Siapa perempuan itu?

Baekhyun mengerutkan dahinya.

Kenapa Chanyeol bisa menangis karenanya?

Alisnya menukik lebih tajam.

Pacarnya kah?

"Baekhyun?"

"APA?!"

Baekhyun membulatkan matanya, kaget dengan suaranya sendiri yang terkesan membentak. Chanyeol mengerjap heran. Mereka saling pandang cukup lama, membuat Baekhyun salah tingkah.

Baekhyun merutuki dirinya. Chanyeol pasti marah dan mulai bertingkah setelah ini. Chanyeol pasti akan menusuknya berkali-kali dengan pisau dan mengoyak-konyak dagingnya. Meskipun ia bisa beregenerasi, namun rasa sakit itu sangat membekas bagi Baekhyun dan membuatnya parno. Apalagi tubuhnya masih terasa sakit di beberapa bagian. Baekhyun mulai membayangkan hal yang tidak-tidak.

"Kau lapar?"

Baekhyun bengong.

"Apa?"

Chanyeol mendengus pelan. Ia berhenti berjalan, diikuti Baekhyun yang menatapnya dengan tatapan polos.

"Kau sudah dua minggu tidak sadarkan diri, dan hari ini hari pertamamu siuman. Kau tidak lapar, eh?"

Baekhyun membulatkan matanya.

"Apa?!"

Dia tidak sadarkan diri selama dua minggu?!

Yang benar saja!

Tiba-tiba kedua pipinya ditangkup oleh kedua tangan besar milik Chanyeol. Baekhyun menatap pria tinggi itu. "Apa—"

"Apa, apa, apa, apa! Kau hanya menyebutkan kata itu. Apa otakmu tidak berfungsi setelah lama tidak sadarkan diri?" Chanyeol berdecak. "Lalu bukannya aku sudah bilang padamu, untuk tidak melarikan diri? Kenapa kau malah pergi dan berpesta dengan serigala? Mau menunjukkan bahwa tubuhmu abadi ke binatang? Kau ini bodoh ya? Berlagak kuat heh? Kau lihat apa yang terjadi padamu? Kau hampir mati! Aku kan sudah bilang, jangan mati sebelum aku membunuhmu!"

Disemprot bertubi-tubi oleh Chanyeol, membuat Baekhyun ciut. "T-tapi kan, aku tidak tahu kapan aku mati..."

"Kau ini!"

Baekhyun memejamkan matanya erat saat tangan Chanyeol terlepas dari pipinya dan terangkat menujunya. Ia berpikir Chanyeol akan memukulnya.

"Bodoh."

Ptak!

Chanyeol menyentil dahinya.

"Akh!" Baekhyun mengerucutkan bibirnya sambil mengusap dahinya yang begitu sakit. "Appo!"

Chanyeol pura-pura tak mendengar. "Kau lapar tidak?"

Baekhyun mengangguk pelan. "Iya..."

Chanyeol menatap sekitar. Kini mereka telah keluar dari hutan dan berada di tepi jalanan yang sepi. Mereka tidak melihat tanda-tanda mobil akan lewat. Ia menoleh pada Baekhyun yang curi-curi pandang padanya. "Tahan rasa laparmu, oke?"

Baekhyun semakin memajukan bibirnya. Untuk apa menanyainya lapar atau tidak? Baekhyun pikir Chanyeol akan memberikannya makanan.

"Ah, ada mobil."

Baekhyun menoleh saat Chanyeol berbisik padanya. Itu sebuah pick up yang membawa keranjang-keranjang berisi buah yang begitu banyak. Mungkin truk itu akan ke kota Seoul untuk menjual buah-buahannya.

Chanyeol berjalan ke tengah jalan sambil membentangkan kedua tangannya. Baekhyun terkejut. "Ya! Chanyeol!"

Baekhyun menghampiri Chanyeol, bertepatan dengan mobil pick up yang berhenti. Terlihat dua orang separuh baya yang menatap mereka bingung. Salah satunya mengeluarkan kepalanya dari dalam mobil dan berbicara.

"Jangan menghalangi jalan!"

Chanyeol mengambil sesuatu dari saku celananya. Baekhyun dapat melihat ia mengambil sebuah pisau lipat. Cepat-cepat Baekhyun menahan tangan Chanyeol yang hampir mengeluarkan pisau tersebut, mengundang tatapan menuntut dari Chanyeol. Baekhyun tersenyum pada pria yang meneriaki mereka.

"Anu, ahjushi. Bisa kah kami menumpang? Mobil kami mogok." Baekhyun tersenyum manis. Berbanding terbalik dengan kedua tangannya yang menahan agar tangan Chanyeol tidak bergerak. Sial, pria tinggi itu kuat sekali. Kedua tangannya bahkan tidak cukup kuat untuk menahannya.

"Diam dan jangan mengeluarkan apapun." Bisik Baekhyun kesal pada Chanyeol. Chanyeol mendengus dan memilih mengalah.

"Kalian mau kemana?" Si pengemudi turun dari mobilnya, mendekati Baekhyun dan Chanyeol.

"Ke Seoul."

"Kalau begitu kita searah." Pengemudi itu mengangguk. "Tidak apa kalau kalian duduk di belakang?"

Baekhyun mengangguk. "Terimakasih, ahjushi!" Si mungil menatap Chanyeol. "Kajja!"

Chanyeol mau tak mau mengikuti si mungil. Mereka naik ke atas pick up ditemani keranjang-keranjang buah. Mobil tersebut kembali berjalan.

"Kenapa kau menahanku tadi?"

Baekhyun menoleh. "Mana mungkin aku membiarkanmu membunuh mereka."

"Mereka hanya orang asing." Chanyeol menjawab ketus.

"Kau ini tidak menghargai nyawa orang sama sekali." Baekhyun menggerutu. "Bisa kau hentikan pemikiran untuk membunuh siapapun itu? Lagipula mereka bukan orang jahat!"

Chanyeol memutar bola matanya.

"Jangan membunuh siapapun, oke?"

Chanyeol tidak menjawab.

"Jawab aku, Chanyeol."

"Diamlah."

Baekhyun memberengut kesal. Ia memilih membentangkan tangannya, merasakan angin yang sedikit kencang menerpa tubuhnya. Chanyeol menatap pemandangan didepannya sambil mendengus.

"Kau seperti binatang yang baru lepas dari kandangnya."

"Memang benar kan?" Baekhyun melirik Chanyeol. "Sejujurnya aku belum lepas dari kandang."

"Jadi maksudmu, aku adalah kandangmu?"

"Tidak lah! Mau maunya kau menjadi kandang." Baekhyun tertawa, sementara Chanyeol mendengus geli. Ia menoleh pada keranjang buah disampingnya dan mengambil dua buah apel dari dalam keranjang. "Ambil ini."

Baekhyun menatap apel yang diberikan Chanyeol padanya. "Bukannya ini namanya mencuri?"

"Apa artinya mencuri bagi orang sepertiku?"

"Tidak boleh! Kembalikan lagi pada tempatnya!"

Chanyeol memutar bola matanya dan mengunyah apel lain yang ia pegang. "Ya sudah kalau tidak mau."

Kryuukk~

Chanyeol tersenyum kemenangan. Sementara si mungil memerah sempurna.

"Makan ini, atau ku lempar kau dari mobil."

Dengan penuh kesedihan, Baekhyun mengambil apel dari tangan Chanyeol. "Maafkan aku, ahjushi. Aku minta apelnya yaa, huhuhu."

Chanyeol mendengus geli melihatnya. Senyum tak mampu ia sembunyikan saat ini.

Baekhyun yang tak sengaja melihatnya itu menggaruk pipinya. Tak menyangka Chanyeol malah tersenyum disaat seperti ini.

"Kenapa kau tersenyum?!"

Chanyeol kembali memasang wajah datar.

"Bukan urusanmu."

Baekhyun mengunyah apelnya. Dalam hatinya ia merutuki dirinya karena wajah Chanyeol sekarang benar-benar menyebalkan.

Lebih baik ia biarkan saja Chanyeol tersenyum tadi.

Dalam hati, Baekhyun sedikit menyesal.

.

.

.

.

.

.

.

MONSTER

original story by rayyeol

.

.

.

.

.

.

.

.

Chapter 8

"Terimakasih ahjushi!"

Baekhyun melambai pada mobil pick up tersebut dengan ceria. Lalu kembali berwajah masam saat menatap si tinggi di belakangnya.

Chanyeol tersinggung.

"Apa-apaan wajahmu itu?"

"Sekarang apa rencanamu?" Baekhyun menatap sekitar. Mereka berhenti sebelum memasuki kota Seoul. Baekhyun memikirkan bagaimana caranya mereka kembali ke Seoul tanpa ada orang yang mengenali buronan ini. Jadi disinilah mereka, berhenti tepat di tempat salon kecil di tepi kota Seoul.

"Tidak ada." Chanyeol menyahut seadanya.

Baekhyun menghela nafas. "Kalau begitu kau harus ikut rencanaku. Satu-satunya cara agar kau tidak dikenali adalah dengan mengubah penampilanmu."

"Aku suka gaya ini." Chanyeol mengerutkan alisnya, menolak rencana Baekhyun. "Rambut putih ini yang membuatku terkenal."

"Terkenal sebagai buronan maksudmu?" Baekhyun menjawab sinis. "Lagipula kenapa kau mengecat rambutmu menjadi putih? Aku lebih suka yang berwarna merah."

Chanyeol terdiam kemudian tersenyum tipis. Ia mendekatkan wajahnya pada Baekhyun. "Kenapa? Rambut merah mengingatkanmu pada pacarmu?"

Baekhyun menjauhkan wajahnya sambil mendengus. "Cepat ikut aku."

Chanyeol melipat tangannya didepan dada. "Tidak, sebelum kau menjawab pertanyaanku."

Baekhyun menatapnya tajam. Pria ini benar-benar menyebalkan. "Pertanyaan apa?"

"Apa kau mencintaiku?"

Baekhyun tersedak. Ia tertawa. "Kau masih mempertanyakan itu? Tentu saja tidak." Baekhyun berbalik. "Kajja."

"Tapi aku masih."

Langkah kaki Baekhyun terhenti.

"Sampai saat ini, aku masih mencintaimu Baekhyun."

Baekhyun terdiam ditempat, sementara Chanyeol dengan seksama memperhatikan punggung si mungil. Angin siang hari ini menemani kesunyian yang membelenggu mereka. Chanyeol tetap bungkam, menunggu si mungil merespon pernyataannya.

"Kau tahu, Chanyeol. Bagaimanapun aku memikirkannya, aku tetap tidak bisa kembali padamu." Baekhyun memejamkan matanya. "Itu masa lalu. Dan kita tidak berada dimasa itu sekarang, Chanyeol."

Chanyeol memandang Baekhyun yang menatapnya. "Sudah kan? Ikut aku. Kita benahi penampilanmu."

Chanyeol diam. Ia berusaha mencerna ucapan Baekhyun. Didalam keterdiamannya, banyak hal yang terbesit dalam benaknya. Namun tak satupun yang dapat ia lontarkan.

Baekhyun membuka pintu salon kecil itu. "Annyeonghaseyo."

Seorang wanita separuh baya muncul dari dalam dan tersenyum melihat dua orang pria yang memasuki salonnya. "Annyeonghaseyo. Silakan, duduk."

Baekhyun melirik Chanyeol, dan Chanyeol membalas meliriknya. Baekhyun memberi isyarat untuk Chanyeol duduk, sementara Chanyeol hanya mengerjap, tidak mengerti.

"Duduk sana."

Chanyeol mendesah dan duduk disalah satu kursi. Kini ia berhadapan dengan sebuah cermin.

"Bisa aku minta tolong untuk mengubah rambut pria ini? Oh ganti warnanya juga."

Wanita itu menatap Chanyeol dari cermin. Rambut putih yang acak-acakan dengan poni yang hampir menutupi kedua matanya. Sementara Chanyeol melotot pada Baekhyun dari pantulan cermin. Bukannya ia sudah bilang, bahwa dirinya suka warna putih ini?

"Aku tetap mau warna putih."

"Tidak bisa. Harus diganti."

"Aku tidak mau."

"Ya! Kau ini, bekerjasamalah sedikit!"

"Ini rambutku, jadi aku yang menentukan."

"Itu tidak akan mengubah apapun, Cha—" Baekhyun meringis pelan. "Channie!"

Alis Chanyeol langsung terangkat sebelah. Channie? Manis juga.

"Aku tetap tidak mau."

Baekhyun mengusap wajahnya kasar. Ia tidak ingin Chanyeol sampai ketahuan saat mereka berada di Seoul nanti, jadi paling tidak Chanyeol harus mengubah rambutnya agar ciri khasnya tidak langsung dikenali.

Tunggu.

Kenapa Baekhyun malah membantu buronan ini untuk kabur?

Baekhyun tersadar.

Bukannya bagus kalau Chanyeol tertangkap?

Baekhyun tersenyum manis. "Ya sudah. Kalau begitu biarkan saja rambutmu itu."

Chanyeol mengerutkan dahinya, bingung mendengar ucapan Baekhyun yang tiba-tiba berubah. Ia terdiam beberapa detik lalu menatap Baekhyun tajam. "Kau mau membiarkanku tertangkap?"

Baekhyun menatap polos. "Tidak tuh."

Chanyeol berdecak kesal. "Aku mau rambutku diganti warna hitam dengan potongan brush up."

Wanita itu menatap mereka curiga sedari tadi. Ia menatap Chanyeol seksama hingga ia terkejut. "Astaga! Park Chan—"

"JANGAN!"

Crash!

Baekhyun mematung. Tangannya melayang, gagal untuk menghentikan Chanyeol yang lebih dulu mengeluarkan pisaunya dan menikam leher wanita itu dengan pisau lipatnya. Baekhyun menatap nanar pemandangan didepannya. Darah mengenai dinding dan lantai, serta tubuh Chanyeol yang berada didekatnya. Wanita itu terbelalak dengan nafas terputus-putus. Baekhyun memejamkan matanya, ia tak tahan melihat itu.

Chanyeol mengambil gunting dan spray pewarna rambut lalu memasukkannya ke dalam tasnya. Ia menarik tangan Baekhyun yang masih syok dan pergi meninggalkan tempat tersebut.

.

.

.

.

.

.

.

Suara deras air yang menabrak bebatuan terdengar. Chanyeol dan Baekhyun kini berhenti di sebuah sungai kecil, setelah cukup lama Chanyeol menyeret tubuhnya memasuki hutan tak jauh dari tempat terakhir mereka berada. Hanya dengan mengenakan kaos hitam tanpa lengan, Chanyeol sedang menghapus noda darah dipakaiannya sebelumnya yang berwarna hitam itu sekaligus menghilangkan baunya dengan air. Sementara Baekhyun duduk tak jauh dari Chanyeol. Terdiam seribu bahasa sedari tadi.

Chanyeol akhirnya melirik Baekhyun, setelah mengibas-kibaskan pakaiannya yang basah. "Kau seolah baru pertama kali melihat seseorang terbunuh."

"BENAR!" Baekhyun membentak. Chanyeol sedikit kaget karena akhirnya Baekhyun menunjukkan pergerakan setelah terdiam cukup lama. "AKU BARU MELIHATNYA! AKU BARU PERTAMA KALI MELIHAT SESEORANG MEMBUNUH TEPAT DIDEPANKU!"

Baekhyun menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. "Aku sudah bilang padamu, jangan membunuh siapapun!"

"Aku punya alasan melakukan itu." Chanyeol mengibas-kibaskan pakaiannya lagi. "Dia tahu tentang identitasku dan aku harus melenyapkannya."

Baekhyun mengepalkan tangannya kuat. Rasa takut dan bersalah menyelimutinya. Baekhyun tidak tenang. Apalagi saat melihat wajah pria itu, ia kembali mengingat kejadian tadi. Begitu mengerikan. Baekhyun berjalan pergi meninggalkan Chanyeol.

Baekhyun mengacak rambutnya frustasi. Kalau saja ia tidak mengajak Chanyeol ke sana, mungkin wanita itu akan baik-baik saja. Kenapa juga ia harus repot-repot memperhatikan penampilan pria itu? Akan lebih baik jika dia tertangkap bukan?! Lalu kenapa Baekhyun malah membantunya?!

"Baekhyun!"

Tangannya ditarik, memaksa Baekhyun untuk menghadap pria itu. Chanyeol terengah, menormalkan pernafasannya yang tak stabil. Baekhyun menarik tangannya, namun cengkraman Chanyeol sangat kuat dan mungkin pria ini akan mematahkan tangannya.

"Lepaskan!"

"Tidak." Chanyeol mengangkat tubuh Baekhyun dan meletakkannya di salah satu bahunya. Baekhyun kini digendong layaknya sebuah karung beras.

"Turunkan aku!"

"Aku tak mendengar apapun."

Grauk!

Chanyeol mengernyit, menahan rasa sakit akibat gigitan Baekhyun pada punggungnya. Ia membawa Baekhyun menelusuri hutan. Menelusuri hutan adalah jalur yang aman agar dirinya tidak ketahuan. Baekhyun masih sibuk memukul punggungnya. Chanyeol memilih tidak peduli dan terus memikul beban ini sendirian.

Dan entah bagaimana salah satu tangan Baekhyun berhasil menggapai rambutnya. Baekhyun menjambaknya ke belakang dan Chanyeol kehilangan keseimbangan. Chanyeol jatuh dengan menimpa Baekhyun.

Dug!

Chanyeol kaget dan berguling segera. "Baek!"

Baekhyun kini meringis kesakitan. Keningnya menghantam batu, menyebabkan darah mengucur dari keningnya. "S-sakit..."

"Ck, salahmu sih." Chanyeol mengambil pakaiannya yang basah tadi dari dalam tasnya, lalu mengelap kening Baekhyun dengan bajunya yang lembab. Ia mengoyak kasar ujung pakaiannya, membuat kain tersebut menjadi ikat kepala di kepala Baekhyun.

Belum sempat Chanyeol melilitkan kain tersebut, luka Baekhyun menutup perlahan. Chanyeol mendengus. "Aku lupa dia mutan."

"Siapa yang kau bilang mutan, brengsek?"

Baekhyun menendangnya tepat di kepalanya. Chanyeol terbaring sambil meringis. Ia merasakan pandangannya berputar. "T-Tunggu—akh!"

Baekhyun kini mendudukinya. Ia memamerkan pisau lipat yang berhasil ia ambil dari saku celana Chanyeol. "Aku akan membunuhmu!"

Chanyeol memejamkan matanya saat Baekhyun melayangkan pisau itu kearahnya.

Selamat tinggal dunia.

.

.

.

.

.

.

.

Sepasang mata itu perlahan terbuka. Penglihatannya yang awalnya mengabur kini mulai jelas. Ia menatap langit-langit kamar yang asing baginya, begitu juga perabotan, dan seisi ruangan di sini. Perlahan, ia mendudukan dirinya dan kembali mengingat-ingat apa yang terjadi sebelumnya.

"Berterimakasihlah padaku sekarang."

Suara seseorang.

Mobilnya melaju cepat.

Ia membanting stir.

Tubuhnya tak bisa bergerak.

Nafasnya sesak.

Semuanya menggelap.

Ia mengingatnya.

Dia sekarat.

Pria itu menatap tubuhnya. Alisnya menukik heran. Tubuhnya sama sekali tidak ada bekas goresan, tidak ada luka, tidak ada perban, dan segala hal lainnya yang menandakan ia melewati masa-masa kritis. Ia seperti baru bangun tidur dan siap bersantai menikmati kopi di pagi hari.

Ini aneh.

Oh Sehun turun dari ranjang. Ia perlahan menuju pintu dan membukanya. Ia menatap sekitar yang begitu sepi. Rumah ini sepi. Sehun berjalan di lorong tersebut dan menemukan tangga. Sehun menuruni tangga, dan begitu ia sampai ke anak tangga terakhir, ia terdiam.

"Aku sudah bilang, tidak ada siapapun disini."

"Maaf, tapi kami harus memeriksanya."

"Aku tidak mungkin tinggal bersama buronan, ahjushi!"

"Tapi—"

Sehun mengerjap. Ia menatap dua orang yang tak asing didepannya, beserta sosok cantik lain yang muncul dibelakang mereka.

"Oh Sehun?"

Sehun menatap mereka dan membungkuk. "Ne, Chen-sshi, Xiumin-sshi."

Chen melirik pria cantik dibelakang mereka. "Kau bilang kau tinggal sendirian."

Luhan menggaruk pipinya. "Aku malu mau mengatakan bahwa aku tinggal dengan pacarku."

"Hah? Pacar?" Sehun membeo.

Xiumin mengangguk paham. "Dunia begitu sempit ya. Aku tidak tahu kalau kami akan berjumpa lagi denganmu dan pacarmu, Sehun-sshi."

Sehun masih tidak bisa membaca situasi. "Kenapa kalian ada disini?"

"Kami sedang menyelidiki rumah ini. Ini adalah rumah terakhir di kompleks militer yang belum kami periksa karena pemilik rumah ini tidak ada. Ada informasi bahwa Park Chanyeol tinggal di sekitar sini." Chen tersenyum. "Maaf mengganggu waktu kalian. Tapi kami harus memeriksa rumah ini."

"Periksa saja!" Luhan memberengut kesal. Chen dan Xiumin memeriksa rumah tersebut dan meninggalkan Luhan dan Sehun disana.

"Eh, aku tak menyangka. Akhirnya kau siuman juga."

Sehun melirik Luhan yang kini tertawa sambil menepuk pundaknya.

"Ini rumahmu?"

"Yups!"

"Kenapa aku berada disini?"

"Habis kecelakaan, aku membawamu ke rumahku."

Sehun mengerutkan keningnya. "Kenapa tidak membawaku ke rumah sakit?"

"Karena bahaya."

Sehun tidak mengerti. Belum sempat ia bertanya, Chen dan Xiumin muncul. "Baiklah. Terimakasih atas kerjasamanya. Kami permisi."

Sehun menahan tangan Chen. "Apa ada informasi tentang Baekhyun?"

"Kami masih menyelidikinya. Diduga, Baekhyun diculik oleh buronan kami, Park Chanyeol." Chen menepuk bahu Sehun. "Tenang saja. Kami akan menangkap pria tersebut dan menyelamatkan sepupumu."

Sehun mengangguk pelan dan menemani Chen serta Xiumin keluar dari rumah ini. Luhan berdiri disamping Sehun, menatap kepergian dua anggota kepolisian itu.

"Nah, sekarang tinggal kita berdua."

Luhan menoleh pada Sehun. "Memangnya kenapa? Kau mau berduaan denganku? Mau melakukan apa?" Luhan tersenyum manis.

Sehun mendengus mendengarnya. "Apa maksudmu dengan bahaya tadi?"

Luhan tersenyum dan menutup pintu rumahnya. "Kau tidak sadar ya, kalau selama ini kau itu diikuti?"

Sehun menggeleng.

"Kau tahu kenapa aku menyuruhmu untuk tidak berada didekat jendela waktu itu? Itu karena ada snipper yang mengintai dan siap membunuhmu."

"Bagaimana kau tahu?"

Luhan tersenyum kecil. "Aku melihatnya."

"Memangnya... apa yang mereka inginkan dariku?"

Luhan menatap Sehun yang terlihat bingung. Begitu menggemaskan dimatanya. "Sesuatu yang spesial."

Luhan mengeluarkan sesuatu dari belakang tubuhnya. "Oh ya, ngomong-ngomong aku ingin mencoba ini."

DOR!

Sehun terkejut. Ia menatap dada kanannya. Pakaiannya mulai menyerap warna merah yang keluar dari tubuhnya. Luhan menembaknya dengan pistol. Sehun terlalu kaget dan tidak mampu berbicara. Ia hanya merasakan tubuhnya yang perlahan mati rasa. Tubuhnya jatuh, dan Luhan menangkap tubuh itu. Tangan Sehun meremas lengan Luhan, sementara Luhan hanya tersenyum menatapnya yang menahan rasa sakit yang menjalar hingga ke kepalanya.

"K-kau..."

"Ya?" Luhan mengusap keringat yang membasahi kulit putih Sehun. "Aku tak menyangka, kau sama seperti Baekhyun."

Sehun menarik nafasnya. Rasa sakitnya menghilang.

Ting.

Sebuah peluru jatuh ke lantai.

Sehun terdiam sementara Luhan tersenyum padanya.

"Karena kau spesial, makanya kau dalam bahaya, Sehunnie."

.

.

.

.

.

.

.

"Ternyata kau takut mati juga ya."

Chanyeol membuka matanya dan melihat Baekhyun yang menatapnya penuh kemenangan.

"Kau mempermainkanku?"

Baekhyun mendengus dan melempar pisau lipat itu. "Tidak juga. Aku ingin membunuhmu, tapi aku tidak mempunyai keberanian."

Baekhyun berdiri dari tubuh Chanyeol dan mengulurkan tangannya, berbaik hati untuk membantu Chanyeol berdiri, meskipun itu sebenarnya tidak perlu dilakukan. Chanyeol menatap tangan tersebut. Ia memilih menarik tangan tersebut, membuat Baekhyun kembali terjatuh diatas tubuh Chanyeol.

"Ck. Apa-apaan—"

Chanyeol mendekapnya, menghentikan aksi Baekhyun yang ingin menjauh dari tubuhnya. "Aku mau minta tolong padamu."

Baekhyun mengerjap. Tumben sekali Chanyeol meminta bantuan.

"Tolong kau benahi rambutku."

"Ha?"

.

.

.

.

.

.

"Spray spray spray! Nanananaana~"

"Pfft."

Tangan Baekhyun terhenti untuk mewarnai rambut pria ini. "Apa yang lucu?"

Chanyeol tersenyum. "Tidak ada."

Baekhyun mengangkat bahunya tidak peduli dan melanjutkan aktivitasnya untuk mewarnai rambut Chanyeol dengan warna hitam. Chanyeol tersenyum, menikmati suara berisik Baekhyun yang begitu semangat menyemprot rambutnya.

Benar-benar menggemaskan.

"Selesai~"

"Benarkah?"

Baekhyun mengangguk dan memutari Chanyeol yang duduk disitu. Ia menatap Chanyeol dari depan, dan ia terpana.

Chanyeol terlihat begitu tampan dengan model rambut hair up ini, apalagi warna hitam yang begitu mengkilat. Baekhyun tak berkedip menatapnya. Ia seperti sedang melihat artis sekarang. Benar-benar visual attack. Baekhyun tak pernah tahu Chanyeol setampan ini.

"Terpesona, hm?"

Baekhyun tersadar. Ia berkedip beberapa kali lalu mengetuk ujung botol spray tersebut ke jidat Chanyeol. "Siapa juga yang terpesona!"

Baekhyun berdiri dan berbalik. Ia mengipas wajahnya yang terasa memanas.

Ah, wajah sialan!

.

.

.

.

.

.

"Tidak mencurigakan kan?"

Baekhyun mendengus pelan. "Paling kau hanya dianggap artis. Tenang saja."

Chanyeol hanya mengangguk saja. Baekhyun tersenyum puas. Ia menatap Chanyeol yang mengenakan pakaian samaran mereka. Dengan topi yang baru mereka beli, penyamaran mereka benar-benar sempurna. Begitu juga masker yang Baekhyun beli barusan. Chanyeol seperti terlihat layaknya idol K-pop dibanding buronan.

Baekhyun menoleh pada sesuatu yang tak sengaja ia lihat. Terlihat seekor anjing kecil di tepi jalan yang tak bergerak dan terlihat lusuh. Baekhyun mendekati anjing tersebut, mengundang tatapan penuh tanya dari Chanyeol.

Baekhyun berjongkok dan menyentuh anjing kecil tersebut.

"Ah, puppynya mati."

Chanyeol ikut berjongkok dan menatap Baekhyun. "Berikan padaku anjing itu."

Reflek, Baekhyun malah memeluk anjing kecil tersebut. "Kau mau apa?" Ia memeluk posesif anjing itu, seolah-olah Chanyeol akan melakukan hal buruk pada anjing mungil yang sudah tak bernyawa itu.

Chanyeol mendengus.

Ayolah, anjing itu sudah mati.

Chanyeol jadi kesal.

"Sini, berikan. Aku tidak akan menyakitinya."

Baekhyun menatap Chanyeol ragu. "Sungguh?"

Chanyeol mengangguk yakin. "Sungguh."

Ragu, Baekhyun memberikan anjing mungil itu. Chanyeol mengambilnya, dengan mencengkram kepala anjing tersebut dan membiarkan tubuhnya tergantung. Baekhyun kaget.

"ANDWEEE!"

Chanyeol memasukkan anjing tersebut ke tempat sampah didekat mereka.

Chanyeol meliriknya. "Goal."

Baekhyun mencengkram lengan Chanyeol dengan mata berkaca-kaca. "Ambil kembali anjing itu!"

"Tidak."

"Jebal! Jangan begitu Chanyeol! Dia itu makhluk hidup! Kau jangan memperlakukan puppy itu seperti sampah!"

"Tidak. Kajja."

BUGH!

Chanyeol terpana. Pipinya dipukul oleh kepalan tangan si mungil. Baekhyun memukulnya penuh emosional dan rasanya cukup menyakitkan.

"Minggir!"

Tubuh Chanyeol didorong, sementara Baekhyun membuka tempat sampah tersebut dan mengeluarkan tubuh anjing tersebut. Ia berlari mendekati pepohonan untuk menguburkan sang puppy.

Chanyeol masih membeku. Perlahan, ia mengusap pipinya.

Ini hanya sebuah pukulan, tetapi Chanyeol merasakan perasaan yang berbeda.

Seperti... menyesal? Atau bersalah? Entahlah.

Chanyeol menatap Baekhyun yang kini sibuk menggali lubang. Chanyeol memilih mendekatinya.

"Baekhyun."

Baekhyun tidak menjawab. Ia sibuk menggali lubang untuk kuburan anjing mungil itu.

"Baek."

Tetap tidak direspon, membuat Chanyeol kesal. Ia menarik tangan Baekhyun.

"Baek—"

Baekhyun menatapnya sedih. Pipi si mungil sudah basah oleh airmata, dan Chanyeol terdiam. Bahkan disaat Baekhyun mendorongnya, ia tidak merespon. Sesuatu menyesakkan dadanya.

Akhirnya Chanyeol tahu perasaan ini.

Ia merasa bersalah.

Chanyeol duduk disamping Baekhyun dan ikut menggali. Baekhyun terhenti karena aksinya dan menatap pria itu.

"Maafkan aku."

Baekhyun menghapus airmatanya dengan punggung tangannya dan tersenyum. Mereka pun bersama-sama menguburkan anjing mungil tersebut.

Tak menyadari beberapa pasang mata yang menatap mereka.

"Byun Baekhyun sudah ditemukan."

.

.

.

.

.

.

.

"Aku tak akan melakukannya lagi."

Baekhyun mengangkat wajahnya. Chanyeol kini meliriknya. "Aku sadar, tadi itu perbuatan yang tidak manusiawi dan kau tidak menyukainya. Maafkan aku."

Baekhyun mengangguk kecil. Ia dan Chanyeol berjalan santai di pusat kota Seoul. Mereka menikmati suasana sore hari yang menyejukkan. Suasana yang ramai cukup menyesakkan, tetapi entah kenapa Baekhyun tidak memusingkannya dan malah menikmati suasana kota Seoul yang seperti ini.

"Terimakasih."

Chanyeol menatap Baekhyun. Wajahnya yang terlihat tenang, benar-benar membuat Chanyeol lega. Beberapa detik kemudian, matanya membulat. Ia menarik pinggang Baekhyun dan berputar. Matanya menatap sebuah peluru bius yang mengenai dinding. Ia menatap tajam sekitar.

Satu... tiga... lima... tujuh orang.

"Baekhyun?"

Baekhyun masih kebingungan dengan tampang blanknya itu menyahut seadanya. "Y-ya?"

"Kau bisa lari maraton?"

"Ya, eum... sedikit."

"Bagus."

Chanyeol menarik tangan Baekhyun dan berlari secepat yang ia bisa. "Imbangi aku."

Susah payah, Baekhyun mengimbanginya. Melewati orang-orang sambil berlari cukup sulit. Namun pegangan Chanyeol begitu erat, dan Baekhyun berhasil mengimbangi laju larinya. "Kenapa kita lari?"

Chanyeol mengelak dari pengendara sepeda yang memasuki trotoar. "Beberapa orang mengejarmu."

"Aku?" Baekhyun melompati seekor anjing yang menghalangi jalannya. "Bukannya kau yang dikejar-kejar? Kenapa aku?"

Chanyeol tidak menjawab. Baekhyun cukup penasaran dan melirik kebelakang. Sekitar lima orang pria berpakaian hitam mengejar mereka. Penampilan tersebut seperti kumpulan orang yang ia lihat saat berada di rumah Yoona.

Apa mereka ketahuan bersembunyi saat itu?

Jadi kelompok itu mengejar dan akan membunuh mereka?

Baekhyun bergidik ngeri.

Lebih baik ia dibunuh Chanyeol daripada kelompok yang tidak ia kenal.

Sementara itu, dua orang pria kini sedang memasukkan beberapa bucket bunga ke bagasi mobil. Pria berkulit tan itu kini menutup pintu bagasi.

"Sudah semua kan?" ucapnya.

"Iya." Do Kyungsoo tersenyum kecil. Ia menoleh pada Krystal. "Terimakasih ya."

"Ne." Wanita itu tersenyum.

"Krystal, kesini sebentar."

Wanita itu menoleh ke dalam toko bunga. "Sebentar, eomma." Ia berpaling pada Kai dan Kyungsoo. "Aku ke dalam dulu ya. Tidak apa kan?"

Kyungsoo mengangguk. Krystal melampai pada mereka. "Hati-hati."

Begitu Krystal masuk, Kyungsoo menoleh pada Kai. "Kajja."

Kai sudah masuk ke dalam mobil terlebih dahulu, sementara Kyungsoo membuka pintu mobil. Namun pandangannya teralih pada dua orang yang berlari melewatinya.

Kyungsoo membulatkan matanya dan menoleh cepat. "Baekhyun?"

Detik berikutnya, ia melihat lima orang pria berpakaian hitam mengejar dua orang tersebut.

"Chagi?" Kai kebingungan karena Kyungsoo hanya terdiam. Ia hanya memandang aneh orang-orang yang baru saja melewati mobil mereka. "Ada apa?"

Buru-buru, Kyungsoo memasuki mobil. "Kai-ah. Kejar mereka."

"Eh?"

"Kejar orang-orang tadi! Tadi itu Baekhyun!"

Kai kebingungan, namun menuruti permintaan kekasihnya. Sementara Kyungsoo gelisah. Ia benar-benar menularkan kegelisahannya ke Kai, karena kini Kai ikut gelisah.

"Kau yakin itu mereka? Mereka dikejar-kejar oleh pria berbaju hitam itu."

"Siapapun itu, kita harus menolongnya."

Kai sedikit memperlaju mobilnya, mendekati dua orang terdepan yang memasuki kumpulan anak remaja yang sedang mengantri didepan toko. Kyungsoo membuka kaca jendela mobil.

"Baekhyun!"

Baekhyun menoleh dan membulatkan matanya. "Kyungsoo-ya?!"

"Naik ke mobil!"

Kai fokus menyetir. "Aku akan menepi."

Baekhyun langsung menoleh pada Chanyeol. "Kita masuk ke mobil mereka."

Chanyeol melirik dua orang yang tak asing baginya. Kyungsoo beralih kebelakang dan membuka pintu mobil. "Cepat masuk."

Baekhyun melangkah, namun tangan Chanyeol tiba-tiba melingkar pada lengannya. Baekhyun menoleh dan melihat peluru bius itu mengenai Chanyeol. "Chan—"

"Cepat masuk." Ucap pria tinggi itu.

Baekhyun mengangguk. Chanyeol merasa tubuhnya mulai memberat. Tubuhnya mulai tidak kuat karena peluru bius sialan ini. "Sial..."

Chanyeol masuk dan pintu ditutup. Kai langsung menginjak pedal gas dan melaju. Mereka bernafas lega. Namun Baekhyun membulatkan matanya saat melihat snipper yang sudah berada diatas gedung, siap menembak.

Dor!

"CHANYEOL!"

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

To Be Continued


Ehehe

Ehehe

Eheh

Ehe.

Uhuhu tegang, tegang #nggak

Haloo semua! I am comeback :D

Udah, itu doang wkwkwk

See you next chapter :3