebaik Jimin –kalaupun ada, sudah pasti itu hanyalah ibunya seorang.

"Hyung, kalau kau masih mengantuk tidur lagi saja."

"Temani aku."

"Baiklah, baiklah. Kalau begitu hyung duluan saja ke kamar, nanti aku menyusul. Aku akan mencuci piring dulu."


Aku pergi ke studio tari. Hoseok hyung memintaku untuk membantunya. Maaf tidak membangunkanmu, tidurmu pulas sekali seperti orang mati Kalau mau makan, sudah kusiapkan di meja makan. Tinggal dihangatkan.

Jiminie ^_^

Itu adalah pesan yang ditinggalkan Jimin untuk Yoongi pada selembar post-it yang ditempel pada layar ponselnya. Bagus, jadi hari ini Yoongi sudah dua kali terbangun tanpa Jimin di sisinya. Melepaskan post-it tersebut, Yoongi mulai mengetik pesan.

To: Jimin

Sudah sampai? Pulangnya jam berapa? Biar kujemput.

Tak sampai lima menit, ponsel Yoongi berdering singkat. Satu pesan baru masuk. Pesan balasan dari Jimin.

From: Jimin

Baru sampai. Mungkin jam 5? Sebentar lagi akan ada pentas seni, latihan akan menjadi lebih lama dari biasanya.

Melirik jam di meja nakas, waktu menunjukkan pukul 14.00. Masih ada waktu sekitar 3 jam untuk bersiap-siap. Setelah makan dan mandi ia akan pergi untuk mengambil pesanannya, pulang sebentar ke apartemen untuk menyimpan pesanannya, lalu langsung menjemput Jimin di studio tari. Agenda Yoongi hari ini adalah alasan mengapa ia mengambil cuti selama dua hari. Sedikit berterimakasih pada Hoseok karena secara tidak langsung sudah membantu menjalankan rencananya.

.

.

Jimin sedang membereskan barang-barang bawaannya ketika ponselnya berdering singkat. Satu pesan masuk dari Yoongi.

From: Min Yoongi

Aku sudah di parkiran.

Tersenyum kecil ketika membaca pesan singkat dari kekasihnya, jemarinya kemudian menekan-nekan layar ponsel untuk membalas pesannya.

To: Min Yoongi

Tunggu sebentar, sedang beres-beres.

"Dari Yoongi hyung ya?" sebuah suara mengagetkan Jimin.

"Hoseok hyung! Kau mengagetkanku."

Yang dipanggil Hoseok hanya tertawa, "Maaf, maaf. Tapi benar dari Yoongi hyung kan?"

"Hm, begitulah. Kok tahu?"

"Taehyung pernah bilang kau selalu senyum-senyum sendiri kalau menerima pesan dari Yoongi hyung."

"Aish, anak itu." Jimin geleng-geleng kepala ketika mendengar nama sahabatnya disebut.

Taehyung adalah sahabat Jimin sejak masa ospek di kampus mereka. Taehyung sendiri adalah seorang social butterfly yang memiliki banyak koneksi. Salah satu koneksinya adalah Jung Hoseok, teman dari kakak sepupunya. Taehyunglah yang merekomendasikan Jimin kepada Hoseok ketika Hoseok sedang mencari tenaga pengajar tambahan di studio tarinya. Memang dunia itu sempit, ketika Taehyung mengantar Jimin ke studio milik Hoseok, di situlah kali pertama Jimin bertemu dengan Yoongi yang kebetulan berkunjung ke sana dan mengetahui kalau Yoongi adalah kakak sepupu yang dimaksud oleh Taehyung.

"Kelihatannya mood-mu hari ini benar-benar bagus."

"Yoongi hyung hari ini menjemputku."

"Tumben sekali. Dia pulang cepat hari ini?"

"Lebih tepatnya sedang mengambil cuti."

"Tunggu dulu. Kau bilang kau dijemput dan hari ini dia mengambil cuti. Lalu kenapa tadi kau tidak diantar?"

"Dia tidur pulas sekali dan aku tidak tega membangunkannya. Semalam saja ia pulang jam 11 malam dan masih meneruskan pekerjaannya di apartemen sampai jam 5 subuh."

"Seharusnya aku sudah menduganya." Hoseok hanya geleng-geleng kepala mendengarnya. Sebagai orang yang pernah mengerjakan satu proyek bersama dengan Yoongi, Hoseok bisa dengan yakin mengatakan seniornya sejak di bangku sekolah menengah atas itu memang tidak berubah sedikitpun kalau sudah berurusan dengan musik.

"Hoseok hyung, aku pulang duluan ya." Pamit Jimin.

"Hati-hati di jalan. Sampaikan salamku untuk Yoongi hyung. Terima kasih untuk bantuannya hari ini, Jimin."

"Akan kusampaikan. Terima kasih juga untuk hari ini, hyung." Jimin berlari kecil meninggalkan Hoseok. Namun baru beberapa langkah meninggalkan ruang latihan, Jimin berbalik dan kembali ke ruangan.

"Ada apa, Jimin? Apa ada yang tertinggal?" tanya Hoseok.

"Tidak. Hanya ingin bilang, kalau kau tidak cepat-cepat nanti Taehyung akan mencari yang lain."

"Yah!"

Dan Jimin sudah berlari meninggalkan Hoseok sebelum dilempar oleh botol minumnya. Well, Jung Hoseok tidak akan pernah melempari siapapun yang bercanda dengannya terlebih jika ia sudah kenal baik dengan orang tersebut. Jadi ia tertawa saja ketika sosok Jimin sudah menghilang dari balik pintu.

.

.

"Maaf ya, jadi menunggu lama." Kata Jimin saat sudah di dalam mobil Yoongi.

"Ngomong-ngomong apa yang membuatmu sampai berlari-lari ke mobil seperti tadi?" tanya Yoongi sambil memasang sabuk pengaman.

"Itu, tadi aku meledek Hoseok hyung soal Taehyung." Jawab Jimin sambil memasang sabuk pengaman juga.

"Kau ini jahil sekali ya." Yoongi mengacak-acak surai abu-abu Jimin dengan lembut.

"Hehe, habisnya Hoseok hyung masih saja suka tarik ulur. Padahal sama-sama sudah tahu perasaan masing-masing."

"Membangun hubungan terutama ketika kau sudah seusia denganku atau Hoseok itu tidak mudah, sayang. Akan ada banyak pertimbangan karena kami sudah memikirkan banyak hal untuk jangka panjang. Sekarang mungkin kau belum mengerti, tapi nanti kau akan mengerti dengan sendirinya." Ujar Yoongi sambil menggenggam tangan Jimin dan menatapnya dengan lembut. "Jadi, mau ke mana kita?"

"Aku lapar. Bagaimana kalau kita makan di kedai tempat kencan pertama kita?" usul Jimin.

"Oke." Melepaskan genggamannya, Yoongi menyalakan mesin mobilnya dan mulai memfokuskan dirinya pada jalanan.

"Hoseok hyung tadi titip salam untukmu."

"Akan kuhubungi dia nanti." Kata Yoongi tanpa mengalihkan pandangannya.

Selama perjalanan, tak ada satupun di antara mereka yang berbicara. Di dalam keheningan, mereka menikmati kebersamaan yang sangat jarang itu. Terlalu hening hingga satu jam perjalanan mereka tidak terasa. Yang mereka tahu, saat ini mereka sudah sampai di kedai makanan tempat kencan pertama mereka.

"Kau mau pesan apa?" tanya Yoongi.

"Hmm..." Jimin berdehem, matanya masih tertuju pada menu. "Ramyun dan Tteokppoki. Ah! kimbab juga!" putusnya final.

"Lapar sekali ya?" Yoongi terkekeh sambil menulis pesanan Jimin.

"Aku melatih murid-muridku selama 3 jam kalau kau mau tahu." Jimin mempout-kan bibirnya, Yoongi yang gemas hanya bisa tertawa terbahak. Yoongi tidak mungkin mencubit pipi Jimin dengan gemas ketika mereka berada di tempat publik seperti ini kan? Selesai menulis pesanan, Yoongi menyerahkan catatan pesanan tersebut kepada salah satu pelayan.

"Setelah ini mau ke mana?" tanya Jimin.

"Belum tahu. Kau sendiri mau ke mana?" Yoongi bertanya balik.

"Aku mau pulang saja. Tapi kalau kau mau mampir ke tempat lain dulu juga tidak apa-apa."

"Ya sudah, kalau begitu nanti langsung pulang saja. Kau pasti lelah."

Sambil menunggu pesanan mereka datang, mereka saling bertukar cerita mengenai pekerjaan masing-masing. Sesekali juga membahas kuliah Jimin yang sudah memasuki semester akhir. Yoongi baru menyadari seberapa banyak waktu yang ia lewatkan setelah mendengar cerita Jimin. Yoongi selalu tahu kalau ia sangat jarang memiliki waktu untuk Jimin, tetapi baru kali ini ia benar-benar menyadarinya. Mungkin setelah ini ia akan mulai meluangkan waktunya sedikit untuk Jimin.

Ketika pesanan mereka datang, Jimin hanya menggelengkan kepala melihat pesanan Yoongi.

"Apa?"

"Tak kusangka kau akan memesan makanan yang sama persis denganku." Cibir Jimin.

"Biar sekalian dimasak, efisiensi waktu." Yoongi berdalih. Jimin hanya mengiyakan saja.

Ya sudahlah daripada meributkan pesanan, yang terpenting sekarang adalah makanan sudah disajikan. Waktunya makan.

.

.

Perjalanan pulang terasa lebih lama karena kemacetan yang tak terhindarkan, namun sepertinya kedua insan di dalam mobil tersebut tidak mempermasalahkannya. Mungkin karena terlalu lama tidak meluangkan waktu bersama, mereka mencoba mensyukuri kebersamaan yang bisa mereka dapatkan dalam hal-hal yang tidak terduga seperti saat ini. Selama perjalanan pulang pun mereka tak banyak bicara. Hanya ada alunan musik terdengar dari tape mobil yang mengisi keheningan di dalam mobil.

Lampu lalu lintas menyala merah untuk kesekian kalinya, Jimin mengalihkan pandangannya yang semula terpaku pada lampu-lampu jalanan ke wajah Yoongi. Merasa dipandangi Jimin, Yoongi meliriknya sekilas kemudian memberikan tatapan ada apa ketika dilihatnya Jimin tak juga mengalihkan pandangannya. Jimin mendekatkan wajahnya pada Yoongi, netra terpejam perlahan. Seolah mengerti, Yoongi melakukan hal yang sama dengan Jimin. Kedua bibir saling menempel, mencoba untuk saling berkomunikasi melalui sentuhan lembut tersebut.

TIIIN!

"Shit!" satu umpatan lolos dari mulut Yoongi.

Sayangnya sentuhan lembut itu harus berakhir dengan singkat. Lampu lalu lintas telah menyala hijau dan kendaraan di belakang mobil Yoongi tampaknya tidak mau bersabar untuk menunggu Yoongi yang tengah menikmati sentuhan lembut di bibirnya lebih lama lagi.

Suasana kembali seperti semula. Hening, dengan Yoongi yang fokus di balik kemudi dan jalanan serta Jimin yang fokus pada lampu-lampu jalanan yang menghiasi pemandangan malam. Jimin terperangah ketika dirasanya sebelah tangan Yoongi menyentuh puncak kepalanya dan mengelusnya lembut tanpa mengalihkan fokusnya dari jalan raya. Itu adalah hal terakhir yang Jimin ingat sebelum dirinya tertidur.


Jimin sedang bermain game di ponselnya ketika Yoongi menutup matanya.

"Yah, Yoongi hyung! Aku sedang main game!" Jimin menyingkirkan tangan Yoongi yang membekap matanya.

Cengiran jahil terpampang jelas pada raut wajah Yoongi. Posisi Yoongi yang berada di belakang Jimin membuatnya lebih leluasa untuk menjahili Jimin. Masih belum puas dengan menutup matanya, kali ini Yoongi kembali menjahili Jimin dengan meniup tengkuknya.

"Yoongi hyung!" Jimin bergidik ketika merasakan hembusan nafas Yoongi di tengkuknya. Nyaris saja ponselnya terjun bebas dari tangannya.

Yoongi tertawa terbahak ketika dilihatnya Jimin memajukan bibirnya membentuk sebuah pout. Siapapun yang melihatnya pasti tidak akan percaya kalau Jimin akan segera berusia dua puluh dua tahun dalam hitungan beberapa jam ke depan.

Yoongi kemudian duduk di sebelah Jimin, mencuri cium pada pipi kenyal Jimin. Yang dicium hanya bersemu merah namun tetap mempertahankan poutnya di bibirnya. Pura-pura kesal, huh?

"Tadi kau tidur pulas sekali di mobil, sekarang kau tidak terlihat seperti orang yang baru saja tidur pulas."

"Aku baru saja mandi hyung, dan seperti yang kau bilang, aku tertidur pulas di mobil. Wajar kalau aku tidak ngantuk lagi." Jimin bersungut sambil meletakan ponselnya di meja. Jimin sudah tidak mood lagi untuk bermain game.

"Keringkan dulu rambutmu yang benar, nanti kau masuk angin."

"Nanti saja."

"Park Jimin."

"Iya, iya. Aku keringkan sekarang. Puas?"

Jimin dengan segera mengeringkan rambutnya dengan handuk yang masih tersampir di bahunya. Yoongi yang memanggil nama lengkapnya dengan intonasi penuh penekanan bukanlah pertanda baik. Yoongi melihat jam di layar ponselnya. Masih jam setengah sepuluh malam, tersisa dua setengah jam sebelum pergantian hari.

"Jimin." Panggil Yoongi

"Apa lagi?" sahut Jimin.

"Dua setengah jam menjelang ulang tahunmu."

"Lalu?" Jimin mengernyit, tak paham dengan arah pembicaraan Yoongi.

"Ada yang ingin kau lakukan sambil menunggu tengah malam?"

Jimin berpikir sebentar. Menimbang-nimbang apa yang sebaiknya ia lakukan bersama Yoongi sambil menunggu tengah malam.

"Mau nonton?" tawar Jimin.

"Boleh juga. Mau nonton apa?"

Benar juga. Apa yang mau ditonton? Percuma saja mengajak nonton kalau tidak ada film atau acara tv yang bagus untuk ditonton.

"Mau mendengar komposisi musikku?" usul Yoongi pada akhirnya.

"Eh? Bolehkah?" tanya Jimin dengan mata berbinar.

"Tunggu di sini, biar kuambil laptopku dulu." Yoongi berdiri dari sofa, dan mengambil laptopnya dari kamar.

Jimin tentu saja senang sekali ketika Yoongi menawarkannya untuk mendengar komposisi musik buatan Yoongi. Maklum saja, selama ini Yoongi jarang sekali memperdengarkan komposisi musiknya. Jimin saja tidak tahu jenis musik seperti apa yang dibuat oleh Yoongi. Ia hanya tahu Yoongi suka mendengarkan musik hip-hop, rap, atau apalah itu.

Yoongi muncul dari kamar sambil membawa laptop dan headphone. Ia kembali duduk di sebelah Jimin, menyalakan laptop dan menyambungkan headphone-nya ke laptop.

"Pfft." Terdengar suara Jimin menahan tawa.

"Aish, ini benar-benar memalukan." Rutuk Yoongi tanpa mengalihkan pandangannya dari layar laptop. Ia tidak mau Jimin melihat wajahnya yang bersemu merah.

Singkat cerita, Yoongi lupa kalau wallpaper laptopnya adalah foto dirinya dengan Jimin ketika mereka berlibur bersama. Foto yang susah payah didapat Jimin mengingat Yoongi susah sekali diajak foto bersama.

Dengan cepat Yoongi membuka folder yang berisi file-file komposisi musiknya dan memakaikan headphone -nya pada Jimin. Yoongi memainkan beberapa file sekaligus, membiarkan Jimin mendengarkan komposisi musik buatannya.

Jimin mendengarkan setiap komposisinya dengan seksama. Seketika Jimin terhanyut dalam alunan melodi yang dirancang oleh Yoongi. Selain komposisi musik, ada juga beberapa lagu rap ciptaan Yoongi yang ikut terputar. Tidak heran kekasihnya itu disebut-sebut sebagai produser jenius, musik-musik yang dihasilkannya memang benar-benar bagus. Terlalu larut dalam rangkaian melodi membuat Jimin tidak menyadari berlalu dengan cepat.

Tanpa terasa dua jam lebih dua puluh lima menit berlalu dengan cepat. Yoongi menarik headphone -nya dari telinga Jimin, membuat yang lebih muda protes.

"Hyung, aku belum selesai mendengarkannya." keluh Jimin.

"Daripada itu, ada yang ingin kutunjukkan padamu." Yoongi mengambil alih laptopnya, menutup folder komposisi musiknya dan membuka folder baru.

Nama folder itu adalah 'PJM22', di dalamnya hanya ada satu file bertipe video dengan nama file 'video message'.

Yoongi kembali memasangkan headphone-nya pada telinga Jimin.

"Kau ingin aku menonton video ini?" tanya Jimin memastikan.

"Pesan video." Ralat Yoongi.

Jimin memutar bola matanya malas, "Yah, apapun itulah. Tapi ini video apa?"

"Lihat saja sendiri, kau akan tahu."

Jimin paling sebal kalau sudah seperti ini. Apa susahnya sih tinggal menjawab pertanyaannya? Tidak usah sok misterius segala. Pertanyaan itu harusnya dijawab dengan jelas tahu!

Walaupun begitu Jimin tetap melakukan apa yang dikatakan Yoongi. Ia membuka file pesan video tersebut. Dahinya mengerut ketika pesan video tersebut menampilkan sosok Yoongi. Really? Mengajak Yoongi untuk foto bersama saja susah, dan sekarang Yoongi malah merekam dirinya sendiri? Semoga saja isi video tersebut bukanlah umpatan kebencian terhadap teman-temannya seperti video viral yang pernah Jimin lihat di internet.

Hai Jimin, ini Yoongi hyung.

Hari ini adalah hari ulang tahunmu yang keduapuluh dua tahun. Selamat ulang tahun.

Semoga kau panjang umur dan sehat selalu. Jangan sok melakukan diet, aku suka kau apa adanya. Kalau kau terlalu kurus nanti kau tidak enak dipeluk lagi.

Jimin, terima kasih sudah menemaniku selama dua tahun belakangan ini. Kuharap kau tidak keberatan untuk terus menemaniku hingga bertahun-tahun berikutnya.

Untuk hadiahmu, aku sudah menyiapkannya.

Hadiahmu ada di laci meja nakas dekat tempat tidur. Ambillah, tapi jangan langsung dibuka! Temui aku, dan kita akan buka hadiahmu bersama-sama.

Aku tidak pandai mengungkapkan perasaanku, jadi maaf kalau pesannya singkat.

Sekali lagi, selamat ulang tahun. Aku menyayangimu.

Jimin mematung ketika pesan video tersebut berakhir. Jadi ini pesan video untuknya? Ia memandang Yoongi seolah meminta penjelasan. Namun bukannya memberi penjelasan Yoongi hanya tersenyum dan memberi isyarat kepada Jimin untuk mengambil hadiahnya di tempat yang sudah disebutkan di dalam pesan video tersebut.

"Apa yang kau tunggu, Jimin? Cepat ambil hadiahmu."

"U-uh, oke."

Jimin melepaskan headphone -nya lalu melangkahkan kakinya menuju kamarnya dan Yoongi. Di mana tadi katanya? Oh ya, di laci meja nakas dekat tempat tidur. Jimin jadi seperti orang linglung. Perlahan ia membuka laci tersebut dan menemukan sebuah amplop kecil berwarna biru muda. Namanya tertulis jelas di amplop tersebut, seolah menegaskan kalau amplop itu memang ditujukan untuk Jimin. Dari ukuran amplopnya, Jimin menebak amplop itu adalah amplop yang biasanya digunakan untuk membungkus kartu ucapan.

'Jadi ini hadiahnya?' Batin Jimin.

Kecewakah? Entahlah. Di satu sisi, ia memang kecewa. Terlebih kalau memang benar di dalam amplop tersebut isinya hanya kartu ucapan selamat ulang tahun. Yang benar saja, kalaupun ini adalah lelucon sungguh tidak ada lucu-lucunya. Tetapi di sisi lain ia juga merasa tidak perlu kecewa. Ayolah, dirinya sudah dua puluh dua tahun sekarang. Ia bukan anak kecil lagi yang perlu diberikan hadiah-hadiah bagus.

Jimin ingin membuka amplopnya, kemudian teringat pesan dari Yoongi. Jangan langsung dibuka, katanya. Jadi ia segera keluar dari kamar sambil membawa amplop tersebut.

"Sudah ketemu hadiahnya?"

Jimin tidak menjawab, hanya menunjukkan amplop biru muda yang bertuliskan namanya. Jangan langsung dibuka gundulmu, anak kecil bahkan orang sekarat sekalipun bisa menebak kalau isi dari amplop ini adalah kartu ucapan, Jimin bersungut-sungut dalam hatinya.

"Bagus. Sekarang duduk di sini." Yoongi menepuk sisi sebelah sofa tempatnya duduk.

Jimin menurut dan duduk di samping Yoongi.

"Biar kutebak, isinya pasti kartu ucapan."

"Pernah dengar ungkapan jangan menilai sesuatu dari luarnya saja? Sebaiknya kau buka dulu amplopnya."

Jimin mengalah. Sekali lagi ia menuruti Yoongi dan membuka amplopnya. Ketika amplopnya dibuka, isinya memang hanya sebuah kartu ucapan. Apanya yang jangan menilai sesuatu dari luarnya saja?

"Sekarang buka kartunya."

Dengan malas Jimin membuka kartu ucapan tersebut dan kedua matanya seketika terbelalak ketika melihat isinya. Bukan, Jimin bukannya terkejut karena tidak menemukan tulisan tangan Yoongi di dalam kartu ucapannya. Melainkan, Jimin terkejut karena ada sesuatu yang ditempeli selotip di dalam kartu ucapan tersebut.

Sesuatu yang tak lain dan tak bukan adalah sebuah cincin.

"See? Dont judge a book by its cover, dear." Ucap Yoongi sambil merebut kartu ucapan tersebut dari tangan Jimin yang masih terkejut dengan hadiah yang didapat.

Yoongi melepaskan rekatan selotip yang menempel pada cincin secara perlahan-lahan, kemudian mengulurkan tangannya ke arah Jimin.

"Jimin, tanganmu."

"E-eh? Hah? Kenapa? Tanganku kenapa?"

"Ulurkan tanganmu."

Dengan ragu-ragu Jimin mengulurkan tangannya kepada Yoongi. Tangannya gemetar. Ia masih terkejut dengan hadiah yang diberikan Yoongi sampai-sampai responnya pun menjadi kacau.

Yoongi menyematkan cincin itu di jari manis Jimin. Jimin baru menyadari kalau Yoongi juga sudah memakai cincin serupa di jari manisnya. Kapan Yoongi menggunakannya? Seingatnya tadi tidak ada cincin yang tersemat di jari manis Yoongi. Atau mungkin dirinya saja yang tidak menyadarinya?

"Aku memakainya saat kau mengambil hadiahmu." Kata Yoongi sambil menatap dalam kedua manik hitam Jimin. Ia sempat melihat Jimin melirik ke jari manisnya.

Jimin benar-benar tidak tahu harus merespon apa. Semuanya tiba-tiba menjadi blank. Ia menatap Yoongi dan jari manisnya yang kini sudah dihiasi sebuah cincin secara bergantian. Ini bukan mimpi, Yoongi memberinya sebuah cincin di hari ulang tahunnya.

"Kalau kau tanya sejak kapan aku merencanakannya, jawabanku adalah ketika kau bilang kau ingin aku meluangkan waktuku di hari ulangtahunmu." Jelas Yoongi.

Ketika Jimin meminta Yoongi untuk meluangkan waktunya? Berarti 2 minggu yang lalu? Semua ini direncanakan dalam waktu 2 minggu?! Tampaknya bukan tanpa alasan julukan jenius melekat pada diri Min Yoongi.

"Aku tahu saat itu kau tidak benar-benar serius, tapi itu seperti tamparan keras untukku. Aku sadar kalau kau juga berhak untuk mendapatkan waktuku. Jadi hari itu juga aku berpikir untuk memberikanmu sebuah kejutan di hari ulangtahunmu. Dan inilah yang bisa kuberikan untukmu. Semoga kau suka."

Jimin menghambur ke dalam pelukan Yoongi. Bagaimana mungkin dirinya tidak menyukai kejutan yang diberikan Yoongi? Ini bahkan benar-benar di luar ekspektasinya. Mungkin lebih tepatnya, melampaui ekspektasinya. Terakhir kali Jimin menerima sebuah kejutan di hari ulangtahunnya adalah ketika ia berulangtahun ketujuhbelas. Itupun kedua orangtuanya beserta adiknya yang memberikan kejutan. Jimin memeluk Yoongi dengan erat, menenggelamkan wajahnya di dalam dekapan Yoongi.

"Selamat ulang tahun, sayang."

Jimin mengangguk di dalam pelukan Yoongi, semakin mengeratkan pelukannya pada Yoongi. Ia dapat merasakan sebuah kecupan di puncak kepalanya. Yoongi memberinya kecupan di puncak kepalanya. Yoongi membiarkan Jimin semakin menelusuk di dalam pelukannya. Ia mengusap-usap punggung Jimin ketika mendengar isakan kecil Jimin.

"Hei, jangan menangis."

Jimin menarik dirinya dari pelukan Yoongi, kemudian menatap Yoongi penuh haru. "A-aku tidak menangis. Aku hanya terlalu bahagia."

Yoongi menyibak helaian rambut Jimin kemudian mengecup keningnya dengan lembut, seolah Jimin adalah barang berharga yang akan hancur jika tidak diperlakukan dengan penuh kelembutan. Well, Jimin memang miliknya yang paling berharga.

"Yoongi hyung." Panggil Jimin.

"Ya?"

"Mulai hari ini, bolehkah aku memanggilmu Yoongi saja?" tanya Jimin sambil menunduk dan memainkan jemarinya di dada bidang Yoongi. Tidak berani bertatapan langsung dengan manik tajam milik Yoongi.

Yoongi mengangkat wajah Jimin kemudian menyantukan kening mereka lalu menjawab, "Boleh, tapi ada syaratnya."

"Apa?"

Yoongi tersenyum tipis kemudian menangkup wajah Jimin seraya berkata,

"Ayo hidup bersama denganku selamanya."

.

.

.

.

.

END


a/n:

Endingnya gantung ya? Emang sengaja dibikin gantung kok hehe *kemudian dibuang*

Happy Birthday Park Jimin! Please take care of yourself and stay healthy. I hope you can achieve everything you want.

Untuk umurnya Jimin, di sini ngikutin umur Korea. Jadi walaupun secara internasional umur Jimin 21 tahun, di fanfic ini jadi 22 tahun karena ngikutin umur Koreanya.

Last but not least, thank you for reading! Mind to give a review?