Sex Dreams

Original

By

Lady Ze

.

.

.

It's not my own story, it's just a remake from Fanfictionwith the same tittle

Perubahan menyesuaikan cerita dan tokoh

.

.

.

GS For Uke

.

.

.

HunHan

.

.

.

Selamat pagi Tokyo!

Dengan penuh semangat aku membuka tirai, membiarkan sinar pagi cahaya matahari berjuang menembus ke jendela kamarku di sela-sela salju yang turun. Musim dingin telah tiba rupanya.

"Eungh..." Aku yang menghadap ke jendela menikmati pemandangan pagi kota Tokyo menoleh ke arah tempat tidur, dimana suara lenguhan yang menandakan ia sedang protes berada.

Aku tersenyum kecil lalu menuju ke atas tempat tidur, menduduki perut Sehun yang tertutup selimut tebal.

"Tutup tirainya lagi, Deer." keluhnya dengan suara parau. Ia meraba-raba bantal di sebelah dan menaruhnya tepat di atas wajah tampannya. Wajahnya yang membuatku gila. Oh, apalagi bibir tipisnya yang menggoda itu.

"Bangun, Hunnie." kataku dengan suara manja dan menarik bantal yang menutupi wajahnya.

"DeerLu..."

"Kyaa...!" Aku terjatuh di atas dadanya, Sehun memelukku dengan kuat dan menjadikanku guling. Dasar! Tidak kusangka Oh Sehun yang Chanyeol katakan seperti robot perusahaan itu ternyata pervert, melebihi aku.

"Kau tidak memakai bra, Lu?" tanyanya dengan mata terpejam.

"Tidak." jawabku sambil berusaha melepaskan pelukannya.

"Dan kau tidak memakai celana dalam?!" tanyanya kali ini dengan mata terbuka. Dari pertanyaannya itu, aku bisa tahu kalau Sehun cukup terkejut.

"Tidak. Aku hanya memakai kemeja putihmu ini." jawabku dan aku berhasil lepas dari pelukannya. Namun aku masih setia duduk di atas perutnya.

"Dasar nakal!"

"Itu karena Hunnie." kataku dengan suara yang kubuat manja lagi sambil menggesekkan kewanitaanku di atas perutnya yang terlapisi selimut tebal.

"Menggodaku, eoh?" tanyanya dengan suara menahan gairahnya yang akan meledak sebentar lagi. Aku bisa merasakan kejantanannya yang mengeras menyentuh pantatku.

"Aniya..." Aku mendesah tepat di telinga kirinya dan samar-samar menghembuskan nafas.

Sehun memejamkan matanya dan menggertakkan giginya. Ia mencengkeram dengan kuat pinggangku.

"Ternyata kamu belum puas yang tadi malam, hum?"

BRUK

Sehun membalik tubuh kami, kini dia yang berada di atasku. Menahan badannya dengan kedua sikunya, menahan tanganku di sisi kepalaku. Tanpa bicara sepatah kata pun, Sehun langsung mencium bibirku yang masih sedikit bengkak. Menarik paksa kemeja putih miliknya yang kupakai berlawanan arah hingga kancing-kancingnya terlepas. Lagi-lagi aku telanjang di bawah kendali Sehun si robot sex, sebutanku untuknya, sangat cocok.

"Hun—nie..."

Ciumannya berjalan ke bawah, menyentuh leherku yang penuh kissmark buatannya, menyentuh puting payudaraku yang mengeras. Sehun berhenti di payudaraku, menghisap puting payudaraku yang masih terasa ngilu dengan kuat.

"Hun...ah..."

Membuatku mengerang ketika Sehun menggesekkan giginya dan menggigit puting payudaraku. Kemudian ciumannya kembali berjalan ke bawah dengan gerakan sangat lambat dan sensual yang membakar gairahku sekejap mata menuju perutku hingga turun ke kewanitaanku.

Sehun membuka dengan lebar kakiku, membuat kewanitaanku terlihat dengan jelas.

"Hun—nie?" Aku mengerutkan keningku ketika dia tidak melakukan apapun di kewanitaanku yang sangat membutuhkan sentuhan lidahnya dan tentu saja kejantanannya yang besar.

"Ka—kau menstruasi, Lu?"

Aku terhenyak mendengar pertanyaannya namun penuh kepastian itu. "A—pa?"

Aku diam sejenak memikirkan tanggal, tepatnya tanggal rutin tamu tak diundang itu datang. Oh sial! Yang benar saja. Aku selalu mendapat menstruasi di tanggal tua, sekitar tanggal dua puluh.

"Ha—ah, mianhe." gumamku menahan malu. Bagaimana aku tidak malu? Menstruasiku datang di saat yang tidak tepat, disaat kewanitaanku terlihat dengan jelas di mata Sehun, dan oh astaga! Sehun yang memberitahuku!

Aku memang merasakan bahwa ada sesuatu yang mengalir dari kewanitaanku sejak aku membuka tirai tadi, tapi aku pikir itu adalah cairan...yah, kau tahulah. Aku tidak berpikir bahwa itu adalah darah.

Sehun memberi kecupan di paha dalamku sebelum ia merapatkan kembali kakiku. "Untuk apa meminta maaf, Lu?"

"Aku tahu kau pasti kecewa, Hunnie. Percuma saja kita ke Tokyo." gumamku lagi. Sebenarnya kata-kataku itu hanya alibi semataku. Sebenarnya aku yang paling merasa kecewa. Hancur sudah harapanku bercinta lebih banyak dengan Sehun.

"Kamu ini benar-benar pervert, ya? Aku bukan hanya ingin menikmati tubuh indahmu ini, Deer. Aku ingin menikmati setiap detik yang ada untuk menikmati kebersamaanku denganmu, merasakan cintamu yang mengalir dialiran darahku."

Kata-kata Sehun sangat romantis. Tidak ada yang menyangka kalau aku, Xi Luhan yang selalu mengkhayal tentang Oh Sehun bisa mendapat kata-kata seromantis ini darinya. "Hunnie..." Aku langsung duduk dan memeluknya dengan erat.

"Mandilah, Lu. Aku akan mengajakmu jalan-jalan."

"Hum! Saranghae, Hunnie." ucapku dengan senyuman yang cerah secerah pagi ini. Aku melepaskan pelukanku hingga mataku menangkap selimut tebal yang menutupi tubuhnya tadi.

GLEK

"Hu—Hunnie." Panggilku gugup.

"Ya? Ada apa? Mau mandi bersama, eoh?"

"Mi—mianhe."

"Untuk apa lagi? Sudah aku bilang tidak usah meminta maaf, kan?"

"Itu..." kataku dan menunjuk selimut tebalnya dimana aku menggesekkan kewanitaanku tadi.

Sehun mengikuti arah mataku. Dan selanjutnya dia hanya menghela nafas panjang. "Kau harus mencucinya, Lu. Tidak mungkin aku membawa selimut yang ada darahmu ini ke laundry, kan?"

"Ya, mianhe."

"Sudahlah, kau tidak bersalah, sayang. Mandilah duluan." katanya dengan lembut.

Aku langsung berjalan menuju kamar mandi di kamar besarnya ini. Apartement Sehun di Tokyo ini hampir sama besarnya dengan apartement Sehun di Seoul. Bedanya hanya apartement ini hanya satu lantai namun luas.

…..

Aku keluar dari kamar setelah selesai mandi, tentu saja aku sudah memakai pakaian rumah. Hanya kaus lengan pendek dan celana pendek. Aku melapisi kausku dengan sweater lengan panjang karena pagi ini walaupun cerah tapi terasa dingin.

"Hunnie?"

"Ne? Aku di dapur, Lu." jawabnya. Dan aku langsung menuju dapur, berjalan sambil memeluk diriku sendiri karena dingin. Aku merutuki kebodohanku sendiri karena tidak membawa celana panjang.

Aku berjalan dengan gelisah karena merasa tidak enak dengan pembalut yang kupakai, rasanya ada yang mengganjal di kewanitaanku. Huh! Untung saja aku sudah merasakan kejantanan Sehun yang besar, hehe...

"Sedang apa, Hunnie?" tanyaku kepadanya yang terlibat sibuk mengaduk-aduk sendok di cangkir.

"Membuat kopi dan susu hangat untuk kekasihku yang kedinginan." jawabnya dan memberikan gelas tinggi berisi susu putih.

Astaga, Sehun. Kepribadianmu sangat unik!

"Gomawo, Hunnie." kataku dan menggenggam gelas susu yang ia berikan, merasakan hangat yang menyentuh telapak tanganku.

"Cepat habiskan susunya, Deer. Kita akan berjalan-jalan sekarang. Kau membawa mantel tebal, kan?"

"Iya, Hunnie. Aku membawa jaket musim dingin satu-satunya milikku, hehe..." jawabku agak malu. Tapi aku tidak bohong, aku memang hanya memiliki satu mantel untuk musim dingin. Aku membeli sebuah mantel yang mahal agar tahan lama. Masih ingat dengan mantel bulu palsuku, kan? Yah, itulah mantel musim dingin satu-satunya milikki.

"Dasar! Cepat ganti pakaianmu, Lu. Aku menunggumu di ruang tamu."

Aku mengangguk cepat dan tidak jadi protes ketika aku melihat Sehun sudah berpakaian rapi. Rupanya ketika aku mandi tadi, dia juga mandi. Tidak lupa menghabiskan susu yang ia buat untukku, rasanya enak!

Aku hanya mengganti celanaku dengan jeans hitam lalu memakai mantel. Dan secepat kilat keluar dari kamar Sehun menuju ruang tamu, dimana Sehun, kekasihku, menungguku.

"Hunnie, aku sudah siap!"

"Ya, ayo kita pergi." katanya sambil mengulurkan tangannya, aku menyambut uluran tangannya hingga tangan kami bersatu. Aku tidak membutuhkan sarung tangan lagi, karena tangan Sehun sudah membuatku terasa hangat.

Hei, bila kuperhatikan, betapa tampanya Sehun dengan pakaian casualnya tanpa jas dan dasinya. Dia juga terlihat lucu dengan beanie yang dipakainya. Mantel musim dinginnya terlihat hangat sekali dan tebal. Pasti sangat mahal.

"Tampan." gumamku tanpa sadar.

"Aku tahu, Deer."

Aku membuang muka menahan malu, dia mendengar gumamanku ternyata.

…..

Aku dan Sehun memilih berjalan kaki di ibukota Jepang ini sambil bergandengan tangan saling berbagi kehangatan di tengah musim dingin ini. Karena apartement Sehun berada di distrik Shibuya, aku mengajak Sehun menuju Harajuku, sebuah kawasan yang sangat populer dimana aku bisa menemukan anak-anak muda Jepang yang berpakaian aneh tapi unik.

"Hunnie, foto aku bersama mereka!" seruku kepada Sehun ketika melihat sekumpulan anak muda.

"Ne."

Dan aku dengan semangat tinggi mulai bergaya berbagai pose bersama sekumpulan anak muda Jepang ini. Sangat menyenangkan!

"Arigatou gozaimasu!" seruku ketika aku sudah puas berfoto kepada sekumpulan anak muda Jepang tadi.

Lalu aku bersama Sehun kembali berjalan kaki sambil bergandengan tangan menuju departement store yang bernama Laforet Harajuku.

"Indahnya." gumamku dengan pandangan berbinar-binar ketika melihat cincin couple yang dipajang di toko perhiasan berlabel Cartier.

"Apa, Lu?"

"Cincin itu sangat indah, tapi mahal sekali." gumamku lagi ketika melihat harganya. Walaupun dalam bentuk Yen tapi aku tahu kalau dijadikan Won harganya sangat mahal, mungkin lebih mahal dari mobil Lancerku.

"Kau mau?"

"Ti—tidak usah, Hun!" tolakku dengan cepat.

"Wae? Bukankah kamu menyukainya? Ayo kita beli!"

"E—eh?" Tiba-tiba Sehun sudah menarikku ke dalam toko tersebut.

Sehun mulai berbicara dengan pelayan toko tersebut menggunakan bahasa Jepang yang tentunya aku tidak mengerti. Dia berbicara sambil menunjuk cincin couple yang dipajang hingga pelayan tersebut mengambilnya. Aku hanya diam memperhatikan.

"Lu, cobalah." katanya memberikan cincin Cartier berwara silver yang dikelilingi oleh berlian-berlian kecil, tidak hanya satu berlian saja.

Dengan gemetaran aku memakainya di jari manisku dan cincin tersebut masuk di jari manisku.

"Cocok sekali untukmu, Lu. Pakailah! Aku juga akan memakainya." katanya lagi sambil memakai cincin miliknya. Menggelikan sekali, kini kami terlihat seperti pasangan yang sudah menikah. Aku berharap demikian.

"Gomawo."

"Cincin ini akan menjadi bukti bahwa kita saling terikat, DeerLu." katanya dengan memberikan senyuman maut kepadaku yang membuatku menundukkan kepalaku.

Ya, kita sudah terikat, Sehun. Terikat di atas sebuah kesalahan yang akan berakibat fatal.

Aku kembali memperhatikan Sehun yang memberikan selembar cek miliknya. Hingga ia kembali menggenggam tanganku dan keluar dari toko tersebut.

"Kau tahu, Lu. Kata pelayan toko tadi kita terlihat serasi. Ia bahkan berdoa agar hubungan kita berjalan dengan baik."

"Benarkah?" tanyaku memastikan.

"Ya, aku juga berharap hubungan kita baik-baik saja." jawabnya dan menggenggam erat tanganku.

Semoga saja hubungan kita akan baik-baik saja, Hunnie. Ucapku dalam hati.

…..

"Kau suka salad, Lu?"

"Ya, aku suka salad sayur dicampur dengan minyak zaitun, Hunnie." jawabku sambil melanjutkan makan siangku.

Kami makan siang di sebuah restoran yang mewah setelah puas berkeliling kota Tokyo yang sangat modern ini, membeli cincin couple Cartier, membeli sepasang mantel musim dingin dengan bulu asli yang sangat mahal yang dibelikan oleh Sehun. Mantel sepanjang lutut untukku dan mantel sebatas pinggang untuk Sehun berwarna coklat. Hadiah terindah dari Sehun yang akan kujaga dengan sangat baik, percayalah!

Dan saat ini kami memakai cincin dan mantel yang baru kami beli. Kami benar-benar terlihat seperti anak remaja berusia belasan tahun yang baru mengenal cinta.

"Kau vegetarian, Lu?" tanyanya lagi.

"Tidak, Hunnie. Aku hanya kurang suka makan daging karena lemaknya. Lemaknya bisa membuat wajahku berminyak." jawabku dengan menggerutu.

"Oh, kau bisa memesan daging tanpa lemak, Lu."

"Daging seperti itu mahal, Hunnie. Aku tidak bisa menghambur-hamburkan uang hanya untuk makanan."

Sehun menaruh garpu dan pisau yang ia pegang, membuatku yang masih mengunyah sayuran menatapnya bingung. Apa ia tersinggung dengan ucapanku?

"Kamu benar-benar istimewa untukku, Lu. Aku menyukai sifatmu yang hemat seperti itu. Aku pernah berpikir bila seorang yeoja berpacaran dengan namja yang kaya, mereka pasti hanya memanfaatkan namja itu. Tapi kau membuktikan bahwa pikiranku salah. Aku benar-benar bersyukur memilikimu, Lu."

Oh dear...kata-kata romantis lainnya yang mapu meluluhkan hatiku.

"Hunnie, aku juga bersyukur memilikimu dan kejantanan besarmu."

"Dasar!" Aku terkekeh kecil ketika ia mengacak-ngacak rambutku.

'Tapi aku benar-benar berharap memilikimu seutuhnya, Hunnie.' tambahku dalam hati.

…..

"Hunnie, berhenti! Aku mau ke toko itu dulu!" seruku ketika melihat toko pakaian ketika aku bersama Sehun berjalan kaki menyusuri jalan menuju apartementnya di malam yang bersalju ini.

"Ada apa?"

"Aku mau membelikan syal itu untuk Baekhyun dan Chanyeol."

"Oh, baiklah. Aku akan membayarnya."

"Tidak usah, Hunnie! Aku saja!" kataku. Aku merasa tidak enak karena sejak dari tadi selalu ia yang membayar.

"Tidak apa-apa, Lu."

"Aniya!"

"Aku memaksamu, Lu!" katanya dengan suara meninggi.

"Ha—ah, baiklah."

Lalu aku masuk ke dalam toko bersamanya, mengambil syal couple berwarna biru tua berbahan wool yang terasa hangat. Dan aku terdiam sebentar melihat syal berwarna merah yang menurutku akan cocok bila Jongin pakai.

Jongin, ya. Aku melupakannya ketika aku disini. Dia tidak dapat menghubungiku juga, selain aku memintanya memberiku waktu aku juga tidak mengaktifkan layanan panggilan internasional di ponselku.

"Aku mau membeli syal ini." kataku sambil memberika syal couple berwarna biru dan syal berwarna merah.

"Untuk siapa yang berwarna merah, Lu?" tanyanya kepadaku. Aku sudah tahu dia pasti akan menanyakannya.

"Untuk Jongin." jawabku dengan suara pelan. Aku berusaha jujur kepadanya.

"Kau memikirkannya rupanya." katanya yang terdengar geram.

"Di—dia baik kepadaku, Hun." kataku gugup.

"Terserah saja." jawabnya sedikit ketus lalu membayar syal yang kubeli tadi.

Kami kembali menysuri jalan menuju apartement dalam keadaan diam. Sehun tidak menggenggam tanganku. Tanganku mulai terasa dingin hingga aku menggenggam dengan erat kantung belanjaanku.

Sepuluh menit kemudian kami sudah berada di dalam apartement. Sehun sibuk membersihkan salju yang menempel di pakaian dan sepatunya, begitu juga dengan aku.

Setelah selesai, Sehun menuju ruang tv, sedangkan aku menuju kamarnya untuk menaruh kantung belanjaan. Membuka mantelku dan menggantungnya di lemari pakaian. Aku tersenyum sebentar melihat mantel dari Sehun itu.

Aku menutup lemari pakaian dan menarik nafas panjang sebelum menemui Sehun yang sejak tadi diam di ruang tv.

"Hun—nie..." lirihku ketika aku memberanikan diri duduk di sebelahnya.

"Ya?" tanyanya dengan suara datar dan tanpa ekspresi. Ia kembali ke Oh Sehun yang dulu, sebelum aku masuk ke dalam kehidupannya.

"Mianhe." lirihku lagi.

"Untuk apa, Luhan?"

Hatiku merasa sakit, Sehun memanggil namaku. Dimana panggilan lucuku itu, Sehun?

"A—aku tahu, aku sudah membuatmu marah. Soal Jongin...aku benar-benar hanya ingin memberinya syal saja, Hun. Dia sangat baik kepadaku, mungkin dengan memberinya syal tadi aku bisa membalas kebaikannya. Sungguh aku tidak bisa mencintainya...aku hanya mencintaimu, Hunnie."

Sehun diam mendengar penjelasanku, matanya masih menatap ke layar tv. Aku mendengar ia menghembuskan nafasnya dengan kasar. Dia terlihat seperti sedang berpikir saat ini. Aku rasa Sehun benar-benar marah kepadaku.

"A—aku tidak akan memberikan syal itu bila kau melarangku, Hunnie." tambahku lagi.

"Aku tidak melarangmu."

"Maafkan aku, Hun...akh!"

Tubuhku tertarik ke arahnya, kepalaku terbentur dengan sempurna di dadanya. Aku mendengar dentuman cepat yang dihasilkan dari jantungnya. Keadaan yang sama denganku, jantungku selalu berdebar-debar bila bersama Sehun.

"Selain pervert kamu juga cerewet, ya?"

"Tidak."

"Aku tidak marah kepadamu, Deer. Aku mungkin merasa cemburu. Di saat kita berdua, kamu masih sempat memikirkan Jongin. Seharusnya kamu hanya memikirkanku saja, huh!"

"Hunnie..." Dengan indahnya, kedua tanganku melingkar di pinggangnya.

"Tapi, aku akan egois sekali bila melarangmu bersama Jongin sedangkan aku sendiri memiliki tunangan. Maafkan aku, Lu. Maafkan aku!"

"Hunnie..." Mataku terpejam merasakan kecupan-kecupan yang Sehun berikan di keningku. Aku memikirkan hal-hal yang indah bersama Sehun untuk meredam rasa sakit yang tiba-tiba menjalar. Yah, kenyataan pahit harus menyadarkan kami lagi dari hubungan terlarang ini.

"Saranghae, Oh Sehun, Hunnieku..."

"Nado saranghae, Xi Luhan..."

Di sisa malam ini kami menghabiskan kebersamaan kami dengan berpelukan di sofa, membagi kehangatan tubuh yang bercampur dengan penghangat ruangan. Sayang sekali, aku tidak merasakan bercinta dengannya di sofa ini. Tidak mungkin aku memaksa Sehun si pervert untuk bercinta denganku dalam keadaan seperti ini, pasti menjijikan.

…..

"Ya, saya mengerti. Saya akan pulang pagi ini juga. Sampai jumpa."

"Siapa yang menelepon, Hunnie?" tanyaku melihat Sehun yang menerima telepon sepagi ini.

Sehun membalikkan tubuhnya menghadapku yang berdiri di depannya.

CUP

Dia memberikan kecupan singkat di bibirku. "Selamat pagi, Deer."

"Pagi, Hunnie. Siapa yang menelepon?" tanyaku lagi.

"Kyungsoo. Kita harus kembali ke Seoul hari ini, boo."

Eh? Kenapa Sehun berbicara seformal itu kepada Kyungsoo?

"Kenapa, Hunnie? Kita baru dua hari disini."

"Orangtua Kyungsoo mengajak orangtuaku dan aku untuk makan malam di kediamannya."

"Oh, begitu. Baiklah." kataku dengan nada ketus.

"Jangan marah, Deer. Aku sudah pernah tidak datang ketika mereka mengajakku makan malam dan kamu tahu alasannya, Lu."

Ya, aku tahu! Hari itu adalah hari pertama kali aku bercinta denganmu.

"Huh! Baiklah! Aku akan mengemasi barangku!" kataku semakin menggunakan nada kesal dan jengkel.

"Hei, hanya makan malam, Lu. Aku tidak akan macam-macam."

"Ya, aku percaya."

Lalu aku mengambil koper hitamku, membukanya sedikit kasar dan memasukkan asal pakaian dan barang-barangku. Memasang wajah sekesal mungkin.

Ingat Luhan, Sehun hanya mencintaimu!

"Aku sudah selesai." kataku yang menarik koper keluar kamarnya. Kulihat Sehun memakai jas kerjanya. Dia tidak memakai mantelnya!

"Kamu tidak memakai mantelnya, Hunnie?"

"Nanti karyawan hotel akan membicarakan gosip murahan bila kita memakai mantel yang sama, Lu."

Oh, benar. Dan sekali lagi kenyataan pahit menimpaku dari atas.

…..

Sepanjang perjalanan menuju Seoul, aku hanya diam menyenderkan kepalaku di jendela pesawat. Ketika aku meliriknya yang terlihat sibuk membaca koran, mataku terbuka lebar. Jari manis sebelah kiri Sehun tidak memakai cincin yang kami beli kemarin.

"Cincinmu..." lirihku dengan suara sangat kecil, karena aku hanya berharap Sehun saja yang mendengarkannya tidak oleh dua orang pramugari di belakang.

"Hm?" Dia menoleh ke arahku dengan mengerutkan keningnya.

"Kau tidak memakainya, cincinmu."

"Mianhe." ucapnya kemudian dia kembali membaca korannya.

Dia meminta maaf kepadaku karena tidak memakai cincin yang mengikat kami. Aku merasa sangat sedih dan kembali memandang jendela, daratan kota Seoul sudah terlihat. Sebentar lagi pesawat ini akan mendarat karena lampu tanda mengenakan sabuk pengaman telah menyala.

Setelah pilot pesawat mendaratkan pesawat dengan mulus, aku langsung membuka sabuk pengaman. Mengikuti Sehun yang berjalan keluar dari pesawat menuju sebuah mobil yang sudah menunggu di depan tangga pesawat.

"Sampai bertemu lagi, Nona Xi." ucap pramugari berambut coklat.

"Ne, sampai bertemu lagi." ucapku dengan ramah namun terdengar tidak bersemangat. Tentu saja aku tidak bersemangat, terlalu singkat waktuku berduaan bersama Sehun di Tokyo ditambah lagi Sehun tidak memakai cincinnya.

Setelah turun dari pesawat aku langsung masuk ke dalam mobil dan duduk di sebelah Sehun.

"Kita langsung ke Hotel, Tuan Oh?" tanya si supir.

"Tidak. Tolong antar Nona Xi ke kediamannya dulu."

"Mwo?" tanyaku bingung.

"Anda tidak memakai pakaian kerja, Nona Xi. Tolong beritahu alamat kediamanku."

Aku hanya pasrah dan memberitahu alamat apartementku. Aku tahu Sehun bersikap seperti menjaga jarak ini karena kehadiran si supir.

…..

"Terima kasih sudah mengantar saya." kataku sambil membungkuk ketika sudah dampai di apartementku.

Aku membuka pintu mobil dan berjalan keluar dari mobil. Mengambil koper hitamku di bagasi belakang mobil.

"Tunggu, Nona Xi!" Sehun menghentikan langkahku ketika aku hendak menarik koper untuk masuk ke dalam apartement.

"Ya?"

"Ayo kita ke cafe itu sebentar." tawarnya kepadaku. Aku tidak tahu apa tujuannya.

"Ya." jawabku.

Aku dan Sehun menuju ke cafe di sebelah apartementku, membiarkan si supir menunggu di dalam mobil.

Sehun mengajakku duduk agak jauh dari jendela, padahal sangat nyaman bila duduk di dekat jendela, menikmati coklat panas sambil menatap kendaraan yang berlalu-lalang.

"Ada apa, Hunnie?" tanyaku ketika ia sudah kembali dengan membawa dua cangkir coklat panas.

"Lu, mianhe. Soal cincin yang tidak bisa kupakai."

"Kenapa?" tanyaku diiringi jantungku yang berdetak cepat.

"Orangtuaku dan karyawan hotel akan curiga. Selama dua tahun aku bertunangan dengan Kyungsoo, aku tidak pernah memakai cincin pertunangan. Karena aku tidak menginginkannya."

"Maksudnya?"

"Aku dan Kyungsoo sebenarnya dijodohkan, Lu. Kami sebenarnya tidak saling mencintai, orangtua kami menyadari hal tersebut. Dan, appaku seenaknya menyuruh Kyungsoo menjadi salah satu sekretarisku agar kami bisa saling mengenal satu sama lain sampai kami saling mencintai. Aku sudah mencobanya, Lu. Tapi aku tetap tidak bisa, aku tidak bisa mencintai Kyungsoo. Tidak seperti aku melihatmu satu tahun yang lalu, aku langsung jatuh cinta kepadamu, Lu." jelasnya.

Jantungku semakin berdebar sangat kencang, ucapan Sehun sangat serius. Aku tahu itu, aku bisa melihat keseriusan dari pancaran matanya.

"Tapi, maafkan aku Lu. Aku harus menjaga jarak denganmu untuk saat ini. Aku tidak hal-hal yang tidak aku inginkan terjadi kepadamu. Aku takut beberapa karyawan yang mungkin saja berpikiran negatif kepadamu akan menyakitimu, sayang."

Jadi, Sehun benar-benar mengkhawatirkanku, ya? Dia melakukan hal ini untuk melindungiku ternyata. Dan dari penjelasannya baru saja, aku mengerti mengapa ia tidak memilih tempat duduk dekat jendela, pasti si supir.

"Iya, Hunnie. Aku mengerti. Aku akan bersabar walaupun aku sudah merasa tersakiti. Bukan oleh orang lain, tapi dari dirimu, Hunnie." kataku dengan jujur bersama senyuman kecutku.

"Mianhe, Lu. Aku akan berusaha agar hubungan kita selalu berjalan dengan baik. Aku juga akan berusaha agar aku bisa secepatnya menembus segala penghalang, yaitu membatalkan pertunanganku walaupun aku tahu orangtuaku akan sangat marah kepadaku. Kumohon, jangan pernah melepaskan cincin ini, Lu."

Sehun mengangkat tangan kiriku dan mencium cincin yang berada di jari manisku dengan lembut.

"Ya, semoga hubungan kita baik-baik saja. Dan aku tidak ingin lebih lama bersamamu, Hunnie. Aku ingin selamanya bersamamu. Jangan pernah ulangi ucapanmu ketika kita berada di Tokyo, Hunnie. Janji?"

Sehun menaruh tanganku perlahan, ia memandangku dengan sedikit gugup. Membuatku sempat berpikir bahwa Sehun tidak serius dengan ucapannya tadi. Apa dia tidak bisa berjanji denganku?

"Aku janji, DeerLu."

Aku bisa bernafas dengan lega, tapi tidak sepenuhnya aku merasa lega. Aku harap Sehun bisa menepati janjinya. Ya, aku berharap penuh.

Aku berharap sekali lagi kepadamu Tuhan, Sehun hanya menjadi milikku saja.

CUP

Kepalaku agak terdorong kebelakang ketika Sehun memberiku kecupan ringan secara tiba-tiba.

"Istirahatlah hari ini, sayang. Aku tahu kau pasti lelah."

"Ya." Jawabku memberikan senyuman terindahku.

Mungkin aku ini bisa disebut selingkuhan yang paling menyedihkan saat ini. Damn!

.

.

.

.

T.B.C

N/B:

Duh telat ya? Tau kok, maap. Hehe

Aku ngedit ini sambil ketawa2 sendiri, soalnya hunhan tuh bener2 kek yunjae bangeeeet. Umma jae juga suka cartier kek bunda luhan. Sama2 suka hello kitty, sama2 hobi sok manly :3

Trus appa yunbear juga ada banyak kemiripan sama ayah sehun :3 pokoknya gemes sama 2 couple ini :3

Btw, aku kangen nulis gore semi horror. Tau deh kapan sempet nulis, ide ada, cuman gasempet ngetiknya. Duh mana bentar lagi mau tugas akhir. huhuhu

Oke, see you next chap yaaaaaaaaaaaa