Title : Second Chance

Cast : Cho Kyuhyun, Park (Cho) Jungsoo, Kim(Cho) Kibum, Choi Seungcheol, Suho, Donghae, Henry.

Gendre : Brothership, Family, Friendship, Supranatural maybe.

Length : Chaptered

Summary : Bagaimana jika kau merasakan penyesalanmu yang begitu dalam dan tidak pernah bisa terlepas darinya? Perasaan menyesal yang akan terus membayangimu bahkan hingga sampai engkau mati? Menganggap pada awalnya semua ini hanya sesuatu yang biasa terjadi. Menganggap bahwa hal yang terjadi adalah wajar-wajar saja. Tertawa saat merasakan bahwa dirimu telah menang tanpa merasakan perasaan bersalah. Tidak menanggapi hal yang seharusnya kau tanggapi. Hingga akhirnya kau merutuki dirimu sendiri. Tapi bisakah sekali saja? Sekali saja kesempatan untuk mengubah semua itu? Dimana mungkin perasaan menyesal tidak akan hilang, namun memberikan kelegaan. Meski tidak di dunia ini, bisakah di dunia yang dimana ada kehidupan yang sama menggariskan takdir yang berbeda?

Kembali lagi dengan fanfic baru di sela-sela kesibukan kuliah dan tugas yang menumpuk. Ide FF ini tercetus karena inspirasi atau adaptasi anime Orange, namun kalo disana ada romance disini pure brothership yah. Tapi nggak terlalu mengadaptasi juga sih, karena cerita disini agak sedikit lebih 'kejam' dari cerita aslinya.

DON'T BASH

DON'T BE SILENT READER

DON'T LIKE DON'T READ

KEEP REVIEW

JUST ENJOYED

Seoul, 30 September 2016

Disana terlihat beberapa orang tengah berkumpul di atas sebuah bukit dengan pemandangan yang begitu. Wajah-wajah mereka kini terlihat begitu dewasa, dengan ketegasan-ketegasan yang mereka miliki saat ini. Tidak hanya begitu, diantara mereka ada yang membawa anak balita yang begitu manis dan lucu.

Empat orang dengan tiga diantaranya membawa putra-putri mereka terlihat kesal. Karena tiga orang yang mereka tunggu semenjak tadi tidak kunjung. Yang pada akhirnya membuat sang anak masing-masing harus menangis dan membuat mereka berusaha keras untuk menenangkannya. Satu yang belum berkeluarga tersenyum. Sebentar lagi dia juga akan menikah, serta dipastikan dia juga akan serepot dua orang ini.

Ah ekor mata miliknya menangkap dua orang namja yang mulai melangkah mendekati mereka berdua. Melambaikan tangannya memberitahukan kedua namja tersebut untuk semakin cepat mendekat kepada mereka berempat. Satu yang mengenakan kacamata tipis berbentuk kotak sudah tiba di depan mereka. Sementara yang satu lagi menyusul dengan nafas yang terlihat ngos-ngosan.

Seungcheol menggelengkan kepalanya. "Aku kira umur kita tidak terpaut terlalu jauh tapi staminamu hyung…."

"Stamina Jungsoo hyung itu bagaikan kura-kura berumur 100 tahun." Kibum berucap tanpa ekspresi.

Henry yang menenangkan anaknya menangis agak tercengang. "Wow kau berubah Kibum-ah."

"Benar meski wajahnya masih datar Kibum banyak bicara sekarang." Tambah Suho.

"Dan alhasil akulah yang selalu terpojok oleh kalian." Jungsoo merasa tidak terima meski dia juga senang karena bisa menghibur.

Seuncheol tertawa mendengarnya. "Hahaha resikomu jadi yang paling tua. Ah anak dan istrimu mana hyung?"

"Mereka sedang pergi rekreasi. Aku tidak mau menganggu." Jungsoo menjawab dengan tenang.

Donghae menghirup nafasnya dalam. "Tidak terasa kita sudah setua ini. Sudah berkeluarga. Seungcheol dan Kibum juga akan segera menikah. Kira-kira jika dia masih ada, apakah kita bisa berkumpul bersama?"

Kibum merubah ekspresi matanya dengan sendu. "Aku yakin dia akan mendapat istri yang cantik, baik, dan keluarga kecil yang bahagia."

Jungsoo memegang pundak Kibum, mengerti perasaan sang dongsaeng satu-satunya sekarang. "Sudah hampir 10 tahun bukan?"

"Nde hampir 10 tahun, namun penyesalan ini masih mengganjal." Donghae mengepalkan tangannya dan mengelus pipi sang putra kemudian.

Henry mengerti. Bukan hanya Donghae saja, tapi semuanya merasakan hal yang sama. "Kita semua sama Donghae."

Jungsoo menahan air matanya. "Semua berawal karena kami."

Keempat orang itu tahu bahwa diantara mereka dua orang inilah yang menyesal paling dalam.

"Jika ada kesempatan aku ingin menyelamatkannya, aku ingin menenangkannya saat jatuh, aku ingin menyelamatkannya sekali lagi, jika ada aku sangat ingin." Kibum berbicara begitu banyak dan air mata itu jatuh begitu saja.

Suho menatap dengan kosong. "Ada satu cara untuk itu."

Semuanya langsung memandang Suho.

Incheon, 05 Januari 2005

Seorang namja tengah tertidur pulas diatas tempat tidurnya. Dimana ruangan kamar tersebut terdeterminasi dengan warna putih. Hampir semuanya bernuansa putih, meski ada beberapa titik yang tidak menggunakan warna senada. Perlahan-lahan mata yang terpejam itu terbuka, menampakan bola mata bening yang begitu indah.

Pendengarannya menajam saat mendengar suara seseorang yang mengetuk pintu kamarnya. Dengan segera namja itu bangun dan menyibak selimutnya, melihat seseorang yang hendak masuk. Oh rupanya dia. Ck ck ck padahal yang bertugas seperti itu adalah sang eomma, tapi setiap saat dongsaeng bungsunya ini yang bertugas.

Kyuhyun melipatkan atau lebih tepatnya merapikan selimut itu. "Hyung, Kibum hyung saja bisa bangun sendiri, tapi hyung selalu terlambat."

"Kau cerewet seperti seorang ahjumma." Jungsoo memutar bola matanya malas.

Kyuhyun mengedikkan bahunya. "Terserah hyung, basuh wajahmu dan sarapan. Kalau tidak eomma bisa terlambat kerja."

"Yang kerja kan eomma kenapa kau yang repot." Jungsoo membantah kalimat sang magnae.

"Tapi eomma bisa repot kalau hyung pemalas begini." Kyuhyun memberikan petuahnya.

Jungsoo sendiri hanya melenggang pergi sembari meledek sang dongsaeng.

'KLING' Handphone-nya berbunyi tidak biasa. Menandakan bahwa dering itu adalah tanda ada masuknya sebuah e-mail. Tidak biasanya dia menerima e-mail, apalagi dihari-hari belum ada tugas dari dosen mata kuliahnya. Menggosok rambutnya yang masih basah, dengan segera Jungsoo membuka e-mail masuk tersebut.

Anonym. Tanpa pengirim atau mungkin pengirim yang tidak diketahui, setidaknya itulah yang dirinya terima sekarang. Namun karena penasaran, dengan segera Jungsoo membaca isi pesan yang masuk.

'5 Januari 2005

Hari itu Kyuhyun membangunkanku, aku malas karena mendengarkannya mengoceh yang seharusnya itu dilakukan eomma. Alhasil aku meledek dan mengejeknya. Sekarang aku menyesal, karena seharusnya aku senang dan berucap terima kasih padanya. Jika ada kesempatan, diriku yang berada di tanggal yang sama jangan melakukannya. Berilah dia senyummu, kemudian berterimakasih. Dia adalah dongsaeng yang sungguh berharga.'

Jungsoo mengernyit bingung dengan isi pesannya. Apa-apaan orang itu. Dia melemparkan ponselnya dengan sembarang. Merasa bahwa itu hanya perlakuan iseng saja dari orang yang sengaja. Bisa jadi ada orang yang tidak menyukai dirinya bukan? Atau bisa juga itu hanya hasil kejahilan dari kedua dongsaeng-nya.

Hampir tidak mau memperdulikan lagi, ponsel miliknya berdering dengan nada yang sama. Satu kali…. Dua kali…. Bahkan sekarang sudah tiga kali. Jungsoo pada akhirnya meraih kembali ponsel miliknya dan membuka dengan secara kasar e-mail spam yang berhenti di dering yang ketiga tadi.

Pesan 1 :

'Jika kau bertanya siapakah aku? Dari mana pesan ini? Jangan mencurigai bahwa ini adalah dibuat oleh salah satu dongsaeng-mu. Karena e-mail mereka kau tahu semua. Aku adalah dirimu pada 12 tahun yang akan datang. Dirimu yang merasakan penyesalan mendalam seumur hidupnya. Aku mengirimkan ini, dan seandainya sampai ubahlah semua yang tidak menyenangkan jadi menyenangkan sebelum kau menyesal.'

Pesan 2 :

'Namaku Cho Jungsoo putra sulung Cho Hanna dan Cho Jaehyun, dimana 12 tahun yang akan datang aku telah menikah dan mempunyai dua orang anak. Namun semuanya tak mengubah apapun, penyesalanku semakin dalam dan semakin mendalam. Aku adalah hyung yang gagal, karena tidak dapat menyelamatkannya disaat dirinya begitu jatuh.'

Pesan 3 :

'Jadi tolong perbaikilah semua jika kau menerima semua pesanku. Aku tidak ingin dirimu merasakan penyesalan yang sama pada akhirnya. Selamatkan dia. Selamatkanlah Kyuhyunnie sebelum dia meninggal. Karena pada 03 Februari 2007, dia meninggal karena bunuh diri di dalam kamar rawatnya. Tolong buat dia hidup. –Cho Jungsoo.'

Jungsoo langsung tercengang setelah melihat semua isi pesan tersebut. Kenapa bisa si anonym ini mengetahui setidap detail yang tengah dirinya dan keluarganya tempuh sekarang. Dirinya bingung harus mempercayai atau tidak dengan semua yang dialaminya. Ataukah memang kenyataan tersebut memang terjadi?

Jungsoo duduk di kursi meja makan dengan Kibum dan Kyuhyun mengapitnya. Kyuhyun tersenyum gembira, menata piring dan memberikan nasi kepada masing-masing hyung dan eomma-nya. Keluarga mereka hanyalah keluarga sederhana, tidak kekurangan dan tidak kaya. Hanya biasa-biasa saja. Sejak 5 tahun yang lalu Cho Hanna sang eomma harus menghidupi ketiga putranya seorang diri, karena sang suami meninggal karena kecelakaan. Meski begitu dia tetap bersyukur dengan kehadiran putranya.

Kyuhyun yang masih asyik dengan ceria menyantap makanan sang eomma yang menurutnya sangat enak, tidak sadar bahwa ada seseorang yang sedari tadi memperhatikan setiap gerak-geriknya. Karena merasa sudah diperhatikan keterlaluan, Kyuhyun menoleh dan menatap tajam orang yang memperhatikannya.

Kyuhyun berpura-pura ketus. "Kenapa Jungsoo hyung menatapku begitu?"

"Benar, eomma juga melihat gerak-gerikmu secara tidak langsung." Hanna mengiyakan pertanyaan atau pernyataan Kyuhyun.

Jungsoo menggeleng pelan. "A…ani…"

"Ya sudahlah."Kyuhyun juga tidak mau ambil pusing.

Jungsoo menoleh sejenak. "Emmm Kyuhyun-ah.."

Kyuhyun menatap Jungsoo merasa dipanggil. "Engg?"

"Go..go..gomawo sudah membangunkanku." Jungsoo tidak berani menatap Kyuhyun.

Hanna menggelengkan kepalanya. "Dasar kalian ini."

Disana ada satu orang namja lain yang semenjak makan dimulai hingga akhir tidak mengeluarkan sepatah katapun. Hanna melirik putra tengahnya tersebut, tersenyum maklum dengan tabiat Kibum. Anaknya yang satu itu memang pendiam dan sangat irit bicara. Walau tanpa mereka tahu sebenarnya Kibum memperhatikan dengan tajam tingkah laku hyung tertuanya yang tiba-tiba berubah. Membuka ponselnya, kembali mata Kibum menelaah sebuah e-mail masuk padanya.

'05 Januari 2005

Pada saat sarapan aku sama sekali tidak berbicara. Tabiatku memang pendiam, hanya eomma dan Kyuhyun yang mengobrol, meski sesekali ditimpali oleh Jungsoo hyung. Aku ingin pada saat itu aku bisa ikut bicara dan mengobrol gembira dengan Kyuhyun. Walau kadang akan menjadi akward tapi cobalah. Karena 12 tahun kedepan, setelah 2007 kau tidak akan bisa mempunyai kesempatan itu.-Cho Kibum 12 tahun mendatang.'

Kibum terlampau cerdas untuk mengerti itu semua. Jika memang mengubah masa lalu akan membuat masa depan menjadi baik, apakah itu akan memperbaiki semuanya? Belum tentu bukan? Kibum tidak mau terjatuh dengan berbuat yang tidak seharusnya dilakukan sekalipun semuanya nyata. Dan Kibum rasa sang hyung mulai jatuh dan melakukannya. Kibum selesai duluan dan kemudian melenggang pergi. Tanpa biasa sebelum beranjak, Kibum menatap Jungsoo dengan mengintimidasi. Tentu jelas menyisakan tanda tanya besar bagi Jungsoo.

Mereka bertiga mengendarai sepeda beriringan menuju ke sekolah dan universitas masing-masing. Kebetulan mereka memilih yang searah. Seperti biasa Kibum adalah yang paling terdepan. Saudara mereka yang satu itu memang hampir sempurna di semua bidang. Pelajaran, olahraga dan semuanya. Salahkan saja otak Kibum yang terlalu cerdas untuk bisa melakukan semua hal dengan mudah. Sementara sang bungsu berada di terakhir.

Mereka memaklumi, diantara mereka bertiga magnae mereka lah yang memiliki imun tubuh yang paling lemah. Ditambah dengan suatu penyakit paru-paru yang sudah diidapnya semenjak kecil. Syukurlah karena penyakit tersebut tidak berkembang menjadi semakin parah. Hanya intesitas-intesitas kecil saja yang seringkali terjadi.

Jungsoo menghembuskan nafasnya pelan. Dengan perlahan, dirinya memundurkan sepedanya dan mensejajarkannya dengan Kyuhyun. Kibum yang sudah jauh di depan berhenti seketika. Jungsoo menatap agak khawatir kepada sang dongsaeng yang terlihat mulai kelelahan. Mereka bertiga berhenti sejenak di tepi danau. Duduk sebentar mengistirahatkan diri.

Jungsoo menatap Kyuhyun dengan khawatir. "Gwenchana…?"

"Ne. Gwenchana. Ayo kita lanjut lagi." Namun di sela ucapannya Kyuhyun sedikit mengerang.

Jungsoo menggeleng tegas. "Anieyo. Kau harus istirahat Kyu."

"Hyung, aku bisa terlambat. Dan kalian juga." Kyuhyun tidak mau membuat kedua hyung-nya terkena hukuman.

"Baiklah hyung biarkan kau pergi. Tapi hyung harus mengantarmu, kau dibonceng. Lagipula, kami masih masuk 30 menit lagi. Tidak ada bantahan. Kibum-ah, tunggu disini sebentar." Jelas Jungsoo denga begitu tegas.

Kibum hanya mengeluarkan gumaman. "Terserah."

"Kajja…" Jungsoo mengayuh sepeda dengan Kyuhyun di belakangnya.

'Hari pertama sekolahnya kami berangkat menggunakan sepeda. Kyuhyun yang mempunyai imun lemah berada jauh dariku dan Kibum. Tapi karena menganggap itu biasa, aku hanya membiarkan Kyuhyun mengayuh sepedanya sendiri dan alhasil, dirinya harus dibawa pulang ke rumah dengan keadaan pingsan. Aku ingin kau membawanya istirahat di tepi danau, dan mengantarnya hingga sekolah. Paksa Kyuhyun untuk mau diantar, karena dia pandai berbohong menyembunyikan rasa sakitnya. Parkirkan sepedamu dan buat Kibum menunggu.'

Sembari terus mengayuh Jungsoo tersenyum walau perasaan sakitnya mulai terasa. –Setidaknya hyung tidak ingin menyesal Kyuhyunnie.

Jungsoo datang dengan berlari dari arah depan menghampiri Kibum yang menunggu dirinya. Dongsaeng-nya yang satu ini selalu berwajah datar. Setiap saat orang lain bisa mengeluarkan ekspresi yang berbeda-beda. Namun bagi Kibum ekspresi dalam wajahnya adalah hanya ada satu, yakni datar.

Ketika sudah hampir tiba di depan sekolah dan universitas masing-masing, mereka tidak lagi mengayuh sepedanya dan hanya mendorongnya. Sebelum berpisah, entahlah Kibum tiba-tiba saja ingin membicarakan hal yang semenjak pagi mengganggunya dengan hyung satu-satunya tersebut.

Kibum bersuara amat pelan. "Kau berubah."

"Ne?" Jungsoo mengernyit sendiri mendengarnya.

Kibum memandang Jungsoo tanpa ekspresi. "Hyung picisan."

"Bicaramu terlalu singkat dan membuatku bingung Kibummie." Syukurlah Jungsoo selalu bisa mengalah untuk semua dongsaeng-nya.

"Jangan pernah berpikir untuk mengubah masa depan hyung. Sekalipun itu bisa, namun apakah itu bisa memperbaiki semuanya? Akan sangat jahat saat kita mengubah masa lalu." Kibum menjelaskan dengan menunduk, meski dia dingin tetap saja dia takut terhadap hyung tertuanya sebagai pengganti sang ayah.

Jungsoo mengepalkan kedua tangannya. "Kau menerima e-mail yang sama? Dari dirimu di 12 tahun yang akan datang?"

"Nde." Jawabnya singkat.

Jungsoo kembali bertanya. "Kau tahu bahwa itu akan terjadi? Kyuhyun dia….."

"Biarkan semua seperti semula jangan mengubah apapun." Kibum memotong kalimat Jungsoo.

Jungsoo bingung sendiri menghadapinya. "Apa kau ingin menyesal seperti dirimu di masa itu?"

Kibum terdiam mendengarnya. "Kelasku akan segera mulai."

Incheon, 10 Januari 2005

Di rumah minimalis itu hanya ada dua orang namja. Hyung tertua mereka tengah melakukan ujian semesternya, jadi sama sekali tidak bisa untuk bolos. Hanna sedang menjalani dinas luar kota ke Nowon. Alhasil hanya kedua orang yang tidak banyak bicara tersebut yang tersisa di dalam sana.

Namun di ruang tengah hanya terlihat namja pendiam saja, sedang yang satu lagi tengah tertidur di dalam kamarnya. Sang dongsaeng sedang mengalami demam, karena hujan yang terus menerus mengguyut Incheon. Jelas saja karena dia yang tertua diantara mereka, Hanna memberikan petuah-petuah khusus untuk Kibum bagaimana caranya merawat Kyuhyun yang 'khusus' karena sakit.

Kibum menyibukan dirinya dengan bermain game. Meski terlihat sangat kutu buku, namun Kibum sangat ahli dalam bidang satu itu juga. Tadi dia sudah menyuapi Kyuhyun dan meminumkan obat Kyuhyun. Bersyukur karena Kyuhyun bukanlah tipe magnae rewel seperti pada umumnya seorang anak bungsu. Jadi Kibum tidak perlu repot-repot untuk mengatur Kyuhyun.

Hanya keheningan dan suara dentingan-dentingan dari game console yang tengah Kibum mainkan. Televisi juga sengaja dimatikan, karena Kibum bukan tipe seseorang yang ingin melihat perkembangan dari televisi yang terkadang penuh dengan banyak kebohongan. Cukup dari buku saja dia pelajari dan mengembangkannya perlahan.

Hari sudah semakin malam. Hujan yang mengguyur di luar masih terus mengguyur. Intesitas hujan semakin lama semakin deras diiringi juga dengan bunyi gemuruh. Petir yang menyambar tersebut bahkan terdengar begitu deras. Hanya satu yang Kibum pikirkan saat ini, adalah sang dongsaeng. Sebuah e-mail masuk datang menghampiri ponselnya. Dan Kibum mematikan game console miliknya.

'10 Januari 2005

Eomma dan Jungsoo hyung tidak ada karena urusan masing-masing. Hanya ada aku dan Kyuhyun yang sedang demam. Entah mengapa hujan pada saat itu sangat setia mengguyur Incheon. Semakin malam hujan semakin deras. Petir menyambar disana sini. Saat itu aku tahu Kyuhyun yang sedang sakit amat takut dengan suara petir keras. Karena aku merasa Kyuhyun pasti lelap, aku membiarkannya dan lanjut tidur. Tapi pada keesokan hari keadaan Kyuhyun semakin parah, mungkin dia terbangun. Jika bisa, aku ingin kau sebelum tidur memastikan dahulu keadaannya di dalam kamar. Lucu mengatakan ini, aku yakin kau amat keras kepala. Untuk kali ini jangan selalu memegang yang seharusnya. Apakah kau tetap ingin menyesal?'

Kibum membuka knop pintu tersebut dengan perlahan. Sedikit terkejut melihat sang dongsaeng sudah bangun dengan posisi menekuk lututnya dan bergetar. Baru pertama kali Kibum melihat dongsaeng-nya yang selalu ceria menangis seperti itu. Kibum mendekati Kyuhyun dan duduk di samping ranjangnya.

Kibum membawa Kyuhyun masuk ke dalam pelukannya. Pelukan hangat seorang hyung terhadap dongsaeng-nya. Kyuhyun memeluk Kibum dengan begitu erat. Seakan-akan tidak ingin hyung-nya ini pergi meninggalkannya. Satu hal, Kyuhyun tidak mau sampai harus mendengar suara petir menyebalkan itu. Yang selalu mengingatkannya mengenai kematian sang ayah lima tahun lalu.

Kibum mengelus punggung Kyuhyun, berharap bisa membuat sang dongsaeng merasa tenang. Setidaknya hanya inilah yang bisa dia lakukan. Dia bukan sang eomma dan Jungsoo yang bisa mengeluarkan kata-kata yang menenangkan dengan begitu baik. Kyuhyun merasa tenang dalam dekapan sang hyung. Perlahan-lahan rasa kantuk mulai menyerangnya.

Kibum tersenyum melihat Kyuhyun yang sudah kembali terlelap. –Tentu saja aku tidak pernah mau menyesal lagi. Disusul Kibum yang ikut tertidur disampingnya.

Seoul, 08 Agustus 2016

Seungcheol yang gemas mencubiti pipi chubby putri Henry. "Siapa namanya Henry?"

"Lisa, cantik bukan?" Henry mencium pipi putrinya.

Seungcheol menatap dua anak kecil lain. "Mereka…"

"Jagoanku Sungjae." Donghae memberitahukan.

"Pangeran kecilku Wonwoo." Suho menggoyangkan putranya.

Jungsoo menghembuskan nafasnya. "Kalau anakku dibawa pasti lebih ramai."

"Jemput saja." Kibum menyahut singkat.

Jungsoo sangat ingin menjitak dongsaeng-nya bermuka datar ini. "Menjemputnya ke Paris membutuhkan waktu 3 hari Cho Kibum."

Mereka tertawa karena perdebatan kecil diantara kedua kakak beradik itu.

Seungcheol menatap bunga sakura di bukit yang mulai berguguran. "Apa kau melihatnya Kyu? Anak-anak mereka yang begitu lucu dan cantik?"

Mereka mulai melihat indahnya bunga-bunga sakura yang berjatuhan.

Hanya di bukit ini saja, bunga itu bisa tumbuh. Bukit yang selalu menjadi favorit bagi Kyuhyun ketika dia berkunjung ke Seoul. Menurutnya tempat ini adalah tempat yang paling indah dibandingkan dari sekian banyak tempat yang pernah dirinya kunjungi. Sang ayah selalu tidak lupa untuk membawanya kesini.

Tengah melakukan semua itu, seorang yeoja paruh baya menginterupsi mereka. Menolehlah kesemua namja tersebut. Rupanya dia adalah salah satu petugas dari taman bunga sakura yang ada di bukit ini.

"Chogiyo, aku lihat kalian sangat menyukainya." Jihyo tersenyum mengatakannya.

Seungcheol membalas dengan senyum. "Nde. Ini juga salah satu kesukaan teman kami."

"Ooh. Aku membawakan sebuket bunga ini, berikanlah padanya." Jihyo menyodorkan bunga itu dan diterima oleh Seungcheol.

"Terima kasih ahjumma." Jungsoo membungkuk sopan.

Jihyo tersenyum. "Kalian sudah sesenang ini. Bagaimana ekspresinya ya?"

Hening. Kibum baru bicara. "Dia telah meninggal 10 tahun yang lalu."

"Ah mianhae. Aku tidak tahu. Tetap sampaikan saja, aku yakin disana dia tersenyum." Jihyo mengerti perasaan kesemua orang didepannya.

Mereka semua beranjak pergi dengan sebelumnya membungkuk hormat. "Gomawoyo ahjumonim."

Jihyo tersenyum melihat mereka semua. –Kau begitu disayangi Kyuhyun-ah.

20 Januari 2005

Kyuhyun sedikit terkejut dengan mendapati hyung tertuanya sudah bangun di sepagi ini. Belakangan ini Jungsoo hyung-nya berubah menjadi semakin baik. Tidak ada lagi Jungsoo hyung yang pemalas. Kibum juga sama, sudah amat sering Kibum dan dirinya bertegur sapa. Meski hanya tiga kali dalam sehari. Syukurlah Kyuhyun sangat senang, karena perubahan yang terjadi dari kedua hyung-nya adalah perubahan yang positif.

Akhirnya setelah cukup lama Hanna kembali berkumpul bersama ketiga putranya tercinta. Walau malah membuat sang sulung mengeluh, karena dirinya kembali membuat Jungsoo tidak bisa berbuat seenaknya. Yang pada akhirnya membuat satu pukulan dari sendok nasi melayang di kepala Jungsoo begitu saja. Menghasilkan kedua dongsaeng-nya yang lain tertawa lepas. Benar Kibum juga ikut tertawa kali ini. Ah mereka sudah banyak berubah sekarang.

Sebenarnya hari ini adalah hari libur jadi pantas saja kalau mereka bisa berkumpul bersama begini. Jarang sekali Hanna bisa begini. Baru saja akan menyantap hidangannya, sebuah telepon masuk ke dalam ponselnya. Sepertinya dari kantor tempatnya bekerja. Mengisyaraktkan ketiga putranya untuk tenang sejenak.

Pihak kantor memberitahukan hal penting. "Akan ada rapat mendadak hari ini untuk pengembangan tender. Aku harap kau datang."

"Tapi aku baru saja bisa berkumpul dengan semua putraku dan baru tiba." Hanna mengeluh.

Pihak kantor sama sekali tidak mau tahu menahu, "Kau tahu sendiri bagaimana konsekuensinya bukan?"

Hanna hanya bisa menghela nafasnya. "Arrasseo aku mengerti."

Hanna kembali ke meja makan dengan muka ditekuk. Menyambar tasnya kembali, semua putranya mengerti bahwa sang eomma harus kembali lagi ke kantor. Walau sedikit kecewa karena tidak bisa menghabiskan waktu bersama, mereka harus bersikap dewasa. Toh Hanna melakukan semua ini adalah untuk menghidupi ketiganya.

Kyuhyun merapikan semua piring ke dapur. Sementara Kibum dan Jungsoo sedang mengotak-atik ponselnya. Mereka berdua sama-sama menerima sms dari teman-teman sekolahnya. Pastinya akan mengajak bermain.

From : Minho

Kibum-ah, hari ini ada game console terbaru keluar. Mari berburu?

From : Kibum

Tidak. Aku tidak tertarik.

From : Minho

Yakin? Tidak biasanya? Nanti habis.

From : Kibum

Biar saja.

From : Jonghyun

Kerja kelompok hari ini untuk presentasi.

From : Jungsoo

Mianhae. Hari ini tidak bisa.

From : Jonghyun

Wae?

From : Jungsoo

Ada urusan.

From : Jonghyun

Baiklah kalau begitu.

Kyuhyun melihat kedua hyung-nya yang sedang menghela nafas. Di tangan mereka masing-masing terdapat ponsel. Dirinya tahu siapa saja orang yang telah mengirimi kedua hyung-nya itu sebuah pesan.

Kyuhyun memberikan senyumnya. "Pergilah jika kalian ingin."

"Pergi? Kemana?" Jungsoo berpura-pura tidak tahu.

Kyuhyun memiringkan kepalanya. "Tadi Jonghyun dan Minho bukan?"

Kibum memasang wajah datarnya. "Jangan sok tahu."

"Dan jangan sok pandai seperti Kibum." Tambah Jungsoo.

Kyuhyun memutar bola matanya malas. "Memang kalau kalian diam dirumah, menyenangkan? Kalau aku kan memang tidak boleh lelah."

"Bosan keluar." Ucap Kibum singkat.

Jungsoo mengiyakan. "Dingin juga."

Kyuhyun mengedikkan bahunya. "Main game?"

"Bertiga?" Tanya Kibum singkat.

Jungsoo mengeluh. "Pasti aku yang akan kalah duluan."

'20 Januari 2005

Eomma harus kembali ke kantor karena rapat mendadak. Aku malah pergi untuk kerja kelompok dengan Jonghyun. Takut kalau sampai aku dikeluarkan dari kelompok. Kibum juga pergi bersama Minho. Kyuhyun menjadi sendirian di rumah, pada awalnya aku merasa tidak enak tapi Kyuhyun tersenyum dan membolehkan kami pergi. Seharusnya aku tahu bahwa itu hanya senyum palsu, ada kekecewaan jelas disana. Aku ingin kau membatalkan kerja kelompok, mungkin Jonghyun juga akan mengerti. Setidaknya salah satu diantara aku dan Kibum ada yang menemani Kyuhyun.'

'20 Januari 2005

Hari libur tidak berjalan dengan sesuai. Eomma harus kembali berangkat ke kantor. Jungsoo hyung wajib kerja kelompok, karena materi kuliahnya yang sulit. Aku memilih untuk bersama Minho memburu game console keluaran terbaru. Aku yang pada waktu itu tidak pernah memperhatikan, seharusnya tau Kyuhyun berekspresi sedih. Aku ingin kau menemani Kyuhyun, lagipula apa menyenangkannya sebuah game console dibandingkan dengan kebersamaan yang tidak bisa dirasakan lagi? Aku merasakannya sekarang.'

Incheon, 30 Januari 2005

Hari ini Hanna begitu sibuk dengan pekerjaannya yang dia bawa dari kantor ke rumah. Karena memang pekerjaannya di kantor sama sekali belum selesai. Disana hanya ada putra bungsunya yang tengah belajar dengan keras, karena besok aka nada ujian. Tentu saja Kyuhyun harus mendapatkan nilai yang bagus tidak mau kalah dari Jungsoo dan Kibum hyung-nya.

Hanna mencari-cari pena yang sering dirinya kenakan. Sayang sepertinya pena tersebut tertinggal di kantor. Karena tidak bisa kemana-mana, Hanna memutuskan untuk menyuruh Kyuhyun membeli ke toko di seberang rumah mereka.

Hanna memanggil Kyuhyun. "Kyuhyunnie bisakah kau membelikan eomma pena ke toko seberang?"

"Tidak tahukah eomma aku sedang sibuk." Kyuhyun turun dari tangga dengan kesal.

Hanna menghela nafasnya. "Hanya sebentar dan itu sama sekali tidak mengganggumu Kyu."

Kyuhyun memutar bola matanya malas. "Nanti kalau nilaiku menurun eomma mau?"

"Ya sudah sana." Beginilah jika sifat keras kepala Cho Kyuhyun keluar.

Kibum dan Jungsoo berjaga-jaga di tengah-tengah jalan itu. Berharap sesuatu yang mereka takutkan tidak pernah terjadi. Disana Hanna keluar dari dalam rumah mereka dengan sedikit menggerutu. Bisa Kibum dan Jungsoo tebak bahwa sang eomma kesal karena sifat keras kepala Kyuhyun yang datang.

Namun mereka tidak menyangka sang eomma berbelok bukan menuju arah took itu. Walau masih dalam keadaan baik-baik saja. Setidaknya mereka sedikit lega, karena melalui persimpangan tersebut sang eomma tidak perlu dikhawatirkan. Karena merasa aman mereka memutuskan untuk segera masuk ke dalam rumah.

"Nah kalian bertemu eomma?" Kyuhyun bertanya setelah melihat kedua hyung-nya pulang.

Kibum mengedikkan bahu. "Tadi kami lihat dia ke toko seberang."

Kyuhyun menggigit pensilnya. "Eomma sangat suka pena."

"Harusnya kau membelikan eomma, kan hanya sebentar Kyu." Jungsoo mengacak rambut Kyuhyun.

Sudah satu jam, tapi Hanna tidak kunjung kembali ke rumah. Kyuhyun juga sudah selesai belajarnya. Mereka dibuat khawatir karena ibunya tidak kunjung kembali. Jungsoo dan Kibum pergi untuk memastikan. Kyuhyun pada awalnya sempat memaksa untuk ikut serta, namun udara malam yang dingin amat tidak baik bagi paru-paru Kyuhyun. Mereka tidak mau mengambil resiko lebih jauh.

Dan pada sesaat sebelum ini mereka mendapatkan isi pesan yang sama.

'30 Januari 2005

Hari ini salah satu hari yang tidak ingin aku ingat. Eomma meninggal karena tabrak lari. Kyuhyun tidak bisa membelikan eomma pena, eomma pergi sendiri. Dimulai dari sini semua akan lebih runyam. Berusahalah untuk tenang dan tidak memojokannya.'

Jungsoo dan Kibum berpencar untuk mencari tahu keberadaan Hanna. Sudah semua persimpangan jalan mereka lewati, namun tak ada sedikitpun titik terang yang mereka temui. Sembari terus melantunkan do'a dalam hati masing-masing, berharap Hanna tidak mengalami kejadian yang buruk.

Mereka menanyakan kepada semua orang-orang yang berlalu lalang disana. Berharaap mereka menemukan atau setidaknya melihat Hanna dengan ciri-ciri yang telah mereka ceritakan. Keduanya panik amat sangat panik. Ini adalah untuk pertama kalinya sepanjang mereka hidup di dunia ini.

Tiba di suatu persimpangan jalan, banyak orang yang berkumpul disana. Sayup-sayup sirine ambulance datang dari arah lain. Perasaan mereka berdua tidak dapat lagi dijelaskan. Jungsoo dan Kibum perlahan-lahan mendekati kerumunan orang tersebut.

Air mata mereka langsung menetes, ketika melihat siapa yang saat ini tengah terbaring kaku disana. Wajah lembut yang selalu menyapa dan menasehati itu kini berlumur darah. Pena, penanya benar-benar dirinya beli. Jungsoo dan Kibum langsung mengangkat tubuh kaku tersebut ke atas ambulance. Mereka marah, sedih, kecewa, dan kesal. Hingga dering ponsel mereka sendiri sama sekali tidak dihiraukan.

'30 Januari 2005

Aku tahu perasaanku pada saat itu sangat kalut. Aku membentaknya, aku memarahinya, dan berujung aku yang membencinya. Padahal mata yang pada saat itu menatapku penuh dengan penyesalan dan ketakutan. Tolong rasakan, sejujurnya Kyuhyunlah yang paling sakit. Tak usah menyalahkannya, karena Kyuhyun menyalahkan dirinya sendiri. Dan selamatkan dia dari rasa bersalah itu agar kau bisa menyelamatkannya.'

Kibum melempar ponselnya sembarang, karena terus bordering. Saat ini yang dia pedulikan hanya ibunya. Walau pesan itu datang, tetap saja tidak berguna. Karena pada akhirnya semua akan berakhir dengan sama? Kibum sudah tidak mau lagi mempedulikan 'orang aneh' sebagai dirinya di 12 tahun yang akan datang.

E-mail tersebut terbuka dengan sendirinya di ponsel yang sudah di buang Kibum.

'30 Januari 2005

Pada saat itu feelingku sudah menghilang sepenuhnya pada Kyuhyun. Tanpa aku sadari bahwa semakin hari semakinlah Kyuhyunnie terluka. Jiwa Kyuhyun terluka dalam, bahkan Kyuhyun selalu merasa sebagai pembunuh. Tolong tetap menoleh padanya, meski awalnya agak sakit. Bantu dia untuk meyakinkan bahwa dia bukan yang membunuh. Rasa sakitnya lebih dalam.'

Kyuhyun yang tengah melipat-lipat bukunya tanpa sengaja menggores jarinya sendiri. Jelas saja darah berwarna merah itu langsung mengucur. Padahal tidak terlalu dalam, kenapa rasanya sangat sakit?

To Be Continue…..

Semoga suka yah ffnya, ada 10 review juga dilanjut kok.