Madness of love and desire
Disclaimer: Masashi Kishimoto.
Rated: M
Pair: NaruFemSasu
Warning: AU, OOC, Typo(s), Multi-chapter.
A/N: Saya sudah lama tidak membuat cerita. Mungkin ceritanya agak kaku dan aneh. Harap dimaklumi, ya~
\(^o^)Enjoy reading! (^o^)/
[Kastil Uchiha]
.
Desahan yang terucap memanaskan suasana, gerakannya membakar gairah. Sasuke meliuk-liukan tubuhnya diatas pria yang merupakan teman kencannya malam ini. Saling memanja satu sama lain sampai pagi menjelang.
.
.
Naruto berjalan tergesa, melewati lorong panjang dan menaiki tangga sampai ke lantai empat. Di depannya ada pintu kamar sang tunangan. Putri Sasuke. Ia langsung membuka pintu tanpa mengucapkan permisi. Sepasang netra safirnya membulat, hatinya mencelos. Selalu saja seperti ini.
Kamar luas itu berantakan, terutama di area tempat tidur. Masih terdapat dua orang yang tengah tertidur lelap. Salah satunya adalah Sasuke. Yang tidak lain adalah orang yang ia cintai.
Entah sudah berapa puluh kali, Naruto mendapati sang pujaan hati berbuat hina seperti ini. Setiap malam, Sasuke seringkali tidur bersama pria yang berbeda. Berbagai emosi negatif memenuhi hati. Sayangnya, Naruto tidak bisa berbuat apapun karena berbagai alasan.
Diantaranya, yaitu kasta yang satu tingkat lebih rendah dari Sasuke. Terjebak dalam lingkaran setan kerajaan. Status, kekayaan dan cinta. bagaikan kutukan yang harus Naruto tanggung seumur hidup.
"Enggh.."
Suara erangan Sasuke, membuyarkan semua lamunan Naruto. Putri bersurai hitam legam telah terbangun dari mimpi indahnya. Netra onyx-nya bertemu pandang dengan iris biru Naruto.
Sasuke mengukir senyum. Manis dan hangat.
Bersikap tenang dan tidak terkejut akan keberadaan Naruto. Seolah tubuhnya yang tanpa busana dan tidur bersama pria lain adalah hal yang wajar untuk dilihat oleh sang tunangan. Sasuke kemudian beranjak dari kasur, lalu menghampiri Naruto.
Naruto menolehkan kepala ke samping, tatkala Sasuke berjinjit hendak mengecup bibirnya.
"Kau marah? Bukankah kau telah sering mendapatiku dalam keadaan seperti ini?" Jari nakal Sasuke perlahan menelusuri dada bidang Naruto yang terbalut kemeja biru serta rompi berwarna hitam.
Naruto menurunkan tangan Sasuke, tampak tidak terpengaruh oleh godaan frontal sang putri. "Sasuke, hentikanlah kebiasaan burukmu."
"Nanti malam, kau punya waktu luang? Aku ingin bercinta denganmu." Jawaban yang sangat tidak nyambung dan diakhiri oleh kerlingan mata, untuk memberi kesan imut. Dan Sasuke memang sengaja melakukannya.
"SASUKE!" Nada suara Naruto naik dua oktaf. Alisnya tertekuk seraya memasang raut serius.
"Kalau aku tidak mau?" Sasuke kembali tersenyum sampai kedua matanya menyipit. "Apa yang akan kau lakukan? Melaporkanku ke ayahanda? Memenjarakanku? Atau..."
Naruto terkesiap saat Sasuke menaruh kedua tangannya di leher dan berakting seperti tengah dicekik. "Membunuhku? Silahkan pilih mana yang kau sukai." Salah satu bibir Sasuke terangkat, membentuk seringaian yang menyebalkan.
Keras kepala dan egois.
Salah satu dari sekian sikap buruk Sasuke telah keluar. Naruto menghembuskan nafas lelah. Sebelum menaruh telapak tangan di pundak Sasuke.
"Kau seorang putri dan kita akan menikah dua minggu lagi. Aku ingin kau menjadi ibu yang baik untuk anak-anak kita kelak." Sorot mata Naruto melembut.
Perasaan bersalah muncul karena telah membentak Sasuke. Sekesal apapun, Naruto tidak akan sanggup untuk melakukan ketiga hal yang diutarakan putri keturunan Uchiha itu. Tidak, setelah semua kebaikan Sasuke untuknya di masa lalu.
Sasuke termenung.
Anak.. kah? Susah payah mengandung sembilan bulan demi melahirkan mahluk kecil berisik nan merepotkan, yang selalu dibilang polos dan tak berdosa. Membayangkannya saja, membuat Sasuke mengernyit. Sudah cukup, dia tidak sudi. Sasuke masih ingin menikmati masa-masa lajangnya tanpa beban disana-sini.
"Aku mohon!" pinta Naruto pada akhirnya seraya mengelus pipi mulus Sasuke.
Sang putri kemudian mendongak, menatap lekat pria yang lebih tinggi dua belas senti darinya. "Baiklah. Tapi ada syarat yang harus kau penuhi. Kau yakin bisa memenuhinya?"
Tanpa basa-basa Naruto mengangguk, dia akan melakukan apapun agar Sasuke dapat berubah menjadi wanita yang lebih baik.
"Aku menginginkan sebuah pedang yang bilahnya lebih putih dari susu, sangat tajam dan dapat bersinar di kegelapan. Apel emas serta sebotol kecil air mata phoenix."
Naruto terbelalak. Permintaan Sasuke benar-benar gila. Jika benda aneh tersebut memang ada, harus kemana ia mencarinya? Otak Naruto mendadak blank.
"Kau harus mendapatkannya sebelum hari pernikahan kita."
A-Ada batas waktunya, juga?! Naruto tidak bisa menahan rasa terkejutnya. Jangka waktu tersebut pasti tidak akan cukup untuk mencari barang-barang itu.
"Aku berjanji akan merubah sikapku untuk selamanya." Tepat setelah kalimat terakhir, Sasuke memeluk Naruto erat. Tanpa Naruto ketahui, seringaian tipis mengembang di bibir ranum Sasuke.
"Ta-tapi-"
Mendapati gerak-gerik penolakan, Sasuke langsung menyela Naruto."Bukankah kau tadi menyetujuinya? Bila kau mencintaiku serta menginginkanku berubah, maka penuhilah permintaanku."
Mereka kembali bertatapan. Lama Naruto berpikir, sebelum memutuskan jawaban. "Baiklah, aku akan mencarikannya untukmu."
Naruto mendengus geli, ketika ekpresi Sasuke berubah ceria. Hatinya menghangat, pasalnya jarang sekali Sasuke bersikap seperti itu. Naruto mengecup dahi Sasuke setelah menciptakan lingkaran sihir teleportasi.
"Jaga dirimu baik-baik."
Sasuke mengangguk riang sebagai jawaban. Naruto memasuki lingkaran sihir, lalu sedetik kemudian sosoknya menghilang bersama percikan cahaya.
.
.
"Dia sudah pergi?" suara baritone serak khas bangun tidur terdengar. Sasuke berbalik dan berjalan menuju kasurnya.
"Kau malu oleh kakakmu sendiri, hm? Menma?" Sasuke menyibakan selimut tebal yang menyelimuti tubuh bertelanjang dada putra bungsu keluarga Uzumaki.
Menma menutupi mata dengan lengannya. Ekpresi wajahnya sulit diartikan. "Tentu saja! Gara-gara kau, aku menghianati kakakku sendiri!" Tukas Menma penuh sesal.
Bila mereka kembali bertemu, Menma tidak tahu harus berkata apa pada Naruto.
[ Kediaman Uzumaki ]
.
Setelah keluar dari kastil, Naruto menyempatkan diri singgah ke rumahnya terlebih dulu untuk mengemas beberapa pakaian serta makanan untuk bekal di perjalanan. Naruto keluar dari kamar. Lalu memasuki ruangan bersantai di ujung lorong. Naruto berniat meminta ijin pada ibunya yang tengah membaca buku di dekat perapian.
Merasa diperhatikan, Kushina melirik sekilas ke belakang. Ada Naruto disana. Ia menggendong ransel coklat besar dipunggung. Sepertinya pemuda itu agak sungkan untuk mengganggu kegiatan Kushina.
"Mau kemana kau, Naruto?" Kushina akhirnya buka suara, saat Naruto tidak kunjung bergerak dari tempatnya.
Naruto terhenyak mendengar suara dingin Kushina. Ibunya memang terkenal akan sikap tegas dan tenangnya. Namun, bukan itu yang Naruto takutkan. Melainkan, karena Kushina bukanlah tipe orang yang pemaaf.
"A-aku ingin berkelana untuk memenuhi permintaan Sasuke. Naruto mohon doa dari ibunda."
Kushina segera menutup buku yang ia baca. Atensinya beralih total pada sang anak."Kali ini, apalagi yang Sasuke pinta?"
Naruto menelan ludahnya, gugup. Meskipun Kushina masih bersikap tenang, tetapi sorot mata Kushina telah berubah tajam. "Sasuke menginginkan sebuah pedang yang bilahnya lebih putih dari susu, sangat tajam dan dapat bersinar di kegelapan. Apel berwarna emas serta sebotol kecil air mata phoenix."
Kushina memijat pelipisnya yang mendadak pusing. Tidak mengerti akan jalan pikiran Naruto. Sudah jelas ketiga benda tersebut sangatlah mustahil untuk didapatkan. Terutama untuk air mata phoenix. Burung itu bahkan telah punah ratusan tahun lalu.
"Apa alasanmu, sehingga berani menyanggupi permintaan putri jalang itu? Memangnya kau tahu, dimana letak ketiga benda tersebut?"
"A-aku-"
"Sejak kecil, ibu selalu mengajarkanmu berpikir sebelum bertindak. Kenapa sekarang kau begitu bodoh?" tutur Kushina pedas.
Naruto terdiam, tidak berani membantah perkataan Kushina. Perkataan Kushina memang ada benarnya. Permintaan Sasuke terlalu gila untuk ia kabulkan.
"Sasuke telah berjanji akan berubah menjadi lebih baik untuk selamanya, asalkan aku menyanggupi syarat yang ia ajukan, bu.." gumam Naruto. Salahkah bila ia berjuang sekali lagi? Karena untuk pertama kali, Sasuke menambah kata 'Selamanya' pada janjinya.
Kushina tersenyum sinis, mengundang kernyitan tidak suka di dahi Naruto. "Oh ya? Sejak dulu sudah berapa kali Sasuke mengatakan janji palsu, padamu? Sebelas? Empat puluh? Rasanya lebih dari itu."
Perkataan Kushina jelas menohok Naruto. Masih segar di ingatan, tatkala Naruto hampir mati ditelan Cerberus saat berusaha menanggalkan taringnya. Namun setelah mendapat apa yang dipinta. Sasuke tetap tidak berubah.
Menyebalkan memang, apabila kau telah banyak berkorban tapi tetap tidak mendapat apa yang dijanjikan. Sayangnya, Naruto adalah tipe mahluk yang pantang menyerah dan juga keras kepala. Tidak menutup kemungkinan, Naruto akan kembali tertipu untuk beberapa kali lagi.
"Batalkan pertunanganmu, dan menikahlah dengan gadis pilihan ibu."
Astaga.. hal itu lagi. Genap ke enam puluh kalinya, Kushina meminta hal yang sama. Naruto paham, ibunya bermaksud baik. Tapi perasaannya tidak bisa dipaksakan. Karena sang Uzumaki sudah terjerat terlalu lama oleh pesona Sasuke.
"Maafkan aku ibunda. Jawabanku masih sama seperti dulu." Naruto berbalik keluar ruangan, meninggalkan Kushina yang tersenyum kecut atas kepergian Naruto.
.
TO BE CONTINUED (?)
.
A/N: Terimakasih sudah membaca. Layak dilanjut/ tidak, nih?
Silahkan beri krisarnya di kotak Review. Setiap kata yang kalian berikan memberikan saya semangat untuk menulis. (^O^)/