Sexy Lu.

Main Cast:Luhan(GS), Sehun, Kris

Pairing: Hunhan, Krishan, slight Chanbaek&Kaisoo

Rated: M

Warning: typos, cerita aneh, mature content

GS, DLDR.

enjoy

.

.

Chapter 16

Katakanlah bahwa aku adalah orang paling bodoh di muka bumi. Otaku kerlalu lemah dan hatiku rasanya mengambil alih semua logika. Setiap rasa sakit yang aku rasakan dalam beberapa waktu terakhir, hilang begitu saja ketika aku masuk kedalam rengkuhan Sehun.

Dada bidangnya dan parfum maskulin yang biasa ia pakai membuat aku merasakan memang aku terlahir untuk berada dalam pelukannya. Aku bingung, untuk apa air mata yang menetes membanjiri wajahku sekarang?

Apakah untuk mengungkapkan betapa aku tersakiti atas sikap Sehun selama ini, atau untuk mengutarakan bahwa aku sangat teramat rindu kepadanya. Rindu sifat dingin nya, rindu kehangatan pelukannya, rindu wajah nya ketika berada diatasku. Rindu segala perhatiannya yang aku tau, itu hanyalah sebuah formalitas belaka karena dia adalah "tuan" ku dan aku hanya budak seks temporernya.

Namun untuk apapun itu, aku tidak perduli.

Aku berada dalam rengkuhan Sehun, dan itu sudah lebih dari cukup.

.

.

.

.

.

.

Setelah pertemuanku dengan Sehun, lelaki itu memutuskan untuk menunggu di sebuah ruangan khusus yang sudah disiapkan Chanyeol sementara aku berada di ruangan terpisah dengan Baekhyun dan Chanyeol. Baekhyun duduk di depanku, sementara Chanyeol cukup paham untuk pergi meninggalkan kami berdua, memberikan privasi yang sebenarnya tak penting lagi. Toh, Baekhyun pasti akan menceritakan semuanya kepada pria itu bukan?

"Kau yakin ingin pulang ke Korea? Bagaimana jika Sehun ingin melakukan hal yang jahat kepadamu?" Tanya Baekhyun tak henti hentinya dengan nada khawatir dan sorot mata kasihan. Aku hanya bisa menunduk.

"Jika Sehun ingin melakukan hal macam macam kepadaku, bukankah ia bisa melakukan itu dari dulu? semenjak kepergianku dari apartemennya?"

Baekhyun diam ketika mendengar omonganku ada benarnya juga. Gadis itu menghela napas panjang dan memperhatikan ku dengan seksama.

"Aku tidak tahu jelas soal Sehun, Luhan. Dan aku tidak akan memaksamu untuk menceritakan hal itu. Hubunganmu dan dirinya, itu adalah hak mu. Aku tidak tau sedalam apa hubungan yang sudah terjadi diantara kalian, tapi kau harus berfikir lebih matang lagi Luhan. Aku tidak ingin kau disakiti lagi nantinya"

Kami berdua kembali larut pada keheningan. Yang bisa aku lakukan hanyalah memeluk Baekhyun erat erat. Gadis itu sempat terkejut ketika aku memeluknya tiba tiba. Namun di detik kemudian, Baekhyun membalas pelukanku dan mengusap pelan punggungku.

"Terima kasih Baek, untuk semuanya. Tapi aku yakin, aku ingin kembali pulang ke Korea dengan Sehun."

Perlu waktu beberapa menit bagi Baekhyun untuk mengiyakan keinginanku. Sisi waras dalam diriku mungkin akan setuju dengan pendapat Baekhyun dan akan mencaci diriku di kemudian hari atas keputusan yang aku ambil.

Bagaimana bisa aku memaafkan Sehun begitu mudah? Bagaimana bisa aku melupakan apa yang sudah Sehun lakukan padaku hanya karena pria itu menemuiku ke Jepang, memelukku sambil menangis dan meminta ku pulang?

Alasannya hanya satu. Ya, aku jatuh hati pada Sehun. Aku mencintainya. DImanapun dibelahan dunia ini, tampak asing jika tidak ada Sehun di dalamnya. Dan aku sadar sekali, bahwa Sehun hanyalah sementara. Pada akhirnya, kontrak kami akan berakhir dan aku akan memulai hidup baru

Tapi apakah salah jika aku ingin menikmati hidup ini untuk beberapa bulan terakhir? Menikmati bagaimana memiliki kehidupan cukup tanpa harus mencari uang dengan menjadi pelacur? Apakah salah, pada akhirnya, aku hanya akan tidur dengan satu pria yang aku cintai.

Dengan Sehun.

Walaupun itu hanya sementara?

Karena aku sadar hal ini bersifat sementara, maka aku ingin menikmatinya sebaik mungkin. Hingga saatnya tiba untuk ku, berpamitan pada hidup Sehun. Berpamitan dengan baik. Tidak seperti ini.

.

.

.

~ooo~

.

.

.

Setelah selesai berpamitan pada Chanyeol dan Baekhyun, aku pun pergi dengan Sehun. Chanyeol berjanji akan mengantarkan barang milikku yang tertinggal di mansion-nya, tapi Baekhyun menolak. Ia bilang, barangku harus tetap berada disana, karena rumah Chanyeol juga rumahku.

Sehun tampaknya tak ingin berdebat soal itu. Lagipula, mudah bagi Sehun untuk membelikan baju dan barang barang lain untukku nanti.

Setelah berpamitan dan tidak lupa berterima kasih sebesar besarnya pada Channyeol dan Baekhyun, aku dan Sehun segera bertolak menuju airport dimana Private Jet Sehun sudah menunggu untuk take off.

Di dalam taxi –ya Taxi. Sehun tiba sendirian, menggunakan transportasi umum, tanpa pengawalan dari siapapun. Bahkan tidak bersama dengan kepala butlernya—Aku dan Sehun masih saling diam.

Sampai akhirnya kita tiba di Bandara dan segera masuk menuju private jet milik Sehun. Aku dan pria berkulit pucat itu duduk berhadapan. Sehun masih diam seribu bahasa, dan aku juga tidak berniat untuk membuka suaraku.

Penerbangan kami berlalu dalam kesunyian. Sehun tampak sedang larut dalam pikirannya, dan aku hanya bisa menikmati pemandangan dari ketinggian di balik jendela pesawat.

Hal itu terus berlanjut hingga kami landing di Incheon dan masuk kedalam mobil. Meluncur ke Apartemen Sehun.

.

.

.

.

.

Saat aku menginjakan kaki ku di lobby, Aku bisa merasakan jantungku berdegub kencang. Rasanya kenangan saat malam itu, malam dimana aku terusir kembali merengsek masuk kedalam benakku.

Langkahku memelan. Sehun yang sudah berjalan mendahuluiku beberapa langkah di depan, bisa menyadari bahwa auraku berubah. Ia menoleh kearahku yang tanpa sadar malah terdiam di tempat.

Pria itu kemudian menghampiriku, dan merangkulku dengan hangat

"Its Okay, Luhan." bisiknya pelan, lalu membawaku menuju lift yang akhirnya tiba di kamar mewah apartemen Sehun.

Kakiku masih melangkah dengan pelan dan degub jantung yang tak kunjung mereda, ketika pintu apartemen terbuka. Harum khas ruangan itu memenuhi paru paruku. Lucu sekali, aku baru pergi belum lama, dan aku sudah merindukan semua ini.

Sangat rindu hingga tanpa sadar mataku berkaca kaca.

Sehun berjalan mendahuluiku dan mendudukan dirinya di sofa. Ia melemparkan pandangan kearahku yang masih membatu didekat pintu.

"duduklah." katanya sambil menepuk sofa disisinya. Aku bisa mendengar nada lelah dari suara Sehun

Perlahan, aku menghampiri Sehun dan duduk disampingnya. Pria itu menatapku lekat lekat. Dan yang bisa aku lakukan hanya menunduk.

"Lihat mataku Luhan" Sehun berujar dengan suara datar yang entah bagaimana terselip nada hangat di dalamnya.

Aku mendongak dan menatap Pria itu. Wajah rupawan dengan garis rahang yang tegas, mata tajam yang tetap tak terbaca. Namun sekarang, tanpa aura dominan. Bukan aura Sehun yang biasa aku rasakan. Aura pria yang bisa membunuh orang dengan mudah.

"Aku minta maaf, aku benar benar minta maaf. Atas kebodohanku. Atas apapun yang sudah aku lakukan padamu. Aku terlalu sibuk dengan hal lain, sampai tidak tahu tentang kondisimu." Sehun berkata sungguh sungguh dan aku bisa mendengar ketulusan dalam kalimatnya

Kemudian, lelaki itu mengenggam tanganku dengan erat, dan menatapku lurus lurus.

"Apa yang harus aku lakukan agar kau bisa memaafkanku?"

Aku tak bisa menjawab. Karena aku tidak ingin apa apa dan aku juga sudah memaafkan Sehun. Kembali kesini, sudah lebih dari cukup untukku.

Aku menggeleng pelan sambil tersenyum.

"Aku tidak ingin apapun. Aku hanya ingin istirahat."

Sehun mengernyit bingung. Mungkin dia berharap aku akan meminta tas mahal atau perhiasan yang seharga rumah untuk menebus kesalahannya. Tapi aku hanya merasa lelah karena penerbangan—dan juga kondisi pikiran berkecamuk akhir akhir ini—aku tidak bisa tidur dengan lelap, dan rasanya semua itu menguras tenaga ku.

"Hahaha, aku sudah memaafkanmu Sehun. Aku hanya istirahat karena aku lelah berpergian. Apa yang terjadi terakhir ini, membuatku lelah." kataku berkata Jujur. Sehun kemudian mengangguk mengerti.

"Okay, mandilah dulu sebelum tidur. Aku akan menyiapkan bajumu." Kata Sehun kemudian.

Aku dan Sehun menuju kamar kami. Suasananya masih sama, dan entah kenapa aku tersenyum ketika masuk ke kamar bernuansa mewah itu. Sehun berjalan menuju closet diujung sudut kamar. Sepertinya memilih milih baju untukku.

Tak mau mengganggu, aku segera masuk ke dalam kamar mandi, menanggalkan pakaianku dan melemparnya ke keranjang baju kotor.

Aku menikmati guyuran air hangat dari shower. Menikmati kamar mandi yang biasa aku pakai. Aku tak hentinya tersenyum bahkan saat mengingat Sehun menyiapkan baju untukku. Astaga! Sebenarnya yang harus dilayani itu aku atau dia?

.

.

.

.

Sedang sibuk sibuknya tersenyum bahagia dan menikmati air pancuran, aku tidak menyadari bahwa pintu kamar mandi bergeser terbuka. Awalnya aku pikir itu suara pintu lain, karena aku ingat untuk selalu mengunci pintu kamar mandi

Tapi didetik kemudian aku terlonjak kaget saat Sehun tiba tiba masuk kebilik Shower dan berdiri di belakangku. Oh lord! aku bisa merasakan wajahku memerah!

Aku melirik pelan kebelakang dan mendapati Sehun sudah benar benar naked.

"Keberatan jika mandi bersama?" tanya Sehun. Yang sebenarnya hanya basa basi. Buat apa bertanya jika ia sudah berdiri di belakangku tanpa sehelai benang apapun?!

Dan yatuhan, kenapa aku malah gugup seperti ini.

Aku mencoba untuk bersikap normal dengan mengangguk pelan. Tapi bukan Sehun namanya jika ia tidak bisa membaca ekspresi. Gelagat ku yang aneh, dan wajahku yang merona merah berhasil membuat Sehun memberikan smirk nya yang terlalu tampan itu.

Sialan.

Aku segera membalikan tubuhku kembali hingga memunggungi Sehun dan sebisa mungkin melanjutkan kegiatan mandiku tanpa merasa terganggu.

Tapi rupanya Sehun tak berniat "membantu"ku untuk merasa normal. Hal itu dibuktikan oleh tangan Sehun yang mengelus punggungku pelan sambil mengusapnya lembut dengan shower puff yang penuh busa.

Dia ingin memandikanku?

Perlahan aku bisa merasakan tangan Sehun yang bergerak dari tengkuk hingga tulang ekor ku. Lalu kembali lagi ke bahu dan menghabiskan waktu beberapa menit disana. Nafas Sehun terasa sangat dekat kala pria itu semakin merapatkan tubuh kami. Air hangat terasa tak begitu hangat dibanding suhu tubuhku dan Sehun yang saling berdekatan sekarang ini.

Entah apakah namanya, namun aku bisa merasakan gejolak dalam tubuhku. Mataku terpejam perlahan ketika Sehun mulai menggerakan tangannya menuju dadaku. Pria itu bahkan memutar tubuhku dengan lembut agar ia bisa mendaptkan pemandangan sempurna dua payudara ku

Tapi Sehun tetap asyik dengan kegiatannya, ia hanya mengusap ku dengan shower puff berbusa. Matanya sangat terfokus dan tenang. Aku meliirik kearah paha dalamnya dan bisa menemukan kebanggaan miliknya mengeras

Ya tuhan, imajinasi ku mulai liar dengan membayangkan betapa manis nya jika itu ada di mulutku sekarang.

"What are you looking at?" Sehun bertanya dengan smirk andalannya.

"uhm-uh. Nothing"

Dua puluh menit berlalu dan tidak barang sedetik pun Sehun mencumbu ku di bawah pancuran. Pria itu hanya memandikanku. Literally mandi. Sejujurnya aku sedikit kecewa. Apa dia sudah tidak ingin menggagahi ku lagi?

Aku tau apa yang kalian pikirkan. Pasti kalian mengira aku sangat murah hingga berharap Sehun segera menyentuhku. Tapi Hey, cobalah mengerti di posisiku sekarang ini. Setelah apa yang terjadi belakangan ini, aku pantas mendapatkan sex hebat dari orang yang aku cintai.

Tapi aku memilih untuk tidak terlalu memusingkan hal itu, maksudku, aku sudah kembali ke pelukan Sehun dan saat itu, hal itu lebih dari cukup

.

.

.

.

.

Aku segera mengenakan baju yang sudah Sehun siapkan, sementara pria itu masih menyelesaikan acara mandinya di kamar mandi. Setelah selesai memakai baju, aku menuju pantry dan membuat dua cangkir teh hangat.

Lima menit kemudian, ponselku berdering dan menampilkan nama Monica di layar panggilan. Aku menarik nafas pelan sebelum akhirnya mengangkat panggilan tersebut.

"Luhan?! Kau dimana?" Suara nyaring Monica menyeruak masuk ke gendang telingaku. Entah dia sedang berada dimana, tapi terdengar berisik sekali.

"hm. hallo Monica. Aku ada di apartemen Sehun."

"OH TUHAN SYUKURLAH!" Monica memekik dengan helaan nafas lega. Aku tidak terlalu mendengar jelas apa yang wanita itu ucapkan karena tepat saat itu Sehun keluar dari kamar dengan rambut setengah basah dan handuk kecil yang menggantung di bahunya.

Ia menaikan sebelah alisnya, seolah bertanya siapa yang sedang menghubungiku. Aku menjawab Sehun tanpa suara.

"…. Kau harus terus mengabariku ya! jika si tolol itu mendepak mu dari apartemen lagi, orang yang pertama kau hubungi itu adalah aku atau seokjin! okay! ingat itu Luhan."

Dengan kondisi apartemen yang hening dan suara Monica yang luar biasa nyaring, Sehun pun bisa mencuri dengar apa yang Monica ucapkan di balik panggilan.

Aku hanya bisa menjawab wanita itu dengan menuruti keinginannya dan berterimakasih atas perhatian yang ia curahkan padaku selama ini.

Tak lama, panggilan di tutup dan aku kembali kepada cangkir teh di depanku.

.

.

.

.

"Dia sangat perduli padamu, kau tau itu?" Kata Sehun sambil menyuruput teh miliknya. Aku mengangguk dan tersenyum penuh syukur. Dibalik semua label keluarga mereka yang bengis, dengan tangan penuh darah serta ratusan korban dari berbagai kalangan. Aku bisa merasakan sebuah kehangatan keluarga yang selama ini tidak pernah aku rasakan—kecuali dari ibuku.

"Aku yakin, Monica lah yang memberi tahu tentang semua ini kepadamu."

Sehun berdecak pelan sebelum kembali menyeruput lagi tehnya. Pandangan pria itu menerawang ke beberapa waktu terakhir. Mungkin sedang mengingat ingat kembali apa yang terjadi saat itu. Aku juga tidak tahu.

"Awalnya aku mengira kau hamil anak Kris karena saat itu. Kris juga seolah mengatakan bahwa ia menghamili mu. Tapi Monica datang kepadaku, dan menjelaskan bahwa itu tidak mungkin. Aku harus memastikan sendiri kepada Kris soal siapa ayah dari janinmu itu."

Tunggu

APA?!

Sehun menoleh kearahku dengan santai saat menyelesaikan kalimatnya barusan. Sementara aku tidak bisa menahan mataku yang sudah terbelalak sekarang. "A-apa yang kau katakan tadi? kau memastikan pada Kris? Ma-maksudmu kau bertemu langsung dengan dia?"

Sehun mengernyitkan dahinya. Mungkin bingung dengan reaksi ku yang berlebihan ini. Tapi ayolah, siapa yang tidak ngeri jika seorang mafia bertemu dengan seorang psikopat? dan lucunya semua itu terjada hanya karena seorang pelacur sepertiku. Kenapa pria kaya seperti mereka cenderung tidak waras?!

"Yeah, aku bertemu dengannya di club." Sehun menjawab dengan nada santainya seperti biasa. Seolah ia cuma bertemu dengan nenek penjual odeng dipinggir jalan.

"Dan apa yang dia katakan kepadamu?"

Sehun menatap raut penasaranku lamat lamat. Ia mendengus kemudian tertawa remeh. "Bukan suatu hal yang kau perlu tau. Lagi pula kenapa kau masih tertarik untuk tau soal pria itu?"

Apa aku mendengar sebuah kecemburuan disini? hahaha semoga saja memang iya.

"Tidak. Aku hanya tidak mau kau mati konyol karena meladeni pemuda psikopat seperti dia."

Sebelah alis Sehun terangkat, jangan lupa dengusan tak terimanya itu."Kau meremehkan aku?"

Aku hanya bisa mengedikkan bahuku. Tidak terlalu ingin melanjutkan obrolan ini. Sehun berada sehat sempurna di depanku, artinya tidak terjadi apa apa diantara dia dan Kris. Itu sudah cukup membuatku tenang

Malah sejujurnya aku berharap Kris lah yang meregang nyawa. Berdarah darah dilantai, misalnya?. Seperti di film film laga mafia jaman dulu.

Aku rela membayar mahal untuk bisa melihat itu.

"Kau bilang kau lelah?" pertanyaan Sehun membuyarkan imajinasi menyenagkanku soal kematian Kris. Aku menaruh cangkir kotor di bak cuci piring seraya menyahut pertanyaan Sehun

"Iya. Ayo kita tidur"

.

.

.

.

.

Lampu kamar sudah gelap, kami juga sudah berada nyaman di dalam selimut halus. Yang terdengar sekarang hanyalah hembusan pelan AC dikamar Sehun.

Aku tengah berbaring memunggungi Sehun sementara pria itu terlentang menatap langit langit kamarnya, dengan satu tangan sebagai bantalan kepalanya.

Aku memang merasa lelah, tapi saat itu, aku tidak bisa tidur. Mataku masih terbuka sempurna. Dan aku tau Sehun pun juga sama.

Kami sibuk dengan pikiran kami masing masing. Jujur saja, aku benci sekali situasi sepi dan hening seperti ini. Memangnya Sehun tidak ingin berbicara padaku? atau mengatakan apapun?

Seperti bagaiaman perasaannya ketika ia mengetahui aku hamil anaknya?

Atau saat ia tahu bahwa ia telah menjadi pria super tolol dengan tingkat apatis yang tinggi. Mengusir perempuan yang baru saja keguguran?

Aku tahu Sehun adalah mafia berdarah dingin dan hal hal tersebut tak akan berarti baginya sama sekali. Tapi, kenyataan bahwa ia baru saja ke Jepang, meminta maaf sambil menangis pastinya memiliki alasan lain kan? pasti ada sesuatu di dalam pikiran atau hatinya sampai sampai seorang oh Sehun MAU melakukan hal itu.

Harus ku ingatkan kau, Sehun adalah pria dengan image dingin yang begitu total. Menemui wanita rendahan dan menangis di depannya, itu bukanlah kebiasaan Sehun.

.

.

"Bagaimaina jika kita pergi beribur besok?" Pertanyaan Sehun memecah keheningan di antara kami.

Aku membalikan tubuhku dan melihat Sehun yang masih tetap pada posisinya

"Berlibur? kemana?"

"Terserah kau saja, kemanapun yang kau mau aku pasti setuju"

Aku diam beberapa menit, berfikir tempat apa yang ingin aku kunjungi. Sejujurnya banyak sekali tempat yang menarik. Yang pasti sangat bagus. Tapi ada satu tempat yang selalu ingin aku kunjungi dari dulu.

"Bolehkah aku melihat pulau Jeju?"

"Jeju?" Sehun menolehkan kepalanya kepadaku.

"Aku ingin liburan sederhana di pulau Jeju. Tidak ada pengawal mu, tidak ada penjemputan khusus dan memakai private jet. Hanya dua orang normal yang berlibur di Jeju. Aku ingin melihat pantai dan kebun bunga disana."

Dahi Sehun berkerut bingung.

"Kau yakin? Apakah kau tidak ingin liburan keluar negeri seperti ke Paris, atau London?"

"Ani-ya Sehun. Aku hanya ingin ke Jeju."

Setelah menimbang nimbang permintaanku, Sehun akhirnya mengangguk setuju

Ini liburan pertamaku dengan Sehun, aku rasa, membuat nya senormal mungkin akan jauh lebih manis. Hanya aku dan Sehun berdua

Tanpa pengawal

Dan tanpa masa lalu.

.

.

.

.

Hari keberangkatan tiba, Sehun berkata ia sudah menyiapkan segala keperluan mulai dari tiket, Hotel dan penjemputan dari bandara kehotel. Yang aku tidak tahu, Sehun benar benar menyiapkan ini secara dadakan.

Bayangkan saja, besok harinya kita dijadwalkan berangkat dari Gimpo pukul 2 siang. Aku hanya punya sedikit waktu untuk berkemas.

"Berapa lama kita akan menetap di Jeju?" Aku bertanya pada Sehun yang sedang duduk membaca sesuatu di tabletnya. Pria itu berada di sofa ujung kamar sementara aku sedang bolak balik mengambil pakaian di closet yang segera kujejalkan ke dalam koper kecil yang ada diatas kasur.

"I dunno. Terserah kau saja." Sehun menyahut tanpa memalingkan pandangannya.

"Bagaimana jika kita pergi selama satu minggu?"

"hm."

"Kau tidak berkemas?" tanyaku saat aku menyadari bahwa Sehun tidak terlihat menyiapkan tas atau koper apapun. Pria itu hanya menunjukan sebuah tas kecil, yang lebih mirip seperti tas laptop. Aku luar biasa yakin, isinya hanyalah dompet, gadget dan charger.

Dimana baju bajunya?

Jangan bilang ia berniat untuk naked selama liburan nanti.

Aku hanya bisa berkacak pinggang dan menggeleng tak percaya kearah Sehun. Hal itu berhasil membuat Sehun kemudian menatapku dan membalasku dengan sorot mata tidak bersalah.

"Aku bisa membeli barang yang kubutuhkan nanti disana."

Aku menggeleng cepat cepat dan segera mengambil tas Sehun yang ada di closet.
"No no no. aku ingin liburan ini senormal mungkin. aku ingin kau mengepak baju bajumu, dan membawa uang secukupnya disana." cerocos ku sambil menjejalkan beberapa kaus, jeans dan kemeja Sehun kedalam tas ransel yang aku ambil tadi.

"Aku ingin kau menjalani hidup normal seperti orang biasa" Sahutku ketika merasakan tatapan tidak terima dari Sehun.

"Memangnya aku tidak normal?"

"Kau baru sadar?"

.

.

.

.

.

.

Satu hal lagi yang baru dari Sehun. Pria berkulit pucat itu tampaknya memang sudah bergelimang harta bahkan sejak sperma ayahnya membuahi sel telur si ibu. Kebiasannya terbang dengan private class atau private jet mewah, membuat Sehun terlihat tidak nyaman saat ia harus terbang dengan kelas ekonomi

Hal ini dibuktikan ketika aku dan dia baru saja boarding, Wajah datar Sehun terlihat sekali tidak nyaman karena harus bergerombol masuk dengan banyak orang.

Bahkan setelah kami menemukan kursi kami, Sehun masih terlihat tidak nyaman. Wajahnya memang tidak mencerminkan perasaan jijik bagaikan anak kaya yang manja. Malahan, wajah Sehun cenderung menunjukan eskpresi datar seperti biasa. Tapi jika kau cukup peka, apalagi telah hidup bersama dengannya –meski dalam waktu beberapa bulan—kau pasti bisa membedakan eskpresi pria itu walau tidak terlalu telihat sekalipun.

Tanpa kusadari aku memperhatikan Sehun yang mencoba duduk tenang di kursinya.

"Ini pertama kalinya aku membeli tiket pesawat kelas ekonomi." Katanya. Sepertinya sadar kalau aku sedang memperhatikan dia.

Aku hanya bisa tertawa pelan. Sehun kemudian menoleh kearah ku dengan tatapan tidak terima. Dan anehnya, itu terlihat lucu. Kapan lagi aku bisa melihat bos mafia bersikap menggemaskan seperti ini?

"Kakiku panjang Lu."

Semua orang yang melihat kakimu juga tahu, Tuan.

"Tenang, perjalanannya tidak akan lama." kataku pada akhirnya. Sambil mengusap pelan lengan Sehun.

.

.

.

.

.

Perjalanan kami lancar. Tidak ada turbulensi, tidak ada Sehun yang merengek. Pria itu mencoba mengalihkan perhatiannya pada koran yang tengah ia baca. Tidak ada obrolan apapun di pesawat, karena aku juga terlelap selama perjalanan.

Setibanya kami di Jeju, aku dan Sehun dijemput oleh staff Hotel yang akan mengantarkan kami ke tempat menginap yang sudah disiapkan.

Lokasinya tidak terlalu dekat, tapi juga tidak jauh dari bandara. Berdiri di dekat pantai, sehingga aku dan Sehun bisa menikmati suasana air laut dan semilir angin di balkon kamar hotel kami di lantai 8.

Interiornya nyaman, tidak mewah tidak berlebihan, namun juga tidak usang. Benar benar seperti yang aku inginkan.

"Jika kau tidak suka hotelnya, aku bisa memesan kamar yang lain." Kata Sehun sambil menjatuhkan tas pakaiannya di atas meja. Sementara aku masih sibuk mengeskplor kamar kami dan tanpa sadar tersenyum kearah Sehun.

"Ini sempurna."

Ternyata, rencana ku untuk pergi berjalan di pantai gagal total. Hujan deras yang mengguyur Jeju hari itu membuat aku dan Sehun terpaksa harus menetap di Hotel bahkan sampai larut malam. Hari pertama kami hanya dilewati dengan makan malam di restoran hotel, dan menonton TV bersama disofa.

Diantara waktu waktu yang hanya diisi oleh suara guyuran hujan dan sayup sayup suara TV, aku menoleh kearah Sehun yang masih fokus kearah layar. Aku yakin, pria itu tidak benar benar menikmati filmnya.

"Sehun?" Panggilku. Sehun hanya menyahut dengan sebuah gumaman khas nya.

"Ada yang ingin aku tanyakan kepadamu."

Pria itu kemudian menoleh kearahku tanpa berkata apa apa. Ia sempat mengecilkan volume TV sebelum aku kembali membuka mulutku lagi.

"Bagaimana perasaanmu, saat mengetahui bahwa aku hamil. Apa kah kau marah?"

Akhirnya pertanyaan yang dari tadi ingin ku tanyakan terlontar juga. Sehun menatapku lekat lekat sebelum akhirnya dia menjawab.

"Aku tidak marah. Aku hanya kecewa. Kecewa pada diriku yang terlalu bodoh. Aku tidak sadar situasimu. Aku yang memberikan celah untuk Kris sampai dia bisa mengancurkanmu seperti ini."

"Jika saja aku tau, jika saja aku bisa melindungi ibumu, dan.."

Ucapan Sehun menggantung. Aku menunggu dengan sabar kalimat pria di depanku. Tapi seolah tidak menemukan kalimat yang tepat, Sehun hanya melanjutkan sekenanya.

"dan anak kita, mungkin semua ini tidak akan terjadi."

Aku mengernyitkan dahiku. Jujur, ada perasaan hangat dan aneh saat Sehun berkata "anak kita" sebersit imajinasi masuk dengan kurang ajarnya kedalam otakku. Imajinasi dimana aku membesarkan seorang anak dengan Sehun.

Imajinasi yang tak tahu malu.

"Lalu, menurutmu apa yang akan terjadi?" Aku bertanya lagi, seraya mengenyahkan khayalan ku tadi. Sehun menghela nafasnya perlahan sebelum akhirnya ia mengedikkan bahunya.

"Entahlah."

Aku mengangguk angguk. Aku merasa bodoh sudah berharap akan jawaban Sehun. Bagaiamana mungkin aku berharap bahwa pria itu—siapa tahu—mau bertanggung jawab dan memulai hidup baru denganku. Harapan tolol yang tidak sadar posisinya.

Sekarang semua terasa jelas. Sehun hanya takut aku hamil lagi dan menamparnya dengan situasi yang dia tak mampu untuk kuasai. Dia belum siap untuk menjadi ayah. Jika saja aku sedang hamil, dan tampaknya jika ia tersudut, mungkin suatu saat dia akan membunuhku alih alih bertanggung jawab

Ternyata ia tidak se gentle yang aku kira.

"Apakah itu alasan kau tidak akan menyetubuhi ku lagi?" Aku bertanya kembali pada Sehun. Sialnya aku tidak bisa menutupi nada kecewa yang keluar dari pertanyaanku.

"Karena kau takut aku hamil dan kau belum siap dengan situasi itu?" Lanjutku lagi saat Sehun terlihat kurang mengerti apa maksud pertanyaanku sebelumnya.

Pria itu kemudian menghembuskan nafasnya dan mendekatkan dirinya kepadaku. Ia meraih tanganku dan menggenggamnya.

Suatu gesture yang jarang sekali terjadi. Sudah berapa kali kubilang, Sehun tidak pernah melakukan kontak fisik yang hangat seperti ini. Kontak fisik kita hanya sebatas bercinta dengan nafsu di ranjang. Bukan hal hal yang berbau romantisme.

"Aku tidak takut. Aku tidak pernah takut." Kata Sehun mantap sambil menatapku lurus lurus

"aku hanya tidak ingin menyakitimu lagi."

Aku hanya bisa menyahut Sehun dengan jawaban pelan.

"But I need you, to heal me."

.

.

.

.

.

Hanya guyuran hujan diluar sana yang bisa terdengar sekarang ini. Baik Sehun dan Aku hanya sibuk memandangi mata stau sama lain. Tenggelam dengan manik nya yang menghipnotis. Seolah ingin berkata seribu bahasa yang tertahan. Atau menjelaskan hal hal diluar nalar yang tidak bisa diucapkan

Yang bisa aku sadari hanyalah, di detik kemudian, Sehun mendekatkan wajahnya ke wajahku. perlahan aku menutup kedua mataku, dan membiarkan pria Oh ini mendaratkan bibirnya di bibirku dengan kecupan lembut. Kecupan hati hati, seolah aku adalah barang yang sangat ringkih.

Sehun mencoba menggerakan wajahnya, pelan pelan sekali, masih dengan sebuah kecupan lembut yang jarang ia berikan kepadaku. Matanya terpejam dengan satu tangan yang ia taruh di tengkukku. Menjaga agar tautan kami tetap berada pada tempatnya. tidak Terlepas walau seinci pun.

Ada desiran hangat selain nafsu yang menjalar di dadaku. Sebuah perasaan campur aduk dan tak terjelaskan. Bahkan aku juga tidak tau apa namanya. Aku merasa sedih, marah, rindu, desire. Semuanya.

Tanpa sadar sebuah air mata menetes di pipiku, dan itu berhasil membuat Sehun melepaskan tautan kami. ia melihat ku dengan tatapan bingung.

"Ada apa Lu?" ada secercah nada khawatir dalam pertanyaannya.

Aku hanya bisa menggeleng pelan dan menggigit bibirku, menahan tetesan air mata yang terus menerut menetes tanpa bisa aku kendalikan.

"I want you. And I miss you. Im sorry" Kataku pelan, penuh kejujuran dan ketulusan. Aku tahu, Sehun mungkin akan menyadari bahwa aku mencintainya karena ucapan barusan. yang berarti aku sudah melanggar perjanjian kita. Tapi saat ini aku tidak ingi perduli. Aku hanya ingin jujur dan hatiku menginginkan itu.

Sehun menghapus air mataku dengan ibu jarinya, ia meraih rahangku dengan kedua tangannya lalu mengecupku lebih lembut dari sebelumnya. "I'm here."

Bisiknya pelan diikuti oleh lumatan lumatan lain yang perlahan lahan menjadi sebuah lumatan yang menuntut. Lebih dalam. Dan lebih dominan. Sebuah ciuman yang biasa Sehun berikan padaku, namun entah kenapa terasa lebih manis.

Aku melingkarkan lenganku di leher Sehun, kemudian, tubuh kami semakin menempel di setiap detiknya. Satu tangan menahan punggungku sementara satu tangan lain mengusap pahaku dengan penuh makna.

Lumatan kami sudah sampai dititik lidah Sehun yang mengksplor mulutku. Lenguhan pelan yang lolos dari mulutku dan suara menggeram tertahan dari Sehun.

Kenyataan bahwa diluar sedang hujan entah kenapa membuat kami semakin panas.

Sehun dengan sigap menggendongku ala bridal style dan membawa kami ke ranjang. Ia merebahkan diriku diatas ranjang dengan sangat hati hati. Meskipun kamar dalam kondisi remang dan suara hujan deras dan petir bersahut sahutan diluar sana. Aku masih bisa menangkap ucapan sehun yang ia katakan kepadaku seraya melucuti pakaian kami.

"Aku…"

Sehun melepaskan kancing baju tidur ku dan membuangnya asal

"Minta.."

Ia kemudian turun kearah bra dan dengan sigap melepaskan kaitannya.

"Maaf.."

Dengan sekali hentak ia melecuti celana tidur dan celana dalamku secara bersamaan.

Aku mendapati manik mata Sehun yang melihat tubuh naked ku dengan pandangan tak terbaca. horny, nafsu, dan.. errr.. needy? tapi ada hal lain yang berbeda. Tatapan Sehun menghangat tak seperti biasanya

Sehun sendiri sekarang telah melucuti baju tidur yang ia kenakan hingga kami tak tertutup apapun lagi sekarang. Degup jantungku mulai cepat, aku gugup bagaikan perawan yang ingin digagahi untuk pertama kali

Harus berapa kali aku mengingatkan diriku bahwa aku bukan perawan.

Sehun mulai menciumiku kembali sambil meremas kedua payudaraku, sementara tanganku yang bebas meraih kejantanannya yang semakin lama semakin menegang dan mengularkan precum di ujungnya.

Oh Tuhan, ini hanya perasaanku saja atau memang milik Sehun semakin besar?

Aku menikmati setiap sentuhan Sehun yang dia hujani kepadaku. Bagaimana bibirnya menyapu lembut kulitku. Memberikan sensasi panas bergejolak dan membangunkan jiwa liarku.

Aku suka saat Sehun menyiapkan lubangku dengan jarinya yang panjang, aku suka karena saat itu, ia menatapku tanpa berkedip. Memberikan pesan bahwa ia memang menginginkanku

Aku suka saat ia menghisap nipple ku dan kembali memberikan kissmark dileherku yang kemudian diikuti dengan bisikan bisikan yang tidak pernah ia berikan sebelumnya

Foreplay kali ini, dilakukan dengan gerakan yang nyaris sama namun terasa benar benar berbeda.

Bukan karena nafsu. Bukan karena keseharusan. Tapi kami berdua merasa ingin. Ingin untuk saling bersentuhan kulit. Ingin untuk mencium satu sama lain. Ingin untuk merasa "penuh". Ingin untuk terus selalu dekat.

Pelukan yang Sehun berikan sangat erat , nafasnya yang berhembus di perpotongan leherku membuat ku merinding.

"Im sorry, dear"

Bisiknya lagi diikuti oleh gerakan fingering yang semakin dalam. Aku mendesahkan namanya. menikmati segala rangsangan yang berputar putar disetiap sarafku. Membuat kepalaku pusing dalam arti positif. Perlahan lahan semua amarah dan sakit hati, serta fragmen kejadian akhir akhir ini menjadi kabur. Rasa sakit itu semakin membaik. Lubang di dadaku perlahan menutup

Dan ketika Sehun memasukan miliknya perlahan kedalam vaginaku,

Aku seolah tersapu oleh ombak kenikmatan yang membuat ku tenggelam.

.

.

.

.

Aku tidak tahu bagaimana rasanya, bercinta dengan penuh kasih. Bukan karena sebuah nafsu yang berkalut. Bukan karena paksaan. Atau juga bukan karena uang.

Aku tidak tahu bahwa bercinta bisa sangat manis dan nikmat, bukan karena sentuhan fisik, tapi juga batin ku yang seolah terikat pada Sehun. Aku tahu, hal ini hanya aku yang merasakan. Karena bagi Sehun, aku hanyalah asset seksual temporernya. Dan tak lebih dari sebuah barang yang akan dibuang jika rusak.

Tapi aku tidak perduli. Karena aku hanya perduli akan ini. Akan waktu ku dengannya.

Hal terakhir yang bisa kurasakan sebelum jatuh terlelap adalah lengan Sehun yang menarikku kedalam rengkuhannya

"Jangan pergi lagi…"

Dengan suara Sehun yang terdengar semakin menjauh, bersamaan dengan aku yang mulai memasuki dunia mimpi.

.

.

.

~ooo~

.

.

.

Author POV

Pria tinggi itu menghentakkan langkahnya dengan gusar. Nafasnya memburu. Jika saja ia diperbolehkan untuk melakukan satu hal saja yang ia inginkan sekarang, ia pasti akan membunuh Oh Sehun.

Kris dijemput paksa oleh orang suruhan Kenddrick di kediamannya. Mereka mengatakan Kris harus segera pulang atas titah absolut kedua orang tuanya. Sang ayah bahkan harus repot repot membentak langsung anak kurang ajarnya itu melalui panggilan telepon saat Kris menolak untuk dijemput.

Ia bisa saja mengabaikan perintah sang ayah dan menembak setiap pengawal bodoh yang dikirim oleh keluarganya. Tapi Kris tau, ia tidak bisa bertindak gegebah sekarang. Karena jika iya, bisa dipastikan ia akan kembali pulang dalam keadaan tidak bernyawa.

Dan itu akan membiarkan Oh Sehun—Dosen, sekaligus musuh bebuyutannya—Senang.

Akhirnya, ia pun berakhir disini. Di bandara pada malam hari, dengan pengawalan ketat, menuju private jet berwarna silver.

Kris menaiki tangga Private jet dengan enggan, dan emosinya semakin menjadi begitu ia mendapati Kenddrick dan Tao berada di Jet yang sama.

Kenddrick menatap sang adik dengan tatapan marah luar biasa sementara Tao hanya bisa duduk disamping Kenddrick dengan raut cemas yang jelas

"We're going home, lil bro." Kata Kenddrick tajam.

Kris mendengus kasar dan menduduki dirinya di kursi jauh dari kursi sang kakak dan pelacurnya

Entah apa langkah balasan yang Oh Sehun berikan, tapi ia berhasil membuat Kris dalam kondisi Check mate sekarang ini. Dan Jujur saja, Kris tau kehidupannya dirumah setelah ini tidak akan mudah. Ia juga sudah kehabisan akal untuk memenangkan permainan yang ia buat sendiri

Pemuda itu pun hanya sibuk terdiam, memandangi landasan pacu pesawat yang semakin jauh meninggalkan bandara Korea. Negara yang tidak bisa ia sambangi lagi

Sekelebat wajah Luhan muncul di benaknya, perlahan bayangan itu semakin jauh. Jauh sekali.

Saat ini, Kris tau ia sudah kalah.

.

.

.

.

.

.

.

TBC

A/N:

OMONNACKKKKKK

Silahkan mengantri jika kalian ingin menghujat dan menyambitku karena udah gantungin ini FF lama beut.

Gewlaaa udah berbulan bulan, bahkan setahun lebih kayanya ini akun FFn ga aku buka2.

Tapi memang deh, tahun 2018 kmrn itu jadi tahun yang amberergul amesiyu bet deh buatku. byk yg trjadi dan aku harus urusin dan kerjain. take a lot of my time.

Aku sbnrnya ga lupa sama FFN ini. sama semua ceritaku dan aku sadar bgt aku udah gantungin kelewat lama. Tapi apadaya, aku kena writer block paraaaah. Gabisa nulis, ngerangkai kata aja gabisa.

(Jadi maaf bgt ya chinguuu kalo hasilnya kurang memuaskan. penjabarannya aneh. huhuhu)

TAPIIII semua kesibukan rl, writer block dkk perlahan sirna karena review dari kalian yg selalu nyemangatin. aku bener2 terharu bgt kalian msh inget ama aku dan ff abal ini huhuhu (lebay lu najessss mozzz)

Aku janji bakal selesaiin ff ini secepetnya dan FF angkatan jadoel lain kaya Forgotten Love, That Boss, Dkk. Karena yes, aku makin banyak ide yang udh mendorong dorong. mendesak desak untuk di realisasikan

jadi, sabar ya guys. wehehe

oh ya aku juga mau jawab review yang nanya Kaisoo kemana, well, sbeenrnya ini FF lebih fokusin ke HunHan. jadi aku emang ga begitu jelasin si Kaisoo kemana. Ya anggap ajalah si burung hantu itu lagi liburan asoy sama Kai di luar negeri.

Sempet kepikiran buat bikin One shot Spin off dari para couple disini. Jadi ada Chanbaek, Kaisoo dan Tao bersama (hayoo ama siapa nanti si Tao)

tapi gatau deh, mungkin aku bakal bikin kalo banyak yg minat atau kalian byk yg setujuh. tapi for now mending aku fokus dulu nyelesain ff satu satu ya :")

one more thing, fyi aku itu baru bgt aktif lg di IG :") hehe emang akutu anaknya bukan socmed person gitchu. bukan anak gawl gitu deh. tapi kalo kalian mau temenan, saling follow sama aku di IG boleh banget loh hehehe. . komen aja di PM aku, nanti aku follbacq kok pasti (promosi)

nah, segitu aja dari aku, lama lama Authors note makin panjang nanti.

Sekali lagi makasih buat kalian yang udah baca dan support. aku tunggu review nya manceman kuuh,

Gomawooo :*

-Moza