Daddy's Boyfriend © Yue. aoi

Rate : M

Character : Sasuke.U x Naruto.U

Genre : Family/Romance

Note : BL, AU, Sex Scene in some chapter

.

.

Lelaki itu melangkah memasuki rumah duka dengan langkah pelan namun terkesan berwibawa. Tatapannya tertuju pada meja-meja dimana terdapat beberapa orang berpakaian hitam sedang duduk untuk berbincang.

Ia segera mendorong pintu dan berjalan menuju meja untuk mengisi daftar nama serta sebuah kotak untuk memasukkan amplop berisi uang duka. Seorang wanita berambut merah yang sedang duduk di salah satu meja dan berbicang dengan rekannya segera menghampiri meja tempat sang lelaki mengisi daftar tamu.

"Turut berduka cita atas kematian Minato-sensei dan istrinya," ujar lelaki muda itu seraya mengulurkan tangan pada sang wanita berambut merah.

Wanita berambut merah itu segera menatap lelaki yang mengulurkan tangan lekat-lekat. Ia segera bersalaman dengan lelaki itu dengan nada sedih, "Terima kasih. Kau adalah murid Minato-jisan?"

"Hn."

"Ah. Aku Karin, keponakan Minato-jisan dan Kushina-basan. Senang bertemu denganmu," wanita berambut merah itu menundukkan kepala.

"Uchiha Sasuke. Senang bertemu denganmu," jawab lelaki itu dengan formal seraya menundukkan kepala.

Hampir seluruh tatapan tertuju pada Sasuke ketika mendengar nama lelaki itu. Mereka semua mengenali wajah Sasuke yang lumayan sering tampil di majalah dan televisi, entah sebagai narasumber di majalah bisnis atau dimintai pendapatnya sebagai salah satu anggota serikat pengusaha ketika terdapat kebijakan baru mengenai hal yang berkaitan dengan perusahaan, entah itu upah pegawai atau yang lainnya.

Sasuke menatap sekeliling dan berusaha mendapati wajah seseorang yang dikenalnya, setidaknya salah seorang teman sekolahnya. Namun ia tak mendapati siapapun yang dikenalnya dan ia sedikit kecewa.

Sasuke baru saja kembali ke Jepang kemarin dan ia memutuskan untuk datang ke rumah duka setelah mendengar kabar kematian sang guru di grup chat angkatan. Seluruh teman-teman Sasuke telah datang ke rumah duka selama dua hari berturut-turut sejak lusa kemarin dan memutuskan untuk tidak datang setelahnya. Seandainya Sasuke tahu tak ada seorangpun temannya yang akan datang, ia pasti akan meminta beberapa temannya untuk menaminya pergi ke rumah duka bersama-sama.

Karin berharap agar ia dapat menyentuh tangan Sasuke lebih lama lagi, namun lelaki itu segera melepaskan tangannya dan ia terpaksa menyerahkan sebuah kantung berisi mochi yang merupakan 'ucapan terima kasih' dari keluarga yang berduka untuk setiap pelayat.

Sasuke menerima kantung itu dan ia berjalan mengikuti Karin mendekati peti mati dimana terdapat foto Minato dan Kushina yang telah dibingkai serta tempat abu dan hio yang baru dipasang. Seorang anak laki-laki berambut pirang memejamkan mata dan berseiza dengan punggung yang sesekali bergetar dan suara isakan yang terdengar dari bibir anak lelaki itu.

Sasuke menyalakan hio dan memasangnya. Ia memejamkan mata dan berdoa sebelum meletakkan hio itu diatas kotak dan berlutut serta menundukkan kepala tiga kali sebagai bentuk penghormatan.

Iris onyx Sasuke bertemu pandang dengan iris sapphire anak lelaki yang menangis itu. Mata anak laki-laki itu memerah dan bengkak akibat menangis serta air mata yang membasahi wajah anak lelaki itu. Sejenak Sasuke terkesiap saat menyadari wajah sang anak yang terlihat mirip dengan wajah sensei nya. Ia yakin jika anak itu adalah putra sang sensei.

Terdengar suara orang-orang yang berbincang seolah satu sama lain dan Sasuke menatap orang-orang itu dengan tajam. Mereka semua seolah tak peduli dengan anak laki-laki yang menangis ini, termasuk Karin, sepupu anak lelaki itu.

Benar-benar munafik. Sasuke yakin para pelayat ini pastilah terlihat sangat baik pada sang sensei dan istrinya semasa hidup. Namun ketika orang yang bersangkutan telah meninggal, mereka semua memperlihatkan wajah aslinya dan membalikkan punggungnya pada putra sang sensei.

Sasuke merogoh saku jasnya dan mendapati sapu tangan yang selalu dibawanya untuk berjaga-jaga. Ia mendekati anak lelaki itu dan menyerahkan sapu tangan miliknya.

Anak laki-laki itu terkejut saat menyadari seseorang mendekatinya dan memberikan sapu tangan padanya. Ia menatap Sasuke lekat-lekat, memperlihatkan berbagai emosi yang terpancar melalui sorot matanya.

Sasuke tak tahu harus berbicara apa pada anak laki-laki itu. Ia tak begitu pandai berbasa-basi, apalagi jika harus menghadapi seorang anak kecil dalam situasi seperti ini.

"Ini untukmu. Gunakan saja untuk menghapus air matamu," ujar Sasuke seraya meletakkan sapu tangan miliknya yang belum diambil oleh anak laki-laki itu serta berjalan menuju salah satu meja.

Sasuke berniat untuk mengecek ponselnya yang tadi sempat bergetar sebelum pulang. Ia membuka ponselnya dan mendapati dua missed calls dari Itachi, sang kakak. Sasuke baru saja akan menghubungi orang itu ketika terdapat notifikasi chat dari Itachi yang menanyakan jika Sasuke berniat datang ke rumah duka bersamanya.

Sasuke segera mengetikkan pesan balasan, namun ia tanpa sengaja mendengarkan percakapan beberapa orang didekat mejanya yang berbicara cukup keras untuk dapat didengarnya.

"Setelah ini bagaimana dengan Naruto? Apakah akan ada seseorang yang merawatnya?" ujar seorang wanita berambut coklat keriting.

Seorang wanita berambut pendek segera menyahut, "Entahlah. Mungkin saudara Kushina atau Minato akan merawatnya."

"Saudara yang mereka miliki hanya keponakan Kushina. Namun wanita itu masih terlalu muda dan tampaknya tak ingin merawat Naruto," jawab wanita berambut coklat keriting itu.

"Jadi bagaimana? Apakah salah seorang dari kita ada yang bersedia merawat Naruto?" ujar wanita berambut pendek itu pada beberapa rekannya.

Beberapa lelaki yang berada di meja itu segera menggelengkan kepala dan beralasan jika istri mereka tak mengijinkannya atau tak mampu merawat seorang anak.

"Bagaimana dengan kalian, Shizune dan Kurenai?"

Seorang wanita bernama Shizune menjawab, "Aku tidak bisa. Kau tahu, pekerjaanku sebagai seorang dokter cukup sibuk. Aku tidak mungkin merawat anak."

"Aku juga baru saja memiliki bayi. Bagaimana dengan kau sendiri, Anko?"

Wanita berambut pendek itu segera menggelengkan kepala, "Tidak bisa. Aku tak menyukai anak-anak."

Sasuke mendengarkan percakapan orang-orang itu dan melirik anak laki-laki yang kini duduk di salah satu meja seraya menatap peti mati dan foto orang tuanya. Tatapan anak itu terlihat kosong dan air mata masih tak berhenti mengalir.

Terdengar suara kursi digeser dan Sasuke segera menoleh. Ia mengira Itachi menghampiri mejanya, namun ia malah mendapati Karin yang duduk dihadapannya seraya memberikan segelas air mineral padanya.

"Arigatou," jawab Sasuke seraya menusukkan sedotan ke gelas itu.

"Douiteshimashite."

"Apakah anak laki-laki berambut pirang dengan mata biru itu putra Minato-sensei?" tanya Sasuke pada Karin meski ia yakin wanita itu akan mengatakan 'ya'.

Dan benar saja. Karin segera menganggukan kepala dan berkata, "Ya. Dia sepupuku."

Sasuke hanya menjawab dengan anggukan kepala. Karin segera membuka mulut dan berbicara pada Sasuke dengan suara pelan dan memelas.

"Uchiha-san, bolehkah aku meminta bantuanmu?"

"Hn?"

Tatapan Sasuke membuat Karin agak gugup. Namun ia memutuskan untuk mengutarakan apa yang ingin ia utarakan pada Sasuke.

"Apakah kau memiliki kenalan yang berniat mengadopsi anak? Kalau ada, bisakah kau mengenalkannya padaku?"

Sasuke menatap Karin dengan heran. Karin sendiri merasa agak tidak nyaman dengan tatapan Sasuke yang entah kenapa terllihat tajam dan menyeramkan, namun ia berusaha untuk tak mempedulikannya. Toh ia menanyakan hal yang sama pada banyak pelayat yang datang.

"Maksudmu?"

"Umm…" Karin memulai percakapn dengan ragu, "Aku ingin menyerahkan sepupuku, Naruto untuk diadopsi. Aku sudah berkeliling dan mencari panti asuhan yang mau menerimanya. Namun tak ada satupun yang mau menerimanya. Jika aku meninggalkannya begitu saja, aku khawatir ia akan kabur atau kembali ke rumahku."

Sasuke mengernyitkan dahi. Ia tak pernah bertemu dengan seseorang seperti Karin yang menurutnya sangat tak berperasaan, sekalipun ia sendiri juga bukanlah seseorang yang emosional dan peduli pada orang lain.

"Apakah Minato-sensei atau istrinya tak memiliki keluarga yang bersedia merawat Naruto?"

"Tidak. Akulah satu-satunya keluarga Kushina-basan. Sementara Minato-jisan tak memiliki keluarga."

"Kau tak ingin merawat sepupumu?"

Karin menggelengkan kepala, "Aku tak bisa merawatnya. Aku tak berpengalaman mengurus anak dan pendapatanku tidak terlalu besar. Lagipula tunanganku mungkin tak akan suka jika aku membawa Naruto ke rumah kami."

Sasuke menatap Karin dengan sinis. Entah mengapa hari ini ia bertindak tak biasanya dan lebih mementingkan perasaan dibandingkan logika dalam bertindak. Ia bahkan merasa khawatir pada Naruto meskipun ia tak mengenalnya.

"Kalau begitu biarkan aku yang merawatnya."

Karin tersentak dengan ucapan Sasuke. Sasuke sendiri agak terkejut dengan ucapannya, ia hanya memikirkan keputusan yang menurutnya paling baik. Jika Karin dan rekan-rekan sang sensei atau istrinya tak mau merawat Naruto, maka lebih baik dirinya yang merawat Naruto ketimbang orang yang bahkan tak mengenal Naruto ataupun keluarganya sama sekali.

"Eh? Apa?" Karin membelalakan mata mendengar ucapan Sasuke. Untuk sesaat ia tertegun dan menatap Sasuke lekat-lekat. "K-kau… serius, Uchiha-san?"

"Tentu saja. Mulai besok ia bisa tinggal bersamaku kalau ia mau," balas Sasuke dengan sinis. Ia merasa jengkel sekaligus sedikit iba pada Naruto yang harus tinggal bersama seseorang yang tak menginginkanya.

"Baiklah. Aku akan memberitahukannya pada Naruto."

Karin segera bangkit berdiri dan menghampiri Naruto. Ia tampak berbincang dengan Naruto, entah apa yang dibicarakannya. Naruto mengusap air matanya dan ia segera bangkit berdiri dan berjalan mengikuti Karin untuk menemui Sasuke.

"Ini onii-san yang ingin berbincang denganmu, Naruto-kun," ujar Karin pada Naruto.

Sasuke segera mengulurkan tangan, "Uchiha Sasuke. Senang bertemu denganmu."

Naruto segera mengulurkan tangan dan memaksakan diri untuk tersenyum lebar hingga matanya menyipit meskipun senyuman itu terkesan dipaksa, "Uzumaki Naruto. Senang bertemu denganmu, Uchi-"

Sasuke segera memotong ucapannya, "Sasuke-nii saja."

"Senang bertemu denganmu, Sasuke-nii," Naruto menundukkan kepala dan bersalaman dengan Sasuke.

"Naruto-kun, apakah kau bersedia tinggal bersama Sasuke-nii?" tanya Karin seraya menatap Naruto, berharap sang sepupu akan menganggukan kepala.

Sasuke terkejut dengan ucapan Karin yang terkesan tak mempedulikan perasaan Naruto. Namun Naruto lebih terkejut dengan ucapan Karin, "A-apakah aku tidak bisa tinggal di rumah Karin-nee?"

Belum sempat Karin menjawab, Sasuke segera meletakkan dua jari di kening Naruto seperti yang selalu dilakukan Itachi padanya. Ia berusaha mengingat cara-cara Itachi berhadapan dengan anak-anak.

"Kau mau tinggal bersama Sasuke-nii? Aku akan merawatmu dan membelikan sesuatu yang kau sukai," ucap Sasuke seraya tersenyum tipis meski dalam hati ia merasa agak aneh dengan apa yang ia lakukan.

Naruto menatap Sasuke dan ia merasa ragu. Hal itu sangat wajar mengingat ia bahkan baru saja mengenal Sasuke saat ini. Ia segera melirik Karin yang tersenyum padanya, dan menganggukan kepala seolah menyuruhnya untuk mengiyakan tawaran Sasuke.

"Baiklah, Sasuke-nii. Aku mau tinggal bersamamu."

Sasuke kembali tersenyum dan mengacak rambut pirang Naruto dengan satu tangan, membuat Naruto tersenyum.

-TBC-


Author's Note :


Gimana chapter ini menurut kalian? Apakah cukup memuaskan?

Untuk fanfict ini kemungkinan nggak lebih dari 10 chapter, sementara mengenai sex scene nya belum tentu expicit sih.

Rate M cuma buat jaga-jaga aja.